Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

HYALIN MEMBRANE DISEASE


(HMD)
1. DEFINISI
Respiratory distress syndrom yang idiopatik dikenal juga sebagai Hyalin

Membrane Disease, hyaline membrane disease merupakan keadaan akut yang

terutama ditemukan pada bayi prematur saat lahir atau segera setelah lahir, lebih

sering pada bayi dengan usia gestasi dibawah 32 minggu yang mempunyai berat

dibawah 1500 gram (Suryadi dan Yuliani, 2014)

Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease

(HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan

terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi yang kurang (Mansjoer, 2010).

2. ETIOLOGI
Penyebab utama terjadinya RDN atau RDS adalah defesiensi atau kerusakan

surfaktan. Faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu:

a. Premature (Usia gestasi dibawah 32 minggu)

b. Asfiksia perinatal

c. Maternal diabetes,

d. Bayi prematur yang lahir dengan operasi Caesar (Betz, Cecily, 2009)

Gangguan traktus respiratorius :

a. Hyaline membrane disease (HMD). Berhubungan dengan kurangnya masa gestasi

(bayi prematur)
b. Transient tachypnoe of the newborn (TTN). Paru-paru terisi cairan, sering terjadi

pada bayi Caesar karena dadanya tidak mengalami kompresi oleh jalan lahir

sehingga menghambat pengeluaran cairan dari dalam paru.

c. Infeksi (pneumonia)

d. Sindroma aspirasi

e. Hipoplasia paru

f. Hipertensi pulmonal

g. Kelainan congenital (choanal atresia, hernia diagfragma,pieer robin sindroma)

h. Pleural effusion

i. Kelumpuhan saraf frenikus

Luar traktus respiratoris:

Kelainan jantung congenital, kelainan metabolic, darah dan SSP.

3. TANDA/GEJALA

a. Dispnoe Berat

b. Penurunan Compliance Paru

c. Pernapasan yang dangkal dan cepat pada mulanya yang menyebabkan alkalosis

respiratorik karena ( CO2 ) karbondioksida banyak terbang.

d. Peningkatan kecepatan penapasan

e. Nafasnya pendek dan ketika menghembuskan nafas terdengar suara ngorok

f. Kulit kehitaman akibat hipoksia

g. Retraksi antargia atau dada setiap kali bernapas

h. Napas cuping hidung


i. Takipnea ( > 60x/mnt)

4. PATOFISIOLOGI

Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat

yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran

nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24

minggu dan mencapai maksimum pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid

(75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan

alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional

pada sisa akhir ekspirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi

sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.

Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :

Oksigenasi jaringan menurun sehingga terjadi metabolisme anerobik dengan

penimbunan asam laktat dan asam organic lain yang menyebabkan terjadinya asidosis

metabolic.

Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolarisyang akan menyebabkan

terjadinya transudasi kedalam alveoli dan terbentuknya fibrin, selanjutnya fibrin dan

jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan membrane hialin.

Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya sirkulasi jantung,

penurunan aliran darah keparu dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan,

yang menyebabkan terjadinya atelektasis. Sel tipe II ini sangat sensitive dan

berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya
dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan

kembar.

Secara singkat patofisiologinya dapat digambarkan sbb :

Atelektasis hipoksemia asidosis transudasi penurunan aliran darah paru

hambatan pembentukan zat surfaktan atelekstasis. Hal ini berlangsung terus

sampai terjadi penyembuhan atau kematian.

5. KOMPLIKASI

a. Pneumothorax

b. Pneumodiastinum

c. Pulmonary intertistitial dysplasia

d. Broncho pulmonary dysplasia (BPD)

merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi

dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan

tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya

infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan

menurunnya masa gestasi

e. Patent ductus arterious (PDA)

PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi

dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya

f. Hipotensi

g. Asidosis

h. Kejang
i. Intraventricular hemorraghe

perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi

terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik

j. Retinopathy pada premature

Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan

dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi

k. Infeksi sekunder

Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya

perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana

tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC

a. Foto rontgen

menunjukan adanya atelektasis

b. Analisa gas darah

analisis gas darah arteri dengan PaO2 kurang dari 50 mmHg dan PCO2 diatas 60

mmHg

c. Imatur lecithin/ sphingomyelin (L/S)

lesitin/spingomielin rasio 2:1 mengindikasikan bahwa paru sudah matur

d. pemeriksaan darah, urine, dan glukosa darah (untuk mengetahui hipoglikemia).

e. Kalsium serum (untuk mementukan hipokalsemia)

7. PENATALAKSANAAN
Menurut Suriadi dan Yuliani (2014) dan Surasmi,dkk (2009) tindakan untuk

mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :

a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.


b. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

Penatalaksanaan secara umum :

a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan

bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %

Pantau selalu tanda vital

Jaga patensi jalan nafas

Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)

b. Jika bayi mengalami apneu

Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan

Lakukan penilaian lanjut

c. Bila terjadi kejang potong kejang segera periksa kadar gula darah

d. Pemberian nutrisi adekuat

Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan

kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik

atau menajemen lanjut

Gangguan Nafas Sedang


Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak

dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup

Bayi jangan diberi minum

Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk

terapi kemungkinan besar sepsis.

- Suhu aksiler <> 39C

- Air ketuban bercampur mekonium

- Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah

dini (> 18 jam)

Bila suhu aksiler 34- 36,5 C atau 37,5-39C tangani untuk masalah suhu

abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:

- Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan,

berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis

- Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal

ulangi tahapan tersebut diatas.

Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam

Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah

2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis

Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2secara

bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak

dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian

minum
Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi

kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan

tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan

Gangguan nafas ringan

Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.

Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis

lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas

sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.

Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan

menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.

Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas.

Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.

Penatalaksanaan Medis:

Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:

Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder

Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran

paru

Fenobarbital

Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen

Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk

pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.


PATHWAY
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

1. Riwayat maternal

a. Menderita penyakit seperti diabetes mellitus

b. Kondisi seperti perdarahan placenta

c. Tipe dan lamanya persalinan

d. Stress fetal atau intrapartus

2. Status infant saat lahir

a. Prematur, umur kehamilan

b. Apgar score, apakah terjadi aspiksia

c. Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar

3. Cardiovaskular

a. Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat

b. Murmur sistolik

c. Denyut jantung dalam batas normal

4. Integumen

a. Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi periferal

b. Pitting edema pada tangan dan kaki

c. Mottling

5. Neurologis

a. Immobilitas, kelemahan, flaciditas

b. Penurunan suhu tubuh

6. Pulmonary
a. Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 100 x )

b. Nafas grunting

c. Nasal flaring

d. Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal

e. Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan persentase

desaturasi hemoglobin

f. Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea.

7. Status Behavioral

Lethargy

8. Pemeriksaan Diagnostik

a. Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma

dengan overdistensi duktus alveolar

b. Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.

c. Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg,

saturasi oksigen 92% 94%, pH 7,31 7,45

9. Pola fungsi kesehatan

a. Pola nutrisi - metabolik.

BB turun, turgor kulit jelek, kulit kering dan kehilangan lemak.

b. Pola eliminasi

Perubahan karakteristik feses dan urine

c. Pola aktifitas latihan.

Sesak nafas.
d. Pola tidur dan istirahat

sulit tidur.

DIAGNOSA KEPERAWATAN, RENCANA KEPERAWATAN DAN RASIONAL

1. Ketidakefektifan Pola Napas B.D Imatur Paru Atau Dinding Dada dan Difisiensi

Cairan Surfaktan

Intervensi:

a. Observasi pola napas.

Rasional: mengetahui frekuensi napas

b. Observasi TTV.

Rasional: mengetahui keadaan umum bayi

c. Atur posisi tubuh semi ekstensi.

Rasional: memudahkan paru-paru berkembang saat ekspansi

d. Tempatkan bayi pada tempat yang hangat.

Rasional: mempertahankan suhu tubuh

e. Berikan penjelasan kepada keluarga tentang penyebab sesak napas yang dialami

pasien.

Rasional: menambah pengetahuan keluarga.

f. Kolaborasi pemberian oksigen.

Rasional: Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran.

g. Kolaborasi pemberian terapi obat bronchodilator.

Rasional: Obat Bronchodilator berfungsi untuk membuka broncus guna

memudahkan dalam pertukaran udara.


2. Gangguan Pertukaran Gas B.D Pengendapan Membrane Hialin Di Alveolus

Intervensi :

a. Kaji Tanda-tanda vital

Rasional: perubahan vital signs merupakan indikasi derajat keparahan dan status

kesehatan umum.

b. Observasi warna kulit, membrane mukosa, kuku.

Rasional: melihat adanya sianosis.

c. Berikan terapi oksigen sesuai indikasi.

Rasional: mempertahankan PaO2 .

d. Kolaborasi pemantauan GDA.

Rasional: Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru

e. Jelaskan kepada keluarga alasan pemberian oksigen dan tindakan lainnya.

Rasional: menambah pengetahuan keluarga.

f. Informasikan kepada keluarga untuk tidak merokok dlm ruangan.

Rasional: asap rokok dpt memperburuk keadaan bayi.

3. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang Dari Kebutuhan Tubuh B.D Reflek Menghisap

Lemah

Intervensi :

a. Berikan cairan melalui IVFD, glukosa 10%.

Rasional: untuk menggantikan kalori yang tidak didapat oleh oral.

b. Kaji kesiapan bayi untuk minum.


Rasional: mengtahui reflek hisap.

c. Berikan minum sesuai jadwal.

Rasional: memberikan nutrisi tambahan tambahan melalui oral

d. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi.

Rasional: pemberian nutrisi dilakukan dengan perhitungan yang tepat.

e. Timbang berat badan.

Rasional: mengetahui status nutrisi.

f. Berikan penjelasan kepada keluarga mengenai status gizi dan pentingnya untuk

memenuhi kebutuhan gizi.

Rasional: menambah pengetahauan keluarga.

4. Resiko Kekurangan Volume Cairan B.D Kehilangan Cairan Sensible Dan Insensibel

Intervensi :

a. Kaji turgor kulit.

Rasional: mengetahui tanda dehidrasi

b. Pertahankan pemberian cairan IVFD.

Rasional: mempertahankan kebutuhan cairan tubuh

c. Pertahankan tetesan infus secara stabil.

Rasional: untuk mencegah kelebihan atau kekurangan cairan.

d. Minitor intake dan output cairan.

Rasional: Catatan intake dan output cairan penting untuk menentukan

ketidakseimbangan cairan sebagai dasar untuk penggantian cairan.

e. Beri minum sesuai jadwal.


Rasional: mencegah terjadinya kekurangan cairan.

f. Lakukan pemeriksaan sodium dan potassium setiap 12 atau 24 jam.

Rasional: Peningkatan tingkat sodium dan potassium mengindikasikan terjadinya

dehidrasi dan potensial ketidakseimbangan elektrolit.

g. Berikan penjelasan kepada keluarga tentang pentingnya memenuhi kebutuhan

cairan bayi.

Rasional: menambah pengetahuan keluarga.

5. Resiko Gangguan Termoregulasi: Hipotermi B.D Belum Terbentuknya Lapisan

Lemak Pada Kulit

Intervensi :

a. Tempatkan bayi pada tempat yang hangat.

Rasional: mencegah terjadinya hipotermi.

b. Atur suhu incubator.

Rasional: menjaga kestabilan suhu tubuh.

c. Berikan pakaian yang hangat dan kering.

Rasional: menjaga bayi tetap hangat.

d. Pantau selalu suhu tubuh.

Rasional: memonitor perkembangan suhu tubuh bayi.


DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily lyn, dan linda A. sowden 2009. Keperawatan pediatric, edisi 5. Jakarta:
EGC.
Christian.2013. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Idiopatic Respiratory Distress
Doenges, Marilynn, dkk. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 8 .Jakarta : EGC.

Mansjoer. (2010). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.
Suriadi dan Yuliani, R. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 5 Jakarta : CV
Sagung Seto.
LAPORAN PENDAHULUAN
RESPIRATORY DISTRES SYNDROME (RDS) ATAU
HYALINE MEMBRANE DISEASE (HMD)

DISUSUN OLEH :

AI NANI
KHGD17016

PROGRAM PROFESI NERS

STIKes KARSA HUSADA GARUT

2017/2018

Anda mungkin juga menyukai