Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

APP(APENDISITIS)
DIRUANG PAUS(NIFAS)

Disusun Oleh:

Silviana Tasya

Jl. Raya bojongkopo KM. 07 Kec. Simpenan, Kab. Sukabumi


Jawa Barat, 43361
smkityasin@gmail.com
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. PENGERTIAN
Apendisitis adalah suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh benda asing batu
feses kemudian terjadi proses infeksi dan disusul oleh peradangan dari apendiks
verivormis (Nugroho, 2011).
Apendisitis merupakan peradangan yang berbahaya jika tidak ditangani segera bisa
menyebabkan pecahnya lumen usus (Williams & Wilkins, 2011). Apendisitis adalah suatu
peradangan yang berbentuk cacing yang berlokasi dekat ileosekal (Reksoprojo, 2010)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing. Infeksi ini
bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Sjamsuhidajat, 2010).
Apendisitis merupakan proses peradangan akut maupun kronis yang terjadi pada apendiks
vemiformis oleh karenaadanyasumbatan yang terjadi pada lumen apendiks. Apendisitis
merupakan penyakit yang menjadi perhatian oleh karena angka kejadian apendisitis tinggi
di setiap negara. Resiko perkembangan apendisitis bisa seumur hidup sehingga
memerlukan tindakan pembedahan.
2. TANDA DAN GEJALA
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar
(nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini
biasanya disertai dengan rasa mual muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun.
Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Me
Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri
somatik setempat, Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium,
tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.
Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.
Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5
derajat celcius. Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks menurut
Haryono (2012) diantaranya:
1) Faktor sumbatan
Faktor sumbatan merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti
oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub
mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing, dan sebab lainnya 1%
diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.

2) Faktor bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut.
Adanya fekolit dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi dapat memperburuk dan
memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks,
pada kultur yang banyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragilis dan
E.coli, Splanchius, Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes. splanicus. Sedangkan kuman
yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob lebih dari
10%.
3) Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter dari organ,
apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah
terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makan dalam keluarga
terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolit dan
menyebabkan obstruksi lumen.
4) Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari- hari. Bangsa
kulit putih yang dulunya mempunyai resiko lebih tinggi dari negara yang pola makannya
banyak serat. Namun saat sekarang kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah
mengubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang
dulunya mengonsumsi tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, kini memiliki
risiko apendisitis yang lebih tinggi.
Etiologi dilakukannya tindakan pembedahan pada penderita apendiksitis dikarenakan
apendik mengalami peradangan. Apendiks yang meradang dapat menyebabkan infeksi dan
perforasi apabila tidak dilakukan tindakan.pembedahan. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai
faktor pencetus. Disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing
askariasis dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks akibat parasit seperti E.histolytica
(Sjamsuhidayat, 2011).
3. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia
folokel limfoid, fekalit, benda asing, striktutur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, atau neoplasma.Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuraktif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gengren. Stadium disebut dengan apendisitis Bila dinding yang rapuh itu pecah,
akan terjadi apendisitis perforasi. Bila proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus
yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang di
sebut infiltrat apendikularis. Oleh karena itu tindakan yang paling tepat adalah
apendiktomi, jika tidak dilakukan tindakan segera mungkin maka peradangan apendiks
tersebut dapat menjadi abses atau menghilang (mansjoer, 2000, h. 307).
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat
kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau benda asing. Proses inflamasi
meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar
hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari
abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus (Munir, 2011).
4. POHON MASALAH

5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Laboratorium
Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan
appendicitis akut. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara12.000
18.000/mm3. Peningkatan persentase jumlah neutrophil (shifttotheleft) dengan jumlah
normal leukosit menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang normal
jarang ditemukan pada pasien dengan appendicitis.
2) Pemeriksaan Urinalisis
Membantu untuk membedakan appendicitis dengan pyelonephritis atau batu ginjal.
Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi appendiks
terjadi didekat ureter.
3) Ultrasonografi Abdomen(USG)
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang
diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari 90%.
Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendicitis acuta adalah appendix
dengan diameter anteroposterior 7mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya
cairan atau massa periappendix. False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder
appendix sebagai hasil dari salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negative
juga dapat muncul karena letak appendix yang retro caecal atau rongga usus yang terisi
banyak udara yang menghalangi appendiks.
4) CT Scan
CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis
appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas. Sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 95-
98%. Pasien-pasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya abscess,
maka CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan test diagnostik. Diagnosis appendicitis
dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih dari 5-7mm pada diameternya.
Dinding pada appendix yang terinfeksi akan mengecil.

6. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada penatalaksanaan post operasi apendiktomi dibagi menjadi tiga (Brunner & Suddarth,
2010), yaitu:
1) Sebelum operasi
a. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah munculnya keluhan perlu diobservasi ketat karena tanda dan
gejala apendisitis belum jelas. Pasien diminta tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak
boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis. Diagnosis ditegakkan dengan lokasi nyeri
pada kuadran kanan bawah setelah timbulnya keluhan.
b. Antibiotik
Apendisitis ganggrenosa atau apenditis perforasi memerlukan antibiotik, kecuali
apendiksitis tanpa komplikasi tidak memerlukan antibiotik. Penundaan tindakan bedah
sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau preforasi.
2) Operasi
Operasi pembedahan untuk mengangkat apendiks yaitu apendiktomi. Apendiktomi
harus segera dilakukan untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan
dibawah anestesi umum dengan pembedahan abdomen bawah atau dengan laparoskopi.
Laparoskopi merupakan metode terbaru yang sangat efektif (Brunner & Suddarth, 2010).
Apendiktomi dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode pembedahan, yaitu secara
teknik terbuka (pembedahan konvensional laparatomi) atau dengan teknik laparoskopi
yang merupakan teknik pembedahan minimal invasive dengan metode terbaru yang sangat
efektif (Brunner & Suddarth, 2010).
a. Laparatomi
Laparatomi adalah prosedur vertical pada dinding perut ke dalam rongga perut.
Prosedur ini memungkinkan dokter melihat dan merasakan organ dalam untuk membuat
diagnose apa yang salah. Adanya teknik diagnosa yang tidak invasif, laparatomi semakin
kurang digunakan dibanding terdahulu. Prosedur ini hanya dilakukan jika semua prosedur
lainnya yang tidak membutuhkan operasi, seperti laparoskopi yang seminimal mungkin
tingkat invasifnya juga membuat laparatomi tidak sesering terdahulu. Bila laparatomi
dilakukan, begitu organ-organ dalam dapat dilihat dalam masalah teridentifikasi,
pengobatan bedah harus segera dilakukan.
Laparatomi dibutuhkan ketika ada kedaruratan perut. Operasi laparatomi dilakukan bila
terjadi masalah kesehatan yang berat pada area abdomen, misalnya trauma abdomen. Bila
klien mengeluh nyeri hebat dan gejala-gejala lain dari masalah internal yang serius dan
kemungkinan penyebabnya tidak terlihat seperti usus buntu, tukak peptikyang berlubang,
atau kondisi ginekologi maka dilakukan operasi untuk menemukan dan mengoreksinya
sebelum terjadi keparahan lebih. Laparatomi dapat berkembang menjadi pembedahan
besar diikuti oleh transfusi darah dan perawatan intensif (David dkk, 2009).
b. Laparoskopi
Laparaskopi berasal dari kata lapara yaitu bagian dari tubuh mulai dari iga paling
bawah samapi dengan panggul. Teknologi laparoskopi ini bisa digunakan untuk melakukan
pengobatan dan juga mengetahui penyakit yang belum diketahui diagnosanya dengan jelas.
Keuntungan bedah laparoskopi:
-Pada laparoskopi, penglihatan diperbesar 20 kali, memudahkan dokter dalam
pembedahan.
-Secara estetika bekas luka berbeda dibanding dengan luka operasi pasca bedah
konvensional. Luka bedah laparoskopi berukuran 3 sampai 10 mm akan hilang kecuali
klien mempunyai riwayat keloid.
-Rasa nyeri setelah pembedahan minimal sehingga penggunaan obat-obatan dapat
diminimalkan, masa pulih setelah pembedahan lebih cepat sehingga klien. dapat
beraktivitas normal lebih cepat.
3) Setelah operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di
dalam, hipertermia, syok atau gangguan pernafasan. Baringkan klien dalam posisi semi
fowler. Klien dikatakan baik apabila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu klien
dipuasakan sampai fungsi usus kembali normal. Satu hari setelah dilakukan operasi klien
dianjurkan duduk tegak di temmpat tidur selama 2 x 30 menit. Hari kedua dapat
dianjurkan untuk duduk di luar kamar. Hari ke tujuh dapat diangkat dan dibolehkan pulang
(Mansjoer, 2010).

7. KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendisitis. Adapun jenis
komplikasi menurut (Sulekale, 2016) adalah:
1) Abses
Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mulamula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi apabila appendisitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum. Operasi appendektomi untuk kondisi
abses apendiks dapat dilakukan secara dini (appendektomi dini) maupun tertunda
(appendektomi interval). Appendektomi dini merupakan appendektomi yang dilakukan
segera atau beberapa hari setelah kedatangan klien di rumah sakit. Sedangkan
appendektomi interval merupakan appendektomi yang dilakukan setelah terapi
konservatif awal, berupa pemberian antibiotika intravena selama beberapa minggu.
2) Perforasi
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke
rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 2 jam.Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus
dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5° C,
tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama Polymorphonuclear
(PMN). Perforasi baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan
terjadinya peritonitis.
Perforasi memerlukan pertolongan medis segera untuk membatasi pergerakan lebih
lanjut atau kebocoran dari isi lambung ke rongga perut. Mengatasi peritonitis dapat
dilakukan oprasi untuk memperbaiki perforasi, mengatasi sumber infeksi, atau dalam
beberapa kasus mengangkat bagian dari organ yang terpengaruh.
3) Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Bila infeksi
tersebar luas pada permukaan peritoneum dapat menyebabkan timbulnya peritonitis
umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan
hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam,
dan leukositosis. Penderita peritonitis akan disarankan untuk menjalani rawat inap di
rumah sakit. Beberapa penanganan bagi penderita peritonitis adalah:
a. Pemberian obat-obatan. Penderita akan diberikan antibiotik suntik atau obat antijamur
bila dicurigai penyebabnya adalah infeksi jamur, untuk mengobati serta mencegah infeksi
menyebar ke seluruh tubuh. Jangka waktu pengobatan akan disesuaikan dengan tingkat
keparahan yang dialami klien.
b. Pembedahan. Tindakan pembedahan dilakukan untuk membuang jaringan yang
terinfeksi atau menutup robekan yang terjadi pada organ dalam.

DAFTAR PUSTAKA

(I Made Mertha, S.Kep.,M.Kep) NIP. 196910151993031015

NI KADEK DIAN KARMILA YANTI .KELAS/PRODI: 2B/S.Tr.KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR (2020/2021)

https://id.scribd.com/document/530245355/laporan pendahuluan apendisitis

Anda mungkin juga menyukai