Anda di halaman 1dari 11

Nama: Yecindria Hana Manaru

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP BAYI


DENGAN HMD GRADE II

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Hyaline Membrane Disease (HMD) adalah penyakit respiratory distress
syndrome yang merupakan penyebab terbanyak dari kesakitan dan kematian pada
bayi prematur. Hal ini disebabkan adanya defisiensi surfaktan yang menjaga agar
kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara sehingga pada bayi prematur yang
surfaktan masih belum bekembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan
bayi akan mengalami sesak nafas (Soegijanto, 2016).
Penyakit gangguan kegagalan pernafasan atau RDS pada neonates yang isebut
juga sebagai penyakit membrane hialin, adalah penyakit paru akut pada bayi baru
lahir yang disebabkan oleh defesiensi surfaktan. Penyakit ini terutama dijumpai pada
bayi yang baru lahir dengan umur kehamilan kurang dari 36-38 minggu dan berat
badan lahir kurang dari 2500 gram. Gangguan ini cenderung terjadi pada bayi yang
lahir pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu dengan berat badan kurang dari
1200 gram (Zuriati, Suriya, & Ananda, 2017).
Sindroma gawat pernapasan (penyakit membran hialin) adalah suatu keadaan di
mana kantung-kantung udara (alveoli) di dalam paru-paru bayi tidak dapat tetap
terbuka karena tingginya tegangan permukaan akibat kekurangan surfaktan
(Maternity, Anjani, & Evrianasari, 2018).
2. Etiologi
Penyebab utama terjadinya RDN atau RDS adalah defesiensi atau kerusakan
surfaktan. Faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu:
a. Premature (Usia gestasi dibawah 32 minggu)
b. Asfiksia perinatal
c. Maternal diabetes,
d. Bayi prematur yang lahir dengan operasi Caesar.
Gangguan traktus respiratorius :
a. Hyaline membrane disease (HMD). Berhubungan dengan kurangnya masa gestasi
(bayi prematur)
b. Transient tachypnoe of the newborn (TTN). Paru-paru terisi cairan, sering terjadi
pada bayi Caesar karena dadanya tidak mengalami kompresi oleh jalan lahir sehingga
menghambat pengeluaran cairan dari dalam paru.
c. Infeksi (pneumonia)
d. Sindroma aspirasi
e. Hipoplasia paru
f. Hipertensi pulmonal
g. Kelainan congenital (choanal atresia, hernia diagfragma,pieer robin sindroma)
h. Pleural effusion
i. Kelumpuhan saraf frenikus
Luar traktus respiratoris:
Kelainan jantung congenital, kelainan metabolic, darah dan SSP.
3. Tanda dan Gejala
a. Dispnea Berat
b. Penurunan Compliance Paru
c. Pernapasan yang dangkal dan cepat pada mulanya yang menyebabkan alkalosis
respiratorik karena (CO2) karbondioksida banyak terbang.
d. Peningkatan kecepatan penapasan
e. Nafasnya pendek dan ketika menghembuskan nafas terdengar suara ngorok
f. Kulit kehitaman akibat hipoksia
g. Retraksi antargia atau dada setiap kali bernapas
h. Napas cuping hidung
i. Takipnea (> 60x/mnt)
4. Patofisiologi
Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat
yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran
nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24
minggu dan mencapai maksimum pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid
(75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional
pada sisa akhir ekspirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi
sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya:
Oksigenasi jaringan menurun sehingga terjadi metabolisme anerobik dengan
penimbunan asam laktat dan asam organic lain yang menyebabkan terjadinya asidosis
metabolic.
Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolarisyang akan menyebabkan
terjadinya transudasi kedalam alveoli dan terbentuknya fibrin, selanjutnya fibrin dan
jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya sirkulasi jantung,
penurunan aliran darah keparu dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan,
yang menyebabkan terjadinya atelektasis. Sel tipe II ini sangat sensitive dan
berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya
dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan
kembar.
Secara singkat patofisiologinya dapat digambarkan sbb:
Atelektasis → hipoksemia →asidosis → transudasi → penurunan aliran darah paru
→ hambatan pembentukan zat surfaktan → atelekstasis. Hal ini berlangsung terus
sampai terjadi penyembuhan atau kematian.
5. Komplikasi
a. Pneumothorax
b. Pneumodiastinum
c. Pulmonary intertistitial dysplasia
d. Broncho pulmonary dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi
dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume
dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik,
adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat
dengan menurunnya masa gestasi
e. Patent ductus arterious (PDA)
PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi
bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.
f. Hipotensi
g. Asidosis
h. Kejang
i. Intraventricular hemorraghe
Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan
frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik
j. Retinopathy pada premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan
dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya
infeksi
k. Infeksi sekunder
Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul
keranatindakan invasive seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat
respirasi.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto rontgen
Menunjukan adanya atelektasis
b. Analisa gas darah
Analisis gas darah arteri dengan PaO2 kurang dari 50 mmHg dan PCO2 diatas 60
mmHg
c. Imatur lecithin/ sphingomyelin (L/S)
Lesitin/spingomielin rasio 2:1 mengindikasikan bahwa paru sudah matur
d. Pemeriksaan darah, urine, dan glukosa darah (untuk mengetahui hipoglikemia).
e. Kalsium serum (untuk mementukan hipokalsemia)
7. Penatalaksanaan
Tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
b. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

Penatalaksanaan secara umum:


a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan
bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
− Pantau selalu tanda vital
− Jaga patensi jalan nafas
− Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
b. Jika bayi mengalami apnea
− Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
− Lakukan penilaian lanjut
c. Bila terjadi kejang potong kejang segera periksa kadar gula darahd. Pemberian
nutrisi adekuat
Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan
kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen
spesifik atau menajemen lanjut

Gangguan Nafas Sedang


− Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak
dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
− Bayi jangan diberi minum
− Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk
terapi kemungkinan besar sepsis.
− Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban
− pecah dini (> 18 jam)
− Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah suhu
abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
− Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan,
berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis
− Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi
tahapan tersebut diatas.
− Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam
− Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah
2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis
− Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2 secara
bertahap. Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam.
− Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara
pemberian minum
− Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi
kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik
dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan

Gangguan nafas ringan


− Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
− Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya.
− Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas sedang dan dan
segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
− Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
− Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas. Hentikan
pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Fokus
− Kaji riwayat kehamilan sekarang (apakah selama hamil ibu menderita hipotensi
atau perdarahan)
− Kaji riwayat neonatus (lahir afiksia akibat hipoksia akut, terpajan pada keadaan
hipotermia)
− Kaji riwayat keluarga (koping keluarga positif
− Kaji nilai apgar rendah (bila rendah di lakukkan tindakan resustasi pada bayi).
− Lakukan pemeriksaan fisik (pada pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda dan
gejala RDS, Seperti: takipnea (>60x/menit), pernapasan mendengkur, retraksi
dinding dada, pernapasan cuping hidung, pucat, sianosis, apnea).

2. Analisa Data

“S” and “O” Data Etiology Problem


− Ada retraksi dinding dada Hipovenilasi Pola napas tidak efektif
− Takipneu
− Dispnea
− Nafas pendek
− PCO2 meningkat/menurun Perubahan membran Gangguan pertukaran gas
− PO2 menurun, alveolar kapiler
− Takikardia,
− pH arteri meningkat/menurun
− Bunyi nafas tambahan
− Sianosis
− Diaforesis
− Nafas cuping hidung
− Pola nafas abnormal
− Warna kulit abnornal
− Tanda gejala infeksi Terpajannya kuman Resiko infeksi
− Kulit kemerahan patogen
− Kenaikan suhu tubuh

3. Prioritas diagnosa keperawatan


1) Pola nafas tidak efektif b/d hipoventilasi
2) Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membrane alveolar kapiler
3) Resiko infeksi b/d Terpajannya kuman pathogen
4. Perencanaan keperawatan
No Diagnosa Goal Intervensi
Keperawatan
1 Pola nafas tidak Setelah dilakukan 1. Monitor kecepatan,
efektif b/d tindakan keperawatan irama, kedalaman dan
hipoventilasi selama 1x24 jam, upaya naik
dibuktikan dengan: diharapkan pola nafas 2. Monitor pergerakan,
− Ada retraksi membaik dengan kesimetrisan dada,
dinding dada kriteria hasil: retraksi dada, dan alat
− Takipneu 1. Dispnea menurun bantu
− Dispnea 2. Penggunaan otot 3. Monitor adanya
− Nafas pendek bantu nafas pernafasan cupinh
menurun hidung
3. Pemanjangan fase 4. Monitor pola nafas
ekspirasi menurun bardipnea,
4. Pernafasan cuping takipnea,hiperventilasi,
hidung menurun lusmaul,dan apnea
5. Frekuensi nafas 5. Monitor adanya
membaik kelemahan otot
6. Kedalaman nafas diagfragama
membaik 6. Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan dan
ketidakadanya ventilasi
dan bunyi nafas
2 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan 1. Kelola humidifikasi
gas b/d perubahan tindakan keperawatan oksigen sesuai
membrane alveolar selama 1x24 jam, peralatan
kapiler dibuktikan diharapkan pertukaran 2. Siapkan peralatan
dengan: gas meningkat dengan oksigenasi
− PCO2 kriteria hasil: 3. Kelola O₂ sesuai
meningkat/menurun 1. Dispnea menurun indikasi
− PO2 menurun, 2. Bunyi nafas
− Takikardia, tambahan menurun
− pH arteri 3. Diaforesis menurun 4. Monitor terapi
meningkat/menurun 4. Nafas cuping osigen dan observasi
− Bunyi nafas hidung menurun tanda keracunan O₂
tambahan 5. PCO2 membaik
− Sianosis 6. PO2 membaik
− Diaforesis 7. pH arteri membaik

− Nafas cuping hidung 8. Pola nafas membaik

− Pola nafas abnormal 9. Sianosis membaik


10. Pola nafas membaik
− Warna kulit abnornal
11. Warna kulit
membaik
3 Resiko infeksi b/d Setelah dilakukan Kontrol infeksi:
Terpajannya kuman tindakan keperawatan 1. Bersihkan lingkungan
pathogen dibuktikan selama 1x24 jam, setelah dipakai
dengan: diharapkan tingkat 2. Pertahankan teknik
− Tanda gejala infeksi menurun dengan isolasi
infeksi kriteria hasil: 3. Batasi pengunjung bila
− Kulit kemerahan 1. Bebas dari perlu
− Kenaikan suhu tanda-tanda 4. Intruksikan pengunjung
tubuh infeksi untuk mencuci tangan
2. Kemampuan sebelum dan sesudah
mencegah berkunjung
infeksi 5. Gunakan sabun
3. Jumlah leukosit antimikroba untuk cuci
dalam batas tangan
normal 6. Cuci tangan sebelum
4. Suhu dalam dan sesudah perawatan
batas normal pasien
7. Pertahankan lingkunag
naseptik selama
pemasangan alat
5. Daftar Pustaka
Soegijanto, S. (2016). Kumpulan makalah penyakit tropis dan infeksi di Indonesia.
Surabaya, Airlangga University Press
Zuriati, S., Suriya, M., dan Ananda, Y. (2017). Buku ajar asuhan keperawatan medikal
bedah sisem respirasi aplikasi nanda NIC & NOC. Padang, Sinar Ultima Indah
Maternity, D., Anjani, A. D., Evrianasari, N. (2018). Asuhan kebidanan neonatus, bayi,
balita, dan anak prasekolah. Yogyakarta, ANDI
Nilam, P. A. (2019). Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada bayi dengan
diagnosa medis hyalin membrane disease (HMD). Laporan Individu: Politeknik
Kesehatan Kemenkes Malang
Moi, M. Y. (2019). Asuhan keperawatan pada bayi Ny. T dengan RDS (Respiratory
Distress Syndrom) di ruangan NHCU Rsud Prof. Dr. W. Z. Johanes Kupang. Karya
Tulis Ilmiah: Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang

Anda mungkin juga menyukai