KEGAWATDARURATAN PEDIATRIK
PADA CHILD ABUSE
OLEH :
OLEH :
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
KEGAWATDARURATAN PEDIATRIK
PADA CHILD ABUSE
3) Laserasi
4) Luka bakar karena rokok, air panas, atau benda-benda panas lainnya
2) Tekanan ekonomi
10) Sedikit atau sama sekali tidak tertarik pada perkembangan anak
14) Membawa anak ke dokter atau Rumah Sakit yang berbeda untuk
setiap luka
2. Sexual Abuse
3. Emotional Abuse
2) Menakuti
3) Mengisolasi
4) Mengeksploitasi
CA dicurigai bila luka tidak terjelaskan, tidak dapat dijelaskan, atau tidak
masuk akal. Jika luka tidak cocok dengan riwayat yang diberikan atau
perkembangan anak, pelaku harus dilaporkan.
Beberapa tanda atau manifestasi yang dapat digunakan untuk menentukan CA,
yaitu :
1) Cedera kulit merupakan tanda CA yang paling umum dan mudah
ditemukan. Bekas gigitan manusia tampak sebagai daerah lonjong
dengan bekas gigi, tanda hisapan, atau tanda dorongan lidah. Memar
multipel atau memar pada tempat-tempat yang tidak terjangkau
menunjukkan bahwa anak mengalami penganiayaan. Memar kecelakaan
akibat trauma paling mungkin ditemukan pada permukaan utama yang
melapisi tepi permukaan tulang, seperti tulang betis, lengan bawah,
pinggul dan kening. Memar pada pantat, genitalia, punggung dan
punggung tangan kemungkinannya kecil karena kecelakaan. Selain
dipukul atau dilempar, anak juga dapat secara sengaja dibakar, dilukai
atau ditusuk. Bentuk jejas dapat memberi kesan objek yang digunakan
(Gambar) memar berubah warna menurut waktu, warna memar dapat
digunakan untuk memperkirakan waktu terjadinya luka tersebut.
2) Fraktur dan dislokasi yang tidak dapat dijelaskan dapat merupakan tanda
CA. Fraktur paling sering diakibatkan karena luka renggutan atau tarikan
yang mencederai metafisis. Fraktur yang mengakibatkan sudut metafisis
tulang panjang terpecah sampai epifisis dan periosteum merupakan tanda
klasik CA. Fraktur iga posterior dalam berbagai tahap penyembuhan,
fraktur spinal, atau dislokasi karena terpelintirnya ekstremitas merupakan
bukti cidera pada anak yang tidak terjadi secara kebetulan.
3) Kerontokan rambut traumatik terjadi ketika rambut anak ditarik, atau
dipakai untuk menyeret, atau menyentak anak. Akibatnya dapat
memecahkan pembuluh darah di bawah kulit kulit kepala. Adanya
akumulasi darah membantu membedakan antara kerontokan rambut akibat
penganiayaan atau non penganiayaan.
4) Cedera termal disengaja atau diketahui sebabnya. Luka bakar pencelupan
menimbulkan luka bakar terbatas tegas dan sirkular. Luka bakar rokok
menghasilkan lesi sirkuler, menonjol kemerahan. Luka bakar sirkuler
kecil-kecil dan banyak dalam berbagai tahap penyembuhan, luka bakar
setrikaan, luka bakar daerah popok, luka bakar tali memberikan kesan
adanya tindakan kejahatan yang disengaja.
5) Cedera eksternal pada kepala, muka dan mulut. Luka, perdarahan,
kemerahan atau pembengkakan pada kanal telinga luar, bibir pecah-pecah.
Gigi goyang atau patah, laserasi pada lidah dan kedua mata biru tanpa
trauma pada hidung, semuanya mengindikasikan adanya penganiayaan.
6) Sindroma bayi terguncang. Guncangan pada bayi menyebabkan cidera
ekslersi deselerasi pada otak, menyebabkan regangan dan pecahnya
pembuluh darah, hemoragi retina, trauma intrakranial (hemoragi subdural),
dan edema serebral.
Child Abuse
Syok Hipovolemik
Ansietas
F. Patofisiologi
Proses terjadinya child abuse dapat disebabkan karena permasalahan yang ada
di dalam keluarga seperti broken home, pola asuh yang kurang tepat, faktor
lingkungan, pengalaman kekerasan di masa lampau, orang tua yang mungkin
mengalami gangguan kejiwaan yang mengakibatkan orang tua atau seseorang
melakukan child abuse yang nantinya akan mengakibatkan anak tersebut mengalami
gangguan psikologi seperti ansietas, depresi, trauma yang mendalam, menarik diri,
mengalami luka akibat disudut menggunakan rokok yang mengakibatkan kerusakan
jaringan atau pembuluh darah sehingga menimbulkan perdarahan yang nantinya dapat
menyebabkan risiko syok hipovolemik.
G. Manifestasi Klinis
1. Akibat pada fisik anak
a. Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka bakar, patah tulang, perdarahan
retina akibatdari adanya subdural hematom dan adanya kerusakan organ
dalam lainnya
b. Sekuel/cacat sebagai akibat trauma, misalnya jaringan parut, kerusakan
saraf,gangguan pendengaran, kerusakan mata dan cacat lainnya.
c. Kematian.
2. Akibat pada tumbuh kembang anak
Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami perlakuan salah, pada
umumnyalebih lambat dari anak yang normal, yaitu:
a. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya
yang tidak mendapat perlakuan salah.
b. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu:
Kecerdasan
Berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan
dalam perkembangan kognitif, bahasa, membaca, dan motorik.
Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala,
jugakarena malnutrisi.
Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh tidak
adanyastimulasi yang adekuat atau karena gangguan emosi.
Emosi
Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan kosnep diri
yang positif, atau bermusuh dalam mengatasi sifat agresif,
perkembangan hubungan sosialdengan orang lain, termasuk
kemampuan untuk percaya diri.
Terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif atau
bermusuhan dengan orang dewasa, sedang yang lainnya menjadi
menarik diri/menjauhi pergaulan. Anak suka ngompol, hiperaktif,
perilaku aneh, kesulitan belajar, gagal sekolah, sulit tidur,
tempretantrum, dsb.
Konsep diri
Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak dicintai,
tidak dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak mampu menyenangi
aktifitas dan bahkan ada yang mencoba bunuh diri.
Agresif
Anak mendapatkan perlakuan yang salah secara badani, lebih agresif
terhadap temansebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru
tindakan orangtua mereka ataumengalihkan perasaan agresif kepada
teman sebayanya sebagai hasil miskinnyakonsep harga diri
Hubungan social
Pada anak-anak ini sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya
atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman dan suka
mengganggu orangdewasa, misalnya dengan melempari batu atau
perbuatan-perbuatan kriminal lainnya.
3. Akibat dari penganiayaan seksual
Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain:
Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya nyeri perianal, sekret
vagina, dan perdarahan anus.
Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang, enuresis,
enkopresis, anoreksia,atau perubahan tingkah laku.
Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai dengan
umurnya.Pemeriksaan alat kelamin dilakuak dengan memperhatikan vulva,
himen, dan anus anak.
H. Komplikasi
Dengan pengobatan dan perawatan secara intensif, 80-90% keluarga yang
terlibat dalam penganiayaan serta pengabaian anak dapat direhabilitasi, sehingga
mampu memberikan perawatan yang mencukupi bagi anak mereka. Tetapi, sekitar 10-
15% dari yang dapat distabilisasi, masih membutuhkan pelayanan yang berkelanjutan
sampai anaknya cukup dewasa. Namun demikian, 2-3% kasus hak orang tua untuk
mengasuh anaknya harus diputuskan dan ditempatkan dipanti asuhan.
Intervensi perlu dan harus diputuskan segera, yaitu sewaktu anak akan
dipulangkan ke rumah. Karena, ternyata tanpa intervensi, sebanyak 5% anak
dipulangkan akan terbunuh dan 25% di antaranya akan mengalami penganiayaan yang
lebih berat kembali.
Anak yang berulang kali mengalami kekerasan pada susunan saraf pusatnya, dapat
mengalami:
- Keterlambatan dan keterbelakangan mental
- Kejang-kejang
- Hidrosefalus
- Ataksia
Selanjutnya, keluarga-keluarga yang tidak mendapat pengobatan serta
perawatan yang memadai cenderung akan menghasilkan anak remaja yang nakal dan
menjadi penganiaya anak sendiri pada generasi berikutnya.
Anak yang telah mengalami penganiayaan seksual dapat menyebabkan perubahan
tingkah laku dan emosi anak,antara lain:
- Depresi
- Percobaan bunuh diri
- Gangguan stress post traumatic
- Gangguan makan
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Jika dijumpai luka memar, perlu dilakukan skrining perdarahan. Pada
penganiayaan seksual, dilakukan pemeriksaan:
a. Swab untuk analisa asam fosfatase, spermatozoa dalam 72 jam setelah
penganiayaan seksual.
b. Kultur specimen dari oral, anal dan vaginal untuk gonokokus.
c. Tes untuk sifilis, HIV dan hepatitis B.
d. Analisa rambut pubis.
2. Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada anak dibawah usia dua tahun sebaiknya dilakukan
untuk meneliti tulang, sedangkan pada anak di atas 4 -5 tahun hanya perlu
dilakukan bila ada rasa nyeri tulang, keterbatasan dalam pergerakan pada saat
pemeriksaan fisik. Ultrasonografi (USG) digunakan untuk mendiagnosis adanya
lesi visceral. CT scan lebih sensitive dan spesifik untuk lesi serebral akut dan
kronik, hanya diindikasikan pada penganiayaan anak atau seorang bayi yang
mengalami trauma kepala yang berat.
MRI (Magnetic Resonance Imaging) lebih sensitive pada lesi yang subakut.
Pemeriksaan kolposkopi untuk mengevaluasi anak yang mengalami penganiayaan
seksual.
J. Konsep Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Child Abuse
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada
atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara
dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011). Pasien yang
tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Tulang
belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai
terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering
disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson &
Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
a. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau
bernafas dengan bebas? Pada kasus luka bakar kaji jalan pernafasan
apakah terdapat cilia pada saluran pernafasan mengalami kerusakan yang
disebabkan oleh asap atau inhalasi.
b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
Adanya snoring atau gurgling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
Sianosis
c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Trauma wajah
d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
e. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang
berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
f. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien
sesuaiin dikasi :
Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask
Airway
Lakukan intubasi
2) Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas
dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak
memadai, maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah:
dekompresi dan drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of open
chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
a. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi
pasien.
Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada
tanda-tanda sebagai berikut :cyanosis, penetrating injury, flail
chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu
pernafasan yang disebabkan karna trauma inhalasi.
Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
b. Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
c. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut
mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
d. Penilaian kembali status mental pasien.
e. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
f. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan oksigenasi:
Pemberian terapi oksigen
Bag-Valve Masker
Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan
yang benar), jika di indikasikan
Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway
procedures
g. Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan
terapi sesuai kebutuhan.
3) Circulation
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara
lain :
a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
c. Kontrol perdarahan yang dapa tmengancam kehidupan dengan pemberian
penekanan secara langsung.
d. Palpasi nadi brakialis jika diperlukan:
Menentukan ada atau tidaknya
Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
Regularity
e. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia
(capillary refill).
f. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
d. Coma/consclusive
Pengkajian pada ini digunakan untuk melakukan pemeriksaan tingkat kesadaran
pada pasien pediatrik.
b. Pengkajian Sekunder
Pada pengkajian sekunder dilakukan pemeriksaan head to toe pada
pasien. Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan diagnosa
keperawatan berkaitan dengan child abuse, antara lain:
1. Psikososial
a. Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau
b. Gagal tumbuh dengan baik
c. Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan
psikososial
d. With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa
2. Muskuloskeletal
a. Fraktur Dislokasi
b. Keseleo (sprain)
3. Genito Urinaria
a. Infeksi saluran kemih
b. per vagina
c. pada vagina/penis
d. Nyeri waktu miksi
e. Laserasi pada organ genetalia eksternal, vagina, dan anus.
4. Integumen
a. Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok)
b. Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi
c. Tanda-tanda gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan
d. Bengkak.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko syok (hipovolemia) berhubungan dengan faktor resiko kehilangan
cairan aktif ditandai dengan frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, suhu
tubuh meningkat.
2. Ansietas berhubungan dengan hubungan orangtua-anak tidak memuaskan
ditandai dengan merasa bingung, khawatir, sulit berkonsentrasi, gelisah, sulit
tidur, diaphoresis, suara bergetar, muka tampak pucat, tekanan darah, nadi
serta frekuensi nafas meningkat.
3. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan transisi perkembangan
ditandai dengan menilai diri negatif, merasa malu/bersalah, menolak penilaian
diri yang positif, berbicara pelan, menolak berinteraksi dengan orang lain, sulit
berkonsentrasi, kontak mata kurang.
3. Intervensi
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (SIKI)
(SLKI)
1 Resiko syok (hipovolemia) Setelah dilakukan tindakan SIKI Label : Manajemen
berhubungan dengan faktor keperawatan selama ... x ... jam Hipovolemia
resiko kehilangan cairan diharapkan Resiko hipovolemia 1. Periksa tanda dan
aktif ditandai dengan menurun dengan kriteria hasil : gejala hipovolemia
frekuensi nadi meningkat, (mis. Frekuensi nadi
SLKI Label : Status cairan
nadi teraba lemah, tekanan menigkat, nadi
darah menurun, turgor kulit 1. Kekuatan nadi cukup teraba lemah,
menurun, membrane membaik (70-130 x/ tekanan darah
mukosa kering, suhu tubuh menit) menurun, dll)
meningkat. 2. Turgor kulit cukup 2. Monitor intake dan
meningkat output cairan
3. Tekanan darah cukup 3. Hitung kebutuhan
membaik (120/80 mmHg) cairan
4. Membran mukosa cukup 4. Berikan posisi
membaik modified
trendelenburg
5. Berikan asupan
cairan oral
6. Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan oral
4. Implementasi
Dilaksanakan sesuai intervensi.
5. Evaluasi
a. Evaluasi Formatif : merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap
klien (terhadap respon langsung paa intervensi sikap perawat).
b. Evaluasi sumatif : merefleksikan rekapitulasi dan synopsis observasi dan
ala analisis mengenai status kesehatan klien terhadap waktu. Poer 2012.
DAFTAR PUSTAKA
Cameron, A.2003. Pediatric Dentistry. 2nd Ed. Toronto : Mosby
Huraerah, A. 2012. Child abuse.Bandung: Nuansa.
Mc. Donald, 2004. Dentistry for the Child and Adolescent. 8th Ed. St.Louis,
Missouri.
Pinkham, 1988, Pediatric Dentistry, 4th Ed, St. Louis, Elsevier Saunders.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia