Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

APENDISITIS DAN POST OP APPENDECTOMY

Tugas Mandiri

Stase Praktek Keperawatan Bedah

DISUSUN OLEH :

Nama : Purnaning Sintya Krisna Utami

NIM : P2005046

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KLATEN

2020
LAPORAN PENDAHULUAN
APENDISITIS DAN POST OP APPENDECTOMY

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi/Pengertian
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis,
dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendiks disebut
juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan
dimasyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah
sekum (Wijaya dan Putri, 2013).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur
yang terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul
dan multiplikasi (Chang, 2010)
Apendiktomi adalah pembedahan atau operasi pengangkatan apendiks
(Haryono, 2012). Apendiktomi merupakan pengobatan melalui prosedur tindakan
operasi hanya untuk penyakit apendisitis atau penyingkiran/pengangkatan usus
buntu yang terinfeksi. Apendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk
menurunkan risiko perforasi lebih lanjut seperti peritonitis atau abses (Marijata
dalam Pristahayuningtyas, 2015).

2. Jenis apendisitis
Menurut Shenoy dan Nileswar (2014), jenis – jenis apendistitis antara lain:
a. Apendisitis akut adalah timbulnya tanda dan gejala yang mendadak dari
apendisitis.
b. Apendisitis berulang adalah serangan berulang apendisitis akut insidennya
adalah 15 sampai 25%.
c. Apendisitis gumbling adalah serangan berulang grede ringan kolik, muntah
pada kasus yang masuk rumah sakit berulang, dan dapat sembuh sendiri.
d. Apendisitis simpleks adalah jika durasi gejala klinis kurang dari 48 jam atau
pencitraan/imaging tidak menunjukkan adanya atau flegmon.
e. Apendisitis komplikata adalah apendisitis akut dengan perforasi atau
abses/flegmon yang besar.
f. Pseudoapendisitis adalah iletis akut menyerupai apendisitis setalah infeksi
yersinis. Hal ini juga dapat disebabkan oleh penyakit crohn.
g. Apendisitis stump adalah suatu peradangan dan infeksi tunggul apendiks, jika
tunggul yang besar ditinggalkan (kasus pasca-bedah). Keadaan ini mungkin
memerlukan apendiktomi stump. Basis apendiks perlu diligali dan dipotong
untuk mencegah komplikasi ini (lebih sering terjadi pada apendiktomi
laparoskopi).

3. Penyebab/Faktor Predisposisi
Obstruksi atau penyumbatan pada lumen apendiks menyebabkan radang
apendiks. Lendir kembali dalam lumen apendiks menyebabkan bakteri yang
biasanya hidup di dalam apendiks bertambah banyak. Akibatnya apendiks
membengkak dan menjadi terinfeksi. Sumber penyumbatan meliputi (NIH &
NIDDK, 2012) :
a. Fecalith (Massa feses yang keras)
b. Benda asing (Biji-bijian)
c. Tumor apendiks
d. Pelekukan/terpuntirnya apendiks
e. Hiperplasia dari folikel limfoid
Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi
mukosa apendiks oleh parasit Entamoeba histolytica (Warsinggih, 2016).
Etiologi dilakukannya tindakan pembedahan pada penderita apendiksitis
dikarenakan apendik mengalami peradangan. Apendiks yang meradang dapat
menyebabkan infeksi dan perforasi apabila tidak dilakukan tindakan pembedahan.
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks
merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus. Disamping hiperplasia
jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askariasis dapat pula
menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis ialah erosi mukosa apendiks akibat parasit seperti E.histolytica
(Sjamsuhidayat, 2011).

4. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala apendisitis biasanya mudah di diagnosis, yang paling umum adalah
nyeri perut. Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari
(Warsinggih, 2016):
a. Nyeri
Penderita apendisitis umumnya akan mengeluhkan nyeri pada perut kuadran
kanan bawah. Gejala yang pertama kali dirasakan pasien adalah berupa nyeri
tumpul, nyeri di daerah epigastrium atau di periumbilikal yang samar-samar,
tapi seiring dengan waktu nyeri akan terasa lebih tajam dan berlokasi ke
kuadran kanan bawah abdomen. Nyeri semakin buruk ketika bergerak, batuk
atau bersin. Biasanya pasien berbaring, melakukan fleksi pada pinggang, serta
mengangkat lututnya untuk mengurangi pergerakan dan menghindari nyeri
yang semakin parah.
b. Mual dan Muntah
Mual dan muntah sering terjadi beberapa jam setelah muncul nyeri.
c. Anoreksia
Mual dan muntah yang muncul berakibat pada penurunan nafsu makan
sehingga dapat menyebabkan anoreksia.
d. Demam
Demam dengan derajat ringan (37,6 -38,5°C) juga sering terjadi pada
apendisitis. Jika suhu tubuh diatas 38,6°C menandakan terjadi perforasi.
e. Sembelit atau diare
Diare dapat terjadi akibat infeksi sekunder dan iritasi pada ileum terminal atau
caecum.
5. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks, dapat
terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi oleh fecalith. Feses
mengeras, menjadi seperti batu (fecalith) dan menutup lubang penghubung
apendiks dan caecum tersebut. Terjadinya obstruksi juga dapat terjadi karena
benda asing seperti permen karet, kayu, batu, sisa makanan, biji-bijian.
Hiperplasia folikel limfoid apendiks juga dapat menyebabkan obstruksi lumen.
Insidensi terjadinya apendisitis berhubungan dengan jumlah jaringan limfoid yang
hiperplasia. Penyebab dari reaksi jaringan limfatik baik lokal atau general
misalnya akibat infeksi virus atau akibat invasi parasit entamoeba. Carcinoid
tumor juga dapat mengakibatkan obstruksi apendiks, khususnya jika tumor
berlokasi di 1/3 proksimal (Warsinggih, 2016).
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang di produksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri dan
ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh
nyeri epigastrium (Price, 2012).
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat, hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Bila kemudian
aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangren dan perforasi. Jika inflamasi dan infeksi menyebar ke dinding apendiks,
apendiks dapat ruptur. Setelah ruptur terjadi, infeksi akan menyebar ke abdomen,
tetapi biasanya hanya terbatas pada area sekeliling dari apendiks (membentuk
abses periapendiks) dapat juga menginfeksi peritoneum sehingga mengakibatkan
peritonitis (Mansjoer, 2010).
6. Pathway

Sumber : (Warsinggih, 2016; Price, 2012; Mansjoer, 2010).


7. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka
morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering
pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah
2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada
anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih
tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan
terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah.
Menurut Imaligy, (2012). Adapun jenis komplikasi diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa
flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini
terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak
awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui
praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36
jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh
perut, dan leukositosis terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik
berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi
tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis
umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang
semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen
protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses
inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka
sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian
memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan
pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith
dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran
sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas
yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100%
dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
c. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
d. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa
peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
e. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa
adanya kemungkinan kehamilan.
f. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan
Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk
kemungkinan karsinoma colon.
g. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis,
tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan
obstruksi usus halus atau batu ureter kanan (NIH & NIDDK, 2012).

