Dosen Fasilitator:
Poppy Farasari, S.Tr. Keb, M. Kes
Disusun Oleh:
A. DEFINISI
Appendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini menyerang semua
umur baik laki-laki maupun perempuan,tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia 10 sampai 30 tahun dan merupakan penyebab paling umum inflamasi akut
pada kuadran bawah kanan dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah
abdomen darurat (Smeltzer& Bare,2013).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Usus buntu adalah sekum (cecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan
peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah
komplikasi yang umumnya berbahaya. (Wim de Jong et al. 2015)
Appendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus
ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi
dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi (Anonim,2017 dalam Docstoc,
2018).
Gambar 1 Gambar 2
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI APPENDIKS
a. Anatomi Appendiks
Appendiks vermiformis atau yang sering disebut sebagai apendiks adalah organ
berbentuk tabung dan sempit yang mempunyai otot dan banyak mengandung
jaringan limfoid.Panjang apendiks vermiformis bervariasi dari 3-5 inci (8-13
cm). Dasarnya melekat pada permukaan aspek postero medial caecum, 2,5 cm
dibawah junctura iliocaecal dengan lainnya bebas. Lumennya melebar dibagian
distal dan menyempit dibagian proksimal (S. H. Sibuea, 2018). Apendiks
vermiformister letak pada kuadran kanan bawah abdomen diregio niliacadextra.
Pangkalnya diproyeksikan kedinding anterior abdomen pada titik sepertiga
bawah yang menghubungkan spinailiacaan terior superior dan umbilicus yang
disebut titik Mc Burney (Siti Hardiyanti Sibuea, 2018). Hampir seluruh
permukaan apendiks dikelilingi oleh peritoneum dan mesoapendiks (mesenter
dari apendiks) yang merupakan lipatan peritoneum berjalan continue
disepanjang apendiks dan berakhir di ujung apendiks.Vaskularisasi dari
apendiks berjalan sepanjang mesoapendiks kecuali di ujung dari apendiks
dimana tidak terdapat meso apendiks.Arteri apendikular, derivate cabang
inferior dari arteri ileocoli yang merupakan trunkus mesentrik superior. Selain
arteri apendikular yang memperdarahi hamper seluruh apendiks, juga terdapat
kontribusi dari arteri asesorius. Untuk aliran balik,vena apendiseal cabang dari
venaileocolic berjalan kevenamesentrik superior dan kemudian masuk
kesirkulasi portal (Eylin, 2019).
b. Fisiologi Appendisitis
Secarafisiologis, apendiks menghasilkan lendir1–2 ml per hari. Lendir normalnya
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalirkan kesekum. Hambatan
aliran lender di muara apendiks berperan pada pathogenesis apendiks.
Immunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lympoid
Tissue) yang terdapat disepanjang saluran pencerna termasuk apendiks ialah Ig
A. Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai perlindungan terhadap
infeksi. Namun demikian pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system
imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan
dengan jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh (Arifin, 2016).
C. ETIOLOGI
Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai
factor pencetusnya.Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan
sebagai factor pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor
apendiks,dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain
yang diduga dapat menimbulkan appendicitis adalah erosi mukosa apendiks
karena parasit seperti Ehistolytica (Jong,2018).
Penelitian epidemilogi menunjukkan peran kebiasaan makan-makanan rendah
serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis. Konstipasi akan
menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini
akan mempermudah timbulnya appendicitis akut (Jong,2018).
ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi yaitu:
1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini
terjadi karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
a. Tergantung pada bentuk apendiks:
b. Appendik yang terlalu panjang.
c. Massa appendiks yang pendek.
d. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
e. Kelainan katup di pangkal appendiks. (Nuzulul, 2019)
D. KLASIFIKASI
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi
dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2. Fekalit
3. Benda asing
4. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin/ cairan mukosa yang diproduksi tidak
dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer
sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks
sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus/ nanah pada
dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh
penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke
apendiks.
a. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme
yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan
infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam
lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum
lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan
nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada
seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
a. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua
syarat: riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah
apendektomi. Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis
menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi
kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
b. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil
patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangan
apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak pernah
kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko
untuk terjadinya serangan lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens
biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering
penderita datang dalam serangan akut.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan,
mual, muntah, dan hilangnya nafsu makan.
2. Nyeri tekan local pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan.
3. Nyeri tekan lepas dijumpai.
4. Terdapat konstipasi atau diare.
5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau
ureter.
8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
9. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen
terjadi akibat ileus paralitik.
11. Pada pasien anak dan lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi.
Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
12. Spasme otot
F. PATHWAY
Inflamasi apendiks
APENDISITIS
Peradangan Infeksi
Sekresimucusberlebihpada Kurang informasi
pada jaringan epigastrium
lumenapendiks terkait penyakit
H. PENATALAKSANAAN
Menurut (Wijaya &Putri, 2013) penatalaksanaan medis pada appendicitis
meliputi:
a. Sebelum operasi
1. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendicitis
seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu
dilaksanakan.Klien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan.
Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (leukosit dan
hitung jenis) diulang secara periodik, foto abdomen dan toraks tegak dilakukan
untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus,
diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri didaerah kanan bawah dalam 12
jam setelah timbulnya keluhan.
2.Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi dan abses intra
abdominal luka operasi pada klien apendiktomi. Antibiotik diberikan
sebelum,saat,hingga 24 jam pasc aoperasi dan melalui cara pemberian
intravena (IV) (Sulikhah,2014).
b. Operasi
Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah apendiktomi. Apendiktomi
adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara membuang apendiks (Wiwik
Sofiah, 2017). Indikasi dilakukannya operasi apendiktomi yaitu bila diagnose
appendicitis telah ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pada keadaan yang
meragukan diperlukan pemeriksan penunjang USG atau CT scan. Apendiktomi
dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi pada
abdomen bawah. Anastesi diberikan untuk memblokir sensasi rasa sakit. Efek
dari anastesi yang sering terjadi pada klien post operasi adalah
termanipulasinya organ abdomen sehingga terjadi distensi abdomen dan
menurunnya peristaltik usus. Hal ini mengakibatkan belum munculnya
peristaltic usus (Mulya,2015).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Kiik,2018) dalam 4 jam
pasca operasi klien sudah boleh melakukan mobilisasi bertahap, dan dalam 8 jam
pertama setelah perlakuan mobilisasi dini pada klien pasca operasi abdomen
terdapat peningkatan peristaltic usus bahkan peristaltic usus dapat kembali
normal. Kembalinya fungsi peristaltik ususakan memungkinkan pemberian diet,
membantu pemenuhan kebutuhan eliminasi serta mempercepat proses
penyembuhan.
Operasi apendiktomi dapat dilakukan dengan 2 teknik, yaitu operasi
apendiktomi terbuka dan laparaskopi apendiktomi. Apendiktomi terbuka
dilakukan dengan cara membuats ebuah sayatan dengan panjang sekitar 2–4 inci
pada kuadran kanan bawah abdomen dan apendiks dipotong melalui lapisan
lemakd an otot apendiks. Kemudian apendiks diangkat atau dipisahkan dari usus
(Dewi,2015).
Sedangkan pada laparas kopi apendiktomi dilakukan dengan membuat 3
sayatan kecil diperut sebagai akses, lubang pertama dibuat dibawah
pusar,fungsinya untuk memasukkan kamera supermini yang terhubung
kemonitor kedalam tubuh,melalui lubang ini pula sumber cahaya dimasukkan.
Sementara dualubang lain di posisikan sebagai jalan masuk peralatan bedahs
eperti penjepit atau gunting. Ahli bedah mengamati organ abdominal secara
visual dan mengidentifikasi apendiks.
Apendiks dipisahkan dari semua jaringan yang melekat, kemudian
apendiks diangkat dan di keluarkan melalui salah satu sayatan (Hidayatullah,
2014). Jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen dicuci dengan
garam fisiologis dan antibiotika.Tindakan pembedahan dapat menimbulkan luka
insisi sehingga pada klien post operatif apendiktomi dapat terjadi resiko infeksi
luka operasi.
c. Pasca operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan
di dalam,syok,hipertermia atau gangguan pernapasan .Klien dibaringkan dalam
posisi terlentang. Klien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan.
Puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/
mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan
jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase
akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat
dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan
spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
a. Hitung jenis leukosit dengan hasil leukositosis.
Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis terlebih pada kasus dengan
komplikasi berupa perforasi. Pada pemeriksaan ini leukosit meningkat
rentang 10.000–hingga 18.000/mm3, kemudian neutrofil meningkat 75%,
dan WBC meningkat sampai20.000 mungkin indikasi terjadinya perforasi
(jumlah sel darah merah).
b. Pemeriksaan urin dengan hasil sedimen dapat normal atau terdapat
leukosit dan eritosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang
menempel pada ureter atau vesika. Laju endap darah (LED) meningkat
pada keadaan apendisitis infiltrat. Urin rutin penting untuk melihat apakah
ada infeksi pada ginjal
.
Kolaborasi
12. Kolaborasi cairan dan
elektrolit intavena, jika perlu
2. Hipovolemia b.d Status Cairan L. 03028 MANAJEMEN HIPOVOLEMIA
kehilangan cairan setelah dilakukan tindakan (I.03116)
secara aktif (D. 0023) keperawatan 3x24 jam Observasi
diharapkan status cairan 1. Periksa tanda dan gejala
membaik dengan kriteria hipovolemia (mis. frekuensi
hasil sbb : nadi meningkat, nadi teraba
- kekuatan nadimeningkat lemah, tekanan darah menurun,
- turgor kulit meningkat tekanan nadi menyempit,turgor
- output urine meningkat kulit menurun, membrane
- ortopnea menurun mukosa kering, volume urine
- dispnea menurun menurun, hematokrit meningkat,
- edema perifer menurun haus dan lemah)
- frekuensi nadi membaik 2. Monitor intake dan output
-tekanan darah, nadi cairan
membaik Terapeutik
- membran mukosa 3. Hitung kebutuhan cairan
membaik 4. Berikan posisi modified
- JVP membaik trendelenburg
- kadar Hb, Ht membaik 5. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
6. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
7. Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian cairan IV
issotonis (mis. cairan NaCl, RL)
9. Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis. glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
10. Kolaborasi pemberian cairan
koloid (mis. albumin,
plasmanate)
11. Kolaborasi pemberian produk
darah
3. Nyeri Akut b.d agen TingkatNyeri ManajemenNyeri I.08238
pencedera fisiologis L.08066 Observasi
(proses penyakit setelah dilakukan 1. Identifikasilokasi, karakteristik,
appendisitis) d.d tindakan keperawatan durasi, frekuensi, kualitas,
tampak meringis, 3x24 jam diharapkan intensitas nyeri
gelisah, frekuensi tingkat nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
nadi meningkat,sulit dengan kriteria hasil sbb : 3. Identifikasi respon
tidur (D.0077) - Keluhan nyeri menurun nyerinon verbal
- Meringismenurun Terapeutik
- Sikap protektifmenurun 4.Berikan tekniknonfarmakologis
M. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan
mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.Tindakan mandiri adalah tindakan
keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat serta bukan atas petunjuk
tenaga kesehatan yang lain. Sedangkan tindakan kolaborasi adalah tindakan
keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau
petugas kesehatan lain.
N. EVALUASI
Merupakan penilaian dari hasil implementasi keperawatan yang berpedoman kepada
hasil dan tujuan yang hendak dicapai.
Discharge Planning
a. Ajarkan pada orang tua mengenal tanda-tanda kekambuhan dan laporkan
dokter/perawat
b. Instruksi kan untuk memberikan pengobatan sesuai dengan dosis dan waktu
c. Ajarkan bagaimana mengukur suhu tubuhdan intervensi
d. Instruksikan untukcontrol ulang
e. Jelaskan factor penyebab deman dan menghindari factor pencetus
DAFTAR PUSTAKA
Hartini, Sri, Pertiwi, P.P. (2015). Asuhan keperawatan pada pasien apendisitis. Jurnal
Keperawatan. Diakses dari ejournal.stikestelogorejo.ac.id pada 5 Juli 2018
Lestari, Titik. (2016). Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator
Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria Hasil
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
“HUTAMA ABDI HUSADA”
Ijin Pendirian Mendiknas RI Nomor :
113/D/O/2009
Jl. Dr. Wahidin Sudiro Husodo Telp./Fax: 0355-
322738 Tulungagung 66224
Alamat E-mail : stikeshahta@yaoo.co.id
1. Identitas Klien
Nama / Jenis kelamin : An. B
Alamat : Trenggalek, Karangan
Umur anak : 6 tahun
Nama ayah : Tn. S
Pendidikan ayah : SLTA
Pekerjaan ayah : Wiraswasta
Pekerjaan ibu : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Diagnosa medis : Appendisitis
Tanggal masuk RS : 08-12-2021
2. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat penyakit
1.1. Keluhan utama : ibu pasien mengatakan anaknya mengeluh nyeri
perut bagian kanan bawah
3. Pemeriksaan fisik
Anak dan neonatus
1. Keadaan umum : K/U lemah lemas pucat GCS 454
Kesadaran : compos mentis
BB : 20 Kg
TB : 125 cm
LL : 16,0 cm
2. Tanda – tanda vital :
- Tensi :- Nadi : 126x/mnt Suhu : 38,30C
- Pernafasan: 38 x/mnt
3. Kepala dan wajah
- Rambut kepala : berwarna hitam penyebaran rata
- Bentuk kepala : simetris
- Ukuran – ukuran kepala
- UUB : menutup
- UUK : menutup
4. Mata :
Sklera : putih, tidak ikterik
Konjungtiva : anemis
5. Telinga : normoltia, bersih
6. Hidung : tidak ada kelainan, bersih
7. Mulut : mukosa bibir lembab, lidah pucat, tdk ada stomatitis,
8. Tenggorokan : tidak ada kelainan
9. Leher : tidak ada bendungan vena jugularis
10. Dada : normal chest
11. Paru – paru : tidak terdapat suara nafas tambahan
12. Jantung : BJ1 : LUP BJ2: DUP tidak ada mur mur
13. Abdoment : ada nyeri tekan di bagian kanan bawah
14. Ginjal : tidak ada nyeri tekan
15. Genetalia : tidak ada kelainan
16. Axstremits : tidak ada kelainan, kekuatan otot 4 4 4
17. Rektum : terdapat lubang anus
18. Neurologi : tidak ada permasalahan pada saraf
19. Endokrin : tidak mengalami hipoglikemia maupun hiperglikemia
Mahasiswa
TANGGAL
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
MUNCUL
Hipertermi b.d infeksi meningkat d.d suhu tubuh diatas normal,
1 08 Desember 2021
takikardi, dan kulit terasa hangat
Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (proses penyakit
appendisitis) d.d tampak meringis,gelisah,frekuensi nadi
2 08 Desember 2012
meningkat,sulit tidur
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama pasien : An. B
Umur : 6 thn
No. Register : 0214862
DIAGNOSA
NO LUARAN (SLKI) INTERVENSI (SIKI)
KEPERAWATAN
1 Hipertermi b.d infeksi Termoregulasi Manajemen Hipertermi
meningkat d.d suhu tubuh L.14134 I.15506
Setelah dilakukan Observasi
diatas normal, takikardi,
tindakan keperawatan 1. Monitor tanda-tanda vital
dan kulit terasa hangat selama 3x24 jam 2. Monitor komplikasi akibat
(D. 0130) diharapkan demam
termoregulasi pasien Terapeutik
membaik dengan 3. Menutupi badan dengan
kriteria hasil : selimut (saat
- Suhu tubuh membaik dingin/memakai pakaian
- Suhu kulit membaik tipis saat panas)
- Kulit memerah 4. Lakukan pengompresan
menurun 5. Berikan oksigen, jika perlu
- Takikardi menurun Edukasi
6. Anjurkan tirah baring
7. Anjurkan perbanyak asupan
oral
Kolaborasi
8. Kolaborasi dalam
pemberian antipiretik
9. Kolaborasi cairan dan
elektrolit intavena, jika
perlu
2 Nyeri Akut b.d agen TingkatNyeri Manajemen Nyeri I.08238
pencedera fisiologis L.08066 Observasi
(proses penyakit setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi,
appendisitis) d.d tampak tindakan keperawatan karakteristik, durasi,
meringis, gelisah, 3x24 jam diharapkan frekuensi, kualitas,
frekuensi nadi meningkat, tingkat nyeri menurun intensitas nyeri
sulit tidur (D.0077) dengan kriteria hasil 2. Identifikasi skala nyeri
sbb : 3. Identifikasi respon
1. Keluhan nyeri nyerinon verbal
menurun
Terapeutik
2. Meringismenurun 4.Berikan teknik
3. Kesulitan tidur nonfarmakologis untuk
menurun mengurangi rasanyeri
4.Frekuensi nadi (mis. Teknik imajinasi
membaik terbimbing, kompres
hangat/dingin)
5. Pola tidur membaik
5. Control lingkungan
yang memperberatrasa
nyeri (mis.Suhu ruangan)
Edukasi
6. Anjurkan
menggunakanan algetik
secara tepat
7. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasanyeri
Kolaborasi
8. kolaborasi dalam
pemberian analgesik
TINDAKANKEPERAWATAN CATATANPERKEMBANGAN
Askep Anak
7. Menganjurkan memperbanyak minum
8. Berkolaborasi pemberian antipiretik
H: PO paracetamol 30 Mg ¼ tablet
9. Berkolaboraasi pemberian antibiotic
H : inj Ciprofloxacin 20 Mg
2 (D.0077) 08-12-2021 1.Mengidentifikasilokasi, karakteristik, 08-12-2021 S :
15.00 durasi,frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 20.00 - Ibu pasien mengatakan anaknya sering
H : lokasi diperut sebelah kanan bawah mengeluh nyeri pada perut bagian kanan
Karakteristik seperti tertusuk jarum bawah
O:
Durasi kurang lebih 5 menit, hilang
21.00 - K/u nampak lemas, lemah
saat istirahat
- Nampak memegangi perut dan meringis
2. Mengidentifikasi skala nyeri
15.30 - Saat malam hari sering susah tidur
H : skala nyeri 6
- N : 126x/mnt
3. Mengidentifikasi respon nyerinon
- P : aktifitas yang berlebihan
verbal
- Q : tertusuk oleh benda tajam
H: nampak meringis dan 21.30
- R : perut kanan bawah
memegangi perut - S:6
15.45
4.memberikan teknik nonfarmakologis untuk - T : kurang lebih 5 mnt, hilang saat
mengurangi rasanyeri istirahat
H : kompres hangat 22.00 - RR: 38x/mnt
5. mengontrol lingkungan yang A : masalah keperawatan nyeri akut belum
memperberatrasa nyeri teratasi
H : Suhu ruangan lebih hangat P : intervensi dilanjutkan pada nomor 1-8
6. Menganjurkan menggunakanan algetik
15.50 secara tepat
7. Mengajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasanyeri
16.00 H : teknik imajinasi terbimbing
Askep Anak
8. berkolaborasi dalam pemberian
analgesik
H : Inj santagesik 0.2 mg
Askep Anak
TANGGAL/ TANDA TANGGAL/ TANDA
NO NO. DX IMPLEMENTASI EVALUASI
JAM TANGAN JAM TANGAN
3 (D.0130) 09-12-2021 1. memonitor tanda-tanda vital 09-12-2021 S:
15.00 20.00
H: - Ibu pasien mengatakan demam pada anak
S: 37,60C berkurang
N: 120 x/mnt O : k/u nampak mulai membaik
RR : 30x/mnt - S : 37,6 0C
2. Menututupi badan dengan selimut (saat - Kulit nampak merah berkurang
15.30
dingin/memakai pakaian tipis saat panas). - Kulit terasa hangat berkurang
3. Melakukan pengompresan - TTV :
H : ibu pasien mengompres dengan N: 120 x/mnt
kompres dingin di bagian ketiak, leher RR: 30x/mnt
15.45
dan dahi A : Masalah keperawatan hipertermi teratasi
