terutama ditemukan pada bayi prematur saat lahir atau segera setelah lahir, lebih
sering pada bayi dengan usia gestasi dibawah 32 minggu yang mempunyai berat
terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi yang kurang (Mansjoer, 2010).
2. ETIOLOGI
Penyebab utama terjadinya RDN atau RDS adalah defesiensi atau kerusakan
b. Asfiksia perinatal
c. Maternal diabetes,
d. Bayi prematur yang lahir dengan operasi Caesar (Betz, Cecily, 2009)
(bayi prematur)
b. Transient tachypnoe of the newborn (TTN). Paru-paru terisi cairan, sering terjadi
pada bayi Caesar karena dadanya tidak mengalami kompresi oleh jalan lahir
c. Infeksi (pneumonia)
d. Sindroma aspirasi
e. Hipoplasia paru
f. Hipertensi pulmonal
h. Pleural effusion
3. TANDA/GEJALA
a. Dispnoe Berat
c. Pernapasan yang dangkal dan cepat pada mulanya yang menyebabkan alkalosis
4. PATOFISIOLOGI
Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat
yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran
nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24
minggu dan mencapai maksimum pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid
(75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional
pada sisa akhir ekspirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi
penimbunan asam laktat dan asam organic lain yang menyebabkan terjadinya asidosis
metabolic.
terjadinya transudasi kedalam alveoli dan terbentuknya fibrin, selanjutnya fibrin dan
yang menyebabkan terjadinya atelektasis. Sel tipe II ini sangat sensitive dan
berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya
dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan
kembar.
5. KOMPLIKASI
a. Pneumothorax
b. Pneumodiastinum
merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi
dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan
PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi
f. Hipotensi
g. Asidosis
h. Kejang
i. Intraventricular hemorraghe
dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi
k. Infeksi sekunder
tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC
a. Foto rontgen
analisis gas darah arteri dengan PaO2 kurang dari 50 mmHg dan PCO2 diatas 60
mmHg
7. PENATALAKSANAAN
Menurut Suriadi dan Yuliani (2014) dan Surasmi,dkk (2009) tindakan untuk
a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan
c. Bila terjadi kejang potong kejang segera periksa kadar gula darah
kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik
Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk
- Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah
Bila suhu aksiler 34- 36,5 C atau 37,5-39C tangani untuk masalah suhu
- Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan,
- Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal
Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam
bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak
dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian
minum
Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi
tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan
Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis
lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas
Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan
Penatalaksanaan Medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
paru
Fenobarbital
Pengkajian
1. Riwayat maternal
3. Cardiovaskular
b. Murmur sistolik
4. Integumen
c. Mottling
5. Neurologis
6. Pulmonary
a. Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 100 x )
b. Nafas grunting
c. Nasal flaring
desaturasi hemoglobin
7. Status Behavioral
Lethargy
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma
c. Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg,
b. Pola eliminasi
Sesak nafas.
d. Pola tidur dan istirahat
sulit tidur.
1. Ketidakefektifan Pola Napas B.D Imatur Paru Atau Dinding Dada dan Difisiensi
Cairan Surfaktan
Intervensi:
b. Observasi TTV.
e. Berikan penjelasan kepada keluarga tentang penyebab sesak napas yang dialami
pasien.
Intervensi :
Rasional: perubahan vital signs merupakan indikasi derajat keparahan dan status
kesehatan umum.
Lemah
Intervensi :
f. Berikan penjelasan kepada keluarga mengenai status gizi dan pentingnya untuk
4. Resiko Kekurangan Volume Cairan B.D Kehilangan Cairan Sensible Dan Insensibel
Intervensi :
cairan bayi.
Intervensi :
Betz, Cecily lyn, dan linda A. sowden 2009. Keperawatan pediatric, edisi 5. Jakarta:
EGC.
Christian.2013. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Idiopatic Respiratory Distress
Doenges, Marilynn, dkk. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 8 .Jakarta : EGC.
Mansjoer. (2010). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.
Suriadi dan Yuliani, R. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 5 Jakarta : CV
Sagung Seto.
LAPORAN PENDAHULUAN
RESPIRATORY DISTRES SYNDROME (RDS) ATAU
HYALINE MEMBRANE DISEASE (HMD)
DISUSUN OLEH :
AI NANI
KHGD17016
2017/2018