Oleh:
DIAN SAFITRI
P00320021108
CI INSTITUSI CI RS
SEMESTER V
A. Definisi
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm(94
inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisimakanan
dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak
efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjaditersumbat dan rentan
terhadap infeksi. (Smeltzer, 2002).
B. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi
yaitu:
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid
padamasa tersebut.
C. Manifestasi klinis
a. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan,
mual,muntah dan hilangnya nafsu makan.
b. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
c. Nyeri tekan lepas dijumpai
d. Terdapat konstipasi atau diare
e. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum
f. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal
g. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter
h. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis
i. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
j. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen
terjadiakibat ileus paralitik.
k. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien
mungkintidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
D. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan
tekananintralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe
yangmengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat
inilahterjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebutakan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempatsehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
denganapendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Biladinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.Bila semua
proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatanakan bergerak ke
arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltratapendikularis.
Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.Pada anak-anak,
karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dindingapendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masihkurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudahterjadi karena telah
ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007)
E. Komplokasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis.
Faktorketerlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor
penderitameliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi
kesalahandiagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan
terlambatmelakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka
morbiditasdan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada
anakkecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun
dan40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak
danorang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum
lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya
perforasi,sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun
jeniskomplikasi diantaranya:
a. Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba
massalunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-
mula berupaflegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung
pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi
oleh omentum
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga
bakterimenyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam
pertama sejakawal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.
Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran
klinis yang timbul lebih dari 36 jamsejak sakit, panas lebih dari 38,50C,
tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, danleukositosis terutama
polymorphonuclear (PMN) Perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis
c. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila
infeksitersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya
peritonitisumum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, ususmeregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan
dehidrasi, syok,gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa
sakit perut yang semakinhebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan
leukositosis
F. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
a. Penanggulangan konservatif
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan
yangdilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi).
Penundaan
drainage
(mengeluarkan nanah).
c. Pencegahan Tersier
G. Pemeriksaan Penunjang
a. LaboratoriumTerdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein
(CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara
10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada
CRPditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu
komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya
proses inflamasi,dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein.
Angka sensitivitas danspesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
3. Perencanaan
Table perencanaan
Terapeutik
a) Berikan teknik
nonfarmakologi Untuk
mengurangi rasa nyeri
( missal: kompres air
hangat/dingn, terapi
bermain, terapi pijat)
b) Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(misalnya: suhu ruangan,
pencahayaan,kebisingan )
c) Fasilitasi istrahat dan tidur
d) Pertimbangkan jenis dan
sumber strategi meredakan
nyeri
Edukasi
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Terapeutik
a) Berikan teknik
nonfarmakologi Untuk
mengurangi rasa nyeri
( missal: kompres air
hangat/dingn, terapi
bermain, terapi pijat)
b) Control lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (misalnya: suhu
ruangan,
pencahayaan,kebisingan )
c) Fasilitasi istrahat
dan tidur
d) Pertimbangkan jenis
dan sumber strategi
meredakan nyeri
Edukasi
a) Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi
meredakan nyeri
c) Anjurkan monitor
nyeri secara mandiri
d) Anjurkan
menggunakan analgetik
secara tepat
e) Anjarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu