Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

N DENGAN DIAGNOSA MEDIS


APPENDICITIS DI RUANG OK (OPERATING KAMARAE)
RSAD DR R ISMOYO KENDARI
TANGGAL 9 APRIL 2020

OLEH
HAYUMI FITRIYANI
N.2019.01.163

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES MANDALA WALUYA
KENDARI
2020

Page | 1
LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

A. Pengertian

Appendisitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab


abdomen akut yang paling sering (Mansjoer,2000). Appendisitis adalah radang apendiks,
suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari
sekum. Penyebab yang paling umum dari Appendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses
yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi
(Wilson & Goldman, 1989). Appendisitis merupakan penyakit prototip yang berlanjut
melalui peradangan, obstruksi dan iskemia di dalam jangka waktu bervariasi (Sabiston,
1995). Appendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Smeltzer, 2001).

Appendiktomi adalah tindakan pembedahan yang dilakukan untuk memotong


jaringan apendiks yang mengalami peradangan. Appendiktomi (pembedahan untuk
mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Appendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi
abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat
efektif (Smletzer, Suzanne C, 2001).

B. Anatomi Fisiologi

Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis.


Appendiks terletak di ujung sekum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum,
bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia
yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah
Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat.
Posisi apendiks berada pada Laterosekal yaitu di lateral kolon asendens. Di daerah
inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap,
lokasi ujung umbai cacing bisa berbed bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang
jelas tetap terletak di peritoneum (Harnawatiaj, 2008).

Ukuran panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc,
cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin. Pada kasus Appendisitis, apendiks

Page | 2
dapat terletak intraperitoneal atau retroperitoneal. Apendiks disarafi oleh saraf
parasimpatis (berasal dari cabang nervus vagus) dan simpatis (berasal dari nervus
thorakalis X). Hal ini mengakibatkan nyeri pada Appendisitis berawal dari sekitar
umbilicus (Nasution, 2010).

Saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan
secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana
memiliki/berisi kelenjar limfoid. Apendiks menghasilkan suatu imunoglobulin sekretoar
yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue), yaitu Ig A.
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi, tetapi jumlah Ig
A yang dihasilkan oleh apendiks sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah Ig A
yang dihasilkan oleh organ saluran cerna yang lain. Jadi pengangkatan apendiks tidak
akan mempengaruhi sistem imun tubuh, khususnya saluran cerna (Nasution, 2010).

C. Etiologi

Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus Appendisitis. Sumbatan pada


lumen apendiks merupakan faktor penyebab dari Appendisitis akut, di samping
hiperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, timbuan tinja/feces yang keras (fekalit),
tumor apendiks, cacing ascaris, benda asing dalam tubuh (biji cabai, biji jambu, dll) juga
dapat menyebabkan sumbatan (Mansjoer, 2000).

Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat
dugaannya sebagai penyebab appendisitis adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feses dan
hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media
bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feses manusia
sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang
sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu
(Mansjoer, 2000).

Page | 3
D. Klasifikasi

Menurut Syamsuhidayat (2004), Appendisitis di klasifikasikan menjadi :

1. Appendisitis akut

Appendisitis akut adalah radang pada jaringan apendiks. Appendisitis akut


pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses
infeksi dari apendiks. Penyebab obstruksi dapat berupa :
a. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
b. Fekalit
c. Benda asing
d. Tumor.

Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak


dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer
sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi. Tekanan yang
tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi
peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks. Selain
obstruksi, Appendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain
yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.

2. Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)

Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan


terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang
ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan,
nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-
tanda peritonitis umum.

Page | 4
3. Appendisitis kronik

Diagnosis Appendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua


syarat, riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah
apendektomi. Kriteria  mikroskopik Appendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut
dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens Appendisitis
kronik antara 1-5 persen.

4. Appendisitis rekurens

Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi
menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn Appendisitis akut
pertama kali sembuh spontan. Namun, Appendisitis tidak perna kembali ke bentuk
aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi
sekitar 50 persen. Insidens Appendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi
yang diperiksa secara patologik. Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan
apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut.

5. Mukokel Apendiks

Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa.
Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel
dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan
bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi
infeksi, akan timbul tanda Appendisitis akut. Pengobatannya adalah Appendiktomi.

6. Adenokarsinoma apendiks

Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu


apendektomi atas indikasi Appendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi

Page | 5
regional, dianjurkan  hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang
jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.

7. Karsinoid Apendiks

Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen
apendiks dengan diagnosis prabedah Appendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa
rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus,
dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel
tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas. Meskipun
diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan adanya
metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik apendiks
menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang
reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan

E. Patofisiologi

Appendisitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh


hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Feses yang terperangkap dalam lumen
apendiks akan menyebabkan obstruksi dan akan mengalami penyerapan air dan
terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan. Obstruksi yang terjadi
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin
lama mukus semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan tersebut
akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan
ulserasi mucus (Mansjoer, 2000).

Pada saat ini terjadi Appendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Sumbatan menyebabkan nyeri sekitar umbilicus dan epigastrium, nausea, muntah. invasi
kuman E Coli dan spesibakteroides dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisan
muskularisa, dan akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah peritonitis lokal kanan
bawah. Suhu tubuh mulai naik. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan

Page | 6
bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di area kanan bawah. Keadaan ini
yang kemudian disebut dengan Appendisitis supuratif akut. (Mansjoer, 2000).

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark diding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan Appendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh pecah, akan menyebabkan Appendisitis perforasi. Bila proses
tersebut berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah
apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis.
Peradangan apendiks tersebut akan menyebabkan abses atau bahkan menghilang. Pada
anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks
lebih tipis. Keadaan demikian ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi
karena telah ada gangguan pembuluh (Mansjoer, 2000).

F. Manifestasi Klinik

Menurut Mansjoer (2000) keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah
umbilicus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri
akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan
atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu
tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan
muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap.

Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif, dan
denghan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal.
Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri.
Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul. Bila tanda Rovsing, psoas, dan
obturatorpositif, akan semakin meyakinkan diagnosa klinis (Syamsuhidayat, 2004).

Appendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual,
muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak
dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah
beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika
dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini

Page | 7
dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius
(Syamsuhidayat, 2004).

Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut.
Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri
tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi
berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok (Syamsuhidayat, 2004).

G. Komplikasi

Appendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi peyakit ini
tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan mengalami
perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk
dilakukan dalam masa tersebut (Mansjoer, 2000).

Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut


kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus,
demam, malaise, leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau
pembentukan abses telah terjadi sejak klien pertam akali datang, diagnosis dapat
ditegakkan dengan pasti (Mansjoer, 2000).

Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk
menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang : tirah baring dalam
posisi fowler medium, pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian
penenang, pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan dengan pemberian
antibiotik yang sesuai dengan kultur, transfusi utnuk mengatasi anemia, dan penanganan
syok septik secara intensif, bila ada (Mansjoer, 2000).

Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang
cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan
kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau klindamisin).
Dengan sediaan ini abses akan segera menghilang, dan Appendiktomi dapat dilakaukan 6-
12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase.
Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fruktuasi positif
juga perlu dibuatkan drainase (Mansjoer, 2000).

Page | 8
Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan
komplikasi yang letal. Hal ini harus dicurigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil,
hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Pada keadaan ini
diindikasikan pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase. Komplikasi lain yang
terjadi ialah abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal lain. Obstruksi intestinal
juga dapat terjadi akibat perlengketan (Mansjoer, 2000).

H. Penatalaksanaan

Menurut Mansjoer (2000) penatalaksanaan Appendisitis dapat di klasifikasikan menjadi:

1. Pre-operasi

a. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi


b. Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
c. Rehidrasi
d. Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
e. Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk
membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.
f. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.

2. Intra-operasi

a. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen dicuci


dengan garam fisiologis dan antibiotika.
b. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin mengecil,atau
abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.
Appendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu
sampai 3 bulan.

3. Post-operasi

a. Observasi TTV.
b. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung
dapat dicegah.
c. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.

Page | 9
d. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien
dipuasakan.
e. Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan
sampai fungsi usus kembali normal.
f. Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam.
Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan
lunak.
g. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama
2×30 menit.
h. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
i. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
j. Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang ditandai
dengan :
k. Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
l. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-
tanda peritonitis
m. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran
ke kiri.

Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien


dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum.
Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit
infeksi luka lebih tiggi daripada pembedahan pada Appendisitis sederhana tanpa
perforasi. Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian
antibiotik dan istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih
sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk
lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut.Pembedahan dilakukan segera
bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum (Mansjoer,
2000).

Page | 10
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta: EGC

Catzel, Pincus.1995. Kapita Selekta Pediatri. Jakarta: EGC.

Dongoes. Marilyn. E.dkk 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencana
Pendokumentasian Perawatan Klien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Johnson, Marion,dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Mosby
Yearbook,Inc.

Markum.1991.Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI.

Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius.

Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis, Missouri:
Mosby Yearbook,Inc.

Nelson.1994.Ilmu Kesehatan Anak.Vol 2.Jakarta: EGC.

Sabiston, D.C. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.

Syamsuhidayat. R & De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2 .Jakarta : EGC.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta: EGC.

Page | 11
FORMAT RESUME

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Nama Mahasiswa : Hayumi Fitriyani Ruangan : OK

Waktu Praktik : 9 April 2020 Pembimbing :Indra S.Kep., Ns., M.Kep

A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny. N Pendidikan : SMA
Umur : 28 Tahun Pekerjaan : Wiraswasta
Jenis Kelamin : Perempuan Dx Medis : Appendicitis
Alamat : Lawata Tgl MRS : 6 April 2020
Status Perkawinan : Menikah No. RM : 107-36-25
Agama : Islam Tgl Pengkajian : 9 April 2020
Suku Bangsa : Bugis Jam Pengkajian : 13.30 WITA

B. RIWAYAT PENYAKIT
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan nyeri disekitar perut kuadran kanan bawah yang dirasakan terus menerus
dan hilang timbul, keluhan tersebut dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, klien juga
mengatakan mual dan muntah.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan ini adalah pertama kalinya ia melakukan operasi.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan tidak ada keluarga yang mempunyai penyakit yang sama seperti yang
dirasakan klien saat ini.
4. Riwayat Alergi
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi pada obat.

C. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Klien mengatakan selama ini selalu menjaga kesehatannya namun klien tidak mengetahui
secara detail tanda dan gejala penyakit yang dideritanya saat ini.
2. Pola Nutrisi / Metabolik
Intake Makanan : Klien mengatakan pola makan baik, dengan frekuensi 2 kali dalam
sehari dengan porsi makan dihabiskan, klien selalu mengkonsumsi
sayur, ikan dan lauk-pauk lainnya secara rutin.

Intake Cairan : Klien mengatakan minum air putih ± 8 gelas sehari, dan setiap
pagi klien selalu minum kopi hangat.

3. Pola Eliminasi
a. Buang air besar : Klien mengatakan BAB normal 1 kali sehari, konsistensi feses
lunak, warna feses kuning.

Page | 12
b. Buang air kecil : Klien mengatakan BAK ± 7 kali dalam sehari, warna urin kuning,
bau khas urin.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4 Keterangan:
Makan/minum √ 0: Mandiri;
Mandi √ 1: Alat bantu;
Toileting √ 2:dibantu orang
Berpakaian √ lain;
Mobilitas di tempat tidur √ 3:Dibantu orang
Berpindah √ lain dan alat;
Ambulasi/ROM √ 4:Ketergantungan
Oksigenasi : Klien tidak nampak diberikan oksigen (O2) total

5. Pola Tidur dan Istirahat (lama tidur, gangguan tidur, perasaan saat bangun tidur):
Klien mengatakan tidur siang ± 2 jam dan tidur malam ± 9 jam, klien mengatakan sedikit
sesak ketika akan tidur namun tidak bertahan lama karena klien selalu memakai bantal yang
lebih tinggi ketika tidur. Saat bangun tidur klien merasa badannya sedikit bugar.

6. Pola Perceptual (penglihatan, pendengaran, pengecap, sensasi):


Klien mengatakan penglihatannya normal, pendengaran normal, pengecap dan sensasi baik.

7. Pola Persepsi Diri (pandangan klien tentang sakitnya, kecemasan, konsep diri):
Klien mampu menjelaskan kronologi penyakitnya pada perawat dengan baik dan jelas.

8. Pola Seksualitas dan Reproduksi (fertilitas, libido, menstruasi, kontrasepsi, dll):


Tidak terkaji

9. Pola Peran-Hubungan (komunikasi, hubungan dengan orang lain, kemampuan


keuangan):
Klien mengatakan komunikasi antara ia dan istri, Dia dan anak sangat baik. Hubungan klien
dengan orang disekitar klien sangat baik. Klien mampu berperan secara sosial ditengah
lingkungan masyarakat. Kemampuan uang klien baik, tidak ada kendala saat ia memerlukan
untuk kebutuhan ia dan juga keluarga.

10. Pola Managemen Koping-Stress (perubahan terbesar dalam hidup akhir-akhir ini,
dll):
Klien mengatakan akhir-akhir ini sering merasa lelah, sesak saat bernafas, dan juga disertai
batuk.

11. Sistem Nilai dan Keyakinan (pandangan klien tentang agama, kegiatan keagamaan,
dll):
Klien mengatakan agama yang dianutnya adalah jalan yang benar, klien sering atau rutin
mengikuti kegiatan baca yasin setiap hari kamis yang dilakukan secara bergilir di rumah
warga.

Page | 13
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Cephalocaudal
a. Keluhan yang dirasakan saat ini:
- Klien mengeluh nyeri pada perut kanan bawah

P: nyeri semakin berat ketika klien beraktivitas

Q: Klien mengatakan nyeri seperti teriris iris

R: Nyeri dirasakan pada daerah abdomen

S: Skala nyeri 7

T: Nyeri dirasakan terus-menerus dan hilang timbul

- Klien mengeluh takut dan mengatakan jangan sampai terjadi hal yang tidak
diinginkan saat operasi.
b. TD: 130/90 /mmHg P: 20 x/menit N: 84 x/menit S: 36,8oC
c. BB / TB : 52 Kg / 158 cm
d. Kepala :Bentuk kepala oval, simetris dan tidak ada cedera pada kepala
e. Leher : Bentuk leher simetris
f. Thoraks : Tidak simetris
g. Ingunal : Tidak terkaji
h. Ekstremitas (termasuk keadaan kulit, kakuatan): Tekstur kulit kering, kekuatan otot lemah.
2. Penanganan Kasus:
Klien rencana operasi pukul 14.00 WITA, persetujuan tindakan operasi telah disetujui oleh
klien dan keluarga, persetujuan tindakan pembedahan pada inform consent telah disetujui
oleh klien dan keluarga.

E. TERAPI
1. Terapi Obat
Anastesi lumbal (bupivacaine spinal 5 mg)
2. Terapi Suportif
Klien mendapat support dari keluarga dan tenaga medis.

Page | 14
ANALISA DATA

Nama Pasien : Ny. N Dx. Medis :Appendicitis

No. RM : 107-36-25

Data
No Tgl/jam Etiologi Problem Prioritas
(Subyektif dan Obyektif)
1. 9 April DS: Appendiks Nyeri Akut 1
2020/ - Klien mengeluh nyeri pada
13.30 perut kanan bawah Hiperplasi folikel limfoid
Wita DO:
P: nyeri semakin berat ketika Obstruksi
klien beraktivitas
Q: Klien mengatakan nyeri Mukosa terbendung
seperti teriris iris
R: Nyeri dirasakan pada daerah Apendiks teregang
abdomen
S: Skala nyeri 7 Tekanan intraluminal
T: Nyeri dirasakan terus- meningkat
menerus dan hilang timbul
Nyeri

Page | 15
No Tgl/jam Data Etiologi Problem Prioritas
(Subyektif dan Obyektif)
1. 9 April DS: Pre operasi Ansietas 2
2020/ - Klien mengeluh takut dan
13.30 mengatakan jangan sampai Anastesi
Wita terjadi hal yang tidak
diinginkan saat operasi. Kurangnya pajanan informasi
DO:
- TD: 130/90 /mmHg Ansietas
- N: 84 x/menit

Page | 16
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. N Dx. Medis : Appendicitis

No. RM : 107-36-25

No Dx. Kep Nursing Ooutcome Nursing Intervention Implementasi Evaluasi


1 Nyeri akut b.d. agen setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri 1. Mengidentifikasi skala S: Klien masih
pencedera fisiologis ditandai keperawatan selama 1 x 30 1. Identifikasi skala nyeri nyeri mengatakan sakit
dengan: Menit tingkat nyeri 2. Identifikasi respon nyeri Hasil: skala nyeri 6 O: Skala nyeri 6
DS: menurun dengan kriteria 2. Mengidentifikasi respon A: Masalah belum
non-verbal
- Klien mengeluh nyeri hasil: nyeri non-verbal teratasi
pada perut kanan 3. Berikan teknik non
Indikator Awal Target Hasil: klien masih P: Intervensi dilanjutkan
bawah Keluhan 2 4 farmakologis untuk mengatakan sakit
nyeri
DO: mengurangi rasa nyeri 3. Memberikan teknik non
Ket:
P: nyeri semakin berat 4. Kontrol lingkungan yang farmakologis untuk
2: cukup meningkat
ketika klien memperberat rasa nyeri mengurangi rasa nyeri
4: cukup menurun
beraktivitas 5. Ajarkan teknik non Hasil: klien diajak
Q: Klien mengatakan nyeri bercerita
farmakologis untuk
seperti teriris iris 4. Kontrol lingkungan yang
R: Nyeri dirasakan pada mengurangi rasa nyeri
memperberat rasa nyeri
daerah abdomen Hasil: kebisingan
S: Skala nyeri 7 membuat klien merasa
T: Nyeri dirasakan nyeri
terus-menerus dan 5. Ajarkan teknik non
hilang timbul farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Page | 17
No Dx. Kep Nursing Ooutcome Nursing Intervention Implementasi Evaluasi
2 Ansietas b.d. kurang setelah dilakukan asuhan Reduksi ansietas 1. Memonitor tanda-tanda S: Klien mengatakan
terpapar informasi ditandai keperawatan selama 1 x 30 1. Monitor tanda-tanda ansietas masih sedikit merasa
dengan Menit tingkat ansietas ansietas Hasil: Klien mengatakan takut
DS: menurun dengan kriteria 2. Ciptakan suasana masih sedikit merasa takut O: Klien nampak tenang
- Klien mengeluh takut hasil: 2. Meniptakan suasana ketika diajak bercerita
terapeutik untuk
dan mengatakan jangan Indikator Awal Target terapeutik untuk A: Masalah teratasi
Verbalisasi 2 4 menumbuhkan P: Intervensi
sampai terjadi hal yang kebingunga menumbuhkan
tidak diinginkan saat n
kepercayaan. dipertahankan
kepercayaan.
operasi. Perilaku 2 4 3. Temani pasien untuk
tegang 3. Menggunakan pendekatan
DO: mengurangi kecemasan,
- TD: 130/90 /mmHg Ket: yang tenang dan
jika memungkinkan
- N: 84 x/menit 2: cukup meningkat meyakinkan.
4: cukup menurun 4. Gunakan pendekatan yang
4. Melatih kegiatan
tenang dan meyakinkan.
pengalihan untuk
5. Diskusikan perencanaan
mengurangi ketegangan.
realistis dengan peristiwa
Hasil: klien lebih tenang
yang akan datang.
ketika diajak bercerita
6. Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi
ketegangan.
7. Latih teknik relaksasi.

Page | 18
Intra Operasi
Pengkajian
1. Keadaan umum : klien nampak lemah, klien dibius anastesi lumbal
2. Keadaan : Composmentis
3. Vital sign: TD: 120/70 mmHg, N: 72 x/menit, P: 20 x/menit, S: 36,8oC
4. Breathing (B1) - Terpasang kateter (+)
- Batuk (-), Lendir (-)
- P: 20 x/menit 8. Bowel (B5)
- Tidak ada suara nafas tambahan - Klien menjalani pembedahan pada kuadran kanan
5. Blood (B2) bawah rongga abdomen
- TD: 120/70 mmHg - Tidak ada mual dan muntah
- S: 36,8oC 9. Bone (B6)
- N: 72 x/menit - Klien dibius dengan anastesi lumbal
6. Brain (B3) - Klien mengalami penurunan kekuatan ekstremitas
Tidak terkaji bawah
7. Bladder (B4) - Mobilitas terbatas
- Kandung kemih: nyeri tekan (-), distensi (-)
ANALISA DATA

Nama Pasien : Ny. N No. RM : 107-36-25

Page | 19
Dx. Medis :Appendicitis

Data
No Tgl/jam Etiologi Problem Prioritas
(Subyektif dan Obyektif)
1. 9 April DS: Anastesi lokal Risiko jatuh 1
2020/ DO:
14.15 - Klien di bius dengan
Wita anastesi lumbal
- Klien mengalami Kekuatan ekstremitas bagian
atas menurun
penurunan kekuatan
ekstremitas bagian bawah
- Mobilitas terbatas
Mobilitas terbatas

Risiko jatuh

Page | 20
No Tgl/jam Data Etiologi Problem Prioritas
(Subyektif dan Obyektif)
1. 9 April DS: Intra operatif Risiko perdarahan 2
2020/ DO:
16.15 - Klien menjalani
Wita pembedahan pada kuadran
kanan bawah rongga Pembedahan pada inguinalis
lateralis
abdomen

Insisi

perdarahan

Risiko perdarahan

ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. N Dx. Medis : Appendicitis

No. RM : 107-36-25

Page | 21
No Dx. Kep Nursing Ooutcome Nursing Intervention Implementasi Evaluasi
1 Risiko jatuh b.d. setelah dilakukan asuhan Pencegahan jatuh 1. Identifikasi faktor risiko jatuh S: -
kekuatan otot keperawatan selama 1 x 30 1. Identifikasi faktor risiko Hasil: klien dibius anastesi lokal O: Klien nampak tenang
menurun ditandai tingkat jatuh menurun jatuh sehingga kekuatan otot klien dan lemah
dengan: dengan kriteria hasil: 2. Pasang handrall tempat menurun yang berisiko jatuh A: Masalah belum
DS: Indikator Awal Target 2. Pasang handrall tempat tidur teratasi
Jatuh dari 2 4 tidur
DO: tempat tidur Hasil: handrall telah terpasang P: Intervensi
- Klien di bius 3. Atur tempat tidur mekanis dipertahankan
Jatuh saat 2 4 3. Atur tempat tidur mekanis pada
dengan anastesi dipindahkan pada posisi terendah
posisi terendah
lumbal Ket:
- Klien mengalami 2: cukup meningkat
penurunan 4: cukup menurun
kekuatan
ekstremitas
bagian bawah
- Mobilitas terbatas

No Dx. Kep Nursing Ooutcome Nursing Intervention Implementasi Evaluasi

Page | 22
2 Risiko perdarahan setelah dilakukan asuhan Pencegahan perdarahan 1. Monitor tanda dan gejala S: -
b.d. tindakan keperawatan selama 1 x 30 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan O: tidak nampak tanda-
pembedahan ditandai Menit tingkat perdarahan perdarahan 2. Monitor tanda-tanda vital tanda perdarahan
dengan: menurun dengan kriteria 2. Monitor tanda-tanda vital A: Masalah teratasi
3. Pertahankan bedrest selama
DS: hasil: P: Intervensi
3. Pertahankan bedrest perdarahan
DO: Indikator Awal Target dipertahankan
- Klien menjalani Tekanan 3 5 selama perdarahan 4. Kolaborasi pemberian obat
darah
pembedahan pada 4. Kolaborasi pemberian pengontrol perdarahan, jika
Ket:
kuadran kanan obat pengontrol perlu
3: sedang
bawah rongga 5: membaik perdarahan, jika perlu
abdomen

Page | 23
Post Operasi
Pengkajian
10. Keadaan umum : klien nampak sadar
11. Keadaan : Composmentis
12. Vital sign: TD: 110/70 mmHg, N: 74 x/menit, P: 20 x/menit, S: 36,5oC
13. Breathing (B1) 16. Bladder (B4)
- Pernafasan spontan, Batuk (-), Lendir (-) - Kandung kemih: nyeri tekan (-), distensi (-)
- P: 20 x/menit - Terpasang kateter (-)
- Tidak ada sianosis 17. Bowel (B5)
- Gerakan cuping hidung (-) - Adanya luka pembedahan pada inguinalis klien
14. Blood (B2) - Klien bertanya-tanya luka operasi yang dilakukn
- TD: 110/70 mmHg jangan sampai lama sembuhnya
- N: 74 x/menit - Klien nampak menahan rasa sakit pada bagian bekas
- S: 36,5oC operasi
15. Brain (B3) 18. Bone (B6)
Tidak terkaji - Tidak terkaji
ANALISA DATA

Nama Pasien : Ny. N No. RM : 107-36-25

Page | 24
Dx. Medis :Appendicitis

Data
No Tgl/jam Etiologi Problem Prioritas
(Subyektif dan Obyektif)
1. 9 April DS: appendiks Defisit pengetahuan 1
2020/
- Klien bertanya-tanya luka
15.00
Wita operasi yang dilakukn
dilakukan tindakan invasif
jangan sampai lama
sembuhnya
DO:
kurang informasi tentang
- Adanya luka pembedahan
penyakit yang diderita
pada inguinalis klien
- Klien nampak menahan rasa
sakit pada bagian bekas kurangnya pengetahuan
tentang penyakitnya
operasi

defisit pengetahuan

Page | 25
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. N Dx. Medis : Appendicitis

No. RM : 107-36-25

No Dx. Kep Nursing Ooutcome Nursing Intervention Implementasi Evaluasi


1 Defisit pengetahuan setelah dilakukan asuhan Edukasi Kesehatan 1. Mengedukasi kesiapan dan S: klien bertanya
b.d. ketidaktahuan keperawatan selama 1 x 30 1. Edukasi kesiapan dan kemampuan menerima mengenai kondisi
menemukan informasi Menit tingkat pengetahuan kemampuan menerima informasi lukanya, berapa lama
ditandai dengan: membaik dengan kriteria informasi 2. Memberikan kesempatan waktu penyembuhannya
DS: hasil: 2. Berikan kesempatan untuk untuk bertanya O: klien paham dan
- Klien bertanya- Indikator Awal Target bertanya Hasil: klien bertanya mengerti faktor resiko
Verbalisasi 1 4
tanya luka minat
3. Jelaskan faktor resiko mengenai kondisi lukanya, apa yang apat
operasi yang dalam yang dapat mempengaruhi berapa lama waktu mempengaruhi
dilakukn jangan belajar kesehatan penyembuhannya kesehatannya saat ini
sampai lama Ket: 4. Ajarkan perilaku hidup 3. Menjelaskan faktor resiko A: Masalah teratasi
sembuhnya 1: menurun bersih dan sehat yang dapat mempengaruhi P: Intervensi
DO: 4: cukup meningkat kesehatan dipertahankan
- Adanya luka Hasil: klien paham dan
pembedahan pada mengerti faktor resiko apa
inguinalis klien yang apat mempengaruhi
- Klien nampak kesehatannya saat ini
menahan rasa 4. Mengajarkan perilaku hidup
sakit pada bagian bersih dan sehat
bekas operasi Hasil: menganjurkan klien
untuk selalu mengkonsumsi

Page | 26
buah dan sayur dan
menganjurkan klien mencuci
tangan sebelum makan.

Page | 27
Page | 28

Anda mungkin juga menyukai