Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini peneliti akan menguraikan hasil penelitian yang telah

dilakukan. Uraian hasil dibagi kedalam 2 sub bagian, yaitu hasil penelitian dan

pembahasan mengenai pemenuhan kebutuhan spiritual Islam pasien CHF

functional class III dan IV yang dirawat di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Slamet

Garut Tahun 2017. Penelitian dilakukan pada 2 Juni 2017 dengan mengambil

sampel penelitian sebanyak 95 orang pasien.

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Hasil Penelitian Kebutuhan Spritual Secara Umum

Pemenuhan kebutuhan spiritual pasien secara umum di Ruang Rawat Inap

RSUD dr. Slamet Garut Tahun 2017, seperti tercantum dibawah ini :

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pasien


Secara Umum

Spiritual Frekuensi Persentase


Tidak terpenuhi 70 73,6
Terpenuhi 25 26,4
Jumlah 95 100

Berdasarkan hasil penelitian sesuai tabel 4.1 menunjukan bahwa, sebagian

besar pasien (73,6%) pemenuhan kebutuhan spriritual secara umum tidak

terpenuhi serta hampir setengahnya pasien (26,4%) terpenuhi.

43
44

4.1.2 Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Berdasarkan Falsafah Hidup

Pemenuhan kebutuhan spiritual berdasarkan falsafah hidup pasien di

Ruang Rawat Inap RSUD dr. Slamet Garut Tahun 2017, seperti tercantum

dibawah ini :

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pasien


Berdasarkan Falsafah Hidup

Falsafah Hidup Frekuensi Persentase


Tidak terpenuhi 68 71,5
Terpenuhi 27 28,5
Jumlah 95 100

Berdasarkan hasil penelitian sesuai tabel 4.2 menunjukan bahwa, sebagian

besar pasien (71,5%) pemenuhan kebutuhan spriritual berdasarkan falsafah hidup

tidak terpenuhi serta hampir setengahnya pasien (28,5%) terpenuhi.

4.1.3 Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Berdasarkan Sense of Trancendent

Pemenuhan kebutuhan spiritual berdasarkan sense of trancendent

responden di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Slamet Garut Tahun 2017, seperti

tercantum dibawah ini :

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pasien


Berdasarkan Sense of Trancendent

Sense of Trancendent Frekuensi Persentase


Tidak Terpenuhi 75 78,9
Terpenuhi 20 21,1
Jumlah 95 100
45

Berdasarkan hasil penelitian sesuai tabel 4.3 menunjukan bahwa,

setengahnya pasien (78,9%) pemenuhan kebutuhan spriritual berdasarkan Sense of

Trancendent tidak terpenuhi serta hampir setengahnya responden (21,1%)

terpenuhi.

4.1.4 Pemenuhan Spiritual Berdasarkan Konsep Ketuhanan

Pemenuhan kebutuhan spiritual berdasarkan konsep ketuhanan responden

di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Slamet Garut Tahun 2017, seperti tercantum

dibawah ini :

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pasien


Berdasarkan Konsep Ketuhanan

Konsep Ketuhanan Frekuensi Persentase


Tidak Terpenuhi 78 82,1
Terpenuhi 17 17,9
Jumlah 95 100

Berdasarkan hasil penelitian sesuai Tabel 4.4 menunjukan bahwa, sebagian

besar pasien (82,1%) pemenuhan spiritual berdasarkan konsep ketuhanan tidak

terpenuhi serta hampir setengahnya pasien (17,9%) terpenuhi.

4.2. Pembahasan

4.2.1 Pemenuhan Kebutuhan Spriritual Secara Umum

Berdasarkan hasil penelitian sesuai tabel 4.1 menunjukan bahwa, sebagian

besar pasien (73,6) pemenuhan kebutuhan spriritual secara umum tidak terpenuhi

serta hampir setengahnya pasien (26,4) terpenuhi. Menurut Kozier (2010) spiritual

adalah suatu usaha dalam mencari arti kehidupan, tujuan dan panduan dalam
46

menjalani kehidupan, meliputi kebutuhan fisiologis, keamanan dan

keselamatan, cinta kasih, dihargai dan aktualitas diri dengan berlandaskan

pada hubungan dengan manusia, alam dan agama.

Pasien yang menderita CHF memiliki respon spiritual yang berbeda-beda

terhadap penerimaan penyakit dan kondisi dirinya. Dalam kaitanya dengan

kualitas hidup respon spiritual pasien akan dipengaruhi oleh harapan dan

keyakinan pasien terhadap penyakit yang dideritanya. Penelitian ii menunjukan

bahwa sebagian besar responden tidak terpenuhi. Pemenuhan kebutuhan spiritual

adalah harmonisasi aspek kehidupan. Aspek ini termasuk menemukan arti, tujuan,

menderita, dan kematian, kebutuhan akan harapan dan keyakinan hidup, dan

kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri dan Tuhan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Meitri (2015)

mengenai Hubungan Kesehatan Spiritual Dengan Kecemasan Pada Pasien Yang

Menjalani Kemoterapi di RSUP dr. M. Djamil Padang, dihasilkan bahwa terdapat

hubungan bermakna antara kesehatan spiritual dengan kecemasan pada pasien

yang menjalani kemoterapi (p=0,000), dengan kekuatan korelasi sangat kuat dan

arah hubungan negatif. Demikian juga hasil penelitian penelitian Ummah (2016)

mengenai Hubungan Kebutuhan Spiritual Dengan Kualitas Hidup Pada Lansia Di

Panti Wredha Kota Semarang, dihasilkan erdapat hubungan yang signifikan

antara kebutuhan spiritual dengan kualitas hidup pada lansia di panti wredha

kota Semarang.

Penelitian tersebut membuktikan bahwa bilamana pasien memiliki spiritual

rendah makan tingkat kecemasan akan meningkat dan bilamana spritual kurang
47

maka kualitas hidup individu tidak baik. Oleh karena itu pemenuhan kebutuhan

spiritual sangat diperlukan oleh pasien yang sedang menderita. Menurut Hamid

(2011) dasar kebutuhan spiritual adalah meliputi Falsafah Hidup, sense of

Trancendent dan konsep ketuhanan. Falsafah hidup merupakan kekuatan dari

dalam diri seseorang yang meliputi pengetahuan diri yaitu siapa dirinya, apa yang

dapat dilakukannya dan juga sikap yang menyangkut kepercayaan pada diri

sendiri, percaya pada kehidupan atau masa depan, ketenangan pikiran, serta

keselarasan dengan diri sendiri. Sense of Trancendent adalah hubungan yang

terbagi atas harmonis dan tidak harmonisnya hubungan dengan orang lain.

Keadaan harmonis meliputi pembagian waktu, pengetahuan dan sumber secara

timbal balik, mengasuh anak, mengasuh orangtua dan orang yang sakit, serta

meyakini kehidupan dan kematian. Konsep ketuhanan adalah harmoni kehidupan

mengenai hubungan dengan Tuhan. Keadaan ini menyangkut sembahyang dan

berdo’a, keikutsertaan dalam kegiatan ibadah, perlengkapan keagamaan, serta

bersatu dengan alam.

4.2.2 Pemenuhan Kebutuhan Spriritual Berdasarkan Falsafah Hidup Pasien

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat sesuai tabel 4.2 menunjukan

bahwa pemenuhan kebutuhan spriritual berdasarkan falsafah hidup sebagian besar

responden (71,5%) tidak terpenuhi. Hamid (2011) mengatakan bahwa falsafah

hidup merupakan kekuatan dari dalam diri seseorang yang meliputi pengetahuan

diri yaitu siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya dan juga sikap yang

menyangkut kepercayaan pada diri sendiri, percaya pada kehidupan atau masa

depan, ketenangan pikiran, serta keselarasan dengan diri sendiri. Kekuatan yang
48

timbul dari diri seseorang membantunya menyadari makna dan tujuan hidupnya,

diantaranya memandang pengalaman hidupnya sebagai pengalaman yang positif,

kepuasan hidup, optimis terhadap masa depan, dan tujuan hidup yang

semakin jelas

Hasil penelitian ini, responden mengatakan pemenuhan spiritual

berdasarkan falsafah hidup tidak terpenuhi. Pasien yang menderita CHF memiliki

respon spiritual yang berbeda-beda terhadap penerimaan penyakit dan kondisi

dirinya. Dalam kaitanya dengan kualitas hidup respon spiritual pasien akan

dipengaruhi oleh harapan dan keyakinan pasien terhadap penyakit yang

dideritanya. Pasien yang memiliki harapan tentunya akan tabah dan sabar dalam

menjalani cobaan yang diberikan tuhan kepadanya. Sebagaimana diungkapkan

Purnawinadi (2012) harapan inilah yang membuat pasien memiliki tujuan untuk

tetap memiliki fungsi dan kehidupan sehingga berusaha tetap menjaga hubungan

dengan Tuhan serta memiliki kekuatan hidup. Kekuatan hidup meliputi

pengetahuan diri yaitu siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya dan juga sikap

yang menyangkut kepercayaan pada diri sendiri, percaya pada kehidupan atau

masa depan, ketenangan pikiran, serta keselarasan dengan diri sendiri. Kekuatan

yang timbul dari diri seseorang membantunya menyadari makna dan tujuan

hidupnya, diantaranya memandang pengalaman hidupnya sebagai pengalaman

yang positif, kepuasan hidup, optimis terhadap masa depan, dan tujuan hidup

yang semakin jelas

Harapan berhubungan dengan ketidakpastian dalam hidup dan merupakan

suatu proses interpersonal yang terbina melalui hubungan saling percaya dengan
49

orang lain, termasuk dengan Tuhan. Harapan sangat penting bagi individu untuk

mempertahankan hidup, tanpa harapan banyak orang menjadi depresi dan lebih

cenderung terkena penyakit. Makna atau arti dalam hidup (Meaning of live), yaitu

perasaan mengetahui makna hidup, yang kadang diidentikkan dengan perasaan

dekat dengan Tuhan, merasakan hidup sebagai suatu pengalaman yang positif

seperti membicarakan tentang situasi yang nyata, membuat hidup lebih terarah,

penuh harapan tentang masa depan, merasa mencintai dan dicintai oleh orang

lain (Potter & Perry, 2010).

Falsafah hidup bagi pasien penderita CHF perlu terus dipahami,

ditingkatkan dan diperkuat oleh pasien itu sendiri dengan bantuan dan dorongan

dari perawat, agar didalam proses pengobatan selama sakit selain dibantu oleh

pengobatan secara farmakologis dapat dibantu juga dengan semangat dan

keyakinan serta kekuatan berdasarkan falsafah hidup untuk mengatsinya.

Hal ini juga diperkuat berdasarkan hasil penelitian sejenis seperti oleh

Wahyuni (2014) mengenai hubungan self care dan motivasi dengan kualitas hidup

pasien gagal jantung, diperoleh hasil terdapat hubungan yang signifikan antara

motivasi dan kualitas hidup (p=0.009) dan OR=4,056. Penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa self caredan motivasi berhubungan dengan kualitas hidup

pasien jantung. Demikian juga hasil penelitian Putri (2014) mengenai hubungan

dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal jantung di Poliklinik

jantung Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidinrnbanda Aceh tahun 201,

dihasilkan ada hubungan antara dukungan sosial keluarga (p-value = 0,000),

dukungan penilaian keluarga (p-value = 0,004), dukungan tambahan keluarga (p-


50

value = 0,001), dukungan emosional keluarga (p-value = 0,000) dengan kualitas

hidup pasien gagal jantung.

Makna dari kedua penelitian ini adalah dengan self care dan motivasi serta

dukungan keluarga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien didalam mengatasi

penyakitnya.

4.2.3 Pemenuhan Kebutuhan Spriritual Berdasarkan Sense of Trancendent

Pasien

Berdasarkan hasil penelitian sesuai tabel 4.3 menunjukan bahwa

pemenuhan kebutuhan spriritual pasien berdasarkan Sense of Trancendent

setengahnya pasien (78,9%) tidak terpenuhi. Sebagaimana diungkapkan Kozier

(2010), Sense of Trancendent adalah hubungan harmonis dan tidak

harmonisnya dengan orang lain. Keadaan harmonis meliputi pembagian waktu,

pengetahuan dan sumber secara timbal balik, mengasuh anak, mengasuh orangtua

dan orang yang sakit, serta meyakini kehidupan dan kematian. Sedangkan

kondisi yang tidak harmonis mencakup konflik dengan orang lain dan resolusi

yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi, serta keterbatasan asosiasi.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual

pasien berdasarkan sense of trancendet setengahnya pasien menyatakan tidak

terpenuhi. Hubungan dengan orang lain, lahir dari kebutuhan akan keadilan dan

kebaikan, menghargai kelemahan dan kepekaan orang lain, rasa takut akan

kesepian, keinginan dihargai dan diperhatikan, dan lain sebagainya. Hal ini sesuai

dengan yang dinyataka Hamid (2011), apabila seseorang mengalami kekurangan

ataupun mengalami stres, maka orang lain dapat memberi bantuan psikologis dan
51

sosial. Perlunya peningkatan sense of trancendent berdapampak pada kemampuan

diri untuk tetap dapat menjaga dengan lingkungan lain, sehingga terbentuk

harmonisasi hidup yang lebih baik. Hal ini akan membantu untuk kenyamanan

pasien yang sedang mengalam penyakit jantung untuk tetap dapat berperan di

lingkungannya, sehingga dapt membantu kenyamanan lahir dan batin.

Hal ini diperkuat oleh pendapat Hamid (2011) sense of transcendent yaitu

perasaan yang lahir dari kebutuhan akan keadilan dan kebaikan, menghargai

kelemahan dan kepekaan orang lain, rasa takut akan kesepian, keinginan dihargai

dan diperhatikan, dan lain sebagainya. Dengan demikian apabila seseorang

mengalami kekurangan ataupun mengalami stres, maka orang lain dapat

memberi bantuan psikologis dan sosial. Dipertegas juga berdasarkan hasil

penelitian Permatasari (2017) mengenai hubungan tingkat spiritualitas dengan

motivasi sembuh pasien kritis di RSUD dr. Moewardi Surakarta, hasil penelitian

menunjukkan tingkat spiritualitas pasien kritis pada kategori tinggi sebanyak 60

orang (84,51%). Sedangkan motivasi sembuh pasien kritis pada kategori tinggi

yaitu sebanyak 69 orang (97,18%). Analisis statisitik menggunakan uji spearman

Rho dan hasilnya berupa nilai korelasi = 0,338 dan nilai signifikansi p=0,004

(p<0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat

spiritualitas dengan motivasi sembuh pada pasien kritis di RSUD dr. Moewardi

Surakarta dengan nilai korelasi positif.

4.2.4 Pemenuhan Kebutuhan Spriritual Berdasarkan Konsep Ketuhanan

Berdasarkan hasil penelitian sesuai Tabel 4.4 menunjukan bahwa

pemenuhan spiritual berdasarkan konsep ketuhanan pasien di Ruang Rawat Inap


52

RSUD dr. Slamet Garut Tahun 2017 sebagian besar pasien (82,1) tidak terpenuhi.

Sebagaimana diungkapkan Kozier (2010) harmoni kehidupan mengenai hubungan

dengan Tuhan, yaitu menyangkut sembahyang dan berdo’a, keikutsertaan dalam

kegiatan ibadah, perlengkapan keagamaan, serta bersatu dengan alam. Seseorang

terpenuhi kebutuhan spiritual apabila mampu merumuskan arti falsah hidup

personal yang positif tentang tujuan keberadaannya di dunia/kehidupan. Sejalan

dengan ungkapan Hamid (2011) bahwa konsep ketuhanan yaitu memkanai arti

kehidupan dan mengembangkan arti penderitaan serta meyakini hikmah dari

satu kejadian atau penderitaan, menjalin hubungan yang positif dan dinamis,

membina integritas personal dan merasa diri berharga, merasakan kehidupan yang

terarah terlihat melalui harapan dan mengembangkan hubungan antar manusia

yang positif serta menjaga hubungan posisti dengan Tuhan yang maha kuasa.

Hasil penelitian ini menunjukan sebagian besar pasien menyatakan tidak

terpenuhi atas konsep ketuhanan. Harmoni kehidupan yang tergambar pada

spiritualisme dalam islam lebih mengutamakan spiritualisme terhadap langit,

spiritual dan transenden. Spiritualisme ini merupakan paham yang menggunakan

agama islam sebagai landasannya. Untuk mendapatkan spiritualisme islam

sendiri, seseorang harus memeluk agama islam terlebih dahulu agar dapat

mendalami nilai-nilai yang ada pada spiritualisme dalam islam.

Seseorang harus mendalami ajaran agama dengan mendekatkan diri

kepada Tuhan sehingga tingkat keimanan mereka meningkat. Islam sendiri

mengajarkan kepada penganutnya akan kebenaran. Petunjuk yang diberikan

merupakan arahan bagi umat-Nya agar tetap berada pada jalan yang benar dan
53

tidak terpengaruh dengan paham-paham yang menyesatkan. Petunjuk yang

diberikan oleh ajaran islam tidak hanya memberikan dampak bagi kehidupan di

dunia saja melainkan juga dapat memberikan kebahagiaan di akhirat atas amalan-

amalan yang dilakukan dengan petunjuk agama sebagai landasannya (Hawari,

2012).

Pasien yang kurang memahami konsep kutuhanan cenderung mengalami

putus asa, kurang pasrah diri dan emosional, sehingga hal ini mengganggu

kejiwaan pasien itu sendiri. Hal ini diperkuat oleh beberapa penelitian sejenis

yang telah dilakukan oleh Sugiyanto (2014) mengenai pengaruh konseling

spiritual perawat terhadap tingkat kecemasan pada keluarga pasien yang dirawat

di Ruang ICU RSUD Sleman Yogyakarta, hasil penelitian ada pengaruh konseling

spiritual perawat terhadap tingkat kecemasan pada keluarga yang dirawat di ruang

ICU RSUD Sleman. Artinya dengan dengan spiritual yaitu pendekatan kepada

Allah SWT kecemasan pasien cenderung menurun, hal ini merupakan tanda

positif untuk ketenangan jiwa pasien. Diperkuat pula berdasarkan hasil penelitian

Meitri (2015) mengenai Hubungan Kesehatan Spiritual Dengan Kecemasan Pada

Pasien Yang Menjalani Kemoterapi di RSUP dr. M. Djamil Padang, dihasilkan

bahwa terdapat hubungan bermakna antara kesehatan spiritual dengan kecemasan

pada pasien yang menjalani kemoterapi (p=0,000), dengan kekuatan korelasi

sangat kuat dan arah hubungan negatif.

Pemenuhan kebutuhan spiritual berdasarkan aspek falsafah hidup, sense of

trancendent dan konsep kutuhanan sangat dibutuhkan oleh penderita CHF untuk

mengontrol jiwa yang berkaitan dengan dirinya, orang lain dan lingkungan.
54

Pemenuhan kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi

ini termasuk menemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian, kebutuhan akan

harapan dan keyakinan hidup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri,

dan Tuhan. Pasien yang menderita CHF memiliki respon spiritual yang berbeda-

beda terhadap penerimaan penyakit dan kondisi dirinya. Pasien yang memiliki

harapan tentunya akan tabah dan sabar dalam menjalani cobaan yang diberikan

tuhan kepadanya. Harapan inilah yang membuat pasien memiliki tujuan untuk

tetap memiliki fungsi dan kehidupan sehingga berusaha tetap menjaga hubungan

dengan Tuhan (Purnawinadi, 2012).

Anda mungkin juga menyukai