Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ISOLASI SOSIAL

Oleh

Kelompok 11 Regular B

1. Trisia Yohana Pasutan


2. Theresia M.M Bulin
3. Sebastian Litijawa

JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D III KEPERAWATAN KUPANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas rahmat dan
kelimpahan-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Isolasi Sosial” . makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Jiwa .

Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu dengan kerendahan hati kami meminta kepada para pembaca agar senatiasa memberika kritik
dan saran yang sifatnya membagun demi kesempurnaan tugas ini.

Akhir kata kami mengharapkan semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Kupang, 20 April 2022

Penyusun

Daftar Isi

Kata Pengantar ...............................................................................................................i


Daftar Isi .........................................................................................................................ii

Bab I ( Pendahaluan )

1.1 Latar Belakang ..........................................................................................................1

1.2 Tujuan........................................................................................................................2

1.3 Manfaat......................................................................................................................2

Bab II ( Tinjauan Teori )

2.1 Konsep Isolasi Sosial ................................................................................................4

2.1.1 Pengertian ..............................................................................................................4

2.1.2 Proses Terjadinya Isolasi Sosial ............................................................................5

2.1.3 Tanda Dan Gejala ..................................................................................................8

2.2 Proses Asuhan Keperawatan ....................................................................................9

2.2.1 Pengkajian .............................................................................................................9

2.2.2 Merusmuskan Masalah ........................................................................................13

2.2.3 Rencana Keperawatan .........................................................................................13

2.2.4 Implementasi Dan Evaluasi ................................................................................19

2.2.5 Dokumentasi .........................................................................................................22

Bab III ( Penutup )

3.1 Kesimpulan .............................................................................................................23

3.2 Saran .......................................................................................................................23

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keperawatan jiwa merupakan suatu bidang spesialis praktik keperawatan yang
menetapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara
terapeutik kiatnya, praktik keperawatan jiwa terdiri dalam konteks sosial dan
lingkungan.Keperawatan jiwa merupakan salah satu dari lima inti disiplin kesehatan mental.
Perawat jiwa menggunakan pengetahuan dari ilmu-ilmu psikososial, biofisik, teori-teori
kepribadian dan perilaku manusia untuk menurunkan suatu kerangka kerja teoritik yang
menjadi landasan keperawatan. Saat ini berkembang perawatan sebagai elemen inti dari
semua praktik keperawatan (Suliswati, 2006). Salah satu jenis gangguan jiwa adalah
skizofrenia, yang merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada
dopamin, yaitu salah satu sel kimia dalam otak.Skizofrenia adalah gangguan jiwa psikotik
paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan efektif atau respons emosional dan menarik diri
dari hubungan antar pribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah)
dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindera). (Gaskins 2012) Menarik diri
merupakan reaksi yang ditampilkan individu yang dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis. Reaksi fisik yaitu individu menunjukan perilaku apatis mengisolasi diri, tidak
berminat, sering disertai rasa takut dan permusuhan (Direja Ade, 20011).
Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami oleh individu dan dirasakan saat
didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan negatif atau mengancam
(Yosep, I. 2007). Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam
dirinya dan lingkungan luar baik keluarga, kelompok maupun komunitas, dalam
berhubungan dengan lingkungan manusia harus mengembangkan strategi koping yang efektif
agar mampu beradaptasi. Umumnya manusia memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri
dengan baik, namun ada juga individu yang mengalami kesulitan untuk melakukan
penyesuaian dengan persoalan yang dihadapi. Mereka bahkan gagal melakukan koping yang
sesuai tekanan yang dialami, atau negatif, koping yang tidak menyelesaikan persoalan dan
tekanan tapi lebih pada menghindari atau mengingkari persoalan yang ada (Suliswati, 2006).
Kegagalan dalam memberikan koping yang sesuai dengan tekanan yang dialami dalam
jangka panjang mengakibatkan individu mengalami berbagai macam gangguan mental.
Gangguan mental tersebut sangat bervariatif, tergantung dari berat ringannya sunber tekanan,
perbedaan antara individu yang bersangkutan. Sejalan dengan itu fungsi serta tanggung
jawab perawat psikiatri dalam memberikan asuhan keperawatan dituntut untuk dapat
menciptakan suasana yang dapat membantu proses penyembuhan dengan menggunakan
hubungan terapeutik melalui usaha pendidikan kesehatan dan tindakan keperawatan secara
komprehensif yang diajukan secara berkesinambungan karena penderita isolasi sosial dapat
menjadi berat dan lebih sukar dalam penyembuhan bila tidak mendapatkan perawatan secara
intensif (Siswanto 2007).
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah :
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran dan pengalaman langsung dalam memberikan asuhan
keperawatan klien dengan Isolasi Sosial.
2. Tujuan Khusus
Diharapkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Isolasi Sosial, penulis
akan dapat :
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan Isolasi Sosial.
b. Merumuskandiagnosa keperawatan yang timbul pada klien dengan Isolasi Sosial.
c. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Isolasi Sosial.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Isolasi Sosial.
e. Membuat evaluasi dari tindakan keperawatan pada klien dengan Isolasi Sosial.
f. Membuat dokumentasi asuhan keperawatan pada klien dengan Isolasi Sosial.