9. Penatalaksanaan Medis
Menurut Hayden & Cowman, (2011). penatalaksanaan yang dapat
dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi penanggulangan konservatif dan
operasi.
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis
perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta
pemberian antibiotik sistemik
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan
perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
c. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi
yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah
infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi
diperlukan perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi
disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Wawancara untuk mendapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya
mengenai:
a. Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar
ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin
beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan
dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat
hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai
biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
b. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah.
kesehatan klien sekarang.
c. Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
d. Kebiasaan eliminasi.
e. Pemeriksaan Fisik
i. Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
ii. Sirkulasi : Takikardia.
iii. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
f. Aktivitas/istirahat : Malaise.
g. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
h. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada
bising usus.
i. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena
berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah
karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
j. Demam lebih dari 38oC.
k. Data psikologis klien nampak gelisah.
l. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
m. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa
nyeri pada daerah prolitotomi.
n. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a. Pre operasi
1) Nyeri akut (00132) berhubungan dengan agens cedera biologis (distensi
jaringan intestinal oleh inflamasi)
2) Konstipasi (00011) berhubungan dengan penurunan peritaltik.
3) Defisien volume cairan (00027) berhubungan dengan asupan cairan kurang
terkait mual muntah.
4) Ansietas (00146) berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
b. Post operasi
1) Nyeri akut (00132) berhubungan dengan agens cedera fisik (luka insisi post
operasi appenditomi).
2) Resiko infeksi area pembedahan (00266) berhubungan dengan tindakan
invasif (insisi post pembedahan).
3) Defisiensi pengetahuan (00126) tentang kondisi prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d kurang informasi.
3. Rencana Keperawatan
PRE OPERASI
DIAGNOSA
NO NOC NIC RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut (00132) Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Lakukan pengkajian nyeri - Mengetahui lokasi dan skala nyeri
secara komprehensif - Meringankan atau mengurangi
berhubungan dengan diharapkan nyeri klien berkurang dengan
rasa nyeri sampai pada tingkat
termasuk lokasi,
agens cedera biologis kriteria hasil : kenyamanan yang dapat diterima
- Klien mampu mengontrol nyeri (tahu karakteristik, durasi, oleh pasien
(distensi jaringan frekuensi, kualitas dan
penyebab nyeri, mampu - Untuk menciptakan suasana aman
intestinal oleh inflamasi) faktor presipitasi dan nyaman
menggunakan tehnik nonfarmakologi
- Observasi reaksi - Untuk meningkatkan kenyamanan
untuk mengurangi nyeri, mencari nonverbal dari dan keamanan pasien
bantuan) ketidaknyamanan - Mengetahui lebih detail tentang
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang sumber dan cara penanganan
- Kontrol lingkungan yang
- Strategi pengurangan nyeri
dengan menggunakan manajemen dapat mempengaruhi dengan terapi pengalihan atau
nyeri nyeri seperti suhu terapi lain tanpa menimbulkan
- Tanda vital dalam rentang normal : ruangan, pencahayaan efek samping dan penggunaan
TD (systole 110-130mmHg, diastole dan kebisingan obat. (misalnya relaksasi detraksi,
- Kurangi faktor presipitasi detraksi, terapi bermain, terapi
70-90mmHg), HR(60-100x/menit), musik, kompres dingin, dll)
nyeri
RR (16-24x/menit), suhu (36,5- - Menggunakan agen-agen
- Kaji tipe dan sumber
37,50C) farmakologi untuk mengurangi
nyeri untuk menentukan
- Klien tampak rileks mampu atau menghilangkan nyeri
intervensi - Tanda vital akan berubah baik
tidur/istirahat - Ajarkan tentang teknik non sebelum atau sesudah aktivitas perlu
farmakologi: napas dala, dilakukan
- relaksasi, distraksi,
kompres hangat/ dingin
- Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri:
- Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
2. Konstipasi (00011) Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Pastikan kebiasaan - Membantu dalam pembentukan
berhubungan dengan diharapkan konstipasi klien teratasi defekasi klien dan gaya jadwal irigasi efektif
penurunan peritaltik. dengan kriteria hasil: hidup sebelumnya.
- BAB 1-2 kali/hari - Auskultasi bising usus - Kembalinya fungsi gastriintestinal
- Feses lunak mungkin terlambat oleh inflamasi
- Bising usus 5-30 kali/menit intra peritonial
- Tinjau ulang pola diet dan - Masukan adekuat dan serat,
jumlah / tipe masukan makanan kasar memberikan
cairan. bentuk dan cairan adalah faktor
penting dalam menentukan
konsistensi feses.
- Berikan makanan tinggi - Makanan yang tinggi serat dapat
serat. memperlancar pencernaan
sehingga tidak terjadi konstipasi.
- Obat pelunak feses dapat
