Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Disusun Oleh :
1. Intan Permatasari (20
2. Nur Rahayu (20
3. Setia Putri (20
4. Siti Nurul Rohmah (202017)

AKADEMI KEPERAWATAN
YAYASAN JALAN KIMIA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya untuk dapat
menyelesaikan makalah inidengan baik. Tanpa rahmat-Nya mungkin penyusun tidak akan
sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah Keperawatan Medikal Bedah yang berjudul tentang penyakit APP indai
disusun agar pembaca dapat mengetahui konsep dasar penyakit APP, penyakit yang terkait,
penyebab, patofiologisnya, konsep asuhan keperawatan pada pasien APP, dan dapat
memahaminya dalam bentuk kasus.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan ilmu dan wawasan yang lebih mendalam
kepada pembaca tentang peduli sosial. Dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangannya, untuk itu penyusun mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan yang
akan datang.
BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang

1. Definisi
Apendisitis adalah radang pada usus buntu atau dalam bahasa Latinnya appendiks
vermivormis,yaitu suatu organ yang berbentuk memanjang dengan panjang 6-9 cm dengan
pangkal terletak pada bagian pangkal usus besar bernama sekum yang terletak pada perut
kanan bawah ( Hadayaa.2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks)
(Wim de jong, 2005 dalam Nurarif, 2015). Apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan
obstr
uksi pada vermiforis. Apendisitis adalah inflamasi saluran usus yang tersembunyi dan kecil
yang berukuran sekitar 4 inci yang buntu pada ujung sektum (rosdahl merry 2015)
Apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada apendiks vermiformis.
Apendiks vermiformis yang disebut dengan umbai cacing atau lebih dikenal dengan nama
usus buntu,merupakan kantung kecil yang buntu dan melekat pada sekum (Nurfaridah,
2015)

B Tujuan
1. Tujuan Umum

Untuk memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan apendisitis dalam


pemenuhan kebutuhan aman nyaman nyeri.

2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pengkajian pada anak dengan apendisitis dalam
b. pemenuhan kebutuhan aman nyaman nyeri.
c. Merumuskan diagnosa pada anak dengan apendisitis dalam
d. pemenuhan kebutuhan aman nyaman nyeri.
e. Menyusun rencana asuhan keperawatan

C. Ruang lingkup
Pada pembahasan ini terfokus pada asuhan keperawatan aappendicitis:
1. Mengetahui asuhan keperawatan appendicitis
2. Apa itu pengertian,etiologi,&klasiika,patofisiologi,manenfestasi klinik ,pemerikasaan
diagnostik appendicitis.

D. Metode penulisan
E. Sistematika penulisan
Sistematika penulisan penelitian inidisusun dalam 5 bab,dimana di tiap bab tersebut akan
dibagi lagi menjadi su-bab yang akan dibahas secara terperinci.
Berikut sistematikab dari masing masing bab dan keterangan singkatnya.:
Bab 1
Pada bab ini akan dibahas umum penelitia diantaranya adalah latar belakang,tujuan,metode
peneltian yang digunakan dalam penelitian dari masing masing bab
BAB II
TINJAUAN TEORI
a. Pengertian

Apendisitis adalah radang pada usus buntu atau dalam bahasa Latinnya appendiks
vermivormis,yaitu suatu organ yang berbentuk memanjang dengan panjang 6-9 cm dengan
pangkal terletak pada bagian pangkal usus besar bernama sekum yang terletak pada perut
kanan bawah ( Hadayaa.2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks)
(Wim de jong, 2005 dalam Nurarif, 2015). Apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan
obstr
uksi pada vermiforis. Apendisitis adalah inflamasi saluran usus yang tersembunyi dan kecil
yang berukuran sekitar 4 inci yang buntu pada ujung sektum (rosdahl merry 2015)
Apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada apendiks vermiformis.
Apendiks vermiformis yang disebut dengan umbai cacing atau lebih dikenal dengan nama
usus buntu,merupakan kantung kecil yang buntu dan melekat pada sekum (Nurfaridah,
2015)

b. Etiologi& klariikasi

1. Klasifikasi
Menurut Nuarif dan Kusuma (2015) klasifikasi apendisitis dibagi
menjadi 3yaitu:
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran bawah kanan abdomen yang disebabkan oleh bakteria. Dan
faktor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks, selain
itu hyperplasia jaringan limfe, fikalit (tinja/batu), tumor apendiks, dan
cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan dan juga erosi
mukosa apendiks karena parasit ( Histolytica)

Apendisitis rekurens yaitu jika ada riawayat nyeri berulang diperut


kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi bila
serangan apedinsitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun apendisitis tidak
pernah kembali kebentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan
parut.Apedinsitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah
lebih dari dua minggu, radang kronik apendik secara makroskopik dan mikroskopik
(fibrosis menyeluruh di dinding

apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya jaringan parut


dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik), dan keluhan menghilang
setelah apediktomi.

2. Etiologi Appendiksitis

Etiologi appendicitis dapat dibagi menjadi dua yaitu karena obstruksi dan infeksi.

Obstruksi Apendikcitis

Obstruksi dalam lumen apendiks dapat diakibatkan oleh hal-hal berikut:


 Hiperplasia limfoid, etiologi yang paling umum
 Stasis fekal
 Fekalit, lebih umum pada orang lanjut usia
 Parasit
 Benda asing, sangat jarang
 Neoplasma, sangat jarang

Infeksi

Appendicitis akibat infeksi lebih umum terjadi pada anak-anak dan dewasa
muda

Faktor Risiko

Beberapa hal yang meningkatkan risiko terkena appendicitis adalah


jenis kelamin dan kebiasaan diet.

Wanita memiliki risiko mendapatkan appendicitis 25% dalam hidupnya,


sedangkan pria 12%. Sedangkan pada kebiasaan diet rendah atau tidak
berserat akan meninggikan viskositas feses, dan waktu transit, sehingga
memudahkan pembentukan fekalit.[5-7]

c. Patoisiologi

a) Obstruksi total dalam lumen apendiks akan menimbulkan peningkatan


tekanan sehingga terjadi sekresi cairan dan mukus yang terus-menerus dari
mukosa apendik dan stagnasi material yang menyebabkan obstruksi tersebut.
Bersamaan dengan itu, bakteri intestinal dalam apendiks akan
berkembangbiak menjadi banyak, dan mengundang leukosit, sehingga
terbentuklah pus, mengakibatkan tekanan intraluminal apendiks menjadi
semakin tinggi.
b) Obstruksi yang berkelanjutan terus akan meningkatkan tekanan intraluminal
di atas kapasitas yang dapat ditahan oleh vena-vena apendiks, sehingga aliran
darah dalam pembuluh darah ini ikut terobstruksi. Sebagai konsekuensinya,
terjadi iskemia pada dinding apendiks, lalu kekuatan epitelial akan menurun,
dan mengundang invasi bakteri ke dalam dinding apendiks.
c) Dalam beberapa jam, situasi terlokalisir ini dapat memburuk, karena bisa
terjadi trombosis arteri dan vena, memungkinkan terjadinya perforasi dan
gangren. Apabila proses ini berlanjut, dapat terjadi abses, atau peritonitis
periapendikular. Appendicitis dapat menjadi kronis, apabila obstruksi hanya
parsial, transien, atau intermiten. Karenanya, penderita akan mengalami
appendicitis berulang, dengan gambaran klinis nyeri abdomen kuadran kanan
bawah yang hilang timbul. Hal ini dapat mengaburkan diagnosis sebenarnya,
dan membuat dokter mendiagnosis sebagai penyakit gastrointestinal yang
lain.[1-4]

d. Maninfestasi klinik
Beberapa manifestasi klinis yang sering muncul pada apendisitis
antara lain sebagai berikut :
1. Nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium disekitar umbilikus
atau periumbilikus. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri beralih ke
kuadaran kanan bawah ke titik Mc Burney (terletak diantara
pertengahan umbilikus dan spina anterior ileum) nyeri terasa lebih
tajam.
2. Bisa disertai nyeri seluruh perut apabila sudah terjadi prionitis karena
kebocoran apendiks dan meluasnya pernanahan dalam rongga.
3. Mual
4. Muntah & nafsu makan menurun
5. Konstipasi
6. Demam
e. Pemeriksaan diagnostik
Apendisitis akut merupakan suatu keadaan tersering yang memerlukan tindakan
bedah pada anak. Ketepatan untuk menentukan diagnosis dan intervensi bedah
berhubungan erat dengan luaran akhir. Diagnosis apendisitis akut dengan keluhan
yang tidak spesifik sering membingungkan. Pendekatan diagnosis seperti anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium rutin tidak selalu akurat.
Pemeriksaan diagnostik pencitraan seperti ultrasonografi (USG) dan computed
tomography scan (CT-scan) sering digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis. Tujuan pemeriksaan pencitraan untuk mengkonfirmasi atau
menyingkirkan diagnosis apendisitis akut serta menentukan apendisitis tanpa atau
dengan komplikasi. Keterlambatan menentukan diagnosis berhubungan erat dengan
meningkatnya angka kesakitan, angka kematian, dan biaya perawatan. Komplikasi
dapat berupa perforasi, abses abdominal, atau kematian. Perforasi umumnya terjadi
pada usia anak dan remaja dengan angka kejadian berkisar 17-40%. Secara umum
angka kematian akibat apendisitis kurang dari 1% dan meningkat 5-15% pada anak
dan remaja. Pemeriksaan USG memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang sama
baiknya dengan pemeriksaan CT-scan.

f. Pengkajian keperawatan
Menurut Potter & Perry (2010), pengkaj appendiktomi yaitu :

1. Sistem pernafasan

Kaji patensi jalan nafas, laju nafas, irama ke dalam ventilasi, simteri

gerakan dinding dada, suara nafas, dan warna mukosa.

2. Sirkulasi

Penderita beresiko mengalami komplikasi kardiovaskuler yang disebabkan

oleh hilangnya darah dari tempat pembedahan, efek samping dari anestesi.

Pengkajian yang telah diteliti terhadap denyut dan irama jantung, bersama

dengan tekanan darah, mengungkapkan status kardiovaskular penderita.

Kaji sirkulasi kapiler dengan mencatat pengisian kembali kapiler, denyut,


serta warna kuku dan temperatu kulit. Masalah umum awal sirkulasi adalah

perdarahan. Kehilangan darah dapat terjadi secara eksternal melalui saluran

atau sayatan internal.

3. Sistem Persarafan

Kaji refleks pupil dan muntah, cengkeraman tangan, dan gerakan kaki. Jika

penderita telah menjalani operasi melibatkan sebagian sistem saraf,

lakukan pengkajian neurologi secara lebih menyeluruh.


4. Sistem Perkemihan

Anestesi epidural atau spinal sering mencegah penderita dari sensasi

kandung kemih yang penuh. Raba perut bagian bawah tapat di atas simfisis

pubis untuk mengkaji distensi kandung kemih. Jika penderita terpasang

kateter urine, harus ada aliran urine terus-menerus sebanyak 30-50 ml/jam

pada orang dewasa. Amati warna dan bau urine, pembedahan yang

melibatkan saluran kemih biasanya akan menyebabkan urine berdarah

paling sedikit selama 12 sampai 24 jam, tergantung pada jenis operasi.

5. Sistem Pencernaan

Inspeksi abdomen untuk memeriksa perut kembung akibat akumulasi gas.

Perawat perlu memantau asupan oral awal penderita yang berisiko

menyebabkan aspirasi atau adanya mual dan muntah. Kaji juga kembalinya

peristaltik setiap 4 sampai 8 jam. Auskultasi perut secara rutin untuk

mendeteksi suara usus kembali normal, 5-30 bunyi keras per menit pada

masing-masing kuadran menunjukkan gerak peristaltik yang telah kembali.

Suara denting tinggi disertai oleh distensi perut menunjukkan bahwa usus

tidak berfungsi dengan baik. Tanyakan apakah penderita membuang gas

(flatus), ini merupakan tanda penting yang menunjukkan fungsi usus

normal.

g. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien post operasi

apendiktomi berdasarkan NANDA (2010), adalah sebagai berikut :


1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek residu anestesi.
2) Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi mukosa.
3) Nyeri berhubungan dengan luka insisi pasca bedah dan posisi selama pembedahan.
4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka pasca bedah, drain atau infeksi
luka operasi.
5) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan selama operasi.
6) Perubahan pola eliminasi : penurunan berhungan dengan agen anestesi dan imobilisasi.
7) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembedahan dan lamanya bed rest.
8) Selfcare deficit berhubungan dengan luka operasi, nyeri dan regimen terapi.
9) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang regimen terapi.

h. Rencana keperawatan
Memperlihatkan pengontrolan nyeri yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut :

a. Mengenali awitan nyeri

b. Menggunakan tindakan pencegahan

c. Melaporkan nyeri dapat dikendalikan

Intervensi Keperawatan

d. Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada

mereka yang tidak mampu berkomunikasi efektif

e. Minta penderita untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada

skala 0 samapi 10 (0 = tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan, 10

= nyeri hebat).

f. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi,

karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau

keparahan nyeri, dan faktor presipitasinya.

g. Informasikan kepada penderita tentang prosedur yang dapat

meningkatkan nyeri
h. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama

nyeri akan berlangsung dan antisipasi ketidaknyamanan akibat

prosedur.

i. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis misalnya teknik

relaksasi nafas dalam.

i. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh

perawat untuk membantu klien dalam masalah status kesehatan yang lebih baik

yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry, 2010).

j. Evaluasi

Menurut (Craven & Hirnle, 2007), evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari
efektifitas asuhan keperawatan Antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah
ditetapkan dengan respon perilaku yang ditunjukkan klien
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
A.PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian: 24-01-2022
Tanggal masuk : 24-01-2022
Ruang/ kelas : Ruang mawar kelas 3
Dagnosa medis : 0997637
1. Indentitas
Nama klien : tiara wahyuni .An
Jenis kelamin: perempuan
Usia: 14 tahun
Status perkawinan :belum menikah
Agama : islam
Suku bangsa : sunda
Pendidikan: SMP
Bahasa yg digunakan: indonesia
Pekerjaan : belum bekerja
Alamat: Jl. Bnis muraya ujung No 19
Sumber biaya( pribadi,perusahaan,lain lain) : BPJS
Sumber informasi ( klien/ keluarga) :
2. Resume
Ds: - klien mengatakan merasa sakit perut dibagian kanan
- klien mengatakan pusing dan mual
Do: - klien tampak sakit merintis
Masalah keperwatan nyeri dd agen cidera fisik
Intervensi: - kaji keadaan umum pasien
- kaji skala nyeri pasien
- beri posisi pasien yang nyaman
- kaloborasi dengan dokter untuk pemberian obat
Evaluasi : S = - klien mengatakan rasa nyeri sudah berkurang
O = - klien tampak sudah sedikit berkurang merintih kesakittannya
A = nyeri aku d.d agen pencendera fisk sudah teratasi sebagian
P = - intervensi dilanjutkan
3. Riwayat keperawtan
a. Riwayat keperwatan
1. Keluhan utama: nyeri perut dibagian kanan
2. Kronologis keluhan
a. Faktor pencetus: makan makanan yg pedes
b. Timbulnya keluhan: mendadak
c. Lamanya : sudah 4 hari
d. Upaya mengatasinya: klien hanya minum obat warung saja
b. Riwayat kesehatan msa lalu
1. Riwayat penyakit sebelumnya ( termasuk kecelakaan)
= Tidak ada
2. Riwayat Alergi( obat,Makanan,Binatang,Lingkungan)
= tidak ada riwayat alergi
3. Riwayat pemakian obat
= tidak ada
c. Riwayat kesehatan keluarga(Geongram dan keterangan tiga generasi
klien )

= perempuan
= laki- laki
d. Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang menjadi
faktor risiko
= tidak ada penyakit keluarga atau keturunan

e. Riwayat psikososial dan spiritual.


1. adakah orang terdekat dengan klien:
= ibu pasien
2. Interaksi dalam keluarga

a. Pola Komunikasi
= Baik

b. Pembuatan keputusan
= Pembuatan keputusan p[asien biasanya dilakukan secara
kekeluargaan

c. kegiatan kemasyarakatan
= Pasien mengikuti karang taruna di daerah rumahnya

3. Dampak penyakit klien terhadapa keluarga


= Semenjak klien dirumah sakit ibu pasien sedikit cemas karena
4. Masalah yang mempengaruhi klien
= Klien kurang tidur menahan karena menahan rasa saki9t perutnya.
5. Mekanisme Koping terhadap stress
( ) Pemecahan masalah ( )Tidur
( ) Makan ( ) Cari Pertolongan
( ) Minum obat ( ) Lain-lain (missal: marah, diam)
6. Persepsi klien terhadap stress
a. Hal yang sangat dipikirkan sat ini:
klien takut penyakitnya sekarang tidak akan sembuh

b. Harapan setelah menjalani perawatan:


Klien mengharapkan sembuh dan tidak merasakan nyeri
c. Perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit:
Klien tampak lemas
7. Sistem nilai kepercayaan:
a. Nilai-nilai yang bertentang dengan kesehatan:
-
b. Aktivitas Agama/Kepercayaan yang dilakukan:
Agama nya islam dan pasien sering beribadah
8. Kondisi Lingkungan Rumah
(Lingkungan rumah yang mempengaruhi kesehatan saat ini)
-
9. Pola Kebiasaan
HAL YANG DIKAJI POLA KEBIASAAN
Sebelum sakit/ Dirumah Sakit
Sebelum di RS
1. Pola Nutrisi
a. Frekuensi makan 3 x / hari
b. Nafsu makan: baik/tidak
alasan: merasa mual
c. Porsi makanan yang dihabiskan
d. Makanan yang tidak disukai
e. Makanan yang membuat alergi
f. Makanan pantangan
g. Makanan diet
h. Penggunaan obat-obatan sebelum
makan
i. Penggunaan alat bantu (NGT, dll)

HAL YANG DIKAJI POLA KEBIASAAN


Sebelum sakit/ Dirumah Sakit
Sebelum di RS
2. Pola Eliminasi

a. B.a.k
1). Frekuensi:
2). Warna
3). Keluhan
4). Penggunaan alat bantu (kateter,
dll)

b. B.a.b
1). Frekuensi
2). Waktu
(Pagi/Siang/Malam/Tidak tentu
3). Warna:
4) Konsistensi
5). Keluhan
6). Panggunaan Laxatif:

3. Pola Personal Hygiene

a. Mandi
1). Frekuensi: 2 x/ hari
2). Waktu: pagi dan sore

b. Oral Hygiene
1). Frekuensi: 2 x/ hari
2). Waktu: pagi dan malam
c. Cuci Rambut:
1). Frekuensi 3x/ minggu

4. Pola Istirahat dan Tidur

a. Lama tidur siang: 1-2 jam/ hari


b. Lama Tidur malam: 6-8 jam/ hari
c. Kebiasaan Sebelum Tidur:
mengerjakan tugas atau bermain
handphone

5. Pola Aktivitas dan Latihan

a. Waktu bekerja: Pagi


b. Olah raga : Tidak
c. Jenis Olahraga
d. Frekuensi Olahraga
e. Keluhan dalam beraktivitas
(pergerakan tubuh/ mandi/ mengenakan
pakaian/ sesak setelah beraktivitas dll)

6. Kebiasaan Yang mempengaruhi


Kesehatan
a. Merokok
1). Frekuensi:
2). Jumlah:
3). Lama Pemakaian:
b. Minuman Keras: tidak
1). Frekuensi:
2) Jumlah:
3). Lama Pemkaian:
4. Pengkajian Fisik

a. Pemeriksaan Fisik Umum


1). Berat Badan :42 kg (sebelum sakit 48 kg)
2). Tinggi Badan : 155 cm
3). Keadaan Umum : Ringan
4). Pembesaran kelenjar getah bening : Tidak

b. Sistem Penglihatan
1). Posisi mata : Simetris
2). Kelopak Mata : Normal
3). Pergerakan bola mata : Normal
4). Konjungtiva : Merah muda
5). Kornea : Normal
6). Sklera : Ikterik
7). Pupil : Isokor
8). Otot-otot mata : Tidak ada kelaianan
9) Fungsi Penglihatan : Baik
10). Tanda-tanda perdangan : Tidak ada tanda tanda peradangan
11). Pemakaian kacamata : Tidak
12). Pemakaian lensa kontak : Tidak
13). Reaksi terhadap acahaya : Baik

c. Sistem Pendengaran
1). Daun Telingan : Normal
2). Karakteristik serumen (warna, konsistensi, bau) : bewarna kuning bau khas
3). Kondisi telinga tengah : Normal
4). Cairan dari telinga : Tidak
5). Perasaan penuh di telinga : Tidak
6). Tinitus : Tidak
7). Fungsi Pendengaran : Normal
8). Gangguan Keseimbangan : Tidak
9). Pemakaian alat bantu : Tidak

d. Sistem Wicara
1).
e. Sistem Pernafasan
f. Sistem Kardiovaskuler
g. Sistem Hematologi
h. Sistem Syaraf Pusat
i. Sistem Pencernaan
j. Sistem Endokrin
k. Sistem Urogenital
l. Sistem Integumen
m. Sistem Muskuluskeletal

Anda mungkin juga menyukai