Anda di halaman 1dari 51

PERINATOLOGI

Gangguan Pernapasan pada Bayi Baru Lahir


Pendahuluan
Gangguan napas pada bayi baru lahir adalah sindroma yang terdiri dari satu atau lebih
gejala sebagai berikut: pernapasan terlalu cepat >60x/menit atau <30x/menit, berhenti
napas lebih dari 20 detik (apnea), dengan/tanpa sianois sentral, tarikan dinding dada,
merintih.
Frekuensi/kejadian gangguan napas yang sering terjadi dan penyebab tertinggi kematian
bayi baru lahir adalah asfiksia, penyakit membran hialin(PMH), apneu, sepsis, aspirasi
mekonium, pneumonia, dll.
Tiga penyakit penyebab utama kematian perinatal dari gangguan napas pada bayi baru
lahir di RS pusat rujukan propinsi adalah asfiksia berat, penyakit membran hialin dan
sepsis neonatorum

Langkah promotif/preventif :
Mencegah persalinan prematur
Melakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman
Mencegah asfiksia neonatorum
Melakukan resusitasi dengan benar
Melakukan tindakan pencegahan Infeksi .
Mengelola ibu DM dengan baik
Pemberian terapi kortikosteroid antenatal pada ibu.

Langkah diagnostik

I. Anamnesis :
 Riwayat kelahiran kurang bulan, ibu DM, asfiksia perinatal (gawat janin), bedah
sesar, kelahiran saudara kandung dengan riwayat penyakit membran hialin.
 Riwayat bayi dengan tanda infeksi neonatal.

II. Pemeriksaan fisis :


Gejala umum
Pernapasan cepat, pernapasan lambat, apnea, merintih, tarikan dinding dada, sianosis,
pernapasan cuping hidung.

Gejala khusus
Penyakit membran hialin
 Perhatikan tanda prematuritas.
 Kadang ditemukan hipotensi, hipotermia, edema perifer. edema paru-paru.
 Perjalanan klinis bervariasi sesuai dengan beratnya penyakit, besarnya bayi, adanya
infeksi dan derajat dari pirau PDA.
 Penyakit bisa menetap atau menjadi progresif setelah 48-96 jam pertama kehidupan

Aspirasi Mekoneum
 Cairan amnion tercemar mekonium baik encer maupun kental, bayi diliputi mekonium,
 Tali pusat dan kulit bayi berwarna hijau kekuningan.

1
 Bayi mengalami asfiksia berat dan dalam beberapa jam kemudian menunjukkan
gangguan bernapas.
 Biasanya disertai tanda bayi lebih bulan.

III. Pemeriksaan penunjang


 Foto Toraks posisi AP dan lateral, bila diperlukan serial.
Gambaran radiologis dapat membedakan etiologi:

Penyakit membran hialin


Terdapat 4 stadium:
Stadium 1: pola retikulogranulair
Stadium 2: 1 + air bronchogram.
Stadium 3: 2 + batas jantung-paru kabur
Stadium 4: 3 + white lung

Hernia diafragmatika.
Gambaran organ visera dalam rongga dada.

Aspirasi mekoneum
Gambaran aspirat pada satu atau kedua lapang paru, hiperinflasi, kadang ditemukan
gambaran atelektasis dan pneumotoraks.

Pneumonia.
Gambaran infiltrat pada satu atau ke dua paru.

Laboratorium
- Darah : Hb.Ht, darah tepi, kultur darah pada kecurigaan pneumonia.
- Analisas gas darah : hipoksemia, asidemia yang dapat berupa asidosis
metabolik, respiratorik atau kombinasi.
- Rasio lesitin/sfingomielin (R/S ratio <2:1), Shake test ( tes kocok), jika tak
ada gelembung, resiko tinggi untuk terjadinya PMH (60%).

Manajemen Umum

A. Jaga jalan napas tetap bersih dan terbuka


B. Terapi oksigen sesuai dengan kondisi.
 Nasal kateter
 Sungkup
 Nasal prong
 Head Box
 Oksigen inkubator
 Ventilator mekanik

C. Jaga kehangatan
D. Pemberian infus cairan intravena
E. Pemberian Nutrisi diutamakan pemberian ASI bila memungkinkan.

2
Manajemen Khusus

Penyakit Membran hialin

Surfaktan :
Surfaktan diberikan dalam 24 jam pertama jika terbukti bayi mengalami PMH
(HMD) .Dosis : 4ml/kgBB, intra trakea, terbagi dalam 4 dosis masing masing 1 ml/
kg berat badan untuk lapangan paru depan kiri dan kanan serta paru belakang kiri
dan kanan. dan dosis dapat diulang setelah minimal 6 jam bila diperlukan. Selama
pemberian surfaktan dapat terjadi obstruksi jalan napas yang disebabkan oleh
viskositas obat. Efek samping dspat berupa prdarahan dan
Infeksi paru.

Antibiotik.
Ampisilin 50mg/kg intrvena tiap 12 jam, Gentamisin untuk berat badan < 2 Kg
dosis 4mg tiap hari (7hari pertama), Jika tak terbukti ada infeksi, pemberian
antibiotik dihentikan.

Apneu
Aminofilin
Dosis awal 5-6 mg/kgBB iv, dalam 15-30 menit,12 jam kemudian dilanjutkan dosis
rumatan 2 mg/kgBB/12 jam atau 1,5-2 mg/kgBB/ds, setiap 6-8 jam.Jika
pengobatan gagal berikan nasal CPAP dengan tekanan 3-4 cmH 2O
Teofilin
Dosis 5mg/kgBB/dosis tunggal secara oral diteruskan 2 mg/kg tiap 8jam

Kafein sitrat
Dosis awal 20 mg/kgBB, 24 jam iv/po kemudian dilanjutkan dengan dosis
rumatan 2,5-5 mg/kgBB/menit dosis tunggal
Doksaprom
Diberikan bila kedua obat tersebut diatas apnea tidak berkurang. Pemberian
melalui infus/drip kecepatan 0,5-1,5 mg/kgBB/jam. Setelah teratasi, kecepatan
dapat dikurangi, sedang pada penderita yang tetap apnea dosis dinaikkan sampai
maksimal 2,5 mg/kgBB/menit
Bila usaha semua diatas gagal dilakukan ventilasi mekanik.

Aspirasi mekoneum
Antibiotik ampisilin dan garamisin dosis seperti pada penyakit membran hialin.

Pneumonia.
Antibiotik ampisilin dan garamisin dosis sesuai dosis penyakit membran hialin. Bila
curiga pneumonia nosokomial berikan sefalosporin generasi 3 kemudian disesuaikan
denga hasil uji kepekaan kuman.

Hernia diafragmatika.
Tindakan koreksi bedah

Terapi bedah:
Tindakan bedah dilakukan jika timbul komplikasi yang bisa bersifat fatal seperti
pneumotoraks, pneumomediastinum, empisema sub kutan.

3
Tindakan yang segera dilaksanakan adalah mengurangi tekanan rongga dada dengan
pungsi toraks, bila gagal dilakukan drainase

Pemantauan

1. Terapi
Setelah BKB/BBLR melewati masa krisis dimana kebutuhan oksigen sudah terpenuhi
dengan oksigen ruangan/atmosfer, suhu tubuh bayi sudah stabil diluar inkubator, bayi
dapat minum sendiri persepen/menetek, ibu bisa merawat dan mengenali tanda-tanda
sakit pada bayi dan tidak ada komplikasi atau penyulit maka bayi dapat berobat jalan.

2. Tumbuh kembang
Bayi yang menderita gangguan napas dan berhasil hidup tanpa komplikasi maka proses
tumbuh kembang anak selanjutnya tidak mengalami gangguan. Tetapi apabila timbul
komplikasi (hipoksia serebri, gagal ginjal, keracunan O 2 , epilepsi maupun komplikasi palsi
cerebral. dll) maka tumbuh kembang anak tersebut akan mengalami gangguan dari yang
ringan sampai yang berat termasuk gangguan penglihatan, sehingga diperlukan
pemantauan berkala pada masa balita

4
PERINATOLOGI

Asfiksia Neonatorum

Pendahuluan
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat
lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan Pa O 2 didalam darah
rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis.
Merupakan penyebab kematian paling tinggi .
 Kejadian : sekitar 25,2% bayi baru lahir menderita asfiksia di RS propinsi di Indonesia
(Jawa Barat).
 Angka kematian sekitar 41,94% di RS pusat rujukan propinsi.
 Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta.

Langkah Promotif/Preventif
 Asfiksia perinatal dapat terjadi selama antepartum, intrapartum maupun postpartum.
 Untuk mencegah mengurangi resiko terjadinya asfiksia perinatal dibutuhkan
pemeriksaan selama kehamilan secara teratur yang berkualitas, meningkatkan status
nutrisi ibu, manajemen persalinan dan melaksanakan pelayanan neonatal esensial
terutama dengan melakukan resusitasi yang baku.

Langkah Diagnostik
I. Anamnesis :
- Gangguan atau kesulitan waktu lahir (lilitan tali pusat, sungsang, V.E (Vaccum
Ekstraksi)/F.E (Ekstraksi Forsep, dll).
- Lahir tidak bernafas/menangis.
- Air ketuban bercampur mekonium.

II. Pemeriksaan fisis :


- Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap.
- Denyut jantung kurang dari 100X/menit
- Kulit sianosis, pucat.
- Tonus otot menurun.

III. Pemeriksaan penunjang :


Laboratorium : Analisa gas darah

Terapi

I. Resusitasi
 Tahapan resusitasi lihat bagan
 Terapi medikamentosa:

5
Epinefrin :
Indikasi :
- Denyut jantug bayi < 60x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi
adekuat dan pemijatan dada belum ada respons.
- Asistolik.
Dosis :
0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1:10.000 ( 0,01 mg-0,03 mg/kg BB) Cara : i.v atau
endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.

Volume ekspander :
Indikasi :
- Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada
respon dengan resusitasi.
- Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai
adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak
memberikan respon yang adekuat.
Jenis cairan :
- Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)
- Transfusi darah gol.O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.
Dosis :
Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai
menunjukkan respon klinis.

Bikarbonat :
Indikasi :
- Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan
bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
- Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia
harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.
Dosis :
1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/KgBB (4,2%) atau 1 ml /kgbb (7,4%)
Cara :
Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara
intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.
Efek samping :
Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi
miokardium dan otak.

Nalokson :
Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi
pernafasan.
Indikasi :
- Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4
jam sebelum persalinan.
- Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil.
- Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai
pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawl tiba-tiba
pada sebagian bayi.
Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)
Cara : IV endotrakeal atau bila perpusi baik diberikan i.m atau s.c .

6
II. BEDAH
Tidak ada tindakan bedah pada kasus bayi baru lahir dengan asfiksia.

III. SUPORTIF

 Jaga kehangatan,
 Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.
 Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit)

Pemantauan
1. Terapi
Keberhasilan resusitasi bila telah terjadi pernapasan spontan dan teratur serta kulit
kemerahan.
 Resusitasi dinilai tidak berhasil jika:
Bayi tidak bernapas spontan dan tidak terdengar denyut jantung setelah dilakukan
resusitasi secara efektif selama 20 menit..

2. Tumbuh kembang
 Pada bayi-bayi baru lahir yang mengalami asfiksia berat, setelah pulang dari RS perlu
pemantauan selanjutnya di Poliklinik Perinatologi selama bulan pertama dan
selanjutnya di Poliklinik Tumbuh Kembang untuk memantau tumbuh kembang selama
masih bayi maupun balita.
 Paska perawatan bayi yang mendapatkan terapi ventilasi mekanik terutama yang lebih
dari 2 minggu, rujuk ke dokter mata/RS mata untuk mengetahui ada/tidaknya
komplikasi di retina (retinopathy of prematury)
 Bayi-bayi yang ada gejala sisa neurologis, rujuk ke unit rehabilitasi medis, untuk
fisioterapi.

VI. LAIN-LAIN :
 Paska resusitasi jika bayi baru lahir ada gangguan nafas yang membutuhkan ventilasi
mekanik, rujuk ke RS rujukan yang ada fasilitas perawatan intensif (NICU) atau yang
ada fasilitas pemakaian ventilator.
 Pemantauan tumbuh kembang lebih lanjut bila fasilitas memungkinkan USG dan
skening kepala,(porensefali, perdarahan peri/intra ventrikuler, hidrosefalus).

7
Tahapan Resusitasi
Bayi lahir
Waktu
 Air ketuban tanpa Mekoneum
? Ya Perawatan rutin
 Bernapas atau menangis ?
- Jaga hangat
 Tonus otot baik ?
- Bersihkan jalan
 Warna merah muda ?
napas
30 detik

 Cukup bulan? - Keringkan

Tidak

 Jaga tetap hangat


 Posisi; bersihkan jalan napas*
(bila perlu)
 Keringkan, stimulasi, reposisi
 Beri O2 (bila perlu)

Napas
 Evaluasi napas, frekuensi
jantung dan warna Perawatan suportif

DJ > 100
& merah muda
Apnea atau DJ < 100
30 detik

Ventilasi
Perawatan
 Lakukan ventilasi tekanan positif* berkelanjutan
DJ > 100
& merah muda
DJ < 60 DJ > 60

 Lakukan ventilasi tekanan positif*


30 detik

 Kompresi dada

DJ < 60

Beri Epinefrin*

* Pada beberapa langkah dipertimbangkan untuk intubasi endotrakheal

8
PERINATOLOGI

Kejang, Spasme dan Tidak Sadar


Pendahuluan
Kejang merupakan keadaan emerjensi atau tanda bahaya yang sering terjadi pada
neonatus,karena kejang yang berkepanjangan dapat mengakibatkan hipoksia otak yang
cukup berbahya bagi ke langsungan hidup bayi atau dapat mengakibatkan sekuele di
kemudian hari. Termasuk dalam kelompok gejala ini adalah spasme dan tidak sadar atau
gangguan kesadaran . Keadaan ini dapat diakibatkan oleh asfiksia neonatorum,
hipoglikemia atau merupakan tanda meningitis atau masalah susunan saraf.

Langkah promotif/preventif :

Mencegah persalinan prematur


Melakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman
Mencegah asfiksia neonatorum
Melakukan resusitasi dengan benar
Melakukan tindakan pencegahan Infeksi .
Mengendalikan kadar glukosa darah ibu.

Langkah Diagnostik

I. Anamnesis :
 Riwayat persalinan: bayi lahir prematur, lahir dengan tindakan, penolong persalinan,
afiksia neonatorum.
 Riwayat imunisasi tetanus ibu, penolong persalinan bukan tenaga kesehatan.
 Riwayat perawatan tali pusat dengan obat tradisional.
 Riwayat kejang, penurunan kesadaran, ada gerakan ab normal pada mata, mulut,
lidah dan ekstrimitas .
 Riwayat spasme atau kekakuan pada ekstremitas, otot mulut dan perut.
 Kejang dipicu oleh kebisingan atau prosedur atau tindakan pengobatan.
 Riwayat bayi malas minum sesudah dapat mium normal.
 Adanya faktor risiko infeksi.
 Riwayat ibu mendapat obat misalnya heroin, metadon, propoxypen, sekobarbital,
alkohol.
 Riwayat perubahan warna kulit (kuning)
 Saat timbulnya dan lama terjadinya kejang.

II.Pemeriksaan fisis
Kejang:
 Gerakan abnormal pada wajah, mata, mulut, lidah dan ekstrimitas
 Ekstensi atau fleksi tonik ekstremitas, gerakan seperti mengayuh sepeda, mata
berkedip,berputar, juling.

9
 Tangisan melingking dengan nada tinggi, sukar berhenti.
 Perubahan status kesadaran, apnea, ikterus, ubun-ubun besar membonjol, suhu tubuh
tidak normal.

Spasme:
 Bayi tetap sadar, menangis kesakitan
 Trismus, kekakuan otot mulut , rahang kaku, mulut tidak dapat dibuka, bibir
mencucu.
 Opistotonus, kekakuan pada ekstremitas, perut, kontraksi otot tidak terkendali. Dipicu
oleh kebisingan, cahaya, atau prosedur diagnostik.
 Infeksi tali pusat.

III.Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk mencari penyebab kejang

Pada kecurigaan infeksi (meningitis),


Pemeriksaan darah ditemukan adanya lekositosis (lebih 25.000/ mm3) atau lekopeni
(kurang 5000/mm3), netrofil kurang 4000/mm3, peningkatan rasio netrofil imatur/
total (I/T) lebih 0,2
Pemeriksaan cairan serebrospinal ditemukan lekosit 20/ml ( umur kurang dari 7 hari)
dan 10 /ml ( umur lebih 7 hari), pengecatan gram ditemukan kuman.
Gangguan metabolik
Hipoglikemi ( glukosa darah < 45 mg/gl, hipokalsemi ( Ca< 7 mg/dl atau < 1,75
mmol/L), hipomagnesemi (Mg< 1,5 mg/dl), hiponatremi (Na< 135 mEq/l),
hipernatremi ( Na > 150 mEq/l)
Diduga/ ada riwayat jejas pada kepala
Pemeriksaan berkala hemoglobin dan hematokrit untuk memantau perdarahan
intraventrikuler serta didapat perdarahan pada cairan serebrospinal.
Pemeriksaan kadar bilirubin total/ direk dan indirek meningkat
Pemeriksaan kadar bilirubin bebas ( bila tersedia)
Analisa gas darah ditemukan hipoksia, dan asidosis.
Kultur dan uji kepekaan kuman dari cairan serebrosipal.
Ultra sonografi untuk mengetahui adanya perdarahan periventrikuler-intra ventri kuler.
Pencitraan kepala (CT-scan kepala)
Untuk mengetahui adanya perdarahan subarahnoid atau subdural, cacat
bawaan, infark serebral.
Elektroensefalografi: kadang terdapat aktivitas epileptik yang menyebar.

Terapi

I.Medikamentosa
A. Anti kejang
1. Fenobarbital 20 mg/kg berat badan intra vena dalam waktu 5 menit, jika kejang tidak
berhenti dapat diulang dengan dosis 10 mg/kg berat badan sebanyak 2 kali dengan
selang waktu 30 menit. Jika tidak tersedia jalur intravena, dapat diberikan
intramuskuler dengan dosis ditingkatkan 10-15%.
2. Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin 20 mg/kg berat badan intravena dalam larutan
garam fisiologis dengan kecepatan 1mg/kgberat badan / menit.

10
 Pengobatan rumatan :
1. Fenobarbital 3-5 mg/ hari, dosis tunggal atau terbagi tiap 12 jam secara intravena
atau per oral. Sampai bebas kejang 7 hari.
2. Fenitoin 4-8 mg/kg/ hari intravena atau per oral. dosis terbagi dua atau tiga.

B. Pengobatan faktor penyebab kejang.


1. Meningitis
Antibiotik awal diberikan Ampisilin dan gentamisin , bila organisme tidak dapat
ditemukan dan bayi tetap menunjukkan tanda infeksi sesudah 48 jam, ganti ampisilin
dan beri sefotaksim disamping tetap beri gentamisin.. Antibiotika diberikan sampai 14
hari setelah ada perbaikan. (dosis lihat tabel)

2 Gangguan metabolik

 Hipoglikemi (lihat pengelolaan hipoglikemi)


 Hipokalsemi:
Kalsium glukonas 10%, 1-2 ml/kg berat badan dengan aquadest sama banyak
secara intravena dalam 5 menit. Dapat diulang setelah 10 menit jika tidak
ada respon klinis.
 Hipomagnesemi ,
Magnesium sulfat 50%, 0,1-0,2 ml/kg secara intravena dapat diulang setiap
6 –12 jam.
 Hiponatremi
Lakukan koreksi jika Na< 120 mEq/l dan osmolaritas darah normal,
Na kareksi = 135meq/l - kadar Na bayi X berat badan (kg) X0,6.
Separuh nya diberikan dalam 12-24 jam. Jika osmolaritas darah rendah , dilakukan
restriksi cairan dengan mengurangi masukan cairan 20 ml/kg/hari dan pemantauan
kadar natrium tiap 6-8 jam,
 Hipernatremi ( Na > 150 mEq/l)
Atasi faktor penyebab, antara lain dehidrasi, asupan natrium yang
berlebihan.
3. Kern ikterus: ( lihat hiper bilirubinemia)
4. Hipoksia: optimalisasi ventilasi dan terapi oksigen
5. Spasme/ tetanus
 Beri diazepam 10mg/kg / hari dengan drip selama 24 jam atau bolus IV tiap 3 jam,
maksimum 40 mg/ kg/hari
Bila frekuensi napas kurang 30 kali per menit, hentikan pemberian obat meskipun bayi
masih mengalami spasme.
 Bila tali pusat merah dan membengkak, mengeluarkan pus atau berbeau busuk obati
untuk infeksi tali pusat.

 Beri bayi
- human tetanus immunoglobin 500 U IM, bila tersedia, atau beri sepadanannya,
antitoksin tetanus 5000U IM;
- toksoid tetanus IM pada tempat yg berbeda dg tempat pemberian antitoksin
- Benzyl penicillin G 100000 U/kg BB IV atau IM dua kali sehari selama tujuh hari

 Anjurkan ibunya untuk mendapat toksoid tetanus 0,5 ml (untuk melindunginya dan
bayi yg dikandung berikutnya) dan kembali bulan depan untuk pemberian dosis ke dua.

11
II.Bedah
Pada kasus perdarah subdural, trauma SSP dan hidrosefalus diperlukan tindakan bedah.

III.Suportif
 Menjaga patensi jalan napas dan pemberian oksigen untuk mencegah hipoksia otak
yang berlanjut.
 Pasang jalur IV dan beri cairan IV dengan dosis rumat serta tunjangan nutrisi adekuat
 Mengurangi rangsang suara , cahaya maupun tindakan invasif untuk menghindari
bangkitan kejang pada penderita tetanus, pasang pipa nasogastrik dan beri ASI peras
diantara spasme. Mulai dengan jumlah setengah kebutuhan per hari dan pela-pelan
dinaikkan jumlah ASI yang diberikan sehingga tercapai jumlah yang diperlukan

IV.Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)


 Bayi dirujuk bila memerlukan ventilator mekanik, atau memerlukan pemeriksaan
penunjang misalnya : USG, CT scan atau konsultasi.

Pemantauan (“Monitoring”)

I.Terapi

 Penanganan utama adalah mengatasi hipoksia dan gangguan metabolik sebagai


penyebab tersering kejang pada neonatus kemudian pemberian anti kejang.
 Pada pemberian kalsium perlu di pantau denyut jantung, pemberian yang terlalu
cepat dapat mengakibatkan bradikardi.
 Pemberian natrium yang terlalu cepat dapat mengakibatkan edema otak, sehingga jika
melakukan koreksi dalam waktu 12 - 24 jam, pemantauan kadar natrium tiap 6- 8
jam.

II.Tumbuh Kembang

 Pemantauan terutama ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan sensorik dan


motorik. Setiap adanya gangguan perkembangan, perubahan tingkah laku ataupun
gejala neurologik, eksplorasi harus dilakukan dengan pemeriksaan neurologis lengkap.

12
Tabel1: Nilai normal kadar elektrolit serum

Jenis Bayi kurang bulan Bayi cukup bulan

1 minggu 7 minggu 1-12 jam 48-72 jam

Kalsium (mg/dl) 9,2  1,1 9,5  0,7 8,38 (7,3- 7,9 (5,9-9,7 )
9,2)

Natrium (mEq/l) 139,6  3,2 137,2  1,8 143  7,2 148,7  4,3

Kalium (mEq/l) 5,6  0,5 5,7  0,5 6,84  0,73 5,92  0,8

(Sumber Fanaroff.AA :Neonatal-perinatal medicine.1432,1997)


Keterangan penyesuaian mg/dl ke mmol/l dikalikan 0,25; mEq/l ke mmol/l dikalikan 0,5

Tabel 2 : Nilai normal pemeriksaan cairan serebrospinal

Jenis Bayi kurang bulan Bayi cukup bulan

<1000 gram 1000-1500 gram 1 hari 7 hari

Lekosit PMN/mm3  4 (0-14) 6 (0-44) 7 (0-26) 3 (0-5)

Limfosit/mm3 5 (0-16) 1 (0-4)

Eritrosit 1,027 (0-19.050) 786 (0-9750) 23 (6-630) 3 (0-48)

Protein (mg/dl) 150 (95-370) 132 (45-227) 73 (40-148) 47 (27-65)

Glukose(mg/dl) 61 (29-217) 59 (31-109 48 (38-64) 55 (48-62)

Keterangan :  nilai lekosit total pada bayi kurang


(Sumber Fanaroff.AA :Neonatal-perinatal medicine.1432,1997)

13
Tabel 3: Dosis antibiotik untuk meningitis
Antibiotik Cara Pemberian Dosis dlm mg

Hari 1-7 Hari 8+


Ampisilin IV 100 mg/kg setiap 12 100 mg/kg setiap
jam 8jam
Sefotaksim IV 50 mg/kg setiap 12 jam 50 mg/kg setiap 6
jam
Gentamisin IV, IM < 2 kg
4mg/kg sekali sehari 3,5mg/kg sekali sehari
 2 kg
5mg/kg sekali sehari 3,5mg/kg sekali sehari

14
PERINATOLOGI

SEPSIS NEONATORUM
Pendahuluan
Neonatal sepsis merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi selama
satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus , jamur dan protozoa dapat menyebakan
sepsis pada neonatus. Insidennya berkisar 1-10 diantara 1000 kelahiran hidup dengan
mortalitas 13-50%. Tanda awal sepsis pada bayi baru lahir tidak spesifik, sehingga skrining
sepsis dan pengelolaan terhadap faktor risiko perlu dilakukan. Maka terapi awal pada
neonatus yang mengalami sepsis harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil kultur.

Langkah promotif / preventif :


 Mencegah dan mengobati ibu demam dengan kecurigaan infeksi berat atau infeksi
intra uterin.
 Mencegah dan pengobatan ibu dengan ketuban pecah dini.
 Perawatan antenatal yang baik
 Mencegah aborsi yang berulang, cacat bawaan.
 Mencegah persalinan prematur
 Melakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman
 Mencegah asfiksia neonatorum
 Melakukan resusitasi dengan benar
 Melakukan tindakan pencegahan Infeksi
 Melakukan identifikasi awal terhadap faktor risiko sepsis dan pengelolaan yang efektif.

Langkah Diagnostik

I.Anamnesis :

 Riwayat ibu mengalami infeksi intra uterin, demam dengan kecurigaan infeksi berat
atau ketuban pecah dini.
 Riwayat persalinan tindakan, penolong persalinan, lingkungan persalinan yang kurang
higienis.
 Riwayat lahir asfiksia berat, bayi kurang bulan, berat lahir rendah.
 Riwayat air ketuban keruh, purulen atau bercampur mekonium
 Riwayat bayi malas minum, penyakitnya cepat memberat
 Riwayat keadaan bayi lunglai, mengantuk atau aktivitas berkurang atau iritabel
/rewel, muntah , perut kembung, tidak sadar, kejang.

II.Pemeriksaan fisis

Keadaan umum
- Suhu tubuh tidak normal
- letargi atau lunglai, mengantuk atau aktivitas berkurang

15
- Malas minum sebelumnya minum dengan baik.
- Iritabel atau rewel,
- Kondisi memburuk secara cepat dan dramatis
Gastrointestinal
- Muntah, diare, perut kembung, hepatomegali
- Tanda mulai muncul sesudah hari ke empat.
Kulit
- Perfusi kulit kurang, sianosis, pucat, petekie, ruam, sklerem, ikterik
Kardiopulmuner
- Takipnu, distres respirasi ( merintih, retraksi) takikardi, hipotensi
Neurologis
- Iritabilitas, penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun membonjol, kaku kuduk
sesuai dengan meningitis.

III.Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan jumlah lekosit dan hitung jenis secara serial untuk menilai perubahan
akibat infeksi, adanya lekositosis atau lekopeni, netropeni ,peningkatan rasio netrofil
imatur/ total (I/T) lebih 0,2
 Peningkatan protein fase akut ( C-reactiv protein), peningkatan Ig M.
 Ditemukan kuman pada pemeriksaan kultur, pengecatan gram dari darah, urin dan
cairan serebro spinal serta dilakukan uji kepakaan kuman.
 Analisa gas darah ditemukan hipoksia, asidosis metabolik, asidosis laktat.
 Pemeriksaan cairan serebrospinal ditemukan peningkaytan jumlah lekosit terutama
PMN, jumlah lekosit 20/ml ( umur kurang dari 7 hari) dan 10 /ml ( umur lebih 7 hari),
meningkatnya kadar protein, penurunan kadar glukosa serta pada pengecatan gram
ditemukan kuman. Gambaran ini sesuai dengan meningitis yang sering terjadi pada
sepsis.
 Gangguan metabolik
Hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis metabolik.
 Peningkatan kadar bilirubin

Radiologis
Foto Rontgen dada dapat ditemukan sebagai berikut
 Pneumonia kongenital dan infeksi intrauterin ditemukan gambaran konsolidasi
bilateral atau efusi pleura.
 Pneumonia dan infeksi intra partum infiltrasi dan destruksi jaringan bronkopulmoner,
atelektasis segmental atau lobaris, gambaran retikulogranuler difus ( seperti penyakit
membranhialin), efusi pleura.
 Pneumonia dan infeksi postnatal gambarannya sesuai dengan pola kuman tempat di
mana bayi dirawat.
 Pada pencitraan (CT scan) dapat ditemukan obstruksi aliran cairan serebrospinal,
infark atau abses. Pada ultrasonografi dapat ditemukan ventrikulitis.

Pemeriksaan lain sesuai penyakit yang menyertai.

16
I. Terapi

Manajemen umum

Dugaan sepsis:

Pengobatan mengunakan daftar tabel temuan yang berhubungan dengan sepsis, Pada
dugaan sepsis pengobatan ditujukan pada temuan khusus (misalnya kejang) serta
dilakukan pemantauan.

Kecurigaan besar sepsis:

A. Antibiotik
Antibiotik awal diberikan Ampisilin dan gentamisin , bila organisme tidak dapat
ditemukan dan bayi tetap menunjukkan tanda infeksi sesudah 48 jam, ganti ampisilin
dan beri sefotaksim disamping tetap beri gentamisin.
Jika ditemukan organisme penyebab infeksi, digunakan antibiotik sesuai uji kepekaan
kuman. Antibiotika diberikan sampai 7 hari setelah ada perbaikan ( dosis lihat tabel).
Pada sepsis dengan meningitis, pemberian antibiotik sesuai pengobatan meningitis.

B. Respirasi
Menjaga patensi jalan napas dan pemberian oksigen untuk mencegah hipoksia .
Pada kasus tertentu membutuhkan ventilator mekanik.

C.Kardiovaskuler
Pasang jalur IV dan beri cairan IV dengan dosis rumat serta pemantauan tensi dan
perfusi jaringan untuk cegah syok.

D. Hematologi:
Transfusi komponen jika diperlukan, Atasi kelainan yang mendasari

E. Tunjangan nutrisi adekuat

Manajemen khusus

Pengobatan terhadap tanda khusus lain atau penyakit penyerta serta komplikasi yang
terjadi ( misal: kejang, gangguan metabolik, hematologi, respirasi, gastro intestinal,
kardiorespirasi, hiperbilirubin)
Pada kasus tertentu dibutuhkan imunoterapi dengan pemberian imunoglobulin, antibodi
monoklonal atau transfusi tukar.

II.Bedah
Pada kasus tertentu misalnya hidrosefalus dan akumulasi progesif, enterokolitis
nekrotikan, diperlu tindakan bedah.

III. Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)


Pengelolan bersama dengan sub bagian neurologi anak, pediatri sosial, bagian mata,
bedah syaraf dan rehabilitasi medik.

17
Pemantauan (“Monitoring”)

I.Terapi

Dugaan sepsis:
Pengobatan mengunakan daftar tabel temuan yang berhubungan dengan sepsis. Jika tidak
ditemukan riwayat infeksi intra uteri, ditemukan satu kategori A dan satu atau dua
kategori B maka kelola untuk tanda khususnya ( misalnya kejang). Lakukan pemantauan.
Jika ditemukan tambahan tanda sepsis maka dikelola sebagai kecurigaan besar sepsis.

Kecurigaan besar sepsis.


Pada bayi umur sampai dengan 3 hari
Bila ada riwayat ibu dengan infeksi rahim, demam dengan kecurigaan infeksi berat
atau (ketuban pecah dini) atau bayi mempunyai 2 atau lebih Kategori A ,atau 3
atau lebih Kategori B
Pada bayi umur lebih dari tiga hari
Bila bayi mempunyai dua atau lebih temuan Kategori A atau tiga atau lebih temuan
Kategori B.
Transfusi tukar dilakukan jika tidak ditemukan perbaikan klinisdan laboratorium setelah
pemberian antibiotik adekuat.

II.Tumbuh Kembang
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita dengan sepsis dapat akibatkan gangguan
tumbuh kembang. Misalnya gejala sisa neurologis berupa retardasi mental, gangguan
penglihatan, kesukaran belajar, kelainan tingkah laku.

Tabel 1: Kelompok temuan yang berhubungan dengan sepsis

Kategori A. Kategori B

1. Kesulitan bernapas (misalnya : 1. Tremor


apnea, napas lebih dari 30 kali per 2. Letargi atau lunglai
menit, retraksi dinding 3. Mengantuk atau aktivitas berkurang
2. dada, grunting pada waktu ekspirasi, 4. Iritabel atau rewel
sianosis sentral) 5. Muntah (menyokong ke arah sepsis)
3. Kejang 6. Perut kembung (menyokong ke arah
4. Tidak sadar sepsis)
5. Suhu tubuh tidak normal, (tidak 7. Tanda tanda mulai muncul sesudah
normal sejak lahir & tidak memberi hari ke empat (menyokong ke arah
respons terhadap terapi atau suhu sepsis)
tidak stabil sesudah pengukuran suhu 8. Air ketuban bercampur mekonium
normal selama tiga kali atau lebih,
menyokong ke arah sepsis) 9. Malas minum, sebelumnya minum
6. Persalinan di lingkungan yang kurang dengan baik (menyokong ke arah
higienis (menyokong ke arah sepsis) sepsis)
7. Kondisi memburuk secara cepat dan
dramatis (menyokong kearah sepsis)

18
Tabel 2: Dosis antibiotik untuk sepsis

Antibiotik Cara Dosis dlm mg


Pemberian
Hari 1-7 Hari 8+
Ampisilin IV, IM 50 mg/kg setiap 12 jam 50mg/kg setiap 8jam
Ampisilin utk IV 100mg/kg setiap 12 jam 100 mg/kg setiap 8jam
meningitis
Sefotaksim IV, IM 50mg/kg setiap 12 jam 50 mg/kg setiap 8 jam
Sefotaksim utk IV 50mg/kg setiap 6 jam 50 mg/kg setiap 6 jam
meningitis
Gentamisin IV, IM < 2 kg
4mg/kg sekali sehari 3,5mg/kg setiap 12 jam
 2 kg
5mg/kg sekali sehari 3,5mg/kg setiap 12 jam

19
PERINATOLOGI

Bayi Lahir dari Ibu yang menderita HIV


(Human Immuno Defficiency Virus Infection)

Pendahuluan
HIV adalah virus RND dari sub famili Retro virus. HIV menimbulkan kekurangan kekebalan
tubuh sehingga menimbulkan gejala berat yang disebut penyakit AIDS (Acquired Immuno
Defficiency Syndrome). Insiden pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan 1,5 juta anak
terinfeksi HIV, dan dari penderita AIDS dewasa, 30% adalah ibu, termasuk ibu-ibu yang
hamil. Di USA 0,17% ibu hamil mempunyai sero positif HIV I dengan angka penularan ke
bayinya 14-40%, Eropa 13-14%.

Langkah Promotif / Preventif

Untuk menentukan langkah Preventif, perlu mengenal faktor-faktor risiko yang dapat
dicegah. Faktor risiko Infeksi HIV adalah :

 Ibu risiko tinggi


Semua bayi yang dilahirkan ibu HIV adalah resiko tinggi. Penularan yang paling bahaya
adalah melalui percampuran darah ibu dan bayi melalui placenta terutama bila ada
chorioamnionitis. Bila terjadi ketuban pecah dini, semakin lama maka resiko terinfeksi
semakin besar.

 Transfusi darah
Skrining donor sangat perlu, walaupun tidak dapat menghilangkan resiko penularan
karena pada penderita yang baru terkena HIV mempunyai sero negatif 2-4 bulan, dan
pada penderita HIV 5-15% adalah sero negatif. Pada saat ini resiko transmisi HIV melalui
donor darah adalah 1 dalam 225.000 unit transfusi.

 ASI dari ibu HIV


ASI dari ibu dengan infeksi HIV memegang peran sebagai penularan pasca natal,
terutama dalam colostrum. Penularan lewat ASI sangat besar terutama pada ibu-ibu
yang menderita HIV beberapa bulan setelah melahirkan.
Pedoman sekarang, ibu HIV sebaiknya tidak memberikan ASI apabila penyediaan
formula memenuhi syarat kebersihan dan nutrisi untuk bayi. Di negara yang sedang
berkembang hal ini sulit dilaksanakan.

Langkah Diagnostik

I. Anamnesis
Wanita pengguna obat-obatan termasuk narkotik lewat pembuluh darah, penderita
hemofilia, wanita bisexual, wanita yang respon immunologi yang buruk, adalah
merupakan resiko tinggi untuk infeksi HIV. Oleh karena itu, wanita seperti tersebut
diatas perlu pemeriksaan baik terhadap wanita yang bersangkutan atau bayi yang
dilahirkan.

20
II. Pemeriksaan fisis
Penularan dari ibu ke bayinya lebih progresif daripada penularan pada anak, 80%
penularan secara vertical dari ibu pada umur 2 tahun menunjukkan gejala klinis HIV.
Gambaran gejala klinik AIDS tampak pada umur 1 tahun sebanyak 23%, dan pada umur 4
tahun sebanyak 40%.
Gejala klinis pada Neonatus dapat berupa BBLR , gagal tumbuh, infeksi saluran nafas
berulang, otitis media, sinusitis, sepsis, moniliasis berulang, kadang-kadang terjadi
infeksi non spesifik seperti hepato splenomegali, limfadenopati, dan panas. Terdapat
pula gangguan motorik yang progresif. Diagnosis berdasarkan : (1) persangkaan infeksi
berdasarkan gejala klinik dan risiko tertular pada daerah yang banyak ditemukan HIV,
(2) berdasarkan tes serologi.

III. Pemeriksaan penunjang


1. CT Scan : Kalsifikasi basal ganglia dan atrofi corteks cerebri.
2. HIV antibodi : Pada anak > 18 bulan dinyatakan positif dan anti HIV IgG anti bodi (+)
dengan pemeriksaan Elisa & Blot. Pada bayi < 18 bulan bila hasil tes tersebut (+)
masih diragukan karena masih terdapat antibodi transplasental dari ibu.
3. Virologi test untuk neonatus dengan Pemeriksaan PCR, test HIV dan deteksi P 24
antigen.Dengan test tersebut, dapat menderita 50% bayi-bayi neonatus atau > 95%
pada bayi umur 3-6 bulan.

Manajemen
UMUM
 Bayi yang dilahirkan dari ibu HIV Positif maka :
- Hormati Kerahasiaan ibu dan keluarganya dan lakukan konseling pada
keluarga
- Rawat bayi seperti bayi yang lain, dan perhatian khusus pada pencegahan
infeksi.
- Bayi tetap diberi imunisasi rutin
- Beri dukungan mental
- Anjuran pemakaian kondom pada suaminya, untuk pencegahan penularan
infeksi

Pemantauan

I.Terapi

TERAPI ANTI RETROVIRUS

21
Tanpa pemberian antiretro virus, bayi dengan ibu HIV positif, akan tertular sebelum
dilahirkan, atau pada waktu lahir sebesar 25%, atau melalui ASI sampai 15%.
- Tentukan apakah Ibu sedang mendapat pengobatan Antiretrovirus untuk
HIV, atau mendapatkan pengobatan antiretroviral untuk pencegahan
transmisi Ibu ke Bayinya.
- Obati bayi dan ibu sesuai dengan protokol yang sesuai dan kebijakan yang
ada.

CONTOH
- Bila ibu sudah mendapat AZT (Zidovudine) 4 minggu sebelum melahirkan,
maka setelah lahir bayi diberi AZT 2 mg/kgBB per oral tiap 6 jam selama 6
minggu
- Bila ibu sudah mendapat NEVIRAPINE dosis tunggal selama proses
persalinan, dan bayi berumur kurang dari 3 hari, segera beri bayi
NEVIRAPINE dalam suspensi 2 mg/kg BB secara oral
- Jadwalkan pemeriksaan tindak lanjut dalam 2 minggu untuk menilai
masalah pemberian minum dan pertumbuhan bayi

PEMBERIAN MINUM
 Lakukan konseling pada ibu tentang pilihan pemberian minum kepada bayinya.
Hargai dan dukunglah apapun pilihan Ibu. Ijinkan ibu untuk membuat pernyataan
sendiri tentang pilihan yang terbaik untuk bayinya.
 Terangkan kepada ibu bahwa menyusui dapat berisiko menularkan infeksi AIDS
sedangkan pemberian susu formula dapat menyebabkan risiko kesakitan dan
kematian meninggi, khususnya bila pemberian susu formula tidak diberikan secara
aman, karena keterbatasan fasilitas air untuk mempersiapkan, atau karena tidak
terjamin kesinambungan pemberiannya oleh keluarga.
 Terangkan pada Ibu tentang untung dan rugi pilihan pemberian minum
- Susu formula dapat diberikan bila memungkinkan dalam hal penyediaannya,
kebersihannya, dan dapat tersedia setiap waktu.
- ASI Eksklusif dapat segera dihentikan, bila susu formula sudah dapat disediakan..
- Usulan pilihan biasanya adalah ASI eksklusif selama 6 bulan, kemudian ditambah
makanan padat setelah umur 6 bulan.

 Dalam beberapa situasi, kemungkinan lain adalah :


- memeras ASI dan menghangatkan waktu akan diberikan.
- Pemberian ASI oleh Ibu susuan (“Wet Nursing“) yang jelas HIV negatif
- Beri ASI peras dari Ibu dengan HIV Negatif

22
$ Apapun pilihan Ibu, berilah nasehat yang khusus (seperti
dibawah ini )
- Apabila memberikan susu formula, terangkan bahwa selama 2 tahun, ibu
harus menyediakannya termasuk makanan pendamping ASI.
- Bila tidak dapat menyediakan susu formula sebagai alternatif diberikan ASI
secara eklusif dan segera dihentikan setelah tersedia susu formula
- Semua Bayi yang mendapatkan susu formula, perlu dilakukan tindak lanjut
dan beri dukungan kepada ibu cara menyediakan susu formula dengan
benar.
- Jangan memberikan minuman kombinasi. (Contoh : minuman dari susu
hewani, bubur buatan, susu formula, disamping pemberian ASI), karena hal
ini akan meningkatkan resiko terjadinya infeksi lebih tinggi dari pada bayi
yang mendapatkan ASI eklusif.

SUSU FORMULA
 Ajari ibu cara mempersiapkan dan memberikan susu formula dengan
menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum
 Anjurkan ibu untuk memberi susu formula 8 kali sehari, dan beri lagi apabila
bayi menginginkan.
 Beri ibu petunjuk tertulis cara mempersiapkan susu formula
 Terangkan risiko apabila memberi susu formula, dan cara menghindarinya.
- Bayi akan diare apabila tangan Ibu , air , atau alat-alat yang digunakan tidak bersih
dan steril, atau bila susu yang disediakan terlalu lama tidak diminumkan
- Bayi tidak akan tumbuh baik apabila:
- Susu formula terlalu encer, terlalu sedikit frekuensi pemberiannya, atau bayi
mengalami diare
 Nasehati Ibu amati yang baik apabila ada tanda-tanda:
- Minum kurang dari 6 kali dalam sehari atau minum hanya sedikit
- Mencret
- Berat Badan sulit naik
 Nasehati Ibu agar membawa Bayinya untuk Pemeriksaan lanjutan
- Kunjungan ulang untuk memonitor Berat Badan
- Dukungan cara-cara membuat Susu formula yang benar
- Nasehati sewaktu-waktu kembali apabila menemui tanda seperti diatas

PEMBERIAN ASI
 Bila Ibu memilih Menyusui, dukungan dan hargai keputusannya.
 Yakinkan cara melekat dan dan menghisap yang baik, agar tidak terjadi Mastitis
dan gangguan puting susu
 Nasehati Ibu segera kembali apabila ada gangguan cara menyusui, atau
kesulitan minum pada bayinya.

23
 Pada minggu pertama, nasehati Ibu untuk kunjungan ulang, untuk mengetahui
apakah cara-cara posisi, dan perlekatan cara menyusui sudah baik, serta
keadaan payudara ibu tidak ada gangguan
 Atur konseling selanjutnya untuk mempersiapkan kemungkinan Ibu ingin
menghentikan pemberian ASI lebih dini .

II.Tumbuh Kembang

Pada infeksi HIV bayi dapat mengalami BBLR, atau gagal tumbuh. Oleh karena itu tumbuh
kembang bayi perlu diikuti dengan pemantauan berat badan, lingkar kepala dan panjang
badan. Cara yang digunakan dapat dengan panduan NCHS.

Grafik NCHS untuk pemantauan tumbuh kembang bayi dari Ibu dengan HIV

24
PERINATOLOGI

Hiperbilirubinemia
Pendahuluan
Definisi :
Meningkatnya kadar bilirubin total pada minggu pertama kelahiran. Kadar normal
maksimal adalah 12-13 mg% (205-220 µmol/L).

Masalah Utama:
Masalan utama ikterus neonatorum adalah:
• Risiko bilirubin encephalopathy
• Kemungkinan ikterus sebagai gejala awal penyakit utama yang berat pada neonatus.

Penyebab:

1. Ikterus Neonatorum fisiologis:


Produksi bilirubin yang meningkat:
• Peningkatan hitung sel darah merah
• Imaturitas konjugasi bilirubin pada hepar neonatus
• Peningkatan sirkulasi enterohepatik bilirubin
• Penurunan umur sel darah merah
• Penurunan uptake bilirubin oleh hepar dari plasma

2. Peningkatan pemecahan sel darah merah:


• Inkompatibilitas golongan darah dan Rh
• Defel sel darah merah (defisiensi G6PD, sferositosis)
• Inkompatibilitas golongan darah yang jarang
• Polisitemia
• Sekuester darah (bruising, hematom)
• Infeksi

3. Penurunan konjugasi Bilirubin


• Prematuritas
• ASI
• Defek kongenital yang jarang

4. Peningkatan Reabsorpsi Bilirubin dalam saluran cerna:


• ASI
• Asfiksia
• Pemberian ASI yang terlambat (Delayed feedings)
• Obstruksi

5. Kegagalan ekskresi cairan empedu:


• Sepsis
• Infeksi intrauterin

25
• Hepatitis
• Sindrom kolestatik
• Atresia biliaris
• Fibrosis kistik

6. Breast Milk Jaundice


Telah diketahui hubungan antara tingginya kadar bilirubin dengan menyusui. Penyebab
tingginya kadar bilirubin ini tidak diketahui dengan pasti (Auerbach & Gartner, 1987).
• Early Breastfeeding Jaundice
- Kebanyakan oleh karena menyusui yang jarang dan terbatasnya masukan cairan.
- Kemungkinan akibat peningkatan reabsorbsi bilirubin dari usus.
• Late Breast Milk Jaundice
- Lebih jarang dijumpai
- Hormon pregnandiol dalam ASI dapat berpengaruh secara langsung melalui konjugasi
bilirubin.
- Peningkatan aktivitas lipoprotein lipase ASI akan meningkatkan kadar asam lemak bebas
yang dapat menginhibisi glukoronidase.
- Faktor dari ASI yang tidak diketahui dapat meningkatkan sirkulasi enterohepatik
bilirubin.

Hiperbilirubinemia pada bayi sehat

Langkah Diagnostik
I. Langkah evaluasi yang harus dilaksanakan
1. Pemeriksaan golongan darah (ABO dan rhesus) ibu pada saat
kehamilan dan bayi pada saat kelahiran.
2. Bila ibu belum diperiksa golongan darah saat bayi dilahirkan atau
memiliki rhesus negatif, ambil darah tali pusat untuk pemeriksaan
Coombs' direk, golongan darah dan rhesus.
3. Bila ibu memiliki golongan darah O dianjurkan untuk menyimpan
darah tali pusat pada setiap persalinan untuk pemeriksaan lanjutan
yang dibutuhkan.
4. Bila didapatkan riwayat keluarga menderita defisiensi G6PD,
dianjurkan untuk pemeriksaan kadar enzim G6PD dalam darah.
5. Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada
24 jam pertama kelahiran.
6. Pemeriksaan klinis ikterus dapat dilakukan pada bayi baru lahir asal
dengan menggunakan pencahayaan yang memadai. Ikterus muncul
pertama di daerah wajah, menjalar ke arah kaudal tubuh, dan
ekstremitas. Pemeriksaan penunjang kadar bilirubin serum total saat
tanda klinis ikterus pertama ditemukan sangat berguna untuk data
dasar mengamati penjalaran ikterus ke arah kaudal tubuh.
7. Pemeriksaan tanda klinis lain seperti gangguan minum, keadaan
umum, apnea, suhu yang labil, sangat membantu menegakkan
diagnosis penyakit utama disamping keadaan hiperbilirubinemianya
saja.
8. Tindak lanjut pada neonatus yang menderita hiperbilirubinemia harus
dilakukan setelah bayi dipulangkan terutama pada 7 hari pertama
pasca kelahiran.

26
9. Bila ikterus menetap sampai minggu ke 3 pasca kelahiran, ditambah
adanya warna urine yang gelap, dianjurkan untuk pemeriksaan kadar
billirubin serum total dan direk, serta kadar bilirubin dalam urin.

Terapi

I.Medikamentosa
Tata laksana
1. Ikterus yang timbul sebelum 24 jam pasca kelahiran adalah patologis
dan membutuhkan pemeriksaan laboratorium lanjut; minimal kadar
bilirubin serum total, dan bila mungkin pemeriksaan kearah adanya
penyakit hemolisis. Tindakan fototerapi harus segera dikakukan
sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar, atau merujuk pasien
ke fasilitas yang lebih lengkap bila fasilitas untuk tranfusi tukar
tidak dimiliki.
2. Pada usia 25-48 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila
kadar bilitubin serum total > 10 mg/dl (170 mol/L). Fototerapi
harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total  12 mg/dl (210
mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar
bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mol/L), dianjurkan untuk
dilakukan tranfusi tukar. Bila pada saat pertama kali ditemukan
(pada usia 24-48 jam pasca kelahiran) kadar bilirubin serum total
sudah mencapai  20 mg/dl (>340 mol/L) fototerapi sudah harus
dilakukan sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar atau
merujuk ke fasilitas yang lebih lengkap. Bila kadar bilirubin serum
total > 15 mg/dl (> 260 mol/L) pada 25-48 jam pasca kelahiran,
mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah
penyakit hemolisis.
3. Pada usia 49-72 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila
kadar bilirubin serum total > 10 mg/dl (170 mol/L). Fototerapi
harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total  12 mg/dl (210
mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar
bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mol/L), dianjurkan untuk
dilakukan tranfusi tukar. Bila pada saat pertama kali ditemukan
(pada usia 48-72 jam) kadar bilirubin serum total sudah mencapai >
18 mg/dl (> 310 mol/L) fototerapi sudah harus dilakukan sambil
mempersiapkan tindakan tranfusi tukar atau merujuk ke fasilitas
yang lebih lengkap. Bila kadar bilirubin serum total > 18 mg/dl (>
310 mol/L) pada 49-72 jam pasca kelahiran, mengindikasikan
perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.
4. Pada usia > 72 jam pasca kelahiran, fototerapi harus dilaksanakan
bila kadar bilirubin serum total > 12 mg/dl (210 mol/L). Bila
fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total
< 20 mg/dl (340 mol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar.
Bila pada saat pertama kali ditemukan (pada usia > 72 jam) kadar
bilirubin serum total sudah mencapai > 20 mg/dl (> 340 mol/L)
fototerapi sudah harus dilakukan sambil mempersiapkan tindakan
tranfusi tukar atau merujuk ke fasilitas yang lebih lengkap. Bila

27
kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430 mol/L) pada usia > 72
jam pasca kelahiran, masih dianjurkan untuk pemeriksaan
laboratorium ke arah penyakit hemolisis.

Tatalaksana ikterus karena ASI pada neonatus sehat.


Utamanya adalah memberikan kecukupan pasokan nutrisi dan cairan pada
neonatus sambil memberikan fototerapi. Sumber nutrisi dan cairan boleh
berasal dari ASI maupun susu formula.

28
ALGORITMA:

1. Penilaian
neonatus
tidaksehat
2. Ditemukan adanya gejala
letargi, apnea/ takipnea, suhu ya 3. Keluarkan dari
tubuh labil, keadaan umum buruk, algoritma dan evaluasi
hepatospenomegali, muntah, tersendiri.
Tidak, ke kotak 4
gangguan minum
ya
4. Apakah usia 5. Keluarkan dari
gestasi < 37 minggu algoritma dan
tidak
evaluasi tersendiri.
ya
6. Apakah golongan darah/ rhesus 7. Apakah golongan darah
ibu sudah diketahui ibu O/rhesus positif
tidak Ya, ke kotak 9 dan 10
8. Periksa golongan darah ibu 9. Ambil darah tali
(ABO/Rh) dan tes coombs pusat, simpan di
direk lewat darah tali pusat/ bank darah untuk
vena bayi
tidak pemeriksaan
lanjutan mendatang
ya
10. Tes Coombs 11. Keluarkan dari algoritma
direk positif dan tatalaksana tesendiri
tidak 13. Lakukan
untuk penyakit hemolisis isoimun
ya pemeriksaan sediaan
12. Adakah faktor risiko
apus darah tepi,
penyakit hemolisis non isoimun Ya ke
tidak jumlah retikulosit,
14. Ikterus pada < 24 G