4. Menganjurkan tirah baring sebagian
H :Pasien bedrest P : Intervensi dilanjutkan pada nomor 1,3,5,6,7
5. Menganjurkan memperbanyak minum
15.50
6. Berkolaborasi pemberian antipiretik
H: PO paracetamol 30 Mg ¼ tablet
16.00
7. Berkolaboraasi pemberian antibiotic
H : inj Ciprofloxacin 20 Mg
Askep Anak
4 (D.0077) 09-12-2021 1.Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, 09-12-2021 S :
15.00 durasi,frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 20.00 - Ibu pasien mengatakan anaknya sudah
H : lokasi diperut sebelah kanan bawah jarang mengeluh nyeri pada perut bagian
Karakteristik seperti kram kanan bawah
O:
Durasi kurang lebih 2 menit, hilang
- K/u nampak mulai membaik
saat istirahat
21.00 - Nampak memegangi perut dan meringis
2. Mengidentifikasi skala nyeri
15.30 berkurang
H:4
- Saat malam hari mudah tidur
3. Mengidentifikasi respon nyeri non
- N : 120x/mnt
verbal
- P : aktifitas yang berlebihan
H : nampak meringis dan - Q : seperti kram
22.00
memegangi perut berkurang - R : perut kanan bawah
15.45
4. memberikan teknik nonfarmakologis - S:4
untuk mengurangi rasanyeri - T : kurang lebih 2 mnt, hilang saat
H : kompres hangat istirahat
5. mengontrol lingkungan yang - RR: 30x/mnt
22.30
memperberat rasa nyeri A : masalah keperawatan nyeri akut teratasi
H : Suhu ruangan lebih hangat sebagian
6. Menganjurkan menggunakan analgetik P : intervensi dilanjutkan pada nomor 1,2,3,7,8
15.50 secara tepat
7. Mengajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasanyeri
16.00 H : teknik imajinasi terbimbing
8. berkolaborasi dalam pemberian
analgesik
H : Inj santagesik 0.2 mg
Askep Anak
TANGGAL/ TANDA TANGGAL/ TANDA
NO NO. DX IMPLEMENTASI EVALUASI
JAM TANGAN JAM TANGAN
5 D.0130 10-12-2021 1. memonitor tanda-tanda vital 10-12-2021 S:
15.00 20.00
H: - Ibu pasien mengatakan anak sudah tidak
S: 370C demam
N: 120 x/mnt O : k/u nampak membaik
21.00
RR : 30x/mnt - S : 370C
2. Melakukan pengompresan - Kulit nampak merah berkurang
15.30
H : ibu pasien mengompres dengan 22.00 - Kulit terasa hangat berkurang
kompres dingin di bagian ketiak, leher dan - TTV :
dahi N: 120 x/mnt
3. Menganjurkan memperbanyak minum RR: 30x/mnt
4. Berkolaborasi pemberian antipiretik A : Masalah keperawatan hipertermi teratasi
15.45 23.00
H: PO paracetamol 30 Mg ¼ tablet P : Intervensi dihentikan, px KRS
5. Berkolaboraasi pemberian antibiotic
H : inj Ciprofloxacin 20 Mg
Askep Anak
6 (D.0077) 10-12-2021 1.Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, 10-12-2021 S :
15.00 durasi,frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 20.00 - Ibu pasien mengatakan anaknya sudah
H : lokasi diperut sebelah kanan bawah tidakmengeluh nyeri pada perut bagian
Karakteristik dapat ditoleransi kanan bawah
O:
Durasi kurang lebih 1 menit, hilang
- K/u nampak membaik
saat istirahat
21.00 - Nampak memegangi perut dan meringis
2. Mengidentifikasi skala nyeri
15.30 berkurang
H:2
- Saat malam hari mudah tidur
3. Mengidentifikasi respon nyerinon
- N : 120x/mnt
verbal
- P : aktifitas yang berlebihan
H : nampak meringis dan - Q : dapat ditoleransi
22.00
memegangi perut berkurang - R : perut kanan bawah
15.45
4. Mengajarkan teknik nonfarmakologis - S:2
untuk mengurangi rasanyeri - T : kurang lebih 1 mnt, hilang saat
H : teknik imajinasi terbimbing istirahat
5. berkolaborasi dalam pemberian 23.30 - RR: 30x/mnt
analgesik A : masalah keperawatan nyeri akut teratasi
H : Inj santagesik 0.2 mg P : intervensi dihentikan, px KRS
Askep Anak