Anda di halaman 1dari 19

TUGAS INDIVIDU KEPERAWATAN ANAK

SISTEM PERLINDUNGAN ANAK

Dosen Pengampu : Haryani SST., M. Kep.

DISUSUN OLEH :

MUGI ASRIANTI (015SYE18)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG D3

MATARAM 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT sehingga penyusunan


makalah tentang “Sistem Perlindungan Anak” ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Selain itu kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dosen pembimbing mata kuliah ”KEPERAWATAN ANAK” atas bimbingan
dan motivasinya.

Penulis menyadari akan kekurangan dalam penyusunan makalah ini.


Karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................................4
1.3 Tujuan..........................................................................................................................................5
BAB III..............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................................6
2.1 PERLINDUNGAN ANAK.........................................................................................................6
2.2 PRINSIP DASAR KHA..............................................................................................................8
2.3 TUJUAN PERLINDUNGAN ANAK.........................................................................................9
2.4 HAK DAN KEWAJIBAN ANAK..............................................................................................9
2.5 SISTEM PEMBERIAN PELAYANAN KESEJAHTERAAN PERLINDUNGAN ANAK DI
INDONESIA...................................................................................................................................11
BAB III................................................................................................................................................18
PENUTUP...........................................................................................................................................18
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................18
3.2 Saran..........................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................19
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia menghadapi masalah serius terkait dengan hak dan kesejahteraan anak-
anak. Hampir setengah dari anak-anak Indonesia berusia antara 13 dan 18 tahun putus
sekolah; hampir tiga juta anak terlibat dalam perburuhan anak berpotensi berbahaya, dan
sekitar 2,5 juta anak Indonesia menjadi korban kekerasan setiap tahun. Lebih dari 80%
anak-anak sedang menjalani proses peradilan berakhir di belakang bar dan jumlah yang
lebih besar adalah tanpa bantuan hukum. Statistik ini menggaris bawahi kebutuhan untuk
mengintensifkan dan memperkuat upaya saat ini untuk meningkatkan perlindungan anak
di Indonesia. 2008 review dari Pemerintah Program Negara Indonesia dan UNICEF
Kerjasama menyoroti hubungan antara kebutuhan untuk meningkatkan perlindungan anak
dan pengembangan ekonomi nasional yang adil dan berkelanjutan.
Kesenjangan yang signifikan tetap dalam ketersediaan informasi pembangunan
kerangka kebijakan di Indonesia dan aktual, on-the-tanah program di bidang hak-hak anak
dan perlindungan anak. Ada kebutuhan mendesak untuk berpindah dari penyediaan ad-
hoc, responsif, dan donor-driven upaya perlindungan anak ke sistem anak strategis dan
komprehensifperlindungan.
Sistem seperti menggunakan proses standar untuk mengumpulkan data, menggunakan
data tersebut untuk program-program desain, dan alamat keprihatinan perlindungan anak
dalam yang lebih luas sosial, ekonomi, konteks politik dan hukum.
Dalam konteks ini bahwa Columbia University dan Universitas Indonesia, bekerja
sama dengan UNICEF dan Departemen Perencanaan Bahasa Indonesia (BAPPENAS)
mendirikan Universitas berbasis “Center of Excellence”, Pusat tentang Perlindungan
Anak, yang akan berfungsi sebagai model dari akademisi, pemerintah dan keterlibatan
masyarakat sipil yang memberikan kontribusi untuk sistematisasi dan profesionalisasi
perlindungan anak di Indonesia melalui penelitian, analisis dan evaluasi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sistem perlindungan anak di Indonesia?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui sistem perlindungan di Indonesia
BAB III

PEMBAHASAN

2.1 PERLINDUNGAN ANAK

Pada tahun 1990 Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak


(KHA) melalui Keppres 36/1990 pada tanggal 25 Agustus 1990 dimana
substansi inti dari KHA adalah adanya hak asasi yang dimiliki anak dan
ada tanggung jawab Negara-Pemerintah-Masyarakat-dan Orangtua untuk
kepentingan terbaik bagi anak agar meningkatnya efektivitas
penyelenggaraan perlindungan anak secara optimal. Kemudian KHA
dikuatkan dengan terbitnya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak yang mengatur tentang Hak dan Kewajiban
Anak, serta kewajiban dan tanggug jawab negara, pemerintah, masyarakat,
keluarga, dan orangtua.

Dalam sistem perlindungan anak meliputi:


a. Pencegahan terhadap kekerasan, penelantaran, perlakukan salah dan
eksploitasi yang direspon secara efektif ketika hal tersebut muncul serta
menyediakan layanan yang dibutuhkan, rehabilitasi dan kompensasi terhadap
para korban
b. Memperoleh pengetahuan tentang akar penyebab kegagalan pada
perlindungan anak dan sejauhmana mengetahui tentang kekerasan ,
penelantaran, eksploitasi dan perlakukan salah terhadap anak disemua
kondisi.
c. Mengembangkan kebijakan dan regulasi, yang mempengaruhi untuk tindakan
pencegahan dan penanganan, dan bagiamana memastikan perkembangannya.
d. Mendorong partisipasi anak baik laki dan perempuan, orang tua, wali dan
masyarakat, international dan nasional NGO serta masyarakat sipil.

Perlindungan Anak termuat dalam Pasal 2, UU No.23, Tahun 2002 yang


berbunyi: “Perlindungan anak” adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Penyelenggaraan Perlindungan anak ber-asas-kan Pancasila dan ber-landas-
kan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta prinsip-
prinsip dasar KHA dalam mengakui, menghargai dan melindungi serta meng
implementasi-kan hak-hak Anak sedangkan perlindungan Anak Sejak dalam
kandungan s/d usia 18 tahun.
Seluruh negara-negara Internasional melalui Majelis Umum PBB sepakat
membentuk suatu Konvensi Hak Anak (KHA) yang disepakati pada tanggal 20
November 1990 dengan maksud melindungi dan memberikan pelayanan sosial
untuk perkembangan jiwa anak agar dapat kembali tumbuh dan berkembang
secara wajar.
Indonesia sebagai masyarakat internasional dan anggota PBB, kemudian
meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) tersebut dengan mengeluarkan
Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990. Keppres tersebut juga merupakan
bentuk dari perjanjian internasional pada tanggal 26 Januari 1990 di New York,
Amerika Serikat. Selanjutnya disebutkan pula dalam pertimbangan Keppres
Nomor 36 tahun 1990 itu bahwa pengesahan Konvensi Hak Anak (KHA) ini
didasarkan kepada Surat Presiden Nomor 2826/HK/1990 tertanggal 22 Agustus
1990. Dengan demikian, proses ratifikasi yang dilakukan Pemerintah Rebuplik
Indonesia atas Konvensi Hak Anak (KHA) mengikuti prosedur yang diatur dalam
hukum nasional
Setelah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) kedalam keppres tahun 1990
Pemerintah Republik Indonesia juga membuat aturan Perundang-Undangan dan
Keppes mengenai anak diantaranya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
Tentang Lembaga Pemasyrakatan, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997
Tentang Pengadilan Anak, Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia (HAM),
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Keppres
Nomor 87 Tahun 2002 Tentang rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi
Seksual Komersial Anak, Keppres Nomor 88 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi
Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak, dan Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang.
Indonesia merupakan salah satu negara yang mencantumkan anak dalam
Konstitusinya. Hal ini merupakan tongak sejarah perjuangan untuk memajukan
penyelenggaraan perlindungan anak. Untuk menerjemahkan amanah konstitusi
ini, pada tanggal 22 September 2002, pemerintah memberlakukan Undang-
Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA).

2.2 PRINSIP DASAR KHA

Terdapat 4 prinsip dasar KHA :


1. Prinsip Non Diskriminasi, (non discrimination), artinya semua hak yang
diakui dan terkandung dalam KHA harus diberlakukan kepada setiap anak
tanpa pembedaan apapun. Prinsip ini merupakan pencerminan dari prinsip
universalitas HAM. (Pasal 2 KHA).
2. Prinsip Yang Terbaik Bagi Anak, (best interest of the child), artinya bahwa
di dalam semua tindakan yang menyangkut anak, maka apa yang terbaik
bagi anak haruslah menjadi pertimbangan yang utama. (Pasal 3 KHA)
3. Prinsip Kelangsungan Hidup dan Perkembangan Anak (survival and
development), artinya harus diakui bahwa hak hidup anak melekat pada
diri setiap anak; dan hak anak atas kelangsungan hidup dan
perkembangannya juga harus dijamin. (Pasal 6 KHA)
4. Prinsip Penghargaan Terhadap Pendapat Anak (respect for the views of the
child), maksudnya bahwa pendapat anak, terutama jika menyangkut hal-
hal yang mempengaruhi kehidupannya, perlu diperhatikan dalam setiap
pengambilan keputusan
Dalam bahasa hukumnya KHA merinci kewajiban Negara Pihak untuk
memenuhi 31 hak anak. Ketiga puluh satu hak anak ini dikelompokkan ke dalam 5
kelompok.
1. Hak dan kebebasan sipil
2. Lingkungan keluarga dan pemeliharaan alternatife
3. Kesehatan dan kesejahteraan dasar
4. Pendidikan, kegiatan liburan dan budaya
5. Perlindungan khusus.
2.3 TUJUAN PERLINDUNGAN ANAK

Tujuan perlindungan anak menurut Pasal 3, UU No.23, Tahun 2002,


Perlindungan anak ber-tujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak, agar
dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal, sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,
berakhlak mulia, dan sejahtera..

2.4 HAK DAN KEWAJIBAN ANAK

Kedudukan Anak Menurut KUHPerdata


1. Pengertian Anak sah adalah anak yang dilahirkan dari perkawinan yang
sah
2. Ketentuan Pasal 250 KUHPerdata : Tiap-tiap anak yang dilahirkan atau
ditumbuhkan sepanjang perkawinan yang sah memperoleh suami ibu dari
anak tersebut sebagai anaknya.
3. Ada kemungkinan anak tersebut bukan dibenihkan oleh suami ibu dari
anak tersebut.
4. Dengan demikian suami ibu tersebut dapat menyangkal keabsahan status
anak.
Hak dan kewajiban anak menurut UU no.23 tahun 2002
1. Pasal 4, Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
2. Pasal 5, Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan
status kewarganegaraan.
3. Pasal 6, Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir,
dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam
bimbingan orang tua.
4. Pasal 7
1) Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan,
dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.
2) Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin
tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka
anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau
anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
5. Pasal 8 Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan
sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
6. Pasal 9
1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai
dengan minat dan bakatnya.
2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus
bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh
pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki
keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.
7. Pasal 10 Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya,
menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat
kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-
nilai kesusilaan dan kepatutan.
8. Pasal 11 Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu
luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan
berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi
pengembangan diri.
9. Pasal 12 Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh
rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
10. Pasal 13
1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak
lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak
mendapat perlindungan dari perlakuan:
a. Diskriminasi
b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. Penelantaran;
d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. Ketidakadilan; dan
f. Perlakuan salah lainnya.
2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala
bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka
pelaku dikenakan pemberatan hukuman.
Cara mengefektifkan penyelenggaraan perlindungan anak, jika mengacu pada UUPA,
dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak, dibentuk
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang bersifat independen.
Tugas KPAI adalah melakukan sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima
pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan perlindungan anak; dan memberikan laporan, saran, masukan,
dan pertimbangan kepada presiden dalam rangka perlindungan anak.

2.5 SISTEM PEMBERIAN PELAYANAN KESEJAHTERAAN PERLINDUNGAN

ANAK DI INDONESIA

Kesejahteraan dan perlindungan anak di Indonesia telah diatur oleh berbagai


kebijakan dan program, antara lain mulai dari Undang Undang Dasar 1945, dimana
anak terlantar dan fakir miskin dipelihara oleh Negara. Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak telah mengatur
tentang hak anak yaitu “anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan
bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun dalam
asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar”, dan tanggung jawab
orangtua yaitu bahwa “orangtua bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak”.
Sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden, telah ditetapkan Keputusan
Menteri Sosial RI Nomor 15A/HUK/2010 Tentang Panduan Umum Program
Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA), dan untuk operasionalisasi PKSA telah
diterbitkan Pedoman Operasional Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
melalui Keputusan Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Nomor: 29/RS-KSA/2011
Tentang Pedoman Operasional PKSA. Mulai tahun 2010, layanan PKSA telah
diperluas jangkauan target sasaran maupun wilayahnya. PKSA dikembangkan
dengan perspektif jangka panjang sekaligus untuk menegaskan komitmen
Kementerian Sosial untuk merespon tantangan dan upaya mewujudkan
kesejahteraan sosial anak yang berbasis hak. Perwujudan dari kesungguhan
Kementerian Sosial mendorong perubahan paradigma dalam pengasuhan,
peningkatan kesadaran masyarakat, penguatan tanggung jawab orangtua/
keluarga, dan perlindungan anak yang bertumpu pada keluarga dan masyarakat,
serta mekanisme pemenuhan kebutuhan dasar anak yang dapat merespon
keberagaman kebutuhan melalui tabungan.
PKSA merupakan respon sistemik dalam perlindungan anak, termasuk
memberikan penekanan pada upaya pencegahan melalui lima komponen
program yaitu:
1) pemenuhan kebutuhan dasar,
2) aksesibilitas terhadap pelayanan sosial dasar,
3) pengembangan potensi dan kreativitas anak,
4) penguatan tanggung jawab orangtua,
5) penguatan lembaga kesejahteraan sosial anak.
Secara konseptual PKSA lebih komprehensif dan berkelanjutan dibandingkan
program pelayanan sosial anak pada tahun-tahun sebelumnya karena sudah
berdasarkan pendekatan kepada anak, orangtua atau keluarga (family base care),
dan kepada masyarakat yaitu lembaga kesejahteraan sosial yang khusus menangani
anak (LKSA).
Sebelumnya, pengasuhan anak dan masalah-masalah perlindungan anak
hanya difokuskan pada anak. Keluarga dan masyarakat belum banyak disentuh.
Misalnya penanganan anak terlantar, anak jalanan, anak berhadapan dengan hukum
lebih banyak diserahkan ke lembaga atau panti sosial dimana di dalam
penanganannya orangtua atau keluarga pengganti kurang dilibatkan. Anak lebih
banyak dicabut dari lingkungan keluarga. Isu ini dipertegas dengan banyaknya
jumlah panti asuhan.

Dari hasil evaluasi Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak dalam


implementasi PKSA masih terdapat kendala antara lain :
a. PKSA belum memiliki data prevalensi yang baik tentang masalah
perlindungan anak dan kebijakan perlindungan anak yang komprehensif,
b. Ada beberapa kasus pemanfaatan bantuan yang digunakan tidak
mendorong perubahan perilaku seperti digunakan untuk modal usaha,
memenuhi kebutuhan keluarga, membayar sewa rumah dan utang serta
membeli hewan peliharaan,
c. Belum adanya rumusan indikator tentang orangtua/keluarga yang dapat
merawat dan melindungi anak-anak dengan kecacatan, dan
d. Terbatasnya lembaga pelayanan sosial masyarakat, sarana dan
prasarananya dalam menangani masalah sosial anak dengan kecacatan.
Kesejahteraan, pengasuhan dan perlindungan anak adalah tiga konsep yang
tidak terpisahkan dimana untuk mencapai kesejahteraan, anak membutuhkan
pengasuhan dan perlindungan. Bab ini menguraikan tentang ketiga konsep
tersebut dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
1. Kesejahteraan Anak
Sebagaimana diuraikan dalam Child and Family Services Review process, ada
tiga variabel kesejahteraan. Tiga variabel kesejahteraan dikonseptualisasikan dalam
kerangka berikut yaitu :
a. Kesejahteraan dalam arti keluarga memiliki peningkatan kapasitas untuk
memenuhi kebutuhan anak-anak mereka. Konsep ini mencakup
pertimbangan kebutuhan dan pelayanan kepada anak- anak, orangtua, dan
orangtua asuh serta keterlibatan anak-anak, remaja, dan keluarga dalam
perencanaan pemecahan masalah.
b. Kesejahteraan dalam arti: anak-anak dan remaja menerima layanan yang
sesuai untuk memenuhi kebutuhan pendidikan mereka.
c. Kesejahteraan dalam arti: anak-anak dan remaja menerima pelayanan
yang memadai untuk memenuhi kebutuhan fisik dan kesehatan mental
mereka.
Menurut Undang Undang Nomor 4 Tahun 1979, diamanatkan bahwa
Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat
menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani,
jasmani, maupun sosial.
2. Pengasuhan Anak
Pengasuhan adalah sebuah proses mengasuh, merawat, membimbing, dan
mendukung anak baik secara fisik, sosial, intelektual, dan beragam aspek
perkembangan lainnya. Sebesar apa sense of giving pelaku pengasuhan menjadi
kunci yang akan menentukan kualitas proses pengasuhan yang didapatkan anak.
Anak merupakan anugerah yang tidak dapat dinilai oleh apapun bagi pasangan
suami isteri yang membentuk dalam suatu keluarga. Karena tidak setiap pasangan
suami isteri diberikan keturunan berupa anak. Setiap anak yang dilahirkan ke dunia
ini harus mendapatkan kehidupan yang layak.
Sampai seorang Aristoteles, mengatakan bahwa “anak layaknya bagian tubuh
orangtuanya, oleh sebab itu orangtua memiliki hak atas pengasuhan anaknya”.
Pendapat senada juga dikemukakan oleh John Lock, yang mengatakan “anak
diproduksi atas jerih payah orangtua, oleh sebab itu orangtua punya hak atas
pengasuhan anaknya”. Bahkan menurut teori property dikatakan, bahwa anak
adalah milik orangtua. Oleh karena itu, anak wajib diasuh dengan sebaik-baiknya
agar dapat tumbuh dan berkembang dengan semestinya.
Menurut Mohamad Afrizal, pengasuhan anak merupakan salah satu faktor
yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak, terutama pada masa
kritis yaitu usia 0-8 tahun. Kehilangan pengasuhan yang baik, misalnya
perceraian, kehilangan orangtua, baik untuk sementara maupun selamanya,
bencana alam dan berbagai hal yang bersifat traumatis lainnya sangat
mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologisnya. Dengan demikian,
kehilangan atau berpisah dari keluarga ini akan meningkatkan risiko kesehatan,
perkembangan, dan kesejahteraan anak secara keseluruhan. Risiko ini akan
meningkat, apabila kehilangan ini terjadi dalam masa kritis pertumbuhan anak,
yaitu masa awal kanak-kanak. Akibat bencana alam, perang, perceraian,
kematian orangtua dan anggota keluarga lainnya, dan kelahiran tak dikehendaki
seorang anak dapat mengalami kesulitan berkembang menjadi manusia dewasa
seutuhnya.
Lebih lanjut dikatakan dengan mengacu kepada konsep dasar tumbuh
kembang, maka secara konseptual pengasuhan adalah upaya dari lingkungan
agar kebutuhan-kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang (asah, asih, dan
asuh) terpenuhi dengan baik dan benar, sehingga anak dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal. Akan tetapi, praktiknya tidaklah sesederhana itu
karena praktik ini berjalan secara informal, sering dibumbui dengan hal-hal
yang tanpa disadari dan tanpa disengaja serta lebih diwujudkan oleh suasana
emosi rumah tangga sehari-hari yang terjadi dalam bentuk interaksi antara
orangtua dan anaknya serta anggota keluarga lainnya. Dengan demikian
hubungan inter dan intra personal orang-orang di sekitar anak tersebut dan anak
itu sendiri sangat memberi warna pada praktik pengasuhan anak.
Menurut Sunarwati dalam Mohamad Afrizal (2007), pengasuhan anak oleh
substitusi ibu, baik yang paruh waktu (misalnya di tempat penitipan anak)
maupun yang punya waktu (misalnya oleh pramusiwi) harus selalu
memperhatikan hal-hal tersebut di atas yaitu pada dasarnya agar prinsip asah,
asih, dan asuh didapatkan anak dengan baik dan benar. Oleh karena itu, dalam
pengasuhan anak ada empat hal yang harus dipenuhi, yaitu bahwa setiap anak
membutuhkan orangtua, dan tumbuh secara alamiah dengan saudara kandung
yang dimilikinya, di dalam rumah mereka sendiri, dan di dalam lingkungan
yang mendukungnya.
3. Perlindungan Anak
Di Indonesia, Perlindungan Anak diatur dalam Undang Undang Nomor
23 Tahun 2002 yaitu segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan
hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Sedangkan Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan
kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak
dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi
dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
(napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban
kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak
korban perlakuan salah dan penelantaran.

Azas dan Tujuan Perlindungan Anak


Penyelenggaraan perlindungan anak berazaskan Pancasila dan berlandaskan
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip
dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi: non diskriminasi; kepentingan yang
terbaik bagi anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan
perkembangan; dan penghargaan terhadap pendapat anak. Perlindungan anak
bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi
terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Sejalan dengan tujuan tersebut, maka hakekat perlindungan anak Indonesia adalah
perlindungan keberlanjutan, karena merekalah yang akan mengambil alih peran dan
perjuangan mewujudkan cita- cita dan tujuan bangsa Indonesia. Negara,
pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orangtua berkewajiban dan bertanggung
jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

Pendekatan Perlindungan Anak Berbasis Sistem


Pendekatan perlindungan anak berbasis sistem sebagai pendekatan yang menekankan
tanggung jawab atau kewajiban dari negara sebagai primary duty bearer dalam
menyediakan layanan untuk pemenuhan hak hak anak dan perlindungan anak.
Negara mengakui anak sebagai pemegang hak dan berhak atas perlindungan,
mempromosikan tanggungjawab dan akuntabilitas negara untuk kesejahteraan anak. Fokus
pada pencegahan kekerasan disumber masalahnya, pengembangan sistem kesejahteraan
yang dilaksanakan oleh negara yang komprehensif (bukan jejaring kerja/proyek),
menjangkau semua anak dan fokus pada keluarga dan masyarakat.
Sistem perlindungan anak yang efektif mensyarakatkan adanya komponen-komponen
yang saling terkait. Adapun komponen-komponen tersebut meliputi:
a. Layanan Kesejahteraan Sosial
Penguatan dan pemberian pelayanan kesejahteraan dan perlindungan anak
memerlukan gambaran yang jelas tentang tugas, tanggung jawab dan proses
kelembagaan di setiap tingkat. Proses dan kriteria pelaporan, penilaian, dan
perencanaan intervensi dan penanganan kasus perlu dipetakan, yang kemudian
dilakukan standarisasi dan disosialisasikan di semua tingkat.
Kapasitas pekerja sosial provinsi, kabupaten, dan masyarakat perlu diperkuat.
Tugas dan tanggung jawab yang baru ditetapkan dan akuntabilitas harus menentukan
kapasitas yang diperlukan di setiap tingkatan.
b. Kerangka kerja legal/peraturan perundang-undangan
Kerangka hukum dan peraturan perlu ditingkatkan dan sesuai dengan standard
inernasional.. Kerangka hukum yang menyeluruh dan mengikat diperlukan ditingkat
pusat. Kerangka hukum dan peraturan ditingkat provinsi dan kabupaten harus sejalan
dengan kerangka hukum nasional. Meliputi kerangka hukum dan kebijakan yang
mendukung serta sistem data dan informasi untuk perlindungan anak.
c. Perubahan sikap/ perilaku
Di tingkat masyarakat, berbagai komponen tersebut harus disatukan dalam
rangkaian kesatuan pelayanan perlindungan anak yang mendorong kesejahteraan dan
perlindungan anak dan meningkatkan kapasitas keluarga dan masyarakat untuk
memenuhi tanggung jawab mereka. Meliputi, kampanye dan lobby; pemahaman
media; ekspresi pendapat anak; debat nasional; membangun kapasitas, dan lain
sebagainya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perlindungan Anak termuat dalam Pasal 2, UU No.23, Tahun 2002 yang


berbunyi: “Perlindungan anak” adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi.
Terdapat 4 prinsip dasar sistem perlindungsn anak
1. Prinsip Non Diskriminasi, (Non Discrimination)
2. Prinsip Yang Terbaik Bagi Anak, (best interest of the child)
3. Prinsip Kelangsungan Hidup dan Perkembangan Anak (survival and development)
4. Prinsip Penghargaan Terhadap Pendapat Anak (respect for the views of the child),

3.2 Saran

Dalam penulisan makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan dan kesalahan,
baik dari segi penulisan maupun dari segi penyusunan kalimatnya. Dari segi isi juga masih
perlu ditambahkan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kepada para pembaca
makalah ini agar dapat memberikan kritikan dan masukan yang bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI bekerjasama dengan Pusat Kajian


Perlindungan Anak Universitas Indonesia dan Bank Dunia. (2011). Membangun
Sistem Perlindungan Anak di Indonesia, Sebuah Kajian Pelaksanaan PKSA
Kementerian Sosial RI dan Kontribusinya terhadap Sistem Perlindungan Anak.

Hikmat, Hari. (2006). Pedoman Analisis Kebijakan Kesejahteraan Sosial, Pada Tgl 05
Maret 2008 Disampaikan dalam Kegiatan Finalisasi Pedoman Analsis
Kebijakan Kesejahteraan Sosial, Departemen Sosial RI.

Kementerian Sosial RI, Badan Pusat Statistik. (2012). Profil PMKS, Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial, INDONESIA 2011. Pusat Data dan Informasi
Kementerian Sosial RI.

Mallon, Gerald P and Peg McCartt Hess. (2005). Child Welfare For The Twenty-First
Century. A Handbook of Practices, Policies, and Program. Columbia
University Press.

Anda mungkin juga menyukai