Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

Mata Kuliah KMB 1

Pengkajian Keperawatan pada Gangguan Sistem Perkemihan dan Endokrin

Disusun Oleh :

Kelompok 4 (D3 Keperawatan Tk.2A)

Dosen Pembimbing :

Dr., Hilda, M.,Kes

Kementerian Kesehatan RI
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur
Program Studi D-III Keperawatan Samarinda
Kalimantan Timur
2020
MAKALAH

Mata Kuliah KMB 1

Pengkajian Keperawatan pada Gangguan Sistem Perkemihan dan Endokrin

Disusun Oleh :

Kelompok 4 (D3 Keperawatan Tk.2A)


Dosen Pembimbing :
Dr.,Hilda, M.,Kes

Dayana Devi P07220119010


Denisa Maulidya Agustina P07220119011
Efvy Margarenda Isabel P07220119012

Kementerian Kesehatan RI

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur

Program Studi D-III Keperawatan Samarinda


Kalimantan Timur
2020

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolonganNya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafa’atnya di akhirat nanti.

Penyusun mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehatNya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah 1 dengan judul “Pengkajian Keperawatan pada
Gangguan Sistem Perkemihan dan Endokrin”

Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada
Dosen Keperawatan Medikal Bedah yang telah membimbing dalam menulis
makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Samarinda, 2 Juni 2020

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii

KATA PENGANTAR .................................................................................. iii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iv

BAB I | PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2
C. Tujuan ............................................................................................... 2

BAB II | TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 3

A. Anamnesa Gangguan Sistem Perkemihan dan Endokrin .................. 3


B. Pemeriksaan Fisik Pasien Gangguan Kebutuhan Cairan
Patologis Sistem Perkemihan dan Metabolik Endokrin ................... 10
C. Pemeriksaan Diagnostik Pasien Gangguan Kebutuhan Cairan
Patologis Sistem Perkemihan dan Metabolik Endokrin ................... 14

BAB III | PENUTUP .................................................................................... 30

A. Kesimpulan ....................................................................................... 30
B. Saran ................................................................................................. 30

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 31

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem perkemihan merupakan salah satu sistem yang tidak kalah


pentingnya dalam tubuh manusia. Sistem perkemihan terdiri dari ginjal, ureter,
vesica urinaria dan uretra yang menyelenggarakan serangkaian proses untuk
tujuan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, mempertahankan
keseimbangan asam basa tubuh, mengeluarkan sisa-sisa metabolisme seperti urea,
kreatinin, asam urat dan urine. Apabila terjadi gangguan pada sistem perkemihan
maka dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang sangat serius dan kompleks.
Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ (kadang disebut sebagai
kelenjar sekresi internal), yang fungsi utamanya adalah menghasilkan dan
melepaskan hormon-hormon secara langsung ke dalam aliran darah. Hormon
berperan sebagai pembawa pesan untuk mengkoordinasikan kegiatan berbagai
organ tubuh. Gangguan paling banyak terjadi pada kelenjar pankreas yang
memunculkan diabetes. Penyakit ini mencapai 75 persen dari gangguan endokrin
secara keseluruhan. Gangguan lain adalah pada kelenjar tiroid, penyebab penyakit
gondok (15-20 persen). Sisanya gangguan pada kelenjar lain yang memunculkan
berbagai penyakit, seperti disfungsi ereksi, gangguan hormonal, gangguan
hipofisis, bahkan keganasan (kanker).
Untuk mengatasi permasalahan yang mungkin timbul serta untuk
mencegah terjadinya tahap penyakit yang lebih lanjut bahkan untuk mencegah
resiko kematian, maka diperlukan pelayanan asuhan keperawatan secara
komprehensif dan sistematis yang meliputi aspek bio psiko-sosial dan spiritual
dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
Perawat yang memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan pernapasan melakukan dan menginterpretasi berbagai prosedur
pengkajian. Data yang dikumpulkan selama pengkajian digunakan sebagai dasar
untuk membuat rencana asuhan keperawatan klien.

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada


makalah ini yaitu :

1. Bagaimana anamnesa pada pasien/klien dengan gangguan sistem


perkemihan dan endokrin?
2. Bagaimana pemeriksaan fisik pada pasien dengan gangguan
kebutuhan cairan patologis sistem Perkemihan dan metabolik
endokrin ?
3. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan gangguan
kebutuhan cairan patologis sistem perkemihan dan metabolik
endokrin?
C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan ini didasari


dengan :

1. Mampu mengidentifikasi keluhan (data data subjektif) gangguan


kebutuhan cairan patologis Perkemihan dan metabolik endokrin.

2. Mampu menggambarkan tanda tanda (data data subjektif) dari


pemeriksaan fisik gangguan kebutuhan cairan patologis Perkemihan
dan metabolik endokrin .
3. Mampu menjelaskan pemeriksaan diagnostik pasien dengan gangguan
kebutuhan cairan patologis Perkemihan dan metabolik endokrin.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anamesa Gangguan Sistem Perkemihan dan Endokrin


Anamnesa atau Anamnesis adalah suatu kegiatan wawancara antara
pasien/keluarga pasien dan  dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang berwenang
untuk memperoleh keterangan-keterangan tentang keluhan dan penyakit yang
diderita pasien.

1. Anamnesa Gangguan Sistem Perkemihan

Riwayat kesehatan sekarang

Disfungsi ginjal dapat menimbulkan serangkaian gejala yang kompleks dan


tampak di seluruh tubuh. Riwayat sakit harus mencakup informasi berikut yang
berhubungan dengan fungsi renal dan urinarius.

1) Keluhan utama pasien atau alasan utama mengapa ia datang ke rumah


sakit.
2) Adanya rasa nyeri: kaji lokasi, karakter, durasi, dan hubungannya dengan
urinasi; faktor-faktor yang memicu rasa nyeri dan yang meringankannya.
3) Adanya gejala panas atau menggigil, sering lelah, perubahan berat badan,
perubahan nafsu makan, sering haus, retensi cairan, sakit kepala, pruritus,
dan penglihatan kabur.
4) Pola eliminasi
a. Kaji frekuensi, urgensi, dan jumlah urine output.
b. Kaji perubahan warna urin.
c. Kaji adanya darah dalam urin.
d. Disuria; kapan keluhan ini terjadi : pada saat urinasi, pada awal urinasi,
atau akhir urinasi.
e. Hesitancy; mengejan : nyeri selama atau sesudah urinasi.
f. Inkontinensia (stress inkontinensia; urge incontinence; overflow
incontinence; inkontinensia fungsional). Adanya inkontinensia fekal

3
menunjukkan tanda neurologik yang disebabkan oleh gangguan
kandungkemih.
g. Konstipasi dapat menyumbat sebagian urethra, menyebabkan tidak
adekuatnya pengosongan kandung kemih.
5) Pola nutrisi – metabolik
a. Kaji jumlah dan jenis cairan yang biasa diminum pasien : kopi, alkohol,
minuman berkarbonat. Minuman tersebut sering memperburuk keadaan
inflamasi system perkemihan.
b. Kaji adanya dehidrasi ; dapat berkontribusi terjadinya infeksi saluran
kemih, pembentukkan batu ginjal, dan gagal ginjal.
c. Kaji jenis makanan yang sering dikonsumsi pasien. Makanan yang
mengandung tinggi protein dapat menyebabkan pembentukkan batu
saluran kemih. Makanan pedas memperburuk keadaan inflamasi system
perkemihan.Kaji adanya anoreksia, mual, dan muntah. Keadaan tersebut
dapat mempengaruhi status cairan.
d. Kaji kebiasaan mengkonsumsi suplemen vitamin, mineral, dan terapi
herbal.

Riwayat kesehatan masa lalu

1) Riwayat infeksi traktur urinarius


a. Terapi atau perawatan rumah sakit yang pernah dialami untuk menanggani
infeksi traktus urinarius, berapa lama dirawat.
b. Adanya gejala panas atau menggigil.
c. Sistoskopi sebelumnya, riwayat penggunaan kateter urine dan hasil-hasil
pemeriksaan diagnostik renal atau urinarius
2) Riwayat keadaan berikut ini :
a. Hematuria, perubahan warna, atau volume urin.
b. Nokturia dan sejak kapan dimulainya.
c. Penyakit pada usia kanak-kanak (“strep throat”, impetigo, sindrom
nefrotik).
d. Batu ginjal (kalkuli renal), ekskresi batu kemih ke dalam urin.

4
e. Kelainan yang mempengaruhi fungsi ginjal atau traktus urinarius (diabetes
mellitus, hipertensi, trauma abdomen, cedera medula spinalis, kelainan
neurologi lain, lupus eritematosus sistemik, scleroderma, infeksi
streptococcus pada kulit dan saluran napas atas, tuberculosis, hepatitis
virus, gangguan kongenital, kanker, dan hyperplasia prostate jinak).
3) Untuk pasien wanita : kaji jumlah dan tipe persalinan (persalinan
pervaginan, sectio caesarea); persalinan dengan forseps; infeksi vagina,
keputihan atau iritasi; penggunaan kontrasepsi.
4) Adanya atau riwayat lesi genital atau penyakit menular seksual.
5) Pernahkah mengalami pembedahan ; pelvis atau saluran perkemihan.
6) Pernahkah menjalani terapi radiasi atau kemoterapi.
7) Kaji riwayat merokok. Merokok dapat mengakibatkan risiko kanker
kandung kemih. Angka kejadian tumor kandung kemih empat kali lebih
tinggi pada perokok daripada bukan perokok.

Riwayat kesehatan keluarga

1) Kaji adanya riwayat penyakit ginjal atau kandung kemih dalam keluarga
(polisistik renal, abnormalitas kongenital saluran kemih, sindrom
Alport’s / nephritis herediter).
2) Kaji adanya masalah eliminasi yang dikaitkan dengan kebiasaan keluarga

Riwayat kesehatan sosial

1) Kaji riwayat pekerjaan, apakah terpapar oleh bahan-bahan kimia seperti


phenol dan ethylene glycol. Bau ammonia dan kimia organic dapat
meningkatkan risiko kanker kandung kemih. Pekerja tekstil, pelukis,
peñata rambut, dan pekerja industri mengalami risiko tinggi terkena tumor
kandung kemih. Seseorang yang lebih sering duduk cenderung mengalami
statis urin sehingga dapat menimbulkan infeksi dan batu ginjal.
2) Seseorang yang mengalami demineralisasi tulang dengan keterbatasan
aktivitas fisik menyebabkan peningkatan kalsium dalam urin.

5
3) Laki-laki cenderung mengalami inflamasi prostat kronik atau epididimis
setelah mengangkat barang berat atau mengendarai mobil dengan jarak
jauh.
4) Perlu juga informasi tempat tinggal pasien. Dataran tinggi lebih berisiko
terjadi batu saluran kemih karena kandungan mineral meningkat dalam
tanah dan air di daerah dataran tinggi.

Pengobatan

1) Diuretik dapat mengubah kuantitas dan karakter output urin.


2) Phenazopyridine (pyridium) dan nitrofurantoin (macrodantin) dapat
mengubah warna urin.
3) Anticoagulant dapat menyebabkan hematuria.
4) Antidepresant, antihistamin, dan obat-obatan untuk mengatasi gangguan
neurology dan musculoskeletal, dapat mempengaruhi kemampuan
kandung kemih atau sphinter untuk berkontraksi atau relaksasi secara
normal.

Pola persepsi – kognitif

1) Apakah gangguan eliminasi urin mempengaruhi perasaan dan kehidupan


normal pasien.
2) Bagaimana perasaan pasien saat menggunakan kateter, kantung urin.
2. Anamnesa Gangguan Sistem Endokrin

Data Demografi

1) Identitas klien
2) Identitas penanggung
3) Usia klien
4) Jenis kelamin
5) Tempat tinggal klien (alamat)
6) Tanggal masuk rumah sakit.

Riwayat kesehatan keluarga.

6
Kaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan
seperti yang dialami klien/pasien atau gangguan secara langsung dengan
gangguan hormonal :

1) Obesitas : dicurigai karena hipotiroid


2) Gangguan Tumbang : dicurigai adanya gangguan GH, Kel. Tiroid, dan
kelenjar gonad

Riwayat Kesehatan dahulu

Kaji kondisi yang pernah dialami oleh Keluarga diluar gangguan yang
dirasakan sekarang khususnya gangguan yang mungkin sudah berlangsung lama
karena tidak mengganggu aktivitas, kondisi ini tidak dikeluhkan, seperti :

1) Tanda-tanda seks sekunder yang tidak berkembang : amenore, bulu rambut


tidak tumbuh, buah dada tidak berkembang bagi perempuan.
2) BB yang tidak sesuai dengan usia, misalnya selalu kurus meskipun banyak
makan
3) Gangguan psikologis seperti mudah marah, sensitif, sulit bergaul dan tidak
mudah berkonsentrasi
4) Penggunaan obat-obatan yang dapat merangsang aktivitas hormonal :
hidrokortison, levothyroxine, kontrasepsi oral dan obat antihipertensi.

Riwayat Diet

Perubahan status nutrisi atau gangguan pada saluran pencernaan dapat


mencerminkan gangguan endokrin tertentu, pola dan kebiasaan makan yang salah
dapat menjadi faktor penyebab. Oleh karena itu kondisi berikut perlu dikaji :

1) Adanya nausea, muntah dan nyeri abdomen.


2) Penurunan atau penambahan BB yg drastis.
3) Selera makan yg menurun atau bahkan berlebihan.
4) Pola makan dan minum sehari-hari.
5) Kebiasaan mengkonsumsi makanan yg dapat menggangu fungsi endokrin
seperti makanan yg bersift goitrogenik thd tiroid.

7
Masalah kesehatan sekarang

Pengembangan dari keluhan utama. Fokuskan pertanyaan yang


menyebabkan keluarga/pasien meminta bantuan pelayanan, seperti :

1) Apa yg dirasakan pasien saat ini?


2) Apakah masalah atau gejala yang dirasakan terjadi secara tiba-tiba atau
perlahan-lahan dan sejak kapan dirasakan?
3) Bagaimana gejala tersebut mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari
4) Bagaimana pola eliminasi : urine
5) Bagaimana fungsi seksual dan reproduksi?
6) Apakah ada perubahan fisik tertentu yang sangat menggangu pasien?
7) Hal-hal lain yang perlu dikaji karena berhubungan dengan fungsi
hormonal secara umum :

Tingkat Energi :

Perubahan kekuatan fisik dihubangkan dengan sejumlah gangguan


hormonal khusunya disfungsi kelenjar tiroid dan adrenal. Kaji kemampuan
klien/pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

Pola Eliminasi dan keseimbangan cairan

Pola eliminasi khususnya urine dipengaruhi oleh fungsi endokrin secara


langsung oleh ADH, aldosteron, dan kortisol.

Pertumbuhan dan Perkembangan

Secara langsung tumbang dibawah pengaruh GH, Kelenjar tiroid dan


kelenjar gonad. Gangguan tumbang dapat terjadi semenjak dalam kandungan, itu
terjadi pada ibu hamil hipertiroid. Kaji gangguan tumbang yang dialami semenjak
lahir atau terjadi selama proses pertumbuhan.

Kaji secara lengkap dari penambahan ukuran tubuh dan fungsinya:


Tingkat intelegensi, kemampuan berkomunikasi dan rasa tanggung jawab. Kaji
juga perubahan fisik dan dampaknya terhadap kejiwaan.

8
Seks dan reproduksi

Pada wanita kaji siklus menstruasi (lamanya), volume, frekuensi dan


perubahan fisik terutama sensasi nyeri atau kram abdomen. Jika bersuami kaji :

1. Apakah pernah hamil


2. Abortus
3. Melahirkan

Pada Pria kaji apakah mampu ereksi dan orgasme dan kaji juga apakah terjadi
perubahan bentuk dan ukuran alat genitalnya.

9
B. Pemeriksaan Fisik Pasien Gangguan Kebutuhan Cairan Patologis
Sistem Perkemihan dan Metabolik Endokrin

1. Pemeriksaan Fisik Pada Pasien Gangguan Sistem Perkemihan


1) Umum : Status kesehatan secara umum : lemah, letarghi
2) Tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu tubuh
3) Pemeriksaan fisik sistem perkemihan
Teknik pemeriksaan fisik Kemungkinan kelainan yang ditemukan :
a. Inspeksi
1) Kulit dan membran mukosa. Catat warna, turgor, tekstur, dan pengeluaran
keringat.
2) Mulut
3) Wajah
4) Abdomen
Pasien posisi terlentang, catat ukuran, kesimetrisan, adanya massa atau
pembengkakan, kembung, Kulit dan membran mukosa yang pucat, indikasi
gangguan ginjal yang menyebabkan anemia. Tampak ekskoriasi, memar, tekstur
kulit kasar atau kering. Penurunan turgor kulit merupakan indikasi dehidrasi.
Edema, indikasi retensi dan penumpukkan cairan. Stomatitis, napas bau amonia
Moon face Pembesaran atau tidak simetris, indikasi hernia atau adanya massa.
Nyeri permukaan indikasi disfungsi renal. Distensi atau perut yang nyeri menetap,
distensi, kulit mengkilap atau tegang.
5) Meatus urinary
Laki-laki posisi duduk atau berdiri, tekan ujung gland penis dengan
memakai sarung tangan untuk membuka meatus urinary.
Pada wanita : posisi dorsal litotomi, buka labia dengan memakai sarung tangan.
Perhatikan meatus urinary
b. Palpasi
1) Ginjal

10
a) Ginjal kiri jarang dapat teraba, meskipun demikian usahakan untuk
mempalpasi ginjal untuk mengetahui ukuran dan sensasi. Jangan lakukan
palpasi bila ragu karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan.
b) Posisi pasien supinasi, palpasi dilakukan dari sebelah kanan.
c) Letakkan tangan kiri dibawah abdomen diantara tulang iga dan lengkung
iliaka. Tangan kanan dibagian atas. mengkilap dan tegang, indikasi retensi
cairan atau ascites. Distensi kandung kemih, pembesaran ginjal.
Kemerahan, ulserasi, bengkak, atau adanya cairan, indikasi infeksi. Pada
laki-laki biasanya terdapat deviasi meatus urinary seperti defek kongenital.
Jika terjadi pembesaran ginjal, maka dapat mengarah ke neoplasma atau patologis
renal yang serius. Pembesaran kedua ginjal, indikasi polisistik ginjal.
Tenderness/lembut pada palpasi ginjal maka indikasi infeksi, gagal ginjal kronik.
Ketidaksimetrisan ginjal indikasi hidronefrosis.
d) Anjurkan pasien nafas dalam dan tangan kanan menekan sementara tangan
kiri mendorong ke atas.
e) Lakukan hal yang sama untuk ginjal kanan
2) Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali terjadi
distensi urin maka palpasi dilakukan di daerah simphysis pubis dan umbilicus.
c. Perkusi
1) Ginjal
a) Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa.
b) Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut kostovertebral (CVA),
lakukan perkusi atau tumbukan di atas telapak tangan dengan
menggunakan kepalan tangan dominan.
c) Ulangi prosedur untuk ginjal kanan
Jika kandung kemih penuh maka akan teraba lembut, bulat, tegas, dan
sensitif. Tenderness dan nyeri pada perkusi CVA merupakan indikasi
glomerulonefritis atau glomerulonefrosis.
2) Kandung kemih

11
a) Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali volume urin
di atas 150 ml. Jika terjadi distensi, maka kandung kemih dapat diperkusi
sampai setinggi umbilicus.
b) Sebelum melakukan perkusi kandung kemih, lakukan palpasi untuk
mengetahui fundus kandung kemih. Setelah itu lakukan perkusi di atas
region suprapubic. Jika kandung kemih penuh atau sedikitnya volume urin
500 ml, maka akan terdengar bunyi dullness (redup) di atas simphysis
pubis.
d. Auskultasi
Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas sudut
kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Jika terdengar bunyi bruit (bising) pada
aorta abdomen dan arteri renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran darah ke
ginjal (stenosis arteri ginjal)

2. Pemeriksaan Fisik Pada Pasien Gangguan Sistem Endokrin


Ada 2 aspek utama yang dapat digambarkan, yaitu :
1) Kondisi kelenjar endokrin : testis dan tiroid
2) Kondisi jaringan atau organ sebagai dampak dari gangguan endokrin
a. Inspeksi
1) Disfungsi sistem endokrin :
Menyebabkan perubahan fisik sebagai dampaknya terhadap tumbang,
keseimbangan cairan dan elektrolit, seks dan reproduksi, metabolisme dan energi.
2) Hal-hal yg harus diamati :
Penampilan umum : Apakah pasien tampak kelemahannya :berat, sedang dan
ringan
3) Amati bentuk dan proporsi tubuh :
Apakah terjadi kekerdilan atau seperti raksasa
4) Pemeriksaan Wajah :
Fokuskan pada abnormalitas struktur, bentuk dan ekspresi wajah seperti dahi,
rahang dan bibir
5) Pada Mata :

12
Amati adanya edema periorbital dan exopthalamus serta ekspresi wajah
tampak datar atau tumpul.
6) Pada Daerah Leher :
Amati bentuk leher apakah tampak membesar, asimetris, warna kulit sekitar
leher apakah terjadi hiper/hipopigmentasi dan amati apakah itu merata.
7) Apakah terjadi hiperpigmentasi pada jari, siku dan lutut :
Biasanya dijumpai pada orang yang mengalami gangguan kelenjar. Adrenal
8) Apakah terjadi Vitiligo atau hipopigmentasi pada kulit :
Biasanya tampak pada orang yang mengalami hipofungsi kelenjar adrenal
sebagai akibat destruksi melanosit dikulit oleh proses autoimun.
9) Amati adanya penumpukan massa otot berlebihan pada leher bagian
belakang atau disebut bufflow neck atau leher/punuk kerbau : Terjadi
pada K hiperfungsi adrenokortikal.
10) Amati keadaan rambut axilla dan dada :
Pertumbuhan rambut yang berlebihan pada dada dan wajah wanita disebut
hirsutisme dan amati juga adanya striae pada buah dada atau abdomen biasanya
dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal.
b. Palpasi
Hanya kelenjar tiroid dan testis yg dapat diperiksa secara palpasi
c. Auskultasi :
Auskultasi pada daerah leher diata tiroid dapat mengidentifikasi bunyi " bruit".
Bunyi yg dihasilkan karena turbulensi pada Pembuluh darah tiroidea.
d. Pengkajian Psikososial
Mengkaji kemampuan koping klien/pasien, dukungan Keluarga serta keyakinan
klien/pasien tentang sehat dan sakit. Perubahan-perubahan fisik, fungsi seksual
dan reproduksi serta perubahan-perubahan lainnya yang disebabkan oleh
gangguan sistem endokrin akan berpengaruh terhadap konsep diri klien.

13
C. Pemeriksaan Diagnostik Pasien Gangguan Kebutuhan Cairan
Patologis Sistem Perkemihan dan Metabolik Endokrin

1. Pemeriksaan Diagnostik Pada Pasien Gangguan Sistem Perkemihan


Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urin pasien untuk tujuan
diagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis
penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan
tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum.
Urialisis dapat memberikan informasi klinik yang penting. Urinalisis merupakan
pemeriksaan rutin pada sebagian besar kondisi klinis, pemeriksaan urin
menangkup evaluasi hal-hal berikut:
a) Observasi warna dan kejernihan urin.
b) Pengkajian bau urin
c) Pengukuran keasaman dan berat jenis urin.
d) Tes untuk memeriksa keberadaan protein, glukosa, dan badan keton dalam
urin (masing-masing untuk proteinuria, glukosuria, da ketonoria)
e) Pemeriksaan mikroskopik sedimen urin sesudah melakukan pemusingan
(centrifuging) untuk mendeteksi sel darah erah (hematuria), sel darah
putih, slinder (silindruria), Kristal (kristaluria), pus (piuria) dan bakteri
(bakteriuria).
Cara Pengumpulan Sampel Urin
Pengumpulan sampel urin dilakukan sewaktu bangun tidur pagi, karena
specimen ini lebih pekat dan lebih besar kemungkinannya untuk mengungkapkan
abnormalitas. Spesimen tersebut dikumpulkan dalam wadah yang bersih dan
dilindungi terhadap kontaminasi bakteri serta perubahan kimiawai. Semua
specimen harus diseimpan dalam lemari pendingin. Karena jika dibiarkan dalam
suhu kamar urin akan menjadi alkalis akibat kontaminasi bakteri pemecah ureum
dari lingkungan sekitarnya.

14
Spesimen
Urinalisis yang akurat dipengaruhi oleh spesimen yang berkualitas.
Sekresi vagina, perineum dan uretra pada wanita, dan kontaminan uretra pada pria
dapat mengurangi mutu temuan laboratorium. Mukus, protein, sel, epitel, dan
mikroorganisme masuk ke dalam sistem urine dari uretra dan jaringan sekitarnya.
Oleh karena itu pasien perlu diberitahu agar membuang beberapa millimeter
pertama urine sebelum mulai menampung urine. Pasien perlu membersihkan
daerah genital sebelum berkemih. Wanita yang sedang haid harus memasukkan
tampon yang bersih sebelum menampung specimen. Kadang-kadang diperlukan
kateterisasi untuk memperoleh spesimen yang tidak tercemar.
Meskipun urine yang diambil secara acak (random) atau urine sewaktu
cukup bagus untuk pemeriksaan, namun urine pertama pagi hari adalah yang
paling bagus. Urine satu malam mencerminkan periode tanpa asupan cairan yang
lama, sehingga unsure-unsur yang terbentuk mengalami pemekatan.
Gunakan wadah yang bersih untuk menampung spesimen urin. Hindari
sinar matahari langsung pada waktu menangani spesimen urin. Jangan gunakan
urin yang mengandung antiseptik.
Lakukan pemeriksaan dalam waktu satu jam setelah buang air kecil.
Penundaan pemeriksaan terhadap spesimen urine harus dihindari karena dapat
mengurangi validitas hasil. Analisis harus dilakukan selambat-lambatnya 4 jam
setelah pengambilan spesimen. Dampak dari penundaan pemeriksan antara lain :
unsur-unsur berbentuk dalam sedimen mulai mengalami kerusakan dalam 2 jam,
urat dan fosfat yang semula larut dapat mengendap sehingga mengaburkan
pemeriksaan mikroskopik elemen lain, bilirubin dan urobilinogen dapat
mengalami oksidasi bila terpajan sinar matahari, bakteri berkembangbiak dan
dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan mikrobiologik dan pH, glukosa mungkin
turun, dan badan keton, jika ada, akan menguap.

15
Pemeriksaan Makroskopik
Urinalisis dimulai dengan mengamati penampakan makroskopik : warna
dan kekeruhan. Urine normal yang baru dikeluarkan tampak jernih sampai sedikit
berkabut dan berwarna kuning oleh pigmen urokrom dan urobilin. Intensitas
warna sesuai dengan konsentrasi urine; urine encer hampir tidak berwarna, urine
pekat berwarna kuning tua atau sawo matang. Kekeruhan biasanya terjadi karena
kristalisasi atau pengendapan urat (dalam urine asam) atau fosfat (dalam urine
basa). Kekeruhan juga bisa disebabkan oleh bahan selular berlebihan atau protein
dalam urin.
Volume urine normal adalah 750-2.000 ml/24hr. Pengukuran volume ini
pada pengambilan acak (random) tidak relevan. Karena itu pengukuran volume
harus dilakukan secara berjangka selama 24 jam untuk memperoleh hasil yang
akurat.
Kelainan pada warna, kejernihan, dan kekeruhan dapat mengindikasikan
kemungkinan adanya infeksi, dehidrasi, darah di urin (hematuria), penyakit hati,
kerusakan otot atau eritrosit dalam tubuh. Obat-obatan tertentu juga dapat
mengubah warna urin. Kencing berbusa sangat mungkin mewakili jumlah besar
protein dalam urin (proteinuria).

Beberapa keadaan yang menyebabkan warna urine adalah :


Merah : Penyebab patologik : hemoglobin, mioglobin, porfobilinogen, porfirin.
Penyebab nonpatologik : banyak macam obat dan zat warna, bit, rhubab
(kelembak), senna.
Oranye : Penyebab patologik : pigmen empedu. Penyebab nonpatologik : obat
untuk infeksi saliran kemih (piridium), obat lain termasuk fenotiazin.
Kuning : Penyebab patologik : urine yang sangat pekat, bilirubin, urobilin.
Penyebab nonpatologik : wotel, fenasetin, cascara, nitrofurantoin.
Hijau : Penyebab patologik : biliverdin, bakteri (terutama Pseudomonas).
Penyebab nonpatologik : preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik.
Biru : tidak ada penyebab patologik. Pengaruh obat : diuretik, nitrofuran.

16
Coklat : Penyebab patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen empedu.
Pengaruh obat : levodopa, nitrofuran, beberapa obat sulfa.
Hitam atau hitam kecoklatan : Penyebab patologik : melanin, asam homogentisat,
indikans, urobilinogen, methemoglobin. Pengaruh obat : levodopa, cascara,
kompleks besi, fenol.

Analisis Dipstick
Dipstick adalah strip reagen berupa strip plastik tipis yang ditempeli kertas
seluloid yang mengandung bahan kimia tertentu sesuai jenis parameter yang akan
diperiksa. Urine Dip merupakan analisis kimia cepat untuk mendiagnosa berbagai
penyakit. Uji kimia yang tersedia pada reagen strip umumnya adalah : glukosa,
protein, bilirubin, urobilinogen, pH, berat jenis, darah, keton, nitrit, dan leukosit
esterase.
Prosedur Tes
Ambil hanya sebanyak strip yang diperlukan dari wadah dan segera tutup
wadah. Celupkan strip reagen sepenuhnya ke dalam urin selama dua detik.
Hilangkan kelebihan urine dengan menyentuhkan strip di tepi wadah spesimen
atau dengan meletakkan strip di atas secarik kertas tisu. Perubahan warna
diinterpretasikan dengan membandingkannya dengan skala warna rujukan, yang
biasanya ditempel pada botol/wadah reagen strip. Perhatikan waktu reaksi untuk
setiap item. Hasil pembacaan mungkin tidak akurat jika membaca terlalu cepat
atau terlalu lambat, atau jika pencahayaan kurang. Pembacaan dipstick dengan
instrument otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam
pembacaan secara visual.
Pemakaian reagen strip haruslah dilakukan secara hati-hati. Oleh karena
itu harus diperhatikan cara kerja dan batas waktu pembacaan seperti yang tertera
dalam leaflet. Setiap habis mengambil 1 batang reagen strip, botol/wadah harus
segera ditutup kembali dengan rapat, agar terlindung dari kelembaban, sinar, dan
uap kimia. Setiap strip harus diamati sebelum digunakan untuk memastikan
bahwa tidak ada perubahan warna.

17
Glukosa
Kurang dari 0,1% dari glukosa normal disaring oleh glomerulus muncul
dalam urin (kurang dari 130 mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan gula dalam urin)
terjadi karena nilai ambang ginjal terlampaui atau daya reabsorbsi tubulus yang
menurun. Glukosuria umumnya berarti diabetes mellitus. Namun, glukosuria
dapat terjadi tidak sejalan dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah, oleh
karena itu glukosuria tidak selalu dapat dipakai untuk menunjang diagnosis
diabetes mellitus. Untuk pengukuran glukosa urine, reagen strip diberi enzim
glukosa oksidase (GOD), peroksidase (POD) dan zat warna.
Protein
Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus
yang diserap oleh tubulus ginjal. Normal ekskresi protein urine biasanya tidak
melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl dalam setiap satu spesimen. Lebih dari 10
mg/ml didefinisikan sebagai proteinuria. Sejumlah kecil protein dapat dideteksi
dari individu sehat karena perubahan fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet
yang tidak seimbang dengan daging dapat menyebabkan protein dalam jumlah
yang signifikan muncul dalam urin. Pra-menstruasi dan mandi air panas juga
dapat menyebabkan jumlah protein tinggi.
Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan ekskresi
albumin merupakan petanda yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik yang
disebabkan karena penyakit glomeruler, diabetes mellitus, dan hipertensi.
Sedangkan peningkatan ekskresi globulin dengan berat molekul rendah
merupakan petanda yang sensitif untuk beberapa tipe penyakit tubulointerstitiel.
Dipsticks mendeteksi protein dengan indikator warna Bromphenol biru,
yang sensitif terhadap albumin tetapi kurang sensitif terhadap globulin, protein
Bence-Jones, dan mukoprotein.
Bilirubin
Bilirubin yang dapat dijumpai dalam urine adalah bilirubin direk
(terkonjugasi), karena tidak terkait dengan albumin, sehingga mudah difiltrasi
oleh glomerulus dan diekskresikan ke dalam urine bila kadar dalam darah
meningkat. Bilirubinuria dijumpai pada ikterus parenkimatosa (hepatitis

18
infeksiosa, toksik hepar), ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), CHF disertai
ikterik.
Urobilinogen
Empedu yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin terkonjugasi
mencapai area duodenum, tempat bakteri dalam usus mengubah bilirubin menjadi
urobilinogen. Sebagian besar urobilinogen berkurang di faeses; sejumlah besar
kembali ke hati melalui aliran darah, di sini urobilinogen diproses ulang menjadi
empedu; dan kira-kira sejumlah 1% diekskresikan ke dalam urine oleh ginjal.
Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila fungsi sel hepar
menurun atau terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal yang
melebehi batas kemampuan hepar untuk melakukan rekskresi. Urobilinogen
meninggi dijumpai pada : destruksi hemoglobin berlebihan (ikterik hemolitika
atau anemia hemolitik oleh sebab apapun), kerusakan parenkim hepar (toksik
hepar, hepatitis infeksiosa, sirosis hepar, keganasan hepar), penyakit jantung
dengan bendungan kronik, obstruksi usus, mononukleosis infeksiosa, anemia sel
sabit. Urobilinogen urine menurun dijumpai pada ikterik obstruktif, kanker
pankreas, penyakit hati yang parah (jumlah empedu yang dihasilkan hanya
sedikit), penyakit inflamasi yang parah, kolelitiasis, diare yang berat.
Hasil positif juga dapat diperoleh setelah olahraga atau minum atau dapat
disebabkan oleh kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat dapat mengeluarkan
sejumlah kecil urobilinogen.
Keasaman (pH)
Filtrat glomerular plasma darah biasanya diasamkan oleh tubulus ginjal
dan saluran pengumpul dari pH 7,4 menjadi sekitar 6 di final urin. Namun,
tergantung pada status asam-basa, pH kemih dapat berkisar dari 4,5 – 8,0. pH
bervariasi sepanjang hari, dipengaruhi oleh konsumsi makanan; bersifat basa
setelah makan, lalu menurun dan menjadi kurang basa menjelang makan
berikutnya. Urine pagi hari (bangun tidur) adalah yang lebih asam. Obat-obatan
tertentu dan penyakit gangguan keseimbangan asam-basa jug adapt
mempengaruhi pH urine.

19
Urine yang diperiksa haruslah segar, sebab bila disimpan terlalu lama, maka pH
akan berubah menjadi basa. Urine basa dapat memberi hasil negatif atau tidak
memadai terhadap albuminuria dan unsure-unsur mikroskopik sedimen urine,
seperti eritrosit, silinder yang akan mengalami lisis. pH urine yang basa sepanjang
hari kemungkinan oleh adanya infeksi. Urine dengan pH yang selalu asam dapat
menyebabkan terjadinya batu asam urat.

Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi pH urine :


pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi saluran kemih
(Proteus atau Pseudomonas menguraikan urea menjadi CO2 dan ammonia), terapi
alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal, spesimen basi.
pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam pada anak), asidosis
sistemik (kecuali pada gangguan fungsi tubulus, asidosis respiratorik atau
metabolic memicu pengasaman urine dan meningkatkan ekskresi NH4+), terapi
pengasaman.
Berat Jenis (Specific Gravity, SG)
Berat jenis (yang berbanding lurus dengan osmolalitas urin yang
mengukur konsentrasi zat terlarut) mengukur kepadatan air seni serta dipakai
untuk menilai kemampuan ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan urin.
Spesifik gravitasi antara 1,005 dan 1,035 pada sampel acak harus dianggap
wajar jika fungsi ginjal normal. Nilai rujukan untuk urine pagi adalah 1,015 –
1,025, sedangkan dengan pembatasan minum selama 12 jam nilai normal > 1,022,
dan selama 24 jam bisa mencapai ≥1,026. Defek fungsi dini yang tampak pada
kerusakan tubulus adalah kehilangan kemampuan untuk memekatkan urine.
BJ urine yang rendah persisten menunjukkan gangguan fungsi reabsorbsi
tubulus. Nokturia dengan ekskresi urine malam > 500 ml dan BJ kurang dari
1.018, kadar glukosa sangat tinggi, atau mungkin pasien baru-baru ini menerima
pewarna radiopaque kepadatan tinggi secara intravena untuk studi radiografi, atau
larutan dekstran dengan berat molekul rendah. Kurangi 0,004 untuk setiap 1%
glukosa untuk menentukan konsentrasi zat terlarut non-glukosa.

20
Darah (Blood)
Pemeriksaan dengan carik celup akan memberi hasil positif baik untuk
hematuria, hemoglobinuria, maupun mioglobinuria. Prinsip tes carik celup ialah
mendeteksi hemoglobin dengan pemakaian substrat peroksidase serta aseptor
oksigen. Eritrosit yang utuh dipecah menjadi hemoglobin dengan adanya aktivitas
peroksidase. Hal ini memungkinkan hasil tidak sesuai dengan metode
mikroskopik sedimen urine.
Hemoglobinuria sejati terjadi bila hemoglobin bebas dalam urine yang
disebabkan karena danya hemolisis intravaskuler. Hemolisis dalam urine juga
dapat terjadi karena urine encer, pH alkalis, urine didiamkan lama dalam suhu
kamar. Mioglobinuria terjadi bila mioglobin dilepaskan ke dalam pembuluh darah
akibat kerusakan otot, seperti otot jantung, otot skeletal, juga sebagai akibat dari
olah raga berlebihan, konvulsi. Mioglobin memiliki berat molekul kecil sehingga
mudah difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresi ke dalam urine.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
Hasil positif palsu dapat terjadi bila urine tercemar deterjen yang mengandung
hipoklorid atau peroksida, bila terdapat bakteriuria yang mengandung
peroksidase.
Hasil negatif palsu dapat terjadi bila urine mengandung vitamin C dosis tinggi,
pengawet formaldehid, nitrit konsentrasi tinggi, protein konsentrasi tinggi, atau
berat jenis sangat tinggi. Urine dari wanita yang sedang menstruasi dapat
memberikan hasil positif.
Keton
Badan keton (aseton, asam aseotasetat, dan asam β-hidroksibutirat)
diproduksi untuk menghasilkan energi saat karbohidrat tidak dapat digunakan.
Asam aseotasetat dan asam β-hidroksibutirat merupakan bahan bakar respirasi
normal dan sumber energi penting terutama untuk otot jantung dan korteks ginjal.
Apabila kapasitas jaringan untuk menggunakan keton sudah mencukupi maka
akan diekskresi ke dalam urine, dan apabila kemampuan ginjal untuk
mengekskresi keton telah melampaui batas, maka terjadi ketonemia. Benda keton
yang dijumpai di urine terutama adalah aseton dan asam asetoasetat.

21
Ketonuria disebabkan oleh kurangnya intake karbohidrat (kelaparan, tidak
seimbangnya diet tinggi lemak dengan rendah karbohidrat), gangguan absorbsi
karbohidrat (kelainan gastrointestinal), gangguan metabolisme karbohidrat (mis.
diabetes), sehingga tubuh mengambil kekurangan energi dari lemak atau
protein,febris.
Nitrit
Di dalam urine orang normal terdapat nitrat sebagai hasil metabolisme
protein, yang kemudian jika terdapat bakteri dalam jumlah yang signifikan dalam
urin (Escherichia coli, Enterobakter, Citrobacter, Klebsiella, Proteus) yang
megandung enzim reduktase, akan mereduksi nitrat menjadi nitrit. Hal ini terjadi
bila urine telah berada dalam kandung kemih minimal 4 jam. Hasil negative bukan
berarti pasti tidak terdapat bakteriuria sebab tidak semua jenis bakteri dapat
membentuk nitrit, atau urine memang tidak mengandung nitrat, atau urine berada
dalam kandung kemih kurang dari 4 jam. Disamping itu, pada keadaan tertentu,
enzim bakteri telah mereduksi nitrat menjadi nitrit, namun kemudian nitrit
berubah menjadi nitrogen.
Spesimen terbaik untuk pemeriksaan nitrit adalah urine pagi dan diperiksa
dalam keadaan segar, sebab penundaan pemeriksaan akan mengakibatkan
perkembang biakan bakteri di luar saluran kemih, yang juga dapat menghasilkan
nitrit.

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :


Hasil positif palsu karena metabolisme bakteri in vitro apabila pemeriksaan
tertunda, urine merah oleh sebab apapun, pengaruh obat (fenazopiridin).
Hasil negatif palsu terjadi karena diet vegetarian menghasilkan nitrat dalam
jumlah cukup banyak, terapi antibiotik mengubah metabolisme bakteri, organism
penginfeksi mungkin tidak mereduksi nitrat, kadar asam askorbat tinggi, urine
tidak dalam kandung kemih selama 4-6 jam, atau berat jenis urine tinggi.
Lekosit esterase

22
Lekosit netrofil mensekresi esterase yang dapat dideteksi secara kimiawi.
Hasil tes lekosit esterase positif mengindikasikan kehadiran sel-sel lekosit
(granulosit), baik secara utuh atau sebagai sel yang lisis. Limfosit tidak memiliki
memiliki aktivitas esterase sehingga tidak akan memberikan hasil positif. Hal ini
memungkinkan hasil mikroskopik tidak sesuai dengan hasil pemeriksaan carik
celup. Temuan laboratorium negatif palsu dapat terjadi bila kadar glukosa urine
tinggi (>500mg/dl), protein urine tinggi (>300mg/dl), berat jenis urine tinggi,
kadar asam oksalat tinggi, dan urine mengandung cephaloxin, cephalothin,
tetrasiklin. Temuan positif palsu pada penggunaan pengawet formaldehid. Urine
basi dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.

2. Pemeriksaan Diagnostik Pada Pasien Gangguan Sistem Endokrin

Pemeriksaan Kelenjar Hipofise

a. Foto Tengkorak (Kranium)


1) Dilakukan untuk melihat kondisi seila tursica (tumor atau atrofi)
2) Tidak di butuhkan persiapan fisik secara khusus
b. Foto Tulang (Osteo)
1) Untuk melihat kondisi tulang
2) Pada gigankisme – pertambahan ukuran dan panjang tulang
3) Pada akromegali – pertambahan kesamping tulang-tulang ferifer
4) Persiapan fisik khusus tidak ada
c. Ct Scan Otak
1) Untuk melihat kemungkinan adanya tumor pada hipofisis atau
hipotalamus
2) Persiapan fisisk tidak ada.
d. Pemeriksaan Darah dan Urine
1) Kadar Growth hoemone (GH)

o Nilai normal 10 pg/ml

o Meningkat pada bulan-bulan pertama kelahiran

23
o Spesimen darah vena 5 cc

o Tanpa persiapan khusus

2) Kadar thyroid stimulatin hormone (TSH)

o Nilai normal 6-10 pg/ml

o Untuk menentukan apakah gangguan tiroid bersifat primer atau sekunder

o Spesimen vena 5 cc

o Tanpa persiapan khusus

3) Kadar adrenocotricotropine hormon (ACTH)

o Pengukuran dilakukan dengan tes supresi deksametason

o Spesimen darah vena kurang lebih 5 cc dan urine 24 jam

Persiapan :

1) Tidak ada pembatasan makanan dan minuman


2) Bila klein menggunakan obat-obatan kortisol atau antagonisnya
dihentikan dulu 24 jam sebelumnya
3) Bila obat harus diberikan lampirkan sejenis obat dan dosisnya pada
lembaran pengiriman spesimen
4) Cegah stres fisik dan fisikologis

Pelaksanaan :

1) Klien diberikan deksametason 4x0,5 ml/hari selama lamanya 2 hari


2) Besok paginya darah vena diambil kurang lebih 5 cc
3) Urine ditampung selama 24 jam
4) Spesimen dikirim ke laboratorium

Hasil :

Normal bila

1) Kadar ACTH dalam darah menurun kortisol darah kurang dari 5 mg/dl

24
2) 17-hydroxy-cortico-streroid (17 –OHCS) dalm urine kurang dari 2,5 mg

Cara sederhana

1) Pemberian deksametason 1 mg per oral tengah malam


2) Pada pagi hari, darah vena diambil kurang lebih 5 cc
3) Urine ditampung selama 5 hari
4) Spesimen dikirim ke laboratorium

Hasil :

1) Normal bila kadar kortisol darah lebih kecil sama dengan 3 mg/dl
2) Ekskresi 17 OHCS dalm urine kurang dari 2,5 mg

Pemeriksaan Fisik Kelenjar Tiroid

a. Uptake Radioaktif (Ray)

Tujuan : menukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap yodium

Persiapan :

1) Klien puasa 6-8 jam


2) Jelaskan tujuan dan prosedur

Persiapan klien :

1) Klien diberikan yodium radioaktif 50 microcuri per oral


2) Dengan alat pengukur (di taruh di atas klenjer tiroid) di ukur radioaktif
yang bertahan
3) Dapat pula di ukur clearance yodium melalui ginjal dengan mengumpul
kan urine selama 24jam dan di ukur kadar radioaktif yodium

Hasil

Banyak yodium yang ditahan oleh kalenjer tiroid di hitung dalam persentase

1) Normal : 10-35%
2) Menurun : < 10% (pada hipotiroidisme) 3. Meningkat > 35% (pada
tirotoksis,pengobatan panjang hipertiroidisme)

25
b. T3 dan T4 Serum
1) Pemeriksaan fisik secara khusus tidak ada
2) Spesimen darah vena 5-10 cc
3) Nilai normal pada dewasa: yodium bebas 0,1-0,6 mg/dl T3 0,2-0,3 mg/dl
T4 6-12 mg/dl
4) Pada anak T3180-240 mg/dl
c. Upatake T3 Resin
1) Tujuan mengukur jumlah hormon tiroid (T3) atau thyrcid binding
globulin (TBG) tak jenuh
2) TBG meningkat pada hippertirodisme menurun pada hipotiroidisme
3) Spesimen darah vena 5cc
4) Persiapan: puasa 6-8 jam
5) Nilai normal

• Dewasa : 25-35% uptake oleh resin

• Anak : umur nya tidak ada

d. Protein Boun Iondine


1) Tujuan: mengukur yodium yg terikat dengan protein plasma
2) Nilai normal 4-8 mg% dalam 100ml darah
3) Spesimen darah vena 5-10 cc
4) Klien di puasakan 6-8jam sebelum pemeriksaan
e. Basal Metabolic Rate

Tujuan: pengukuran secara tidak langsung jumlah oksigen yang dibutuhkan di


bawah kondisi basal selama beberapa waktu

Persiapan :

1) Klien puasa 12jam


2) Hindari kondisi yang menimbulkan kecemasan dan stres
3) Klien harus tidur sedikit nya 8 jam
4) Tidak mengkonsumsi analgetik & sedatif
5) Jelaskan pada klien tujuan pemeriksaandan prosedur nya

26
6) Tidak boleh bangun dari tempat tidur sampai pemeriksaan di lakukan

Penatalaksanaan

Pengukuran kalorimetri dengan menggunakan metabolator

a) Nilai Normal :

Pria 53 kalori perjam

Wanita 60 kalori perjam

 Metode Harris Benedict Untuk Mengukur BMR

Pria : BMR = 66 + (13,7 x BB(kg) ) + ( 5 x TB(cm) ) +(6,8 x U(thn) )

Wanita : BMR = 665 + (9,6 x BB(kg) + (1,8 x TB (cm) ) + (4,7 x U (thn) )

f. Scanning Thyroid
1) Radio loding scanning

Untuk menentukan apakah nodul tiroid tunggal atau majemuk dan berfungsi atau
tidak berfungsi

2) Uptake iodine

o Untuk menentukan pengambilan yodium dari plasma

o Nilai normal 10-30% dalam 24jam

Pemeriksaan Diagnostik Kelenjer Paratiroid

a. Percobaan Sulkowitch
1) Dilakukan untuk memeriksa perubahan jumlah kalsium dalam urine
2) Menggunakan reagen sulkowitch

Persiapan

1) Urine 24 jam ditapung


2) Diet rendah kalsium 2 hari berturut-turut.

Penatalaksanaan

27
1) Masukkan urin 3ml ke dalam tabung (2 tabung)
2) Tabung pertama masukkan reagen sulkowitch, tabung kedua hanya
sebagai kontrol.

Pembacaan secara kuantitatif

1) Negatif ( - ) juka tidak terjadi keruhan


2) Positif ( + ) terjadi keruhan yang halus
3) Positif (+ + ) kekeruhan sedang
4) Positif ( + + + ) kekeruhan banyak timbul dalam waktu < 20 detik
5) Positif ( + + + + ) kekeruhan hebat, terjadi seketika
b. Percobaan Ellwort-Howard
1) Percobaan didasarkan pada diuresis fosfat yang dipengaruhi oleh
parathormon.
2) Pada hipoparatiroid, diuresis fosfor mencapai 5-6x nilai normal
3) Pada hiperparatiroid, diuresis tidak banyak berubah.

Cara pemeriksaannya :

1) Klien disuntikkan parathormon intravena


2) Urin ditampung dan diukur kadar fosfatnya.
c. Percobaan Kalsium Intravena

Normal bila fosfor serum meningkat dan fosfor diuresis berkurang.

Pemeriksaan Diagnostik Kelenjar Pankreas

a. Pemeriksaan Gula Darah (puasa)

Tujuannya untuk menilai kadar gula darah setelah puasa selama 8-10 jam.

Nilai normal

1. Dewasa : 70-110mg/dl

2. Anak-anak : 60-100mg/dl

3. Bayi : 50-80mg/dl

28
Persiapan

1) Klien di puasakan 8-10 jam sebelum pemerksaan


2) Jelaskan rtujuan dan prosedur tindakan

Pelaksanaan

1) Spesimen adalah darah vena ± 5 cc


2) Gunakan antikoagulasi bila pemeriksaan tidak dapat dilakukan
3) Pengobatan insulin atau oral hipoglikemi sementara dihentikan
4) Setelah pengambilan darah, klien diberi minum dan makan serta obat
sesuai program.

29
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sistem perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, vesica urinaria dan urethra
yang menyelenggarakan serangkaian proses untuk tujuan mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit, mempertahankan keseimbangan asam basa
tubuh, mengeluarkan sisa-sisa metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan
urine. Apabila terjadi gangguan pada sistem perkemihan maka dapat
menimbulkan gangguan kesehatan yang sangat serius dan kompleks.

Sistem endokrin, seperti sistem syaraf, memungkinkan bagian-bagian yang


terletak jauh didalam tubuh untuk saling berkomunikasi. Terdapat tiga komponen
dalam system endokrin : kelenjar endokrin yang mengeluarkan zat-zat antara
kimiawi ke dalam aliran darah; zat antara kimiawi itu sendiri yang disebut
hormone; dan sel atau organ sasaran yang berespon terhadap hormone tersebut.

B. Saran

Diharapkan para pembaca dapat memperbanyak literatur dalam pembuatan


makalah agar dapat membuat makalah yang baik dan benar. Terutama literatur
yang berkaitan dengan Pengkajian Keperawatan pada Gangguan Sistem
Perkemihan dan Endokrin supaya mempermudah mahasiswa perawat untuk
mempelajari materi Keperawatan Medikal Bedah I yang benar.

30
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Nurul Huda. 2013. Pemeriksaan Diagnostik Sistem Perkemihan.


https://nurulhudaaziz.wordpress.com/2013/03/18/pemeriksaan-diagnostik-
sistem-perkemihan/. Diakses 29 Mei 2020.
Mashita, Eka. 2013. Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik Endokrin.
https://eychaema.blogspot.com/p/blog-page_6650.html. Diakses 28 Mei
2020.
Maylani, Sustri. 2016. Makalah Sistem Endokrin I.
https://sustrimaylani.blogspot.com/2016/05/makalah-system-endokrin-i-
konsep.html. Diakses 29 Mei 2020.
Sobirin. 2010. Pengkajian Keperawatan Sistem Perkemihan.
https://nefrologyners.wordpress.com/2010/11/03/pengkajian-keperawatan-
sistem-perkemihan/. Diakses 28 Mei 2020.
Unknown. 2014. Anamnesa. https://www.medrec07.com/2014/12/pengertian-
anamnesa-pemeriksaan-fisik-pemeriksaan-penunjang-diagnosis-prognosis-
terapi-tindakan-medis.html. Diakses 28 Mei 2020.
Unknown. 2012. Sistem Endokrin. https://keperawatanhaerilanwar.blogspot.com.
Diakses 29 Mei 2020.

31

Anda mungkin juga menyukai