1.3 Manfaat

Agar mampu memahami konsep asuhan keperawatan dengan pasien gangguan isolasi sosial

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Isolasi Sosial


2.1.1 Pengertian Isolasi Sosial
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Klien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
orang lain (Keliat & Akemat, 2013).
Menururt Dalami (2009) Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang
merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan.
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang
lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam, atau suatu keadaan dimana seseorang
individu mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
orang lain (Keliat & Akemat, 2006).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteaksi dengan orang lain disekitarnya (Damaiyanti, 2012). Klien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain (Keliat, 2011).
Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami individu dan dirasakan saat
didorong oleh keberadaan orang lain sebagai pernyataan negatif atau mengancam (NANDA-I
dalam Damaiyanti, 2012).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa isolasi sosial merupakan keaadaan seseorang yang
mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
karena mungkin merasa ditolak, kesepian dan tidak mampu menjalin hubungan yang baik
antar sesama.

2.1.2 Proses Terjadinya Isolasi Sosial


Proses terjadinya gangguan isolasi sosial : menarik diri dipengaruhi beberapa faktor, antara
lain :
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi sebagai faktor risiko yang menjadi sumber terjadinya stres yang
mempengaruhi tipe dan sumber dari individu untuk menghadapi stres baik yang biologis,
psikososial dan sosial kultural. Membedakan stressor predisposisi menjadi tiga, meliputi
biologis, psikologis dan sosial budaya. Stressor predisposisi ini kejadiannya telah berlalu
(Stuart, 2013). Penjelasan secara rinci tentang ketiga stressor predisposisi tersebut sebagai
berikut (Keliat, 2011) :

a. Faktor Biologis

Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter dimana ada
riwayata anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Adanya risiko bunuh diri,riwayat
penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA. Selain itu ditemukan adanya
kondisi patologis otak, yang dapat diketahui dari hasil pemeriksaan struktur otak melalui
pemeriksaan CT Scan dan hasil pemeriksaan MRI untuk melihat gangguan struktur dan
fungsi otak (Thomb, 2000)

b. Faktor Psikologis

Pasien dengan masalah isolasi sosial, seringkali mengalami kegagalan yang berulang
dalam mencapai keinginan/harapan, hal ini mengakibatkan terganggunya konsep diri, yang
pada akhirnya akan berdampak dalam membina hubungan dengan orang lain.Koping
individual yang digunakan pada pasiendengan isolasi sosial dalam mengatasi masalahnya,
biasanya maladaptif. Koping yang biasa digunakan meliputi: represi, supresi, sublimasi dan
proyeksi. Perilaku isolasi sosial timbul akibat adanya perasaan bersalah atau menyalahkan
lingkungan, sehingga pasienmerasa tidak pantas berada diantara orang lain dilingkungannya.
Kurangnya kemampuan komunikasi, merupakan data pengkajian keterampilan verbal pada
pasien dengan masalah solasi sosial, hal ini disebabkan karena pola asuh yang keluarga yang
kurang memberikan kesempatan pada pasien untuk menyampaikan perasaan maupun
pendapatnya.Kepribadian introvertmerupakan tipe kepribadian yang sering dimiliki pasien
dengan masalah isolasi sosial. Ciri-ciri pasien dengan kepribadian ini adalah menutup diri
dari orang sekitarnya. Selain itu pembelajaran moral yang tidak adekuat dari keluarga
merupakan faktor lain yang dapat menyebabkan pasien tidak mampu menyesuaikan
perilakunya di masyarakat, akibatnya pasienmerasa tersisih ataupun disisihkan dari
lingkungannya. Faktor psikologis lain yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah
kegagalan dalam melaksanakan tugas perkembangan. Kegagalan dalam melaksanakan tugas
perkembangan akan mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada orang
lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar
dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Kondisi diatas,
dapat menyebabkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, menghindar dari
orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan sehari-hari terabaikan (Stuart &
Laraia, 2005).

c. Faktor sosial
Faktor predisposisi sosial budaya pada pasiendengan isolasi sosial, sesringkali diakibatkan
karena pasienberasal dari golongan sosial ekonomi rendah hal ini mengakibatkan
ketidakmampuan pasiendalam memenuhi kebutuhan. Kondisi tersebut memicu timbulnya
stres yang terus menerus, sehingga fokus pasienhanya pada pemenuhan kebutuhannya dan
mengabaikan hubungan sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Stuart & Laraia (2005) dan
Townsend (2005) mengatakan bahwa faktor usia merupakan salah satu penyebab isolasi
sosial hal ini dikarenakan rendahnya kemampuan pasiendalam memecahkan masalah dan
kurangnya kematangan pola berfikir. Pasiendengan masalah isolasi sosial umumnya memiliki
riwayat penolakan lingkungan pada usia perkembangan anak, sehingga tidak mampu
menyelesaikan masalah tugas perkembangannya yaitu berhubungan dengan orang lain.
Pengalaman tersebut menimbulkan rasa kurang percaya diri dalam memulai hubungan,
akibat rasa takut terhadap penolakan dari lingkungan. Lebih lanjut Stuart & Laraia (2005)
mengatakan bahwa, tingkat pendidikan merupakan salah satu tolok ukur kemampuan pasien
berinteraksi secara efektif. Karena faktor pendidikan sangat mempengaruhi kemampuan
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pasiendengan masalah isolasi sosial biasanya
memiliki riwayat kurang mampu melakukan interaksi dan menyelesaikan masalah, hal ini
dikarenakan rendahnya tingkat pendidikan pasien

2. Faktor presipitasi
Ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur
otak.Faktor lainnya pengalaman abuse dalam keluarga. Penerapan aturan atau tuntutan
dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan pasien dan konflik antar
masyarakat.Selain itu Pada pasienyang mengalami isolasi sosial, dapat ditemukan adanya
pengalaman negatif pasienyang tidak menyenangkan terhadap gambaran dirinya,
ketidakjelasan atau berlebihnya peran yang dimiliki serta mengalami krisis
identitas.Pengalaman kegagalan yang berulang dalam mencapai harapan atau cita-cita, serta
kurangnya penghargaan baik dari diri sendiri maupun lingkungan. Faktor-faktor diatas,
menyebabkan gangguan dalam berinteraksi sosial dengan orang lain, yang pada akhirnya
menjadi masalah isolasi sosial.
Menurut Stuart Sundeen dalam Sutejo tentang respon klien ditinjau dari interaksinya
dengan lingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang terbentang antara respon adaptif
dengan maladaptive sebagai berikut:
a. Respon Adaptif
Menurut Sutejo (2017) respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-
norma sosial dan kebudayan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut
masih dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah. Berikut adalah sikap yang
termasuk respon adaptif:

Respon adaptif Respon


maladaptif
Menyendiri
Kesepian Manipulasi
Otonomi

Kebersamaan Menarik Impulsif


diri
Saling ketergantungan narsisisme

1. Menyendiri, respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah terjadi
di lingkungan sosialnya.
2. Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan
perasaan dalam hubungan sosial.
3. Kebersamaan, kemampuan individu dalam hubungan interpersonal yang saling
membutuhkan satu sama lain.
4. Saling ketergantungan (Interdependen), suatu hubungan saling ketergantungan antara
individu dengan orang lain
5. Merasa Sendiri (Loneliness)
Merupakan kondisi dimana individu merasa sendiri dan merasa asing dari lingkungannya.
6. Menarik Diri
Merupakan keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya dan tidak mampu membina
hubungan secara terbuka dengan orang lain.
7. Ketergantungan (Dependen)
Merupakan terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri atau
kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
b. Respon Maladaptif
Menurut Sutejo (2017) respon maladaptif adalah respon yang menyimpang dari norma sosial
dan kehidupan di suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk responm
maladaptif:
1. Manipulasi, kondisi dimana individu cenderung berorientasi pada diri sendiri.
2. Impulsif merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subjek yang tidak
dapat diduga, tidak dapat dipercaya dan tidak mampu melakukan penilaian secara objektif.
3. Narsisisme, kondisi dimana individu merasa harga diri rapuh, dan mudah marah

2.1.3 Tanda Dan Gejala

Menurut Yosep (2009)tanda dan gejala klien isolasi sosial bisa dilihat dari dua cara yaitu
secara objektif dan subjektif. Berikut ini tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial:
a. Gejala subjektif
1. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
2. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
3. Respons verbal kurang dan sangat singkat.
4. Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
5. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
6. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
7. Klien merasa tidak berguna.
b. Gejala objektif
1. Klien banyak diam dan tidak mau bicara.
2. Tidak mengikuti kegiatan.
3. Klienberdiam diri di kamar.
4. Klienmenyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat.
5. Klientampak sedih, ekspresi datar dan dangkal.
6. Kontak mata kurang.
7. Kurang spontan.
8. Apatis
9. Ekspresi wajah kurang berseri.
10. Mengisolasi diri
11. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar.
12. Aktivitas menurun.
Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah, segera timbul
perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak dilakukan intervensi lebih
lanjut, maka akan menyebabkan perubahan persepsi sensori: halusinasi dan resiko
mencederai diri, orang lain, bahkan lingkungan (Herman Ade, 2011).
2.2 Proses Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian pasienisolasi sosial dapat dilakukan melalui wawancara dan observasi kepada
pasiendan keluarga. Tanda dan gejala isolasi sosial dapat ditemukan dengan wawancara, melelui
bentuk pertanyaan sebagai berikut:

a. Bagaimana perasaan Anda saat berinteraksi dengan orang lain?


b. Bagaimana perasaan Anda ketika berhubungan dengan orang lain? Apa yang Anda
rasakan? Apakah Anda merasa nyaman ?
c. Bagaimana penilaian Anda terhadap orang-orang di sekeliling Anda (keluarga atau
tetangga)?
d. Apakah Anda mempunyai anggota keluarga atau teman terdekat? Bila punya siapa
anggota keluarga dan teman dekatnya itu?
e. Adakah anggota keluarga atau teman yang tidak dekat dengan Anda? Bila punya siapa
anggota keluarga dan teman yang tidak dekatnya itu?
f. Apa yang membuat Anda tidak dekat dengan orang tersebut?
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan melalui observasi adalah sebagai
berikut:
a. Pasienbanyak diam dan tidak mau bicara
b. Pasienmenyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
c. Pasientampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
d. Kontak mata kurang
2.2.2 Diagnosa keperawatan
Dengan masalah keperawatan :
a. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
b. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
c. Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
d. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
e. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
f. Pasien merasa tidak berguna.
g. Pasien merasa tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
Data yang diperoleh dikelompokkan menjadi dua macam seperti berikut :
a. Data objektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui observasi dan
pemeriksaan langsung oleh perawata.
1) Tidak memiliki teman dekat
2) Menarik diri
3) Tidak komunikatif
4) Tindakan berulang dan tidak bermakna

Masalah keperawatan

a. Risiko gangguan persepsi sensor: Halusinasi


b. Isolasi sosial
c. Harga diri rendah kronik

Pohon masalah

Risiko gangguan persepsi sansori halusinasi ( Effect )

Isolasi soasial ( Core problem )

Harga diri rendah kronik ( Causa )

Diagnosa keperawatan yang diangkat adalah:


a. Isolasi sosial
b. Harga Diri Rendah Kronik
c. Resiko Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

2.2.3 Rencana keperawatan isolasi sosial

Diagnosa Perencanaan Inntervensi Rasional


keperawatan Tujuan Kriteria hasil

Isolasi sosial Klien dapat 1. Ekspresi wajah 1. Bina hubungan saling Hubungan
membina bersahabat percaya dengan saling percaya
hubungan menunjukkan rasa menggunakan prinsip merupakan
saling percaya senang , ada komunikasi terapeutik. dasar untuk
kontak mata, mau 2. Sapa klien dengan kelancaran
berjabat tangan, ramah baik verbal hubungan
mau menjawab maupun non verbal interaksi
salam, klien mau 3. Perkenalkan diri selanjutnya
duduk dengan sopan
berdampingan 4. Tanyakan nama
dengan perawat, lengkap klien dan nama
mau panggilan yang disukai
mengutarakan klien
masalah yang 5. Jelaskan tujuan
dihadapi pertemuan
6. Jujur dan menempati
janji
7. Tunjukan sifat empati
dari menerima klien apa
adanya
8. Beri perhatian kepada
klien dan perhatikan
kebtuhan dasar klien
Klien dapat klien dapat 1. kaji pengetahuan Diketahui
menyebutkan menyebutkan klien tentang perilaku penyebab akan
penyebab penyebab menarik menarik diri dan tanda- dapat
menarik diri diri yang berasal tandanya. dihubungkan
dari 2. Beri kesempatan dengan faktor
- diri sendiri kepada klien untuk resipitasi yang
- orang lain mengungkapkan dialami klien
- lingkunga perasaan penyebab
n menarik diri atau mau
bergaul.
3. Diskusikan bersama
klien tentang perilaku
menarik diri tanda-tanda
serta menjawab yang
muncul.
4. Berikan pujian
terhadap kamampuan
klien dalam
mneggunakan
perasaanya.
Klien dapat klien dapat kaji pengetahuan klien Klien harus
menyebutkan menyebutkan tentang manfaat dan dicoba
keuntungan keuntungan keuntungan berinteraksi
berhubungan berhubungan berhubungan dengan secara
dengan orang dengan orang orang lain. bertahap agar
lain dengan lain. 1.Beri kesempatan terbiasa
kerugian 1.Klien dapat dengan klien untuk membina
berhubungan menyebutkan mengungkapkan hubungan yang
dengan orang kerugian tidak perasaan tentang sehat dengan
lain. berhubungan keuntungan orang lain
dengan orang 2. Diskusikan bersama
lain. klien tentang
keuntungan
3. Beri reinforcement
positif terhadap
kemampuan
pengungkapan perasaan
tentang keuntungan
berhubungan dengan
orang lain.
4. kaji pengetahuan
klien tentang manfaat
dan kerugian tidak
berhubungan dengan
orang lain.
5. Berikan kesempatan
kepada klien untuk
mengungkapkan tentang
kerugian tidak
berhubungan dengan
orang lain. Mengeveluasi
6.Diskusikan bersama manfaat yang
klien tentang kerugian dirasakan klien
tidak berhubungan sehingga
dengan orang lain. timbul
7. Beri reinforcement motivasi untuk
positif terhadap berinteraksi
kemampuan
pengungkapan perasaan
tentang kerugian tidak
berhubungan dengan
orang lain.

Klien dapat Klien dapat 1. kaji kemmpuan klien


melaksanakan mendemontrasika membina hubungan
hubungan n hubungan sosial dengan orang lain
sosial secara secara bertahap 2. dorong dan bantu
bertahap anata: klien untuk
K-P berhubungan dengan
K-P-K orang lain melalui tahap:
K-P-Kel K-P
K-P-Kep K-P-K lain
K-P-P lain- k lain
K-P-kel/Klp/ Masy
3. beri reinforcement
terhadapa keberhasilan
yang telah dicapai.
4. Bantu klien untuk
mengevaluasi manfaat
berhubungan
5. Diskusikan jadwal
harian yang dapat
dilakukan bersama klien
dalam mengisi waktu.
6. Motivasi klien untuk
mengikuti kegiatan
ruangan.
7. Beri reinforcemant
atas kegiatan klien
dalam ruangan.
Klien dapat Klien dapa t 1.Dorong klien untuk
mengungkapka mengungkapkan mengungkapkan
n persaannya perasaannya perasaannya bila
setelah setelah berhubungan dengan
berhubungan berhubungan orang lain.
dengan orang dengan orang 2.Diskusikan dengan
lain. lain: klien tentang perasaan
- Diri manfaat berhubungan
sendiri dengan orang lain.
- Orang 3. Beri reinforcement
lain. positif atas kemampuan
klien mengungkapkan
klien manfaat
berhubungan dengan
orang lain,.
Klien dapat keluarga dapat 1. Bisa berhubungan Keterlibatan
memberdayaka -menjelaskan dengan keluarga: keluarga
n sistem perasaannya -salam, perkenalkan diri sangat
pendukung -menjelaskan cara -sampaikan tujuan mendukung
atau keluarga merawat klien -eksplorasi perasaan terhadap
mampu menarik diri keluarga proses
mengembangk - 2. Diskusikan dengan perubahan
an kemampuan mendemonstrssik anggota keluarga perilaku klien
klien untuk an cara perawatan tentang:
berhubungan klien menarik diri -perilaku menarik diri
dengan orang -berpartisipasi -penyebab perilaku
lain. dalam perawatan menarik diri
klien menarik -akibat yang akan terjadi
diri. jika perilaku menarik
diri tidak dianggap
-cara keluarga
menghadapi klien
menarik diri
3. Dorong anggota
keluarga untuk
memberikan dukungan
kepada klien untuk
berkomunikasi dengan
orang lain.
4. Anjurkan anggota
keluarga secara rutin
dan bergantian
mengjeuk klien minimal
satu minggu sekali.
5. Beri reinforcement
atas hal-hal yang telah
dicapai oleh keluarga.

Contoh rencana keperawatan isolasi sosial dalam bentuk strategi pelaksanaan

No Pasien Keluarga
SP1P SP1K
1 Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial Mendiskusikan masalah yang dirasakan
pasien keluarga dalam merawat pasien.
2 Berdikusi dengan klien tentang keuntungan Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala
berinteraksi dengan orang lain. isolasi sosial yang dialami klien beserta
3 Berdikusi dengan klien tentang kerugian proses terjadinya.
berinteraksi dengan orang lain. Menjelaskan cara-cara merawat klien
4 Mengajarkan klien cara berkenalan dengan dengan isolasi sosial
satu orang.
5 Menganjurkan klien memasukan kegiatan
latihan berbincang-bincang dengan orang
lain dalam kegiatan harian
SP2P SP2K
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Melatih keluarga mempraktikkan cara
pasien merawat klien dengan isolasi sosial.
2 Memberikan kesempatan kepada klien Melatih keluarga mempraktikkan cara
mempraktikkan cara berkenalan dengan merawata langsung kepada klien isolasi
satu orang sosial
2 Membantu klien memasukan kegiatan
latiihan berbincang-bincang dengan orang
lain sebagai salah satu kegiatan harian
SP3P SP3K
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Membantu keluarga membuat jadwal
pasien aktivitas dirumah termasuk minum obat
2 Memberikan kesempatan kepada klien (discharge planning).
mempraktikkan cara berkenalan dengan dua Menjelaskan follow up kepada klien
orang atau lebih setelah pulang
3 Menganjurkan klien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian

2.2.4 Implementasi dan evaluasi keperawatan

No. Diagnosa Rencana Implementasi keperawatan Evaluasi


Diagnosa keperawatan keperawatan keperawatan
keperawatan
1 Isolasi sosial SP1P isolasi Melakukan SP1P isolasi S : “walaikumsalam”
sosial sosial: “ nama saya, pak,
1. Mengidentifikasi baik, setuju pak”,
penyebab isolasi “saya senang saja
sosial. sendiri, kamu lebih
2. Berdiskusi dengan enak, sendiri,
klien tentang keuntungannya
keuntungan bila banyak teman dan
berhubungan ada teman ngobrol,
dengan orang lain. kerugiannya tidak
3. Berdiskusi dengan ada teman dan sepi”.
klien tentang “bersalaman,
kerugian bila tidak ucapkan salam,
berhubungan sebutkan nama, hobi,
dengan orang lain. dan asal, tanyakan
4. Mengajrkan klien namanya, hobinya,
cara berkenalan. dan asalnya”
5. Menganjurkan klien “masukkan dijadwal
memasukan klien jam 10.00 ya pak”.
latihan berkenalan O:
kedalam kegiatan - Klien mampu
harian. menyebutkan
apa yang dia
alami
- Klien mampu
menyebutkan
kerugian dan
keuntungann
ya.
- Klien
mnyebutkan
cara
berkenalan.
- Kontak mata
berkurang.
- Akek tumpul
- Bicara
lembut
- Klien dapat
memasukan
latihan
berkenalan
kedalam
jadwal
hariannya
yaitu pada
pukul 10.00.
A:
SP1P tercapai
P:
Perawat:
Lanjutkan SP2P
isolasi sosial pada
pertemuan ke-2 pada
hari senin, 7 mei
2012 pukul 11.00
diruang perawatan
pasien.
Klien:
Memotivasi klien
latihan berkenalan
dengan sesuai jadwal
yang dibuat.
2 Isolasi sosial SP2P isolasi Melakukan SP2P isolasi S : “ Wa alaikum
sosial sosial: salam”
1. Mengevaluasi “saya tadi jam 10.00
jadwal kegiatanlatihan berkenalan
klien. saya lakukan pak”
2. Memberikan “Assalamualaikum,
kesempatan padaperkenalan nama
klien saya I, hobi main
mempraktikkan cara tenis meja, asal saya
berkenalan. dari bontang, nama
3. Mengajarkan klien suster siapa, hobinya
berkenalan dengan suster apa, kalau
orang pertamaasalnya dari mana?”
(seorang perawat) “masukkan jam
4. Menganjurkan klien 11.00 dan 16.00 saja
memasukkan pak”
kedalam jadwal
kegiatan harian O:
- Klien
menyebut
cara
berkenalan.
- Klien
mempraktikk
an cara
berkenalan
dengan
seorang
perawat.
- Kontak mata
kurang
- Afek tumpul
- Bicara
lambta
- Klien dapat
memasukkan
latihan
berkenalan
dengan satu
orang
kedalam
jadwal
hariannya
yaitu pada
pukul 11.00
dan 16.00
A : SP2P tercapai
P:
Perawata:
Lanjutkan SP3P
isolasi sosial pada
pertemuan ke-3 pada
hari selasa 8 mei
2012 pukul 08.00
diruang perawatan
klien.
Klien:
Memotivasi klien
latihan berkenalan
dengan perawat lain
sesuai jadwal yang
dibuat

3 Isolasi sosial SP3P isolasi Melakukan SP3P isolasi S : “ wa alaikum


sosial sosial: salam “
1. Mengevaluasi “saya tadi jam 11.00
jadwal kegiatan dan 16.00 latihan
harian klien. berkenalan dengan
2. Memberikan perawat dan teman
kesempatan pada saya pak “
klien “Assalamualaikum,
mempraktikkan cara perkenalkan saya I,
berkenalan dengan hobi main tenis
oraang pertama. meja, asal dari
3. Melatih klien bontang, nama bapak
berinteraksi secara siapa, hobi bapak
bertahap dan asal bapak dari
( berkenalan dengan mana?
orang kedua – “assalamualaikum,
seorang klien). kenalkan anam saya
4. Menganjurkan klien I, honi saya main
memasukkan tenis meja, asal saya
kedalam jadwal dari bontang, nama
kegiatan harian bapak siapa, hobinya
apa, kalau asalnya
dari mana”
“Masukkan jam
13.00 saja pak”

O:
- Klien
mepmraktikk
an cara
berkenalan
dengan
seorang klien
dan klien
lainnya.
- Kontak mata
kurang
- Afek tumpul
- Bicara
lambat
- Klien dapat
memasukkan
latihan
berkenalan
dengan orang
kedua ke
dalam jadwal
hariannya
yaitu pada
pukul 13.00
A : SP3P tercapai
P:
Perawat:
Lanjutkan SP budaya
isolasi sosial ada hari
selasa 8 mei 2012
pukul 10.00 diruang
perawatan klien.
Klien :
Memotivasi klien
latihan berkenalan
dengan perawat dan
klien lain sesuai
jadwal yang dibuat.

2.2.5 Dokumentasi
Pendokumentasian dilakukan setiap selesai melakukan pertemuan dengan pasiendan
keluarga. Berikut contoh pendokumentasian asuhan keperawatan isolasi sosial pada
kunjungan kedua.Pendokumentasian dilakukan setiap selesai melakukan pertemuan dengan
pasiendan keluarga.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada pengkajian klien dengan isolasi sosial lebih mudah dilakukan karena klien
yang cukup kooperatif dan dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
dan selama pengkajian mendapat dukungan dari perawat ruangan, catatan medical
record. Data yang ada di teori ada yang tidak di temukan pada saat pengkajian seperti
merasa diri penting, pengurangan diri, dan lain-lain. Diagnosa keperawatan pada
tinjauan teori tidak semua sama dengan tinjauan kasus, di mana dalam tinjauan kasus
diagnosa keperawatan dapat berkembang dan bertambah sesuai dengan respon yang di
dapatkan pada klien
3.2 saran
Diharapkan untuk menerapkan pemberian terapi aktivitas kelompok sosialisasi
dalam asuhan keperawatan pemberian terapi aktivitas kelompok sosialisasi untuk
mengatasi perilaku isolasi sosial

DAFTAR PUSTAKA
https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/1087/DITA%20ROSWINDA
%20KTI.pdf?sequence=1&isAllowed=y
http://eprints.ums.ac.id/34110/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf
http://repository.pkr.ac.id/474/7/BAB%202.pdf
https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/1087/DITA%20ROSWINDA
%20KTI.pdf?sequence=1&isAllowed=y
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Keperawatan-Jiwa-
Komprehensif.pdf
Buku Asuhan Keperawatan Jiwa

pertanyaan.
Heni Kolang. bagaimana saling menangani px isos. yang sulit komunikasi?
Mersi Tampani : Respon adaftif dan respon mal adaftif.
Isabella Ujan. akibat jika isos tidak penangan yg baik.

Anda mungkin juga menyukai