Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI BARU LAHIR

DENGAN GAWAT NAPAS DI RUANGAN NICU B

RSUP PROF Dr. R.D. KANDOU MANADO

Disusun Oleh :

RAFLI S. MANGGOPA

210141040016

CT :

Ns. Erika E. Sembiring., M.Kep

CI :

Ns. Deysy Ipu, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO 2022
LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL NAPAS

A. Definisi
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease
(HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan
terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi yang kurang (Mansjoer,
2002). Sindrom gawat nafas ( respiratory distress syndroma, RDS ) adalah
kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi
pernafasan besar 60 x/i, sianosis, merintih waktu ekspirasi dan retraksi
didaerah epigastrium, suprosternal, interkostal pada saat inspirasi (Ngatisyah,
2005).
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2001).
Penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada bayi premature
adalah Respiratory Distress Syndrome ( RDS ). Sekitar 5 -10% didapatkan
pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram (lemons
et al,2001). Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan
dan menurun sejak digunakan surfaktan eksogen ( Malloy & Freeman 2000).
Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus.

B. Etiologi
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi
surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22,
makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada
4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur,
asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksual sesaria. Surfaktan biasanya
didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar
kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya
berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.
Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah
berat. RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini
dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan
disesuaikan dengan penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru yang
menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/ pneumomediastinum,
penyakit membran hialin (PMH), pneumonia dan aspirasi.
Faktor-faktornya antara lain :
1. Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, gravida empat atau lebih, sosial
ekonomi rendah maupun penyakit pembuluh darah ibu yang
mengganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit diabetes
mellitus.
2. Faktor plasenta meliputi sulosio plasenta, pendarahan plasenta, plasenta
kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya.
3. Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat
melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, kelainan
kongenital pada neonatus
4. Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan
lain-lain.

C. Tanda dan Gejala


1. Manifestasi klinis respirasi
- Takipnea (lebih dari 60 x/menit)
- Dispnea
- Retraksi interkostal atau substernal yang jelas
- Krepitasi inspirasi halus
- Grunt ekspirasi yang keras
- Cuping hidung eksternal
- Sianosis atau palor
2. Manifestasi ketika penyakit berkembang
- Apnea
- Flaksiditas
- Tidak bergerak
- Tidak berespons
- Suara nafas berkurang
- Bercak-bercak
3. Manifestasi berhubungan dengan penyakit berat
- Keadaan seperti syok
- Penurunan retum jantung dan bradikardia
- Tekanan darah sistemik rendah

D. Pemeriksaan Penunjang
Tes hiperoksia
Tes hiperoksia dapat membantu membedakan sianosis akibat kelainan jantung
atau paru. Pulse Oxymeter (oksimeter nadi) dapat membantu apakah tes
hiperoksia ini berguna. Bayi yang mengalami sianosis tanpa distress respirasi
yang jelas dan memiliki SaO2 85% oksigen 100% maka harus dilakukan tes
hiperoksia. Tes hiperoksia terdiri dari pengambilan data dasar tentang analisis
gas darah dari arteri radialis dekstra (preduktal) pada bayi yang bernapas
dengan udara kamar yang diulang dengan bernapas pada oksigen 100%. Tes
hiperoksia berlangsung selama 10 menit. Bila PaO2 mmHg pada oksigen 100%
berarti normal. Bila PaO2 >150 mmHg curiga penyakit paru. Bila PaO2 50-150
mmHg curiga penyakit jantung atau hipertensi pulmonal berat. Untuk
memastikan hal-hal tersebut dapat dilakukan ekokardiografi.

E. Penatalaksanaan Medis
1. Pentalaksanaan pada gangguan nafas ringan (Sudarti dan Endang
Khoirunnisa, 2010)
Gangguan nafas ringan pada bayi yang mengalami gangguan nafas
ringan disebut Transient Tacypnea of the Newborn (TTN) yang
biasanya terjadi karena bedah sesar. Kondisi ini dapat normal kembali
tanpa adanya pengobatan. Gangguan nafas ringan merupakan tanda
awal dari infeksi sistemik
- Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
- Bila pernafasan memburuk atau timbul gejala sepsis, terapi
untuk mengurangi sepsis.
- Berikan ASI bila bayi mampu menyusui, jika tidak mampu
peras ASI.
- Kurangi pemberian 02 secara bertahap bila ada perbaikan
gangguan nafas, hentikan pemberian 02 jika frekuensi nafas
antara 30-6- kali/menit.
- Amati bayi selama 24 jam selanjutnya, jika frekuensi nafas
menetap antaran 30-60 kali/menit, tidak ada sepsis, dan tidak
ada masalah lain yang memerlukan perawatan bayi dapat
dipulangkan.
2. Gangguan nafas sedang (Sudarti dan Endang Khoirunnisa, 2010)
a. Lanjutkan pemberian 02 dengan kecepatan aliran sedang
b. Bayi tidak diberikan minum
c. Ambil sampel darah untuk kultur dan berikan antibiotic
(ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungknan besar
sepsis jika tidak ada tanda-tanda sebagai berikut :
- Suhu aksiler 39C
- Air ketuban bercampur mekonium
- Riwayat infeksi intrauterine, demam curiga infeksi berat
atau ketuban pecah dini (>18 jam)
d. Bila suhu aksiler 34-36,5oC atau 37,5-39oC tangani untuk
masalah suhu abnormal dan ulang setelah 2 jam.
- Bila suhu masih belum stabil atau gangguan pernafasan
masih belum ada perbaikan, ambil sampel darah dan
berikan antibiotik untuk terapi kemungkinan sepsis.
- Jika suhu abnormal, teruskan amati bayi. Jika suhu
kembali abnormal ulangi tahapan diatas.
e. Bila tidak ada tanda-tanda ke arah sepsis, nilai kembali bayi
setelah 2 jam. Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau
tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk
kemungkinan besar sepsis.
f. Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan (frekuensi
nafas menurun, tarikan dinding dada berkurang atau suara
merintih berkurang)
- Kurangi terapi 02 secara bertahap
- Pasang pipa lambung dan berikan ASI peras setiap 2 jam
- Bila pemberian 02 tidak diperlukan lagi, bayi mulai
dilatih menyusui
g. Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik
dihentikan. Jika bayi kembali tampak kemerahan tanpa
pemberian 02 selama 3 hari, bayi dapat dipulangkan dan bayi
sudah bisa diberikan ASIc
3. Gangguan Napas Berat
Semakin kecil bayi kemungkinan terjadi gangguan nafas semakin
sering dan semakin berat. Pada bayi kecil ( berat lahir < 2500 gram atau
umur kehamilan <37 minggu) gangguan napas kering memburuk kala
waktu 36-48 jam pertama dan tidak banyak terjadi perubahan dalam
satu dua hari berikutnya dan kemudian akan membaik pada hari ke 4-7.
a. Tentukan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang (antara
rendah dan tinggi)
b. Tangani sebagai kemungkinan besar sepsis.
c. Bila bayi menunjukkan tanda pemburukan atau terhadap
terhadap sianosis sentral,naikan pemberian O2 pada kecepatan
aliran tinggi. Jika gangguan nafas bayi semakin berat dan
sianosis sentral menetap walaupun diberikan O2 100% bila
kemungkinan segera rujuk bayi kerumah sakit rujukan atau ada
fasilitas dan mampu memakai ventilator mekanik.
d. Jika gangguan nafas masih menetap selama 2 jam, pasang pipa
lambung untuk mengosongkan cairan lambung dan udara.
e. Nilai kondisi bayi 4 kali sehari apa bila ada tanda perbaikan.
f. Jika bayi mulai menunjukkan tanda perbaikan (frekkuensi nafas
menurun,tarikan dinding dada berkurang, warna kulit
membaik), maka :
- Kurangi pemberian O2 Jangan meneruskan pemberian
O2 bila tidak perlu hentikan pemberian O2 bila bayi
diletakkan pada udara ruangan tanpa pemberian O2 tidak
mengalami gangguan nafas dan tampak kemerahan.
- Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa lambunng.
- Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi,bayi mulai dilatih
dengn menggunakan salah satu alternafif cara pemberian
minum.
DIAGNOSA

1. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b/d ketidakseimbangan cairan


(dehidrasi)
2. Resiko Infeksi b/d efek prosedur invasif, malnutrisi
3. Risiko ikterus neonatus b/d usia kurang dari 7 hari, prematuritas (<37
minggu)
4. Pola napas tidak efektif b/d depresi pusat pernapasan, hambatan upaya
napas, gangguan neuromuskular dan gangguan neurologis.
5. Hipertermia b/d proses infeksi, prematuritas, terpapar lingkungan panas,
penggunaan inkubator.
RENCANA KEPERAWATAN

N Standar Luaran Keperawatan Indonesia Standar Intervensi Keperawatan


Diagnosa Keperawatan
(SLKI) Indonesia (SIKI)
1 Pola napas tidak efektif b/d Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas
depresi pusat pernapasan, keperawatan selama diharapkan pola Observasi:
hambatan upaya napas. napas pasien membaik, dengan kriteria - Monitor pola napas
hasil: Teraupetik
1. Penggunaan otot bantu napas - Pertahankan kepatenan jalan napas
menurun - Berikan oksigen jika perlu
2. Pemanjangan fase ekspirasi Kolaborasi
menurun - Kolaborasi pemberian bronkodilator
3. Frekuensi napas membaik
Pemantauan Respirasi
Observasi:
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman
dan upaya napas
- Monitor adanya sumbatan jalan
napas

2 Hipertermia b/d proses infeksi, Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermia


prematuritas, terpapar keperawatan diharapkan suhu tubuh Observasi
lingkungan panas, penggunaan berada pada rentang normal dengan - identifikasi penyebab
inkubator. kriteria hasil : hipertermia
- suhu tubuh membaik - monitor suhu tubuh
- pucat menurun Terapeutik
- menggigil menurun - longgarkan atau lepaskan
- takikardi menurun pakaian
- berikan oksigen jika perlu
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolik IV
3 Risiko ikterus neonatus b/d usia Setelah dilakukan tindakan Perawatan bayi
kurang dari 7 hari, prematuritas keperawatan diharapkan integritas kulit Observasi
(<37 minggu) dan jaringan meningkat dengan kriteria - monitor tanda – tanda vital bayi
hasil : (terutama suhu badan)
- kerusakan jaringan cukup menurun Traupetik
- kerusakan lapisan kulit cukup - mandikan bayi dengan suhu 21-
menurun 24oC
- nyeri cukup menurun - rawat tali pusar secara terbuka
(tali pusar tidak dibungkus
- perdarahan cukup menurun dengan apapun)
- kemerahan cukup menurun - lakukan pemijatan bayi
- suhu kilit cukup membaik - ganti popok bayi jika basah
- senasi dan tekstur cukup membaik Edukasi
- anjurkan ibu menyusui sesuai
kebutuhan bayi
- anjurkan ibu cara merawat bayi
di rumah
- ajarkan cara pemberian
makanan pendamping ASI pada
bayi >6 bulan
4 Resiko Infeksi b/d efek prosedur Setelah diberikan tindakan Pencegahan infeksi
invasif, malnutrisi keperawatan diharapkan tingkat infeksi Observasi
menurun dengan kriteria hasil : - monitor tanda dan gejala
- kebersihan badan meningkat infeksi lokal dan sistemik
- demam dan kemerahan menurun Traupetik
- nyeri dan bengka menurun - batasi jumlah pengunjung
- kadar sel putih membaik - cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
- pertahankan teknik aseptik pada
pasien beresiko tinggi
Edukasi
- ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
- anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
- anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

5 Resiko ketidakseimbangan Setelah diberikan tindakan Pemantauan elektrolit


elektrolit b/d keperawatan diharapkan keseimbangan Obserfasi
ketidakseimbangan cairan elektrolit meningkat dengan kriteria - identifikasi kemungkinan
(dehidrasi) hasil : penyebab ketidakseimbangan
- serum natrium meningkat elektrolit
- serum kalium meningkat - Monitor kadar serum
- serum klorida meningkat - Monitor mual, muntah dan
- serum kalsium meningkat diare
- serum magnesium meningkat - Monitor kehilangan cairan, jika
- serum fosfor meningkat perlu
Teraupetik
- Atur waktu interval
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien.
Nama : By. S.W
Tanggal Lahir : 22 Juli 2022
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Masuk NICU : 23 Juli 2022
Usia Gestasi : <37 minggu
Berat Badan Lahir : 1.100 gram
Tanggal Pengkajian : 24 Juli 2022
2. Primary Survey
a. Airway :
Terpasang CPAP FiO2 35%, PEEP 6.0.
b. Breathing :
Frekuensi napas 68x/menit, SpO2 99%
c. Circulation :
HR 140x/menit
d. Disabillity :
Bayi memiliki keadaan umum lemah
3. Secondary Survey
a. Keluhan Utama
Sesak napas, pasien rujukan dari rumah sakit Bethesda GIMIM Tomohon
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Telah lahir bayi laki-laki tanggal 22/07-2022 jam 15.15, lahir dengan partus
spontan dengan riwayat apnoe sebanyak 2 kali. Bayi lahir dengan BBL 1.100
gram, PBL 38 cm. Lahir dari ibu G1P0A0 usia 18 tahun, bayi mengalami
sianosis, adanya retraksi dinding dada, pernapasan 68x/menit. Faktor resiko
sepsis : BBLSR, usia gestasi < 37 minggu. Downes score : Pernapasan : 1,
Merintih : 1, Retraksi : 1, Air entry : 1, Sianosis : 1, Total = 5
c. Keadaan saat ini :
1) Diagnosis medis : Gagal Napas + BBLSR
2) Status gizi :
Berat badan bayi : 1.100 gram
3) Status cairan : cairan yang diterima yaitu KA-EN 4B + Nutrimix 6 ml/jam
melalui IVFD kaki kiri via infus pump
4) Obat-obatan :
- Nutrimix 6 ml/jam
- Heparin 0,1 ml/jam
- Ampisilin 70 mg/12 jam
- Aminofilin 3,5 mg/12 jam
- Gentamisin 7 mg/36 jam

Penilaian Down Score

- Pernapasan : 1
- Retraksi : 1
- Sianosis : 1
- Air Entry : 1
- Merintih : 1
- Interpretasi : 5 (gawat napas)

Kriteria 0 1 2
Pernapasan < 60x/menit 60-80 x/menit >80
x/menit
Retraksi Tidak ada Retraksi Ringin Retraksi Berat
Sianosis Tidak ada Hilang dengan Menetap
pemberian O2 walaupun diberi
O2
Air Entry Udara Penurunan Ringan Tidak Ada Udara
Masuk Udara Masuk Masuk
Bilateral
Baik
Merintih Tidak Dapat Didengar Dapat Didengar
Merintih dengan Stetoskop Tanpa Alat Bantu
Interpretasi :
1-3 : Tidak Ada Gawat Napas
4-5 : Gawat Napas
>6 : Ancaman Gagal Napas
d. Pengkajian prenatal : tidak dikaji
e. Pengkajian intranatal : tidak dikaji
f. Pengkajian postnatal: tidak dikaji
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : bayi tampak lemah
b. Tanda vital :
RR : 68x/menit
HR : 140x/m
SpO2 : 99%
c. Pemeriksaan Antropometri:
- Berat Badan : 1.100 gram
- Panjang Badan : 38 cm
- Lingkar Kepala : 20 cm
- Lingkar lengan atas : 5,2 cm
- Lingkar dada : 12 cm
- Lingkar perut : 14 cm
d. Sistem Kardiovaskuler : tidak ada masalah
e. Sistem Gastrointestinal : tidak ada masalah
f. Sistem Integumen : bayi tampak pucat dan sianosis
g. Sistem Neurosensori
- Reflex Moro :
Reflex moro (+) ditandai dengan pada saat disentuh dan di kejutkan
refleks bayi menangis dan tangan menggenggam
- Reflex Menggenggam
Reflex menggenggam (+)
B. Analisa Data

Data Masalah/Penyebab Diagnosa


DS: - Pola Napas Tidak
DO: Efektif (D.0005)
- Klien tampak sesak
napas
- RR 68 x/menit
- Takipnea
- Fase ekspirasi
memanjang
- Terpasang CPAP
FiO2 35%, PEEP
6.0
Ds : Hipertermia
Do :
- Klien tampak
lemah
- SB : 37C
- N : 140x.m
- R : 68x/m
- Leukosit : 10.600

C. Diagnosa Keperawatan
1. Pola Napas Tidak Efektif (D.0005)
2. Hipertermia

D. Intervensi Keperawatan

Diagnosa (SDKI) Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)


Pola Napas Tidak Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas
Efektif (D.0005) keperawatan selama diharapkan (L01011)
pola napas pasien membaik, Observasi:
dengan kriteria hasil: - Monitor pola napas
- Penggunaan otot bantu napas Teraupetik
menurun (dari skala 2 ke skala 4) - Pertahankan kepatenan jalan
- Pemanjangan fase ekspirasi napas
menurun (dari skala 2 ke skala 4)
- Frekuensi napas membaik (dari - Berikan oksigen jika perlu
skala 2 ke skala 4) Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator

Pemantauan Respirasi (l.01014)


Observasi:
- Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
- Monitor adanya sumbatan jalan
napas

Hipertermia b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermia


proses penyakit keperawatan diharapkan suhu Observasi
(D.0130) tubuh berada pada rentang - identifikasi penyebab
normal dengan kriteria hasil : hipertermia
- suhu tubuh membaik (dari - monitor suhu tubuh
skala 2 ke skala 4) Terapeutik
- pucat menurun (dari skala 2 - longgarkan atau lepaskan
ke skala 4) pakaian
- takikardi menurun (dari skala - berikan oksigen jika perlu
2 ke skala 4) Kolaborasi
- kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolik IV
E. Implementasi dan Evaluasi

Diagnosa Jam Implementasi Evaluasi


Keperawatan
Minggu, 24/07-
2022
Pola Napas Tidak - Memonitor frekuensi, irama, S: -
Efektif (D.0005) kedalaman dan upaya napas
Hasil: O:
Monitor RR setiap jam, - klien tampak sesak
14.00 - Klien bernapas cepat
RR: x/menit
RR : 60 x/m - adanya air liur berbusa
15.00
RR : 45 x/m yang keluar dari mulut bayi
16.00 RR : 61 x/m - Terpasang CPAP
RR : 56 x/m - FiO2 35%,
17.00
RR : 62 x/m - PEEP 6
18.00 RR : 60 x/m - RR 60 x/menit, N:177
RR : 66 x/m x/menit
19.00
- Takikardi
Klien dalam kondisi takipneu,
ekspirasi lebih memanjang, A: Bayi masih sesak.
napas cepat, tampak sesak.
-Mempertahankan kepatenan P: Pertahankan intervensi
jalan napas
Hasil:
- Bayi diberikan oksigen agar
tidak sesak. Klien terpasang
CPAP.
- Melakukan kolaborasi
dengan dokter dan perawat
dalam memberikan oksigen
Hasil:
Terpasang CPAP, FiO2 35%,
PEEP 6.
- Memonitor adanya
sumbatan jalan napas
Hasil:
- Setiap kali ada air liur
berbusa yang keluar dari
mulut pasien akan
dibersihkan.
- Monitor tingkat kesadaran
klien
Hasil:
Keadaan klien lemah
Senin, 25 / 07 -
2022
Pola Napas Tidak Memonitor frekuensi, irama, S: -
Efektif (D.0005) kedalaman dan upaya napas
Hasil: O:
Memonitor RR setiap jam - klien tampak sesak
08.00 - Klien bernapas cepat
RR: 60 x/menit
09.00 - adanya air liur berbusa
RR : 61x/menit
10.00 yang keluar dari mulut bayi
RR : 65x/menit
11.00 - Terpasang CPAP
RR : 60x/menit
12.00 - FiO2 35%,
RR : 70x/menit
13.00 - PEEP 6
RR : 65x/menit
14.00 - RR : 61 x/m, N : 175 x/m
RR: 60x/menit
15.00 - Takikardi
RR : 61x/menit A: Bayi masih sesak.
Keadaan klien takipneu,
ekspirasi lebih memanjang, P: Pertahankan intervensi
napas cepat, tampak sesak.
- Mempertahankan kepatenan
jalan napas
Hasil:
- Klien terpasang CPAP
- Melakukan kolaborasi
dengan dokter dan perawat
dalam memberikan oksigen
Hasil:
- Terpasang Buble CPAP,
FiO2 35%, PEEP 6
- Memonitor adanya
sumbatan jalan napas
Hasil:
Setiap kali ada air liur berbusa
yang keluar dari mulut pasien
akan dibersihkan.
- Monitor tingkat kesadaran
klien
Hasil:
Keadaan klien lemah
Hipertermia Manajemen hipertermia S : -
(D.0130) (I.15506)
Observasi O:
09.00 - Identifikasi penyebab TTV pukul 14.25
hipertermia - N : 125x/m
- R : 60x/m
Hasil : - SB : 36,7oC
peningkatan leukosit dengan
nilai 10.600 karena adanya A :
infeksi BBLSR, UG < 36 Masalah hipertermia belum
minggu, sehingga klien teratasi
mengalami peningkatan SB :
09.15
37C P : pertahankan intervensi

- monitor suhu tubuh


Hasil :

09.20 SB : 37C
Terapeutik
- berikan oksigen jika perlu
Hasil :
Klien terpasangCPAP dengan
12.00 FiO2 35%, PEEP 6.
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolik IV
Hasil :
Pemberian injeksi Ampisilin 70
mg/12 jam
Dan Gentamisin 7 mg/36 jam
14.55
Hasil :
- Observasi SB pada pukul
SB klien menurun dengan
nilai 36,7oC
- belum dilakukan
pemeriksaan laboratorim
pada By S.W untuk melihat
kadar leukosit.

Anda mungkin juga menyukai