Anda di halaman 1dari 20

Keperawatan Jiwa

“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Perilaku Kekerasan”

Nama Kelompok 10 Tingkat 2 Reguler B

No Nama NIM
1. Yesua W D Kolly PO5303201201114
2. Yuli Damayanti PO5303201201115
3. Yulia V L Soares PO5303201201116

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah memberikan
kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Asuhan
Keperawatan pada Pasien Perilaku Kekerasan” dengan baik.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa. Selain itu,
makalah ini dibuat guna menambah wawasan bagi pembaca.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, yang membantu kami dalam
menyelesaikan tugas ini.

Kami menyadari, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu diperlukan kritik dan
saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........i

DAFTAR ISI ..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 latar belakang........................................................................................................................1

1.2 Rumuasan masalah................................................................................................................1

1.3 Tujuan masalah.....................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perilaku Kekerasan.............................................................................................3

2.2 Etiologi Perilaku Kekerasan..................................................................................................3

2.3 Respon Rentang Marah Perilaku Kekerasan.........................................................................5

2.4 Sumber Koping.....................................................................................................................7

2.5 Mekanisme Koping...............................................................................................................7

2.6 Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan..................................................................................8

2.7 Factor Risiko Perilaku Kekerasan.........................................................................................9

2.8 Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Perilaku Kekerasan.........................................10

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................16

3.2 Saran .........................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi tersebut, maka perilaku kekerasan dapat
dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku
kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan
atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
Menurut Yosep (2010), perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan
ungkapan kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut
merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang
yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia “tidak setuju,
tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti, atau diremehkan”. Rentang respon
kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif) sampai pada respon sangat tidak
normal (maladaptif). Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan.
Menurut Yosep (2010) perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan
gejala perilaku kekerasan : Muka merah dan tegang, mata melotok atau pandangan tajam,
tangan mengepal.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa itu perilaku kekerasan?
1.2.2 Apa saja etiologi perilaku kekerasan?
1.2.3 Bagaimana respon rentang marah perilaku kekerasan?
1.2.4 Apa saja sumber koping perilaku kekerasan?
1.2.5 Bagaimana mekanisme koping perilaku kekerasan?
1.2.6 Apa saja tanda dan gejala perilaku kekerasan?
1.2.7 Apa saja factor risiko perilaku kekerasan?
1.2.8 Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien perilaku kekerasan?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui apa itu perilaku kekerasan.
1.3.2 Untuk mengetahui etiologi perilaku kekerasan.
1.3.3 Untuk mengetahui respon rentang marah perilaku kekerasan.
1.3.4 Untuk mengetahui sumber koping perilaku kekerasan.
1.3.5 Untuk mengetahui bagaimana mekanisme koping perilaku kekerasan.
1.3.6 Untuk mengetahui tanda dan gejala perilaku kekerasan.
1.3.7 Untuk mengetahui factor risiko perilaku kekerasan.
1.3.8 Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien perilaku kekerasan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perilaku Kekerasan.

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi tersebut, maka perilaku
kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu saat sedang
berlangsung perilaku kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku
kekerasan).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan


yang dapat membahayakn secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering
juga disebut gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu
stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2010).

2.2 Etiologi

1. Factor predisposisi.
Menurut Yosep (2010), factor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan adalah :
a) Teori biologis.
1) Neurologic factor.
Beragam komponen dari sistem saraf seperti sinap, neurotransmitter, dendrite,
akson terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat
rangsangan dan pesan-pesan yang akan mempengaruhi sifat agresif. Sistem
limbic sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan
respon agresif.
2) Genetic factor.
Adanya factor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi
perilaku agresif. Menurut riset Kazuo Murakami (2007) dalam gen manusia
terdapat dormant (potensi) agresif yang sedang tidur, akan bangun jika
terstimulasi oleh factor eksternal. Menurut penelitian genetic tipe karyotype
XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak criminal serta
orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku agresif.
3) Cycardian rhytm.
(Irama sirkardian tubuh), memegang peranan pada individu. Menurut
penelitian pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan menjelang
berakhirnya pekerjaan sekitar jam 9 dan 13. Pada jam tertentu orang lebih
mudah terstimulasi untuk bersifat agresif.
4) Biochemistry factor.
(Faktor biokimia tubuh), seperti neurotransmitter di otak (epineprin,
norepineprin, dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam
penyampaian informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh, adanya
stimulus dari luar tubuh yang dianggap mengancam atau membahayakan akan
dihantar melalui impuls neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui
serabut efferent. Peningkatan hormone androgen dan norepineprin serta
penurunan serotonin dan GABA pada cairan cerebrospinal vertebra dapat
menjadi factor predisposisi terjadinya perilaku agresif.
b) Teori psikologis.
1) Teori psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang
seseorang 9life span history). Teori ini menjelaskan bahwa adanya
ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat
kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup, cenderung
mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai
kompensasi adanya ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak
terpenuhinya kepuasan dan rasa aman, dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Perilaku agresif dan
tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
2) Imitation, modeling, and information processing theory.
Menurut teori ini, perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan
yang mentolelir kekerasan.
3) Learning theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap lingkungan
terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah saat menerima kekecewaan
dan mengamati bagaimana respon ibu saat marah. Ia juga belajar bahwa
agresivitas lingkungan sekitar menjadia peduli, bertanya, menanggapi, dan
menganggap bahwa dirinya eksis dan patut untuk diperhitungkan.
2. Factor presipitasi
Menurut Yosep (2010), factor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan
seringkali berkaitan dengan :
a) Ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis solidaritas seperti
dalma sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian missal, dan
sebagainya.
b) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c) Kesulitan dalam mengonsumsikan sesuatu dalam keluarga, serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alcohol
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
e) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan keluarga.
2.3 Respon Rentang Marah
Menurut Yosep (2010), perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan
ungkapan kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut
merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu.
Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia
“tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti, atau
diremehkan”. Rentang respon kemarahan individu dimulai dari respon normal
(asertif) sampai pada respon sangat tidak normal (maladaptif).

Respon Adaptif Respon maladaptif


Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan
Klien mampu Klien gagal Klien merasa Klien Perasaan
mengungkapkan mencapai tidak dapat mengekspresikan marah dan
marah tanpa tujuan mengungkapkan secara fisik, tapi bermusuhan
menyalahkan kepuasan / saat perasaannya, masih terkontrol, yang kuat dan
orang lain dan marah dan tidak berdaya, mendorong hilang control,
memberikan tidak dapat dan menyerah. orang lain disertai amuk,
kelegaan. menemukan dengan ancaman. merusak
alternatifnya. lingkungan.
1. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang
berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi
suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut. Respon adaptif :
a) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman
ahli.
d) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran.
e) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan.
2. Respon maladaptif.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun respon tidak
normal (maladaptif), meliputi :
a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
b) Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan kemarahan
yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik.
c) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
2.4 Sumber Koping
Menurut Stuartdan Laraia (2001), sumber koping dapat berupa asset ekonomi,
kemampuan, dan ketrampilan, teknik defensive, dukungan sosial, dan motivasi.
Hubungan antara individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat sangat berperan
penting pada saat ini. Sumber koping lainnya termasuk kesehatan dan energy,
dukungan spiritual, keyakinan positif, keterampilan menyelesaikan masalah dan
sosial, sumber daya sosial dan material, dan kesejahteraan fisik.
Keyakinan spiritual dan melihat diri positif dapat berfungsi sebagai dasar harapan
dan dapat mempertahankan usaha seseorang mengatasi hal yang paling buruk.
Keterampilan pemecahan masalah termasuk kemampuan untuk mencari informasi,
mengidentifikasi masalah, menimbang alternative, dan melaksanakan rencana
tindakan. Keterampilan sosial memfasilitasi penyelesaian masalah yang melibatkan
orang lain, meningkatkan kemungkinan untuk mendapatkan kerja sama dan dukungan
dari orang lain, dan memberikan control sosial individu yang lebih besar. Akhirnya,
asset materi berupa barang dan jasa yang bisa dibeli dengan uang. Sumber koping
sangat meningkatkan pilihan seseorang mengatasi dihampir situasi stress.
Pengetahuan dan kecerdasan yang lain dalam menghadapi sumber daya yang
memungkinkan orang untuk melihat cara yang berbeda dalam menghadapi stress.
Akhirnya, sumber koping juga termasuk kekuatan ego untuk mengidentifikasi
jaringan sosial, stabilitas budaya, orientasi pencegahan kesehatan dan konstitusional.
2.5 Mekanisme Koping
Menurut Stuart dan Laraia (2001), mekanisme koping yang dipakai pada klien
marah untuk melindungi diri antara lain :
a) Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya
secara normal. Misalnya seseorang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok,
dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
marah.
b) Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya, atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayunya.
c) Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk kea lam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang
tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak
baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan
akhirnya ia dapat melupakannya.
d) Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya, seorang yang tertarik pada
teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e) Displacement, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada objek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada
mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya anak berusia 4 tahun
marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar
di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
2.6 Tanda dan Gejala
Menurut Yosep (2010) perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda
dan gejala perilaku kekerasan :
a) Muka merah dan tegang
b) Mata melotok atau pandangan tajam.
c) Tangan mengepal.
d) Rahang mengatup.
e) Wajah memerah dan tegang.
f) Postur tubuh kaku.
g) Pandangan tajam.
h) Mengatupkan rahang dengan kuat.
i) Mengepalkan tangan.
j) Jalan mondar-mandir.
2.7 Faktor Risiko
Menurut Nanda-I (2012 – 2014) factor risiko terbagi 2, yaitu :
a) Resiko perilaku kekerasan terhadap orang lain.
Definisi : berisiko melakukan perilaku, yakni individu menunjukkan bahwa
dirinya dapat membahayakan orang lain secara fisik, emosional, dan atau seksual.
1. Ketersediaan senjata.
2. Bahasa tubuh (misalnya sikap tubuh kaku / rigid, mengepalkan jari dan rahang
terkunci, hiperaktivitas, denyut jantung cepat, nafas terengah-engah, cara
berdiri mengancam).
3. Kerusakan kognitif ( misalnya ketunadayaan belajar, gangguan deficit
perhatian, penurunan fungsi intelektual).
4. Kejam pada hewan.
5. Menyalakan api.
6. Riwayat penganiayaan pada masa kanak-kanak.
7. Riwayat melakukan kekerasan tak langsung (misalnya merobek pakaian,
membanting objek yang tergantung di dinding, berkemih di lantai, defekasi
dilantai, berteriak, memecahkan jendela, membanting pintu,agresif seksual).
8. Riwayat menyaksikan perilaku kekerasan dalam keluarga.
9. Riwayat perilaku kekerasan terhadap orang lain ( misalnya memukul
seseorang, menendang seseorang, meludahi seseorang, mencakar seseorang,
menggigit seseorang, percobaan perkosaan).
10. Riwayat perilaku kekerasan antisocial (misalnya mencuci, memaksa
meminjam, menolak untuk makan, menolak instruksi).
11. Gangguan neurologis.
b) Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri.
Definisi : beresiko melakukan perilaku, yang individu menunjukkan bahwa
dirinya dapat membahayakan dirinya sendiri secara fisik, emosional dan atau
seksual.
1. Usia 15 – 19 tahun.
2. Usia 45 tahun atau lebih.
3. Isyarat perilaku (misalnya catatan cinta yang sedih, menunjukkan pesan
kemarahan pada orang terdekat yang telah menolak dirinya, mengambil polis
asuransi jiwa yang besar).
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Menurut Yosep (2009), pada dasarnya pengkajian pada klien perilaku kekerasan
ditujukan pada semua aspek, yaitu biopsikososial, cultural, spiritual.
1) Aspek biologis.
Respons fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom bereaksi
terhadap sekresi epineprin, sehingga tekanan darah meningkat, muka merah,
pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan
kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti
rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini
disebabkan oleh energy yang dikeluarkan saat marah bertambah.
2) Aspek emosional.
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel,
frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan, dan
shati, menyalahkan dan menuntut.
3) Aspek intelektual.
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses
intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang selanjutnya dioleh dalam proses intelektual sebagai suatu
pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi
penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.
4) Aspek sosial.
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan.
Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien sering kali
menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain, sehingga
orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang
berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu
sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
5) Aspek spiritual.
Kepercayaan, nilai, dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak
berdosa.

Pohon Masalah Perilaku Kekerasan


Resiko mencederai diri
sendiri, orang lain, dan Affect
lingkungan.

Perilaku kekerasan
Core problem

Harga diri rendah


Causa

B. Diagnose Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual
atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawatan mempunyai izin
dan berkompeten dan mengatasinya. Respon aktual dan potensial klien di
dapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan literature yang berkaitan catatn
medis klien masa lalu dan konsultasi dengan professional lain yang kesemuannya
dikumpulkan selama pengkajian.
Dari beberapa data yang didapatkan pada pasien perilaku kekerasan, diagnose
yang dapat muncul yaitu :
1. Resiko perilaku kekerasan (D. 0146)
2. Harga diri rendah kronik (D. 0086)
C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan
yang dilaksanakan untuk menanggulangi masalah dengan diagnosa keperawatan
yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien . Perencanaan
keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan klien difteri yang ditegakan
antara lain :

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


SDKI SLKI SIKI
1. Resiko perilaku Kontrol Diri (L.09076) Pencegahan Perilaku Kekerasan
kekerasan Setelah dilakukan intervensi (1.14544)
keperawatan, maka status Definisi : meminimalkan
control diri membaik kemarahan yang diekspresikan
dengan criteria hasil: secara berlebihan dan tidak
1) Verbalisasi ancaman terkendali secara verbal sampai
kepada orang lain dengan mencederai orang lain
meningkat. dan atau merusak lingkungan.
Tindakan
Observasi :
1) Monitor adanya benda
yang berpotensi
membahayakan
(misalnya benda tajam,
tali).
2) Monitor keamanan
barang yang dibawa oleh
pengunjung.
3) Monitor selama
penggunaan barang yang
dapat membahayakan
(misalnya pisau cukur).
Terapeutik :
1) Pertahankan lingkungan
bebas dari bahaya secara
rutin.
2) Libatkan keluarga dalam
perawatan.
Edukasi :
1) Anjurkan pengunjung
dan keluarga untuk
mendukung keselamatan
pasien.
2) Latih cara
mengungkapkan
perasaan secara asertif.
3) Latih mengurangi
kemarahan secara verbal
dan nonverbal (misalnya
relaksasi, bercerita).
2. Harga diri Harga Diri (L.09069) Manajemen Perilaku (1.12463)
rendah kronik Setelah dilakukan intervensi Definisi : mengidentifikasi dan
(D. 0086) keperawatan, maka status mengelola perilaku negatif.
control diri membaik Tindakan
dengan criteria hasil: Observasi :
1) Penilaian diri positif 1) Diskusikan tanggung
meningkat. jawab terhadap perilaku.
2) Perasaan memiliki 2) Jadwalkan kegiatan
kelebihan atau terstruktur.
kemampuan positif 3) Ciptakan dan
meningkat. pertahankan lingkungan
3) Penerimaan dan kegiatan perawatan
penilaian positif konsisten setiap dinas.
terhadap diri sendiri 4) Tingkatkan aktivitas
meningkat. fisik sesuai kemampuan.
4) Minat mencoba hal 5) Batasi jumlah
baru meningkat. pengunjung.
5) Kemampuan 6) Bicara dengan nada
membuat keputusan rendah dan tenang.
meningkat. 7) Lakukan kegiatan
pengalihan terhadap
sumber agitasi.
8) Cegah perilaku pasif dan
agresif.
9) Beri penguatan positif
terhadap keberhasilan
mengendalikan perilaku.
10) Lakukan pengekangan
fisik sesuai indikasi.
11) Hindari bersikap
menyudutkan dan
menghentikan
pembicaraan.
12) Hindari sikap
mengancam dan
berdebat.
13) Hindari berdebat atau
menawar batas perilaku
yang telah ditetapkan.
Edukasi:
1) Informasikan keluarga
bahwa keluarga sebagai
dasar pembentukan
kognitif.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi atau pelaksanaan adalah pelaksanaan dari apa yang sudah
direncanakan dari setiap diagnose yang muncul.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan, proses yang continue yang
penting untuk menjamin kualitas dan ketetapan perawatan yang diberikan dan
dilakukan dengan meninjau respon pasien untuk menentukan keaktifan rencana
perawatan dan memenuhi kebutuhan pasien. Beberapa teknik penulisan
dokumentasi asuhan keperawatan dengan SOAP (Subjektif, objektif, analisis,
perencanaan) pada pasien perilaku kekerasan antara lain sebagai berikut:
1. S: Mengumpulkan data subjektif
a) Menanyakan biodata pasien
b) Menanyakan riwayat penyakit pasien sebelumnya seperti catatan
perkembangan penyakit, mengetahui suhu, denyut nadi, pernapasan,
tekanan darah, pemeriksaan laboratorium dan laporan pemeriksaan
tambahan.
c) Menanyakan keluhan yang dirasakan oleh pasien
2. O : Mengumpulkan data Objektif
Mengumpulkan data hasil observasi melalui pemeriksaan fisik pada pasien
seperti TTV dan lainnya.
3. A : Analisis dan Interpretasi
Berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat kesimpulan meliputi
diagnosa, antisipasi atau masalah potensial, serta perlu tidaknya dilakukan
tindakan segera.
4. P : Perencanaan
F. Membuat rencana dari tindakan yang akan diberikan termasuk asuhan mandiri,
kolaborasi, tes diagnosis atau laboratorium serta konseling untuk tindak lanjut.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi
tersebut, maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan
pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi
dalam dua bentuk, yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau
perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan). Menurut Yosep
(2010), perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Respon adaptif adalah
respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang berlaku. Respon
maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan.
3.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah ini, dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
yang membaca makalah ini demi kemajuan dan kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Mukhripah Damaiyanti, Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta

Budi Anna Keliat ( et al). 2007. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta:EGC

Buku SDKI

Buku SLKI

Buku SIKI

Anda mungkin juga menyukai