- Berikan obat sesuai melunakkan feses sehingga tidak
indikasi, contoh : pelunak terjadi konstipasi.
feses
3. Defisien volume cairan Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Monitor tanda-tanda vital - Tanda yang membantu
(00027) berhubungan diharapkan keseimbangan cairan dapat mengidentifikasikan fluktuasi
dengan asupan cairan dipertahankan dengan kriteria hasil: volume intravaskuler.
kurang terkait mual - kelembaban membrane mukosa - Kaji membrane mukosa, - Indicator keadekuatan sirkulasi
muntah. turgor kulit baik kaji tugor kulit dan perifer dan hidrasi seluler.
- Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg pengisian kapiler.
BB/jam - Awasi masukan dan - Penurunan haluaran urin pekat
- Tanda-tanda vital dalam batas normal haluaran, catat warna dengan peningkatan berat jenis
: TD (systole 110-130mmHg, diastole urine/konsentrasi, berat diduga dehidrasi/kebutuhan
70-90mmHg), HR(60-100x/menit), jenis. peningkatan cairan.
RR (16-24x/menit), suhu (36,5- - Auskultasi bising usus,
37,50C) catat kelancaran flatus,
gerakan usus. - Indicator kembalinya peristaltic,
- Berikan perawatan mulut kesiapan untuk pemasukan per
sering dengan perhatian oral.
khusus pada perlindungan
bibir. - Dehidrasi mengakibatkan bibir
- Pertahankan penghisapan dan mulut kering dan pecah-pecah
gaster/usus.
- Selang NG biasanya dimasukkan
pada praoperasi dan
dipertahankan pada fase segera
- Kolaborasi pemberian pascaoperasi untuk dekompresi
cairan IV dan elektrolit usus, meningkatkan istirahat usus,
mencegah mentah.
- Peritoneum bereaksi terhadap
iritasi/infeksi dengan
menghasilkan sejumlah besar
cairan yang dapat menurunkan
volume sirkulasi darah,
mengakibatkan hipovolemia.
Dehidrasi dapat terjadi
ketidakseimbangan elektrolit
4. Ansietas (00146) Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Evaluasi tingkat ansietas, - Ketakutan dapat terjadi karena
berhubungan dengan diharapkan kecemasan klien berkurang catat verbal dan non verbal nyeri hebat, penting pada prosedur
akan dilaksanakan dengan kriteria hasil : pasien. diagnostik dan pembedahan.
- Melaporkan ansietas menurun sampai - Dapat meringankan ansietas
operasi.
tingkat teratasi - Jelaskan dan persiapkan terutama ketika pemeriksaan
- Tampak rileks untuk tindakan prosedur tersebut melibatkan pembedahan.
sebelum dilakukan
- Jadwalkan istirahat adekuat - Membatasi kelemahan, menghemat
dan periode menghentikan energi dan meningkatkan
tidur. kemampuan koping.
- Anjurkan keluarga untuk
menemani disamping klien - Mengurangi kecemasan klien
POST OPERASI
DIAGNOSA
NO NOC NIC RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut (00132) Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Lakukan pengkajian nyeri - Mengetahui lokasi dan skala
secara komprehensif nyeri
berhubungan dengan diharapkan nyeri berkurang dengan
- Meringankan atau
termasuk lokasi, karakteristik,
agens cedera fisik (luka kriteria hasil : mengurangi rasa nyeri sampai
- Melaporkan nyeri berkurang durasi, frekuensi, kualitas dan pada tingkat kenyamanan
insisi post operasi faktor presipitasi
- Klien tampak rileks yang dapat diterima oleh
appenditomi). - Observasi reaksi nonverbal pasien
- Dapat tidur dengan tepat
dari ketidaknyamanan - Untuk menciptakan suasana
- Tanda-tanda vital dalam batas normal - Kontrol lingkungan yang aman dan nyaman
: TD (systole 110-130mmHg, diastole dapat mempengaruhi nyeri - Untuk meningkatkan
70-90mmHg), HR(60-100x/menit), kenyamanan dan keamanan
seperti suhu ruangan,
pasien
RR (16-24x/menit), suhu (36,5- pencahayaan dan kebisingan - Mengetahui lebih detail
37,50C) - Kurangi faktor presipitasi nyeri tentang sumber dan cara
- Kaji tipe dan sumber nyeri penanganan
untuk menentukan intervensi - Strategi pengurangan nyeri
- Ajarkan tentang teknik non dengan terapi pengalihan atau
farmakologi: napas dala, terapi lain tanpa menimbulkan
- relaksasi, distraksi, kompres efek samping dan penggunaan
hangat/ dingin obat. (misalnya relaksasi
detraksi, detraksi, terapi
- Berikan analgetik untuk bermain, terapi musik,
mengurangi nyeri: kompres dingin, dll)
- Monitor vital sign sebelum dan - Menggunakan agen-agen
sesudah pemberian analgesik farmakologi untuk
pertama kali mengurangi atau
menghilangkan nyeri
- Tanda vital akan berubah baik
sebelum atau sesudah aktivitas
perlu dilakukan
2. Resiko infeksi area Setelah dilakukan asuhan keperawatan - pertahankan teknik aseptik - meminimalkan kesempatan
bila mengganti balutan / introduksi bakteri
pembedahan (00266) diharapkan infeksi dapat diatasi dengan
merawat luka - deteksi dini terjadinya infesi
berhubungan dengan kriteria hasil : - inspeksi balutan dan luka, memberikan kesempatan untuk
- Klien bebas dari tanda-tanda infeksi perhatikan karakteristik intervensi tepat waktu dan
tindakan invasif (insisi
- Menunjukkan kemampuan untuk drainase mencegah komplikasi lebih serius
post pembedahan). - pertahankan potensi dan - meningkatkan penyembuhan luka
mencegah timbulnya infeksi
pengurangan drainase secara dan menurunkan resiko infeksi
- Nilai leukosit (4,5-11ribu/ul) rutin - mencegah kontaminasi pada
- tutup balutan dengan plastik amputasi tungkai bawah
bila menggunakan pispot / - meningkatkan penyembuhan
bila inkontenensia kebersihan, meminimalkan
- buka puntung terhadap udara, kontaminasi
pencucian dengan sabun - peningkatan suhu dapat
ringan menunjukkan sepsis
- awasi tanda – tanda vital - mengidentifikasi adanya infeksi /
organisme khusus
- ambil kultur luka / drainase - antibiotik spetrum luas dapat
dengan tepat digunakan secara profilatik atau
- berikan antibiotik sesuai terapi antibiotik mungkin
indikasi disesuaikan tehadap organisme
terhadap organisme khusus

