ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Ny. Y DENGAN DIAGNOSA MEDIS INFEKSI SALURAN KEMIH +
ABDOMINAL PAIN DI RUANG MAWAR RS UMUM UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MALANG
Oleh:
Mahasiswa
B. Etiologi
Menurut (Sari & Muhartono, 2018), penyebab dari ISK di antaranya :
1. 1. Berdasarkan epidemiologi, E.coli dan Staphylococcus saprophyticus
merupakan penyebab yang paling sering menyebabkan infeksi saluran kemih yaitu
sebesar 80% terutama pada usia kurang dari 50 tahun
2. 2. Faktor kebersihan diri baik kebersihan pada organ vital maupun kebersihan
diri. Hal ini dikarenakan bakteri patogen saluran kemih berasal dari rektum dan
vagina sehingga ketika kebersihan diri yang baik akan menyebabkan bakteri
patogen tidak dapat menetap dan berkolonisasi pada saluran kemih.
3. 3. Kebiasaan menahan buang air kecil akan mengganggu fungsi pertahanan
tubuh pada saluran kemih dalam melawan infeksi yaitu akan terganggunya fungsi
pengeluaran urin yang merupakan mekanisme untuk mengeluarkan
mikroogranisme secara alami. Kebiasaan menahan buang air kecil juga akan
menyebabkan stasis urin dan menyebabkan infeksi saluran kemih.
4. 4. Peran potensial hubungan asupan cairan pada pencegahan infeksi saluran
kemih termasuk mempertahankan pH optimal urin. Kurangnya asupan minum
akan berkaitan dengan peningkatan osmolalitas dan keasaman urin. Sebagai
konsekuensinya epitel di saluran kemih akan secara tidak langsung akan
memudahkan adhesi bakteri yang akan menyebabkan peningkatan resiko infeksi
saluran kemih.
Sedangkan adanya gejala nyeri abdomen dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor
yang didasari yaitu :
1. Infeksi
2. Inflamasi
3. Obstruksi
4. Menstruasi
5. Gangguan pencernaan.
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infkesi saluran kemih sangat bervariasi, dari tanpa gejala
(asimptomatis) ataupun disertai gejala (simptom) dari yang ringan (panas, uretritis, sistitis)
hingga cukup berat (pielonefritis akut, batu saluran kemih dan bakteremia). Gejala yang
timbul antara lain rasa nyeri pada saluran kemih, rasa sakit saat buang air kecil atau
setelahnya, disuria, warna air seni sangat pekatseperti air the, nyeri pada bagian pinggang,
hematuria (kencing berdarah), perasaan tertekan pada perut bagian bawah, rasa tidak
nyaman pada bagian panggul serta panas tubuh. Kasus asimptomatik berhubungan
dengan meningkatnya resiko terjadinya infeksi simptomatik berulang yang dapat
menyebabkan kerusakan ginjal (Irawan & Mulyana, 2018)
Manifestasi klinis infeksi saluran kemih juga bergantung pada lokalisasi infeksi
dan umur penderita. Infeksi saluran kemih atas peilonefritis yang paling sering dijumpai,
ditandai adanya demam, nyeri perut atau pinggang, mual, muntah, kadang-kadang disertai
diare. Pielonefritis pada neonatus umumnya tidak spesifik berupa mudah terangsang,
tidak nafsu makan, dan berat badan yang menurun pada anak usia <2 tahun dapat
disertai demam (Nursamsu & Febriliant, 2020).
D. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis meliputi leukosituria, nitrit, leukosit esterase, protein, dan
darah. Leukosituria merupakan petunjuk kemungkinan adanya bakteriuria, leukosituria
biasanya ditemukan pada anak dengan ISK (80-90%) pada setiap episode ISK
simtomatik, tetapi tidak adanya leukosituria tidak menyingkirkan ISK. Bakteriuria dapat
juga terjadi tanpa leukosituria. Leukosituria dengan biakan urin steril perlu
dipertimbangkan pada infeksi oleh kuman Proteus sp., Klamidia sp., dan Ureaplasma
urealitikum. Neutrophil gelatinase associated lipocalin urin (uNGAL) dan rasio uNGAL
dengan kreatinin urin (uNGAL/Cr) merupakan petanda adanya ISK. Peningkatan
uNGAL dan rasio uNGAL/Cr > 30 ng/mg merupakan tanda ISK (Pardede, 2018).
Parameter pemeriksaan urine yang utama digunakan sebagai pemeriksaan skrining dan
penunjang diagnosa infeksi saluran kemih adalah leukosit esterase dan nitrit (Gaw, A dkk,
2011). Dan Menurut Roring, A.G dkk (2016) bahwa salah satu parameter yang bermakna
dalam mendiagnosis ISK adalah jumlah leukosit dalam sedimen urine
b. Pemeriksaan darah
Leukositosis, peningkatan nilai absolut neutrofil, peningkatan laju endap darah
(LED), C-Reactive Protein (CRP) yang positif, merupakan indikator non-spesifk ISK
atas. Kadar prokalsitonin yang tinggi dapat digunakan sebagai prediktor yang valid untuk
pielonefritis akut pada anak dengan ISK febris (febrile urinary tract infection) dan skar
ginjal. Sitokin merupakan protein kecil yang penting dalam proses inflamasi.
Prokalsitonin, dan sitokin proinflamatori (TNF-α; IL-6; IL-1β) meningkat pada fase akut
infeksi, termasuk pada pielonefritis akut.
c. Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan radiologis dimaksudkan untuk mengetahui adanya batu atau
kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Renal imaging procedures
untuk investigasi faktor predisposisi ISK termasuk ultrasonogram (USG), radiografi (foto
polos perut, pielografi IV, micturating cystogram), dan isotop scanning.
E. Komplikasi
ISK dapat menyebabkan gagal ginjal akut, bakteremia, sepsis, dan meningitis.
Komplikasi ISK jangka panjang adalah parut ginjal, hipertensi, gagal ginjal, komplikasi
pada masa kehamilan seperti preeklampsia. Parut ginjal terjadi pada 8-40% pasien setelah
mengalami episode pielonefritis akut. Faktor risiko terjadinya parut ginjal antara lain
umur muda, keterlambatan pemberian antibiotik dalam tata laksana ISK, infeksi berulang,
RVU, dan obstruksi saluran kemih (Elmaghfuroh & Wahyudi, 2019)
Sedangkan menurut Purnomo (2011), adapun komplikasi yang ditimbulkan yaitu:
a. Pyelonefritis Infeksi yang naik dari ureter ke ginjal, tubulus reflux
urethrovesikal dan jaringan intestinal yang terjadi pada satu atau kedua ginjal.
b. Gagal Ginjal Terjadi dalam waktu yang lama dan bila infeksi sering berulang
atau tidak diobati dengan tuntas sehingga menyebabkan kerusakan ginjal baik
secara akut dan kronik.
F. Epidemologi
Di Indonesia, ISK merupakan penyakit yang relatif sering pada semua usia mulai
dari bayi sampai orang tua. Semakin bertambahnya usia, insidensi ISK lebih banyak
terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki karena uretra wanita lebih pendek
dibandingkan laki-laki (Purnomo, 2014). Menurut data penelitian epidemiologi klinik
melaporkan 25%-35% semua perempuan dewasa pernah mengalami ISK. National
Kidney and Urology Disease Information Clearinghouse (NKUDIC) juga
mengungkapkan bahwa pria jarang terkena ISK, namun apabila terkena dapat menjadi
masalah serius (NKUDIC, 2012). Infeksi saluran kemih (ISK) diperkirakan mencapai
lebih dari 7 juta kunjungan per tahun, dengan biaya lebih dari $ 1 miliar. Sekitar 40%
wanita akan mengalami ISK setidaknya sekali selama hidupnya, dan sejumlah besar
perempuan ini akan memiliki infeksi saluran kemih berulang (Gradwohl, 2011)
Prevalensi pada lanjut usia berkisar antara 15 sampai 60%, rasio antara wanita dan
laki-laki adalah 3 banding 1. Prevalensi muda sampai dewasa muda wanita kurang dari 5%
dan laki-laki kurang dari 0,1%. ISK adalah sumber penyakit utama dengan perkiraan 150
juta pasien pertahun diseluruh dunia dan memerlukan biaya ekonomi dunia lebih dari 6
milyar dollar (Kasih et al., 2019)
G. Patofisiologi
Infeksi saluran kemih terjadi ketika bakteri (kuman) masuk ke dalam saluran
kemih dan berkembang biak. Saluran kemih terdiri dari kandung kemih, uretra dan dua
ureter dan ginjal. Sejauh ini diketahui bahwa saluran kemih atau urin bebas dari
mikroorganisma atau steril. Infeksi saluran kemih terjadi pada saat mikroorganisme ke
dalam saluran kemih dan berkembang biak di dalam media urin. Mikroorganisme
penyebab ISK umumnya berasal dari flora usus dan hidup secara komensal dalam
introitus vagina, preposium, penis, kulit perinium, dan sekitar anus. Kuman yang berasal
dari feses atau dubur, masuk ke dalam saluran kemih bagian bawah atau uretra, kemudian
naik ke kandung kemih dan dapat sampai ke ginjal (Afrilina et al., 2017)
Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui empat cara, yaitu:
1) Ascending, kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari flora
normal usus dan hidup secara komensal introitus vagina, preposium penis, kulit
perineum, dan sekitar anus. Infeksi secara ascending (naik) dapat terjadi melalui empat
tahapan, yaitu :
a) Kolonisasi mikroorganisme pada uretra dan daerah introitus vagina
b) Masuknya mikroorganisme ke dalam buli-buli
c) Mulitiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam kandung kemih
d) Naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal.
2) Hematogen (descending) disebut demikian bila sebelumnya terjadi infeksi pada ginjal
yang akhirnya menyebar sampai ke dalam saluran kemih melalui peredaran darah.
3) Limfogen (jalur limfatik) jika masuknya mikroorganisme melalui sistem limfatik yang
menghubungkan kandung kemih dengan ginjal namun yang terakhir ini jarang terjadi.
4) Langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudah terinfeksi atau eksogen sebagai
akibat dari pemakaian kateter
H. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut M. Clevo Rendy dan Margareth, T.H. (2012 : hal. 221), pengobatan
infeksi saluran kemih bertujuan untuk menghilangkan gejala dengan cepat, membebaskan
saluran kemih dari mikroorganisme dan mencegah infeksi berulang, sehingga dapat
menurunkan angka kecacatan serta angka kematian. Tujuan tersebut dapat dicapai
dengan dengan perawatan berupa :
1) Meningkatkan intake cairan 2 – 3 liter/hari bila tidak ada kontra indikasi
2) Mencegah konstipasi
3) Perubahan pola hidup, diantaranya :
a) Membersihkan perineum dari depan ke belakang
b) Pakaian dalam tidak ketat dan dari bahan katun
c) Menghilangkan kebiasaan menahan buang air kecil
d) Menghindari kopi, alkohol
4) Mengatasi nyeri akut dan gangguan lainnya
b. Penatalaksanaan Medis
Menurut ikatan dokter indonesia IDI (2011) dalam Wulandari (2014)
penatalaksanaan medis mengenai ISK antara lain yaitu melalui medikamentosa yaitu
pemberian obat-obatan berupa antibiotik secara empirik selama 7-10 hari untuk eridikasi
infeksi akut. Pemberian analgetik dan anti spasmodik untuk mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan oleh penderita, obat golongan venozopyiridine/pyridium untuk meredakan
gejala iritasi pada saluran kemih. Terapi farmakologik yang dianjurkan secara empiris
disesuaikan dengan pola kuman yang ada disetiap tempat.. Pemberian obat ISK pada
penderita geriatri mengacu kepada prinsip pemberian obat pada usia lanjut, umumnya
dengan memperhitungkan kelarutan obat, perubahan komposisi tubuh, status nutrisi
(kadar albumin), dan efek samping obat (mual, gangguan fungsi ginjal).
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu pemeriksaan fisik head to toe yaitu
pemeriksaan yang dilakukan mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Pemeriksaan ini meliputi:
1) Kepala Mengetahuii turgor kulit dan tekstur kulit dan mengetahui adanya lesi
atau bekas luka.
a) Inspeksi : lihat ada atau tidak adanya lesi, warna kehitaman atau kecoklatan,
edema, dan distribusi rambut kulit.
b) Palpasi : diraba dan tentukan turgor kulit elastik atau tidak, tekstur kepala kasar
atau halus, akral dingin atau hangat.
2) Rambut Mengetahui warna, tekstur dan percabangan pada rambut dan untuk
mengetahui mudah rontok dan kotor.
a) Inspeksi : distribusi rambut merata atau tidak, kotor atau tidak, bercabang atau
tidak.
b) Palpasi : mudah rontok atau tidak, tektur kasar atau halus.
3) Wajah Mengetahui bentuk dan fungsi kepala dan untuk mengetahui luka dan
kelainan pada kepala.
a) Inspeksi : lihat kesimetrisan wajah jika muka kanan dan kiri berbeda atau missal
lebih condong ke kanan atau ke kiri, itu menunjukkan ada parase/kelumpuhan.
b) Palpasi : cari adanya luka, tonjolan patologik dan respon nyeri dengan menekan
kepala sesuai kebutuhan
4) Mata Mengetahui bentuk dan fungsi mata (medan penglihatan visus dan otot-
otot mata), dan juga untuk mengetahui adanya kelainan atau pandagan pada mata.
Bila terjadi hematuria, kemungkinan konjungtiva anemis.
a) Inspeksi : kelopak mata ada lubang atau tidak, reflek kedip baik/tidak,
konjungtiva dan sclera : merah atau konjungtivitis, ikterik/indikasi
hiperbilirubin atau gangguan pada hepar, pupil : isokor, miosis atau medriasis.
b) Palpasi : tekan secara rinagn untuk mengetahui adanya TIO (tekanan intra
okuler) jika ada peningkatan akan teraba keras (pasien glaucoma/kerusakan
dikus optikus) kaji adanya nyeri tekan.
5) Telinga Mengetahui kedalaman telinga luar, saluran telinga, gendang telinga.
a) Inspeksi : daun telinga simetris atau tidak, warna, ukuran bentuk, kebersihan,
lesi. b) Palpasi : tekan daun telinga apakah ada respon nyeri, rasakan kelenturan
kartilago.
6) Hidung Mengetahui bentuk dan fungsi hidung dan mengetahui adanya inflamasi
atau sinusitis.
a) Inspeksi : apakah hidung simetris, apakah ada inflamasi, apakah ada secret.
b) Palpasi : apakah ada nyeri tekan massa.
7) Mulut dan gigi Mengetahui bentuk dan kelainan pada mulut, dan untuk
mengetahui kebersihan mulut dan gigi.
a) Inspeksi : amati bibir apa ada kelainan kongenital (bibir
sumbing)warna,kesimetrisan, kelembaban pembengkakan, lesi, amati jumlah
dan bentuk gigi, berlubang, warna plak dan kebersihan gigi.
b) Palpasi : pegang dan tekan darah pipi kemudian rasakan ada massa atau tumor,
pembengkakan dan nyeri.
8) Leher Menentukan struktur imtegritas leher, untuk mengetahui bentuk dan
organ yang berkaitan dan untuk memeriksa system limfatik.
a) Inspeksi : amati mengenai bentuk, warna kulit, jaringan parut, amati adanya
pembengkakan kelenjar tiroid, amati kesimetrisan leher dari depan belakan dan
samping.
b) Palpasi : letakkan telapak tangan pada leher klien, minta pasien menelan dan
rasakan adanya kelenjar tiroid.
9) Abdomen Mengetahui bentuk dan gerakan perut , mendengarkan bunyi
peristaltik usus, dan mengetahui respon nyeri tekan pada organ dalam abdomen.
a) Inspeksi : amati bentuk perut secara umum, warna kulit, adanya retraksi,
penonjolan, adanya ketidak simetrisan, adanya asites.
b) Palpasi : adanya massa dan respon nyeri tekan.
c) Auskultasi : bising usus normal 10-12x/menit.
d) Perkusi : apakah perut terdapat kembung/meteorismus.
10) Dada Mengetahui bentuk kesimetrisan, frekuensi, irama pernafasan, adanya
nyeri tekan, dan untuk mendengarkan bunyi paru.
a) Inspeksi : amati kesimetrisan dada kanan kiri, amati adanya retraksi interkosta,
amati pergerakan paru.
b) Palpasi : adakah nyeri tekan , adakah benjolan
c) Perkusi : untuk menentukan batas normal paru.
d) Auskultasi : untuk mengetahui bunyi nafas, vesikuler, wheezing/crecles.
11) Ekstremitas atas dan bawah Mengetahui mobilitas kekuatan otot dan gangguan-
gangguan pada ektremitas atas dan bawah. Lakukan inspeksi identifikasi mengenai
ukuran dan adanya atrofil dan hipertrofil, amati kekuatan otot dengan memberi
penahanan pada anggota gerak atas dan bawah.
12) Kulit Mengetahui adanya lesi atau gangguan pada kulit klien. Lakukan inspeksi
dan palpasi pada kulit dengan mengkaji kulit kering/lembab, dan apakah terdapat
oedem
( SLKI ) ( SIKI )
4. Pemeriksaan Lab
PATHWAY INFEKSI SALURAN KEMIH
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
I. IDENTITAS
1. Identitas Pasien 2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Yulia Nurrahmawati Nama : Halimah
Thusadiah
Umur : 27 Thn Umur : 25 thn
Jenis Kelamin : Perempuan Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : S1 Pekerjaan : Mahasiswa
Pekerjaan : Mahasiswa Alamat : Desa Oo RT 2
Kec. Dompu, Kab. Dompu,
Prov. NTB
Gol. Darah :B Hubungan dengan Klien : Saudara
Alamat : Desa Oo RT 2 Kec. Dompu, Kab. Dompu, Prov. NTB
Pola Eliminasi BAK pasien 3x sehari, berwarna BAK pasien 5x sehari, warna
BAK : Jumlah, Warna, Bau, kecoklatan seminggu terakhir kekuningan, lancar, bau khas
Masalah, Cara Mengatasi. sebelum MRS, bau khas urin, urin, tidak menggunakan
nyeri pada saluran kemih, kateter
disuria, nyeri abdomen dan
BAB : Jumlah, Warna, Bau, pinggang, hematuria, mengatasi
Konsistensi, Masalah, Cara dengan langsung pergi ke dokter BAB baru keluar sekali selama
Mengatasi. di RS, feses lembek. Tidak ada
BAB pasien lancar, hampir masalah, namun keluarga
setiap hari 1x, bau khas feses, memberikan minyak kayu putih
konsistensi lembek, tidak ada di perutnya untuk
masalah meningkatkan rasa nyaman
Pola Istirahat Tidur Pasien tidur ± 4 jam sehari, sulit Pasien sulit tidur selama di RS
- Jumlah/Waktu tidur, terbiasa tidur siang hari karena nyeri yg dirasakan, tidur
- Gangguan Tidur namun sulit di malam hari
hanya 4 jam sehari, upaya yang
- Upaya Mengatasi gangguan karena banyak pikiran, upaya yg
tidur dilakukan untuk mempermudah dilakukan dengan bermain
- Apakah mudah terbanguan tidur dengan bermain gadget gadget
- Jika terbangun berapa
menit bisa tertidur lagi
- Hal-hal yang
mempermudah tidur
- Hal-hal yang
mempermudah bangun
Pola Kebersihan Diri (PH) Selama di rumah pasien mandi Di rumah sakit pasien hanya
- Frekuensi mandi 1x/hari, mencuci rambut 1x/2 diseka sehari sekali, belum
- Frekuensi Mencuci rambut
hari, gosok gigi 3x/hari, jarang pernah mencuci rambut, belum
- Frekuensi Gosok gigi
- Keadaan kuku menggunting kuku dan pernah gosok gigi sejak MRS,
- Melakukan mandiri/ melakukan seluruh aktivitasnya kuku panjang, dan ke kamar
dibantu
mandiri mandi mandiri tanpa dibantu
2. Riwayat Psikologi
Pasien merasa cemas dan gelisah karena menginjak semester akhir dan memiliki masalah
pribadi dengan pasangan. Namun pasien menerima keadaan penyakit saat ini dan tidak
berputus asa.
3. Riwayat Sosial
Hubungan sosial pasien dengan tetangga atau orang sekitar baik. Pasien mengatakan saat
ini kerabatnya tahu bahwa dirinya sedang sakit.
4. Riwayat Spiritual
Anak pasien mengatakan pasien sholat 5 waktu sewaktu dirumah, namun saat ini
kondisinya masih lemah sehingga tidak melaksanakannya.
VI. Konsep diri
A. Gambaran diri
Pasien memiliki citra tubuh yang baik terhadap diri sendiri. Px mampu menerima segala
perubahan tubuh dan tidak pernah mengungkapkan keputusasaannya.
B. Ideal Diri
Ideal diri pasien baik, harapan terhadap diri dan keinginan mudah dicapai dan realistis
C. Harga Diri
Pasien tidak merasa malu terhadap diri sendiri akibat penyakit, hubungan sosial tidak
terganggu, dan tetap percaya diri
D. peran
Peran pasien sebagai mahasiswa tingkat akhir membuat pasien cemas dan kerap kali stres
E. Identitas Diri
Pasien menerima dirinya penuh dan mengakui gender yg dimiliki
3. Pemeriksaan Wajah
a. Mata
Kelengkapan dan kesimetrisan mata( + / - ), Kelopak mata/palpebra oedem ( + / - ),
ptosis/dalam kondisi tidak sadar mata tetap membuka ( + / - ), peradangan ( + / - ),
luka( + / - ), benjolan ( + / - ), Bulu mata rontok atau (Ya / tidak), Konjunctiva dan
sclera perubahan warna (anemis / an anemis), Warna iris (hitam, hijau, biru), Reaksi pupil
terhadap cahaya (miosis/midriasis), Pupil (isokor / an isokor), Warna Kornea
b. Hidung
Inspeksi dan palpasi : Amati bentuk tulang hidung dan posis septum nasi (adakah
pembengkokan atau tidak). Amati meatus : perdarahan ( + / - ), Kotoran ( + / - ),
Pembengkakan ( + / - ), pembesaran / polip ( + / - ), menggunakan Oksigen tidak
c. Mulut
Amati bibir : Kelainan konginetal ( labioscisis, palatoscisis, atau labiopalatoscisis), warna
bibir (sedikit pucat) lesi ( + / - ), Bibir pecah (+ / - ), Amati gigi ,gusi, dan lidah : Caries
( + / - ), Kotoran (+/- ), Gigi palsu (+ / - ), Gingivitis ( + / - ), Warna lidah (terdapat
selaput putih), Perdarahan (+ / - ) dan abses (+ / - ).
d. Telinga
Amati bagian telinga luar: lesi ( + / - ), nyeri tekan ( + / - ), peradangan ( + / - ),
penumpukan serumen ( + / - ). Dengan otoskop periksa membran tympany amati, warna
....., transparansi ......, perdarahan ( + / - ), perforasi ( + / - ).
e. Keluhan lain: tidak ada
5. Pemeriksaan Thoraks/dada
a. PEMERIKSAAN PARU
INSPEKSI
- Bentuk torak (Normal chest / Pigeon chest / Funnel chest / Barrel chest),
- Susunan ruas tulang belakang (Kyposis / Scoliosis / Lordosis),
- Bentuk dada (simetris / asimetris),
- keadaan kulit ? normal, sedikit kering.
- Retrasksi otot bantu pernafasan : Retraksi intercosta ( + / - ), retraksi suprasternal (
+ / - ), Sternomastoid ( + / - ), pernafasan cuping hidung ( + / - ).
- Pola nafas : (Eupnea / Takipneu / Bradipnea / Apnea / Chene Stokes / Biot’s /
Kusmaul)
- Amati : cianosis ( + / - ), batuk (produktif / kering / darah ).
PALPASI
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri teraba (sama / tidak
sama). Lebih bergetar sisi ............................
PERKUSI
Area paru : ( sonor / Hipersonor / dullnes )
AUSKULTASI
- Suara nafas Area Vesikuler : ( bersih / halus / kasar ) , Area Bronchial : ( bersih /
halus / kasar ) Area Bronkovesikuler ( bersih / halus / kasar )
- Suara Ucapan Terdengar : Bronkophoni ( + / - ), Egophoni ( + / - ), Pectoriloqui (
+/-)
- Suara tambahan Terdengar : Rales ( + / - ), Ronchi ( + / - ), Wheezing ( + / - ),
Pleural fricion rub ( + / - ), bunyi tambahan lain tidak ada
- Keluhan lain yang dirasakan terkait Px. Torak dan Paru : tidak ada
Keluhan lain terkait dengan paru: tidak ada
b. PEMERIKSAAN JANTUNG
INSPEKSI
Ictus cordis ( + / - ), pelebaran ........cm
PALPASI
Pulsasi pada dinding torak teraba : ( Lemah / Kuat / Tidak teraba )
PERKUSI
Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas : ………………….. ( N = ICS II )
Batas bawah : …....................... ( N = ICS V)
Batas Kiri : …………………... ( N = ICS V Mid Clavikula Sinistra)
Batas Kanan : ……………….. ( N = ICS IV Mid Sternalis Dextra)
AUSKULTASI
BJ I terdengar (tunggal / ganda, ( keras / lemah ), ( reguler / irreguler )
BJ II terdengar (tunggal / ganda ), (keras / lemah), ( reguler / irreguler )
Bunyi jantung tambahan : BJ III ( + / - ), Gallop Rhythm (+ / -), Murmur (+ / - )
Keluhan lain terkait dengan jantung : tidak ada
6. Pemeriksaan Abdomen
INSPEKSI
Bentuk abdomen : (cembung/cekung/datar ), Massa/Benjolan (+/- ), Kesimetrisan ( + /
- ),
Bayangan pembuluh darah vena (+ /-)
AUSKULTASI
Frekuensi peristaltic usus ........... x/menit ( N = 5 – 35 x/menit, Borborygmi ( + / - )
PALPASI
Palpasi Hepar : diskripsikan :Nyeri tekan ( + / - ), pembesaran ( + / - ), perabaan (keras
/ lunak), permukaan (halus / berbenjol-benjol), tepi hepar (tumpul / tajam) . ( N = hepar
tidak teraba).
Palpasi Lien : Gambarkan garis bayangan Schuffner dan pembesarannya ............ Dengan
Bimanual lakukan palpasi dan diskrpisikan nyeri tekan terletak pada garis Scuffner
ke berapa ? .............( menunjukan pembesaran lien )
Palpasi Appendik : Buatlah garis bayangan untuk menentukan titik Mc. Burney. nyeri
tekan ( + / - ), nyeri lepas ( + / - ), nyeri menjalar kontralateral ( + / - ).
Palpasi Ginjal : Bimanual diskripsikan : nyeri tekan( + / - ), pembesaran ( + / - ). (N =
ginjal tidak teraba).
PERKUSI
tympani.
Keluhan lain yang dirasakan terkait dengan Abdomen : pasien merasakan nyeri di
abdomen bagian bawah
9. Pemeriksaan Ektremitas/Muskuloskeletal
a.Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris / asimetris), deformitas (+ / -), fraktur (+ /-) ……,
terpasang Gib ( + / - ), Traksi ( + / - )
- -
b.Palpasi
Oedem : - - Lingkar lengan : …………Lakukan uji kekuatan otot : 5 5
5 5
c.Keluhan lain: tidak ada keluhan
11.
Pemeriksaan Fungsi Penglihatan
oPemeriksaan Visus Dengan Snellen's Cart : OD ............. OS ............
oTanpa Snelen Cart : Ketajaman Penglihatan ( Baik / Kurang )
oPemeriksaan lapang pandang : Normal / Haemi anoxia / Haemoxia
o Pemeriksaan tekanan bola mata Dengan tonometri …………, dengan palpasi taraba
……
o Keluhan lain: tidak ada keluhan pada penglihatan
E. PEMERIKSAAN RADIOLOGI :
Hasil USG (22/3/22)
Kesimpulan : debris intravesica urinaria dan terdapat lesi solid myometrium,
suspek intramural myoma uteri
Hasil pemeriksaan rontgen polos (21/3/22)
Kesimpulan : normal
TTD PERAWAT
Objektif :
- Tampak meringis
- Protektif
- Gelisah
- Sulit tidur
Minor
Subjektif : -
Objektif :
- Berfokus pada diri
sendiri
- Proses berpikir
terganggu
- Menarik diri
Mayor Penyakit Akut (ISK) dan Ansietas Ansietas b/d Penyakit
Subjektif : krisis situasional Akut (ISK) dan krisis
- Pasien mengeluh situasional d/d pasien
cemas dan gelisah cemas, tampak
karena menginjak meringis dan sulit
semester akhir tidur
ditambah dengan (D.0080)
nyeri yang dirasakan
akibat penyakit akut
- Sulit berkonsentrasi
Objektif ;
- Tampak gelisah
- Sulit tidur
Minor
Subjektif :
- Terkadang px
mengeluh pusing
Objektif :
- Muka pucat
- Kontak mata kurang
baik
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b/d agen pencedera fisiologis d/d pasien merasakan nyeri abdomen dan pinggang,
tampak meringis dan sulit tidur (D.0077)
2. Ansietas b/d Penyakit Akut (ISK) dan krisis situasional d/d pasien cemas, tampak meringis
dan sulit tidur (D.0080)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.N
Diagnosa Hari/ Hari/
No LUARAN INTERVENSI Implementasi Evaluasi Ttd
Keperawatan Tgl Tgl
1. Nyeri Akut Setelah Manajemen Nyeri (I.08238) Rabu, - Mengidentifikasi pengkajian nyeri Rabu, S : Pasien mengatakan
pasien (PQRST)
b/d agen dilakukan Observasi: 23 26 nyeri mulai membaik
- Mengidentifikasi skala nyeri pasien
pencedera tindakan - Identifikasi lokasi, Maret (5) Mei dengan skala nyeri 3
- Memonitor efek samping analgesik
fisiologis d/d keperawatan karakteristik, durasi, 2022 2021
dan pasien tidak mengalami EFO
pasien selama 1x 3 frekuensi, kualitas, apapun O:
- Mengontrol lingkungan pasien
merasakan jam, maka intensitas nyeri - Meringis cukup
mulai dari bed, pencahayaan,
nyeri tingkat nyeri - Identifikasi skala nyeri keteraturan benda sekitar bed menurun
- Mengedukasi pasien terkait
abdomen dan menurun - Identifikasi fsktor yang - Gelisah cukup
penyebab, pemicu nyeri, dan
pinggang, dengan mempermudah dan strategi pereda nyeri menurun
- Memposisikan pasien semi fowler
tampak kriteria hasil memperingan nyeri A:
- Mengajarkan teknik
meringis dan (L.08066) : - Monitor efek samping nonfarmakologi untuk mengontrol Masalah teratasi sebagian
nyeri dengan aromaterapi, relaksasi
sulit tidur 1. Keluhan penggunaan analgesik
benson, dan relaksasi nafas dalam
(D.0077) nyeri menurun Terapeutik - Memberikan injeksi dexketoprofen P:
dan santagesik sesuai order
0-1 - Berikan teknik Lanjutkan tindakan
2. Meringis nonfarmakologi penggunaan arometerapi,
menurun - Kontrol lingkungan relaksasi dan kolaborasi
3. Gelisah - Fasilitasi istirahat dan tidur analgesik
menurun Edukasi
4. Kesulitan - Jelaskan penyebab, periode,
tidur menurun dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
mandiri
- Ajarkan teknik
nonfarmakologi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
2. Ansietas Setelah Terapi Relaksasi (1.09326) Rabu, - Melakukan validasi relaksasi Rabu, S : Pasien mengatakan
b/d dilakukan Observasi 23 yang pernah digunakan 23 cemas sedikit berkurang
tindakan - Identifikasi teknik - Memodifikasi lingkungan
Penyakit Maret Maret
keperawatan relaksasi yang efektif sekitar (lampu, ventilasi dan
Akut (ISK) selama 1x3 digunakan 2022 bed) 2022 O:
dan krisis jam - Monitor respons - Mengajarkan dan - Gelisah cukup
diharapkan terhadap terapi relaksasi menjelaskan tujuan dan
situasional menurun
tingkat Terapeutik manfaat guided imagery dan
d/d pasien ansietas - Ciptakan lingkungan terapi murottal - Tegang cukup
cemas, menurun tenang dan tanpa - Mendemonstrasikan dan menurun
(L.09093), gangguan mengedukasi pasien untuk
tampak A:
dengan - Gunakan pakaian melakukannya setiap kali
meringis kriteria hasil : longgar cemas Masalah teratasi sebagian
dan sulit - Gunakan relaksasi
- Verbalisasi
tidur sebagai penunjang dan P:
kebingung
nada suara lembut
(D.0080) an Lanjutkan intervensi
Edukasi
menurun
- Jelaskan tujuan, relaksasi, memonitor dan
- Gelisah
manfaat, dan jenis menganjurkan untuk
menurun
- Jelaskan secara rinci
- Tegang dilatih setiap kali cemas
relaksasi yang dipilih
menurun
- Anjurkan rileks dan datang
- Pola tidur
sering mengulang dan
membaik
merasakan sensasi
relaksasi
- Demonstrasikan dan
latih teknik relaksasi
DAFTAR PUSTAKA
Afrilina, I., Erly, E., & Almurdi, A. (2017). Identifikasi Mikroorganisme Penyebab Infeksi Saluran
Kemih pada Pasien Pengguna Kateter Urine di ICU RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode
01 Agustus-30 November 2014. Jurnal Kesehatan Andalas, 6(1), 196.
https://doi.org/10.25077/jka.v6i1.670
Elmaghfuroh, D. R., & Wahyudi, Y. (2019). Terapi Kombinasi Terhadap Nyeri Akut Abdomen
di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. Borneo Journal of Medical Laboratory
Technology, 2(1), 120–124. https://doi.org/10.33084/bjmlt.v2i1.1090
Irawan, E., & Mulyana, H. (2018). Faktor-Faktor Penyebab Infeksi Saluran Kemih (ISK).
Prosiding Seminar Nasional Dan Diseminasi Penelitian Kesehatan, April, 1–12.
Kasih, A., Yanah, M., Herlina, S., Pembangunan, U., & Veteran, N. (2019). Determinan
Terjadinya Infeksi Saluran Kemih pada Pasien Dewasa di RSUD Kota Bekasi Determinant
of the Occurance of Urinary Tract Infections in Adult Patients in the City of Bekasi sebutan
ISK merupakan penyakit yang infeksi nosokomial , dengan UTI yang te. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Masyarakat, 11, 60–71.
Nursamsu, N., & Febriliant, M. R. (2020). Wanita Usia 31 Tahun dengan Infeksi Saluran Kemih
Berulang dan Rejeksi Transplan Ginjal: Suatu Laporan Kasus. Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia, 6(4), 204. https://doi.org/10.7454/jpdi.v6i4.245
Sari, R. P., & Muhartono. (2018). Event Numbers Urinary Tract Infection (Uti) and Risk Factor
that Affecting on Female Employees In University of Lampung. Majority, 7(3), 115–120.
http://digilib.unila.ac.id/24540/18/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf
Sugianto, S., Megadhana, I. W., Suwiyoga, K., Suwardewa, T. G. A., Mayura, I. G. P. M.,
Suardika, A., & Putra, I. W. A. (2020). Infeksi Saluran Kemih Sebagai Faktor Risiko
Terjadinya Persalinan Preterm. Intisari Sains Medis, 11(2), 823.
https://doi.org/10.15562/ism.v11i2.774