Disusun Oleh :
RAFLI S. MANGGOPA
210141040016
CT :
CI :
MANADO 2022
LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL NAPAS
A. Definisi
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease
(HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan
terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi yang kurang (Mansjoer,
2002). Sindrom gawat nafas ( respiratory distress syndroma, RDS ) adalah
kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi
pernafasan besar 60 x/i, sianosis, merintih waktu ekspirasi dan retraksi
didaerah epigastrium, suprosternal, interkostal pada saat inspirasi (Ngatisyah,
2005).
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2001).
Penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada bayi premature
adalah Respiratory Distress Syndrome ( RDS ). Sekitar 5 -10% didapatkan
pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram (lemons
et al,2001). Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan
dan menurun sejak digunakan surfaktan eksogen ( Malloy & Freeman 2000).
Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus.
B. Etiologi
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi
surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22,
makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada
4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur,
asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksual sesaria. Surfaktan biasanya
didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar
kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya
berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.
Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah
berat. RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini
dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan
disesuaikan dengan penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru yang
menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/ pneumomediastinum,
penyakit membran hialin (PMH), pneumonia dan aspirasi.
Faktor-faktornya antara lain :
1. Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, gravida empat atau lebih, sosial
ekonomi rendah maupun penyakit pembuluh darah ibu yang
mengganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit diabetes
mellitus.
2. Faktor plasenta meliputi sulosio plasenta, pendarahan plasenta, plasenta
kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya.
3. Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat
melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, kelainan
kongenital pada neonatus
4. Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan
lain-lain.
D. Pemeriksaan Penunjang
Tes hiperoksia
Tes hiperoksia dapat membantu membedakan sianosis akibat kelainan jantung
atau paru. Pulse Oxymeter (oksimeter nadi) dapat membantu apakah tes
hiperoksia ini berguna. Bayi yang mengalami sianosis tanpa distress respirasi
yang jelas dan memiliki SaO2 85% oksigen 100% maka harus dilakukan tes
hiperoksia. Tes hiperoksia terdiri dari pengambilan data dasar tentang analisis
gas darah dari arteri radialis dekstra (preduktal) pada bayi yang bernapas
dengan udara kamar yang diulang dengan bernapas pada oksigen 100%. Tes
hiperoksia berlangsung selama 10 menit. Bila PaO2 mmHg pada oksigen 100%
berarti normal. Bila PaO2 >150 mmHg curiga penyakit paru. Bila PaO2 50-150
mmHg curiga penyakit jantung atau hipertensi pulmonal berat. Untuk
memastikan hal-hal tersebut dapat dilakukan ekokardiografi.
E. Penatalaksanaan Medis
1. Pentalaksanaan pada gangguan nafas ringan (Sudarti dan Endang
Khoirunnisa, 2010)
Gangguan nafas ringan pada bayi yang mengalami gangguan nafas
ringan disebut Transient Tacypnea of the Newborn (TTN) yang
biasanya terjadi karena bedah sesar. Kondisi ini dapat normal kembali
tanpa adanya pengobatan. Gangguan nafas ringan merupakan tanda
awal dari infeksi sistemik
- Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
- Bila pernafasan memburuk atau timbul gejala sepsis, terapi
untuk mengurangi sepsis.
- Berikan ASI bila bayi mampu menyusui, jika tidak mampu
peras ASI.
- Kurangi pemberian 02 secara bertahap bila ada perbaikan
gangguan nafas, hentikan pemberian 02 jika frekuensi nafas
antara 30-6- kali/menit.
- Amati bayi selama 24 jam selanjutnya, jika frekuensi nafas
menetap antaran 30-60 kali/menit, tidak ada sepsis, dan tidak
ada masalah lain yang memerlukan perawatan bayi dapat
dipulangkan.
2. Gangguan nafas sedang (Sudarti dan Endang Khoirunnisa, 2010)
a. Lanjutkan pemberian 02 dengan kecepatan aliran sedang
b. Bayi tidak diberikan minum
c. Ambil sampel darah untuk kultur dan berikan antibiotic
(ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungknan besar
sepsis jika tidak ada tanda-tanda sebagai berikut :
- Suhu aksiler 39C
- Air ketuban bercampur mekonium
- Riwayat infeksi intrauterine, demam curiga infeksi berat
atau ketuban pecah dini (>18 jam)
d. Bila suhu aksiler 34-36,5oC atau 37,5-39oC tangani untuk
masalah suhu abnormal dan ulang setelah 2 jam.
- Bila suhu masih belum stabil atau gangguan pernafasan
masih belum ada perbaikan, ambil sampel darah dan
berikan antibiotik untuk terapi kemungkinan sepsis.
- Jika suhu abnormal, teruskan amati bayi. Jika suhu
kembali abnormal ulangi tahapan diatas.
e. Bila tidak ada tanda-tanda ke arah sepsis, nilai kembali bayi
setelah 2 jam. Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau
tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk
kemungkinan besar sepsis.
f. Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan (frekuensi
nafas menurun, tarikan dinding dada berkurang atau suara
merintih berkurang)
- Kurangi terapi 02 secara bertahap
- Pasang pipa lambung dan berikan ASI peras setiap 2 jam
- Bila pemberian 02 tidak diperlukan lagi, bayi mulai
dilatih menyusui
g. Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik
dihentikan. Jika bayi kembali tampak kemerahan tanpa
pemberian 02 selama 3 hari, bayi dapat dipulangkan dan bayi
sudah bisa diberikan ASIc
3. Gangguan Napas Berat
Semakin kecil bayi kemungkinan terjadi gangguan nafas semakin
sering dan semakin berat. Pada bayi kecil ( berat lahir < 2500 gram atau
umur kehamilan <37 minggu) gangguan napas kering memburuk kala
waktu 36-48 jam pertama dan tidak banyak terjadi perubahan dalam
satu dua hari berikutnya dan kemudian akan membaik pada hari ke 4-7.
a. Tentukan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang (antara
rendah dan tinggi)
b. Tangani sebagai kemungkinan besar sepsis.
c. Bila bayi menunjukkan tanda pemburukan atau terhadap
terhadap sianosis sentral,naikan pemberian O2 pada kecepatan
aliran tinggi. Jika gangguan nafas bayi semakin berat dan
sianosis sentral menetap walaupun diberikan O2 100% bila
kemungkinan segera rujuk bayi kerumah sakit rujukan atau ada
fasilitas dan mampu memakai ventilator mekanik.
d. Jika gangguan nafas masih menetap selama 2 jam, pasang pipa
lambung untuk mengosongkan cairan lambung dan udara.
e. Nilai kondisi bayi 4 kali sehari apa bila ada tanda perbaikan.
f. Jika bayi mulai menunjukkan tanda perbaikan (frekkuensi nafas
menurun,tarikan dinding dada berkurang, warna kulit
membaik), maka :
- Kurangi pemberian O2 Jangan meneruskan pemberian
O2 bila tidak perlu hentikan pemberian O2 bila bayi
diletakkan pada udara ruangan tanpa pemberian O2 tidak
mengalami gangguan nafas dan tampak kemerahan.
- Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa lambunng.
- Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi,bayi mulai dilatih
dengn menggunakan salah satu alternafif cara pemberian
minum.
DIAGNOSA
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien.
Nama : By. S.W
Tanggal Lahir : 22 Juli 2022
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Masuk NICU : 23 Juli 2022
Usia Gestasi : <37 minggu
Berat Badan Lahir : 1.100 gram
Tanggal Pengkajian : 24 Juli 2022
2. Primary Survey
a. Airway :
Terpasang CPAP FiO2 35%, PEEP 6.0.
b. Breathing :
Frekuensi napas 68x/menit, SpO2 99%
c. Circulation :
HR 140x/menit
d. Disabillity :
Bayi memiliki keadaan umum lemah
3. Secondary Survey
a. Keluhan Utama
Sesak napas, pasien rujukan dari rumah sakit Bethesda GIMIM Tomohon
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Telah lahir bayi laki-laki tanggal 22/07-2022 jam 15.15, lahir dengan partus
spontan dengan riwayat apnoe sebanyak 2 kali. Bayi lahir dengan BBL 1.100
gram, PBL 38 cm. Lahir dari ibu G1P0A0 usia 18 tahun, bayi mengalami
sianosis, adanya retraksi dinding dada, pernapasan 68x/menit. Faktor resiko
sepsis : BBLSR, usia gestasi < 37 minggu. Downes score : Pernapasan : 1,
Merintih : 1, Retraksi : 1, Air entry : 1, Sianosis : 1, Total = 5
c. Keadaan saat ini :
1) Diagnosis medis : Gagal Napas + BBLSR
2) Status gizi :
Berat badan bayi : 1.100 gram
3) Status cairan : cairan yang diterima yaitu KA-EN 4B + Nutrimix 6 ml/jam
melalui IVFD kaki kiri via infus pump
4) Obat-obatan :
- Nutrimix 6 ml/jam
- Heparin 0,1 ml/jam
- Ampisilin 70 mg/12 jam
- Aminofilin 3,5 mg/12 jam
- Gentamisin 7 mg/36 jam
- Pernapasan : 1
- Retraksi : 1
- Sianosis : 1
- Air Entry : 1
- Merintih : 1
- Interpretasi : 5 (gawat napas)
Kriteria 0 1 2
Pernapasan < 60x/menit 60-80 x/menit >80
x/menit
Retraksi Tidak ada Retraksi Ringin Retraksi Berat
Sianosis Tidak ada Hilang dengan Menetap
pemberian O2 walaupun diberi
O2
Air Entry Udara Penurunan Ringan Tidak Ada Udara
Masuk Udara Masuk Masuk
Bilateral
Baik
Merintih Tidak Dapat Didengar Dapat Didengar
Merintih dengan Stetoskop Tanpa Alat Bantu
Interpretasi :
1-3 : Tidak Ada Gawat Napas
4-5 : Gawat Napas
>6 : Ancaman Gagal Napas
d. Pengkajian prenatal : tidak dikaji
e. Pengkajian intranatal : tidak dikaji
f. Pengkajian postnatal: tidak dikaji
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : bayi tampak lemah
b. Tanda vital :
RR : 68x/menit
HR : 140x/m
SpO2 : 99%
c. Pemeriksaan Antropometri:
- Berat Badan : 1.100 gram
- Panjang Badan : 38 cm
- Lingkar Kepala : 20 cm
- Lingkar lengan atas : 5,2 cm
- Lingkar dada : 12 cm
- Lingkar perut : 14 cm
d. Sistem Kardiovaskuler : tidak ada masalah
e. Sistem Gastrointestinal : tidak ada masalah
f. Sistem Integumen : bayi tampak pucat dan sianosis
g. Sistem Neurosensori
- Reflex Moro :
Reflex moro (+) ditandai dengan pada saat disentuh dan di kejutkan
refleks bayi menangis dan tangan menggenggam
- Reflex Menggenggam
Reflex menggenggam (+)
B. Analisa Data
C. Diagnosa Keperawatan
1. Pola Napas Tidak Efektif (D.0005)
2. Hipertermia
D. Intervensi Keperawatan
09.20 SB : 37C
Terapeutik
- berikan oksigen jika perlu
Hasil :
Klien terpasangCPAP dengan
12.00 FiO2 35%, PEEP 6.
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolik IV
Hasil :
Pemberian injeksi Ampisilin 70
mg/12 jam
Dan Gentamisin 7 mg/36 jam
14.55
Hasil :
- Observasi SB pada pukul
SB klien menurun dengan
nilai 36,7oC
- belum dilakukan
pemeriksaan laboratorim
pada By S.W untuk melihat
kadar leukosit.