3. Defisiensi pengetahuan Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Kaji ulang pembatasan - Memberikan informasi pada pasien
(00126) tentang kondisi diharapkan pengetahuan bertambah aktivitas pascaoperasi untuk merencanakan kembali
prognosis dan kebutuhan dengan kriteria hasil : rutinitas biasa tanpa menimbulkan
pengobatan b.d kurang - menyatakan pemahaman proses - Anjuran menggunakan masalah.
informasi penyakit dan pengobatan laksatif/pelembek feses ringan - Membantu kembali ke fungsi usus
- berpartisipasi dalam program bila perlu dan hindari enema semula mencegah ngejan saat
pengobatan - Diskusikan perawatan insisi, defekasi
termasuk mengamati balutan,
pembatasan mandi, dan - Pemahaman meningkatkan kerja
kembali ke dokter untuk sama dengan terapi, meningkatkan
mengangkat jahitan/pengikat penyembuhan
- Identifikasi gejala yang
memerlukan evaluasi medic,
contoh peningkatan nyeri - Upaya intervensi menurunkan
edema/eritema luka, adanya resiko komplikasi lambatnya
drainase, demam penyembuhan peritonitis.
DAFTAR PUSTAKA

Chang, R. (2010). Chemistry 10th edition. New York: McGraw-Hill


Haryono, Rudi, 2012. Keperawatan medikal bedah sistem pencernaan.
Yogyakarta: Gosyen Publising.
Imaligy, Uly Ervinaria. (2012). Prevalensi Lokasi dan Kedalaman Inflamasi pada
Pasien dengan Apendisitis Akut di RSUPNCM tahun 2009-2011. Naskah
Publikasi UI
Moorhead. S. dkk. Nursing Outcomes Classification Edisi Kelima. United
Kingdom State: Elsevier Global Right diterjemahkan oleh Intansari
Nurjannah & Roxsana Devi Tumanggor Bulechek. G. M. dkk.
Mansjoer, Arief. (2010). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. jakarta : Media
Aesculapius.
NANDA International Nursing Diagnose: Definitions and Classification 2018-
2020. Jakarta: EGC
Nursing Interventions Classification Edisi Keenam. United Kingdom State:
Elsevier Global Right diterjemahkan oleh Intansari Nurjannah & Roxsana
Devi Tumanggor
Pristahayuningtyas, Rr.C.Y. (2015). Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap
Perubahan Tingkat Nyeri Klien Post Operasi Apendiktomi di Ruang
Bedah Mawar Rumah Sakit Baladhika Husada Kabupaten Jember. Jember
: Universitas Jember.
Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. (2012). Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Shenoy, K R., & Nileshwar, A. (2014). Buku Ajar Ilmu Bedah Ilustrasi Warna
Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Karisma Publishing Group.
Sjamsuhidajat, R., Wim, de Jong. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta
: EGC
Warsinggih. (2016). Appendicitis Acute. Diakses pada tanggal 28 Desember 2020
dari https://med.unhas.ac.id/kedokteran/en/wp-
content/uploads/2016/10/APPE DISITIS-AKUT.pdf
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai