Anda di halaman 1dari 13

1

Askep diare dengan pendekatan 3S

A. Konsep Dasar Diare


1. Pengertian
Diare adalah penyakit pada sistem pencernaan yang ditandai dengan
terjadinya perubahan pada pola BAB dan disertai perubahan konsistensi tinja
lebih encer dan cair dan bisa disetai darah ataupun lendir.
2. Etiologi

Menurut akton (2014), organisme patogen penyebab utama diare adalah


bakteri yaitu campylobacter, shigella, salmonella, staphylococcus aureus dan
escherichia coli. Bakteri adalah salah satu agen parasit yang paling sering
menyebabkan diare pada anak. Penyebaran organisme patogen penyebab diare
kebanyakan melalui jalur fekal dan oral seperti makanan atau air yang
terkontaminasi atau ditularkan antar manusia dengan kontak yang erat.
Kurangnya air bersih, tempat tinggal yang berdesakan, kebersihan yang
rendah dan gizi kurang merupakan faktor resiko utama terjangkit infeksi
bakteri atau parasit patogen penyebab diare.

3. Patofisiologi

Menurut Muttaqin & Sari (2011), peradangan pada gastrointestinal


disebabkan oleh infeksi dengan melakukan invasi pada mukosa,
memproduksi enterotoksin dan atau memproduksi sitotoksin. Mekanisme ini
mengakibatkan sekresi cairan meningkat dan absorpsi cairan menurun serta
hilangnya nutrisi dan elektrolit sehingga terjadi dehidrasi. Faktor-faktor
penyebab terjadinya diare sebagai berikut:

1. Gangguan osmotik, adalah kondisi dimana asupan makanan atau


zat sulit diserap oleh mukosa intestinal dan akan menyebabkan
meningginya tekanan osmotik dalam rongga usus sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus, hal ini
menyebabkan isi dalam rongga usus berlebihan dan terangsang
2

untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

2. Produksi enterotoksin dari agen infeksi menyebabkan terjadinya


inflamasi mukosa, terutama pada seluruh permukaan intestinal
dan terjadi peningkatan aktivitas sekresi air dan elektrolit oleh
dinding usus ke dalam rongga usus sehingga terjadi diare.

3. Gangguan motilitas usus, hiperperperistaltik menyebabkan


berkurangnya kemampuan usus untuk menyerap makanan
sehingga terjadi diare, dan jika peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri timbul berlebihan dan dapat
menimbulkan diare.

Absorpsi utama terjadi di usus halus dan usus besar melakukan


absorpsi air sehingga terbentuk solid dari komponen feses. Gastroenteritis
yang terganggu menyebabkan elektrolit oleh usus halus, absorpsi nutrisi, dan
absorpsi air menjadi terganggu. Diare juga disebabkan oleh mikroorganisme
hidup yang masuk ke dalam usus. Kemudian berkembangbiak dan
mengeluarkan toksin sehingga terjadi hipersekresi yang menyebabkan diare.
Enterotoksin seperti (seperti E. Coli dan Vibrio cholera) yang di produksi
oleh agen bakteri akan memberikan efek langsung dalam peningkatan
pengeluaran sekresi air ke dalam lumen gastrointestinal. Beberapa agen
bakteri seperti Shigella dysenteriae, vibrio parahaemolyticus, clostridium
difficilr, enterohemorrhagic E. Coli bisa memproduksi sitotoksin yang
menghasilkan kerusakan sel-sel yang terinflamasi. Invasi enterosit dilakukan
oleh beberapa miktoba seperti organisme campylobacter, Shigella, dan
enterovasif E. Coli yang menyebabkan terjadinya destruksi, serta inflamasi.

Hilangnya cairan dan elektrolit menyebabkan ketidakseimbangan


asam basa dan gangguan sirkulasi yaitu terjadinya gangguan keseimbangan
asama basa (metabolik asidosis) hal ini terjadi karena kehilangan Na-
bikarbonat bersama feses. Metabolisme lemak yang tidak sempurna
menyebabkan terjadinya penimbunan dan peningkatan asam laktat dan tidak
dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) sehingga terjadinya
3

pemindahan ion Na dari cairan eksraseluler ke dalam cairan intraseluler.

Respon patologis dari gastroenteritis dengan diare berat adalah


dehidrasi. Dehidrasi adalah ketidakseimbangan cairan dimana jumlah output
melebihi jumlah intake sehingga jumlah cairan pada tubuh berkurang.
Dehidrasi juga disertai gangguan elektrolit. Dehidrasi dapat terjadi karena
kekurangan natrium (sodium defletion), kekurangan air (water deflection),
serta kekurangan air dan natrium secara bersama-sama.

Dehidrasi primer atau kekurangan air (water deflection), pada


peradangan gastroenteritis menyebabkan terjadinya gangguan fungsi usus
besar dalam mengabsorpsi cairan sehingga masuknya air sangat terbatas.
Pada dehidrasi primer terdapat gejala-gejala khas seperti oliguria sampai
anuri, haus, timbulnya gangguan mental seperti halusinasi, sangat lemah,
saliva sedikit sekali sehingga mulut kering, dan delirium. Pada stadium awal
terjadinya kekurangan cairan seperti klorida dan ion natrium yang ikut keluar
bersama cairan tubuh, tetapi kemudian ditubulus ginjal terjadi reabsorpsi ion
yang berlebihan sehingga cairan ekstrasel mengandung natrium dan klor
berlebihan dan terjadi hipertoni. Hal ini menyebabkan terjadinya dehidrasi
intrasel dikarenakan air keluar dari sel, inilah yang menimbulkan rasa haus.
Selain itu, hipofisis terangsang kemudian melepaskan hormon antidiuretik
sehingga terjadi oliguria.

Dehidrasi sekunder/sodium depletion : kondisi dimana tubuh


kehilangan cairan elektrolit. Keluarnya cairan melalui saluran pencernaan
pada keadaan muntah-muntah dan diare yang hebat dapat menyebabkan
terjadinya kekurangan natrium pada tubuh, akibatnya terjadi hipotoni
ekstrasel sehingga tekanan osmotik menurun. Hal ini menyebabkan hormon
antidiuretik sulit dikeluarkan sehingga ginjal mengeluarkan air agar
konsentrasi cairan ekstrasel dalam keadaan normal. Akibatnya volume
plasma dan cairan interstisial menurun. Selain itu terjadi hipotoni ekstrasel
yang menyebabkan air masuk ke dalam sel. Gejala-gejala dehidrasi sekunder
adalah lelah, muntah-muntah, nausea dan sakit kepala serta perasaan lesu .
4

Akibat turunnya volume darah, maka curah jantung pun menurun sehingga
tekanan darah juga menurun dan menyebabkan filtrasi glomerulos menurun,
kemudian terjadinya meningkatkan risiko gangguan kesimbangan asam basa
dan hemokonsentrasi yang disebabkan karena penimbunan nitrogen.

Diare dengan dehidrasi berat dapat menyebabkan terjadinya syok


hipovolemik. Syok adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh defisien
sirkulasi akibat ketidakseimbangan antara ruang vascular dan volume darah,
hal ini disebabkan karena berkurangnya volume darah dan bertambahnya
kapasitas ruang susunan vascular. Syok dibagi menjadi syok sekunder dan
syok primer. Pada syok primer terjadi vasodilatasi sehingga defisiensi
sirkulasi akibat ruang vascular membesar. Ruang vaskular yang membesar
mengakibatkan darah ditarik dan segera masuk ke dalam kapiler dan venula
alat-alat dalam (visera). Pada syok sekunder terjadi defisiensi sirkulasi perifer
disertai jumlah volume darah yang menurun, aliran darah yang kurang, serta
hemokosentrasi dan fungsi ginjal yang terganggu yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan cairan. Sirkulasi yang kurang tidak langsung terjadi
setelah adanya kerusakan tetapi sesudahnya sehingga disebut syok sekunder
atau delayed shock. Gejala-gejalanya adalah nadi cepat dan lemah, kulit yang
basah, rasa lesu dan lemas, kolaps vena terutama vena-vena supervisial,
oliguria, pernapasan dangkal, tekanan darah yang rendah, dan terkadang
disertai muntah. Faktor yang menyebabkan terjadinya disparitas diakibatkan
oleh permeabilitas yang bertambah secara menyeluruh sehingga volume
darah berkurang. Hal ini membuat cairan keluar dari pembuluh-pembuluh
dan kemudian masuk ke dalam jaringan sehingga terjadi pengentalan
(hemokonsentarsi) darah.
4. Manifestasi Klinis

Menurut Kusuma (2016) b e r i k u t m anifestasi klinis dari diare


akut dan diare kronis:
a. Diare akut

a) Nyeri perut, buang air besar encer, gas-gas dalam perut,


5

rasa tidak enak pada perut

b) Nyeri pada perut kuadran kanan bawah disertai kram dan


bunyi pada perut

c) Demam jika terinfeksi oleh infeksi seperti virus atau


infeksi bakteri atau peradangan karena penyakit
b. Diare kronik

a) Berat badan dan napsu makan menurun

b) Demam jika terinfeksi seperti virus atau infeksi bakteri


atau peradangan karena penyakit
c) Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardi, denyut lemah
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nuraarif & Kusuma (2015) berikut pemeriksaan
penunjang pada diare adalah :
a. Ph dan kadar gula dalam tinja, pemeriksaan tinja meliputi pemeriksaan
makroskopis dan mikroskopis, , dan resistensi feses (colok dubur).
b. Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan
keseimbangan asam basa.
c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
d. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na,K,kalsium dan Prosfat.
6. Penatalaksanaan

Menurut Supartini (2004), penatalaksanaan medis pada diare meliputi:


a. Pemberian cairan

Pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan yang di berikan peroral yang
berisikan Na HCO3, NaCl dan KCL dan glukosa untuk diare akut.

b. Cairan Parenteral

Pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL) di berikan tergantung berat / ringan
dehidrasi, yang di perhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur
dan berat badannya.
6

1) Dehidrasi Ringan : 1 jam pertama 25 – 50 ml / kg BB / hari, kemudian 125ml /


kg BB /oral.

2) Dehidrasi sedang
1 jam pertama 50 – 100 ml / kg BB / oral kemudian 125 ml / kg BB /hari.
3) Dehidrasi berat
1jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit (inperset 1 ml :
20 tetes), 16 jam nerikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral

c. Obat- obatan

Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang hilang d i a r e d a n


m u n t a h dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa/ karbohidrat
lain.

1) Antibiotic

Bila penyebabnya kolera, diberikan tetrasiklin 25 – 50 mg / kg BB / hari.


Antibiotic juga diberikan bila terdapat penyakit seperti OMA, faringitis,
bronchitis / bronkopeneumonia.

2) Obat anti sekresi


Asetosal, dosis 25 mg / ch dengan dosis minimum 30 mg.Klorrpomozin,
dosis 0,5 – 1 mg / kg BB / hari.

3) Obat spasmolitik, umumnya obat spasmolitik seperti papaverin ekstrak


beladora, opium loperamia, obat pengeras tinja seperti kaolin, pectin, charcoal,
tabonal, tidak di gunakan untuk mengatasi diare akut lagi.

ASSEMENT KEPERAWATAN:
1 Keluhan utama
7

Buang air besar (Bab) lebih dari 3 kali sehari, Bab < 4 kali dan cair (GE tanpa

dehidrasi), Bab 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan/sedang), atau Bab > 10

kali (dehidrasi berat). Apabila GE berlangsung < 14 hari maka GE tersebut

adalah GE akut, sementara apabila langsung selama 14 hari atau lebih adalah

GE persisten.

2 Riwayat nutrisi

Riwayat pola makanan sebelum sakit GE meliputi:

a) Konsumsi makanan penyebab GE, pantangan makanan atau makanan yang

tidak biasa dimakannya.

b) Perasaan haus. Pada pasien yang GE tanpa dehidrasi tidak merasa haus

(minum biasa). Pada dehidrasi ringan/sedang pasen merasa haus dan ingin

minum banyak. Sedangkan pada dehidrasi berat, sudah malas minum atau

tidak mau minum.

3 Pemeriksaan fisik

a) Kulit Untuk mengetahui elastisitas kulit, dapat dilakukan pemeriksaan

turgor, yaitu dengan cara mencubit daerah perut atau tangan menggunakan

kedua ujung jari (buka kedua kuku). Apabila turgor kembali dengan

cepat

(Kurang dari 2 detik), berarti GE tersebut tanpa dehidrasi. Apabila turgor

kembali dengan lambat (cubit kembali dalam waktu 2 detik), ini berarti GE

dengan dehidrasi ringa/sedang. Apabila turgor kembali sangat lambat

(cubitan kembali lebih dari 2 detik), ini termasuk GE dengan dehidrasi berat.

b) Kepala
8

Pada klien dewasa tidak di temukan tanda – tanda tapi pada anak berusia

di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, biasanya ubun – ubun cekung

kedalam.

c) Mata. Kelopak mata tampak cekung bila dehidrasi berat saja

d) Mulut dan lidah

1) Mulut dan lidah basah (tanpa dehidrasi)

2) Mulut dan lidah kering (dehidrasi ringan/sedang)

3) Mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat)

e) Abdomen kemungkinan mengalami distensi kram dan bising usus yaitu :

1) Inspeksi : melihat permukaan abdomen simetris atau tidak dan tanda lain

2) Auskultasi : Terdengar bising usus meningkat > 30 x/ menit

3) Perkusi : biasanya Terdengar bunyi tympani / kembung

4) Palasi :Ada tidak nyeri tekan epigastrium kadang juga terjadi distensi perut

f) Anus, apakah terdapat iritasi pada kulitnya

g) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam meningkatkan

diagnosis yang tepat, sehingga dapat memberikan terapi yang tepat pula.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada klien yang mengalami GE,

yaitu:

 Pemeriksaan tinja, baik secara mikroskopis maupun mikroskopi


dengan kultur
 Test malabsorbsi yang meliputi karbohidrat (ph, Clini Test) dan lemak
.
Diagnosa, Luaran dan Intervensi Keperawatan
1 Diare berhubungan dengan inflamasi gastrointestinal (D.0020)
9

Luaran : eliminasi fekal membaik (L.04033)

- Kontrol pengeluaran feses meningkat

- Keluhan defekasi lama dan sulit menurun

- Mengenjan saat defekasi menurun

- Distensi abdomen menurun

- Nyeri abdomen menurun

- Kram abdomen menurun

- Konsistensi feses membaik

- Frekuensi defekasi membaik

- Peristaltic usus membaik

Intervensi : manajemen diare (l.03101)

- Identifikasi penyebab diare

- Identifikasi riwayat pemberian makanan

- Identifikasi gejala invaginasi

- Monitor tanda dan geja hypovolemia

- Monitor iritasi dan ulserasi kulit di daerah perineal

- Monitor jumlah pengeluaran diare

- Monitor keamanan penyiapan makanan

- Berikan asupan cairan oral

- Pasang jalur intravena

- Berikan cairan intravena jika perlu

- Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit

- Ambil sampel feses untuk kultur jika perlu


10

- Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap

- Anjurkan menghindari makanan pembentuk gas, pedas dan mengandung

laktosa

- Kolaborasi pemberian obat antimotilitas

- Kolaborasi pemberian obat antispasmodic/spasmolitik

- Kolaborasi pemberian obat pengeras feses

2. Defisit nutrisi berhubungan b.d ketidakmampuan memasukkan atau mencerna nutrisi


oleh karena faktor biologis psikologis atau ekonomi (D.0019)

Luaran : status nutrisi membaik(L. 03030)


- Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
- kekuatan otot mengunyah dan menelan meningkat
- Berat badan dan indeks masa tubuh membaik
- Frekuensi makan menbaik
- Nafsu makan membaik
- Bising usus menbaik
- Membran mukosa membaik

Intervensi Utama:
Manajemen nutrisi (l.03119)
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
- Identifikasi makanan yang disukai
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan protein

Promosi berat badan (I.03136)


- Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
11

- Monitor adanya mual dan muntah


- Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi sehari-hari
- Monitor berat badan
- Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi namun tetap terjangkau
- Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan

3. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan disfunsi intestinal


(D.0036)
Luaran : keseimbangan cairan meningkat (L.03020)
- Asupan cairan meningkat
- Haluaran urin meningkat
- Kelembaban membrane mukora meningkat
- Edema menurun
- Dehidrasi menurun
- Tekanan darah membaik
- Denyut nadi radial membaik
- Tekanan arteri rata-rata membaik
- Membran mukosa membaik
- Mata cekung membaik
- Turgor kulit membaik

Intervensi : manajemen cairan (l.03098)


- Monitor status hidrasi
- Monitor berat badan harian
- Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialysis
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
- Monitor status hemodinamik
- Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam
- Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
- Berikan cairan intravena jika perlu
- Kolaborasi pemberian diuretic jika perlu
12

Intervensi pemantauan cairan (l.03121)


- Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
- Monitor frekuensi napas
- Monitor tekanan darah
- Monitor berat badan
- Monitor waktu pengisian kapiler
- Monitor esatisitas atau turgor kulit
- Monitor jumlah, warna dan berat jenis urine
- Monitor kadar albumin dan protein total
- Monitor hasil pemeriksaan serum
- Monitor intake dan output cairan
- Identifikasi tanda-tanda hipovolemia
- Identivikasi tanda-tanda hipervolemia
- Identifikasi faktor resiko ketidakseimbangan cairan
- Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan jika perlu

Referensi :

Akton Sharon. 2014. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC


Muttaqin arif dan Sari Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal. Salemba Medika
Kusuma Hardhi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis. Jilid 1. Jogjakarta
Amih Huda Nuraarif, S.Kep., Ns & Hardhi Kusuma, S.Kep., Ns. (2015). Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Yogyakarta.
Supartini, Y. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran : EGC
PPNI, 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
PPNI, 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
PPNI, 2019. Standart I Luaran Keperawatan Indonesia edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
13

Anda mungkin juga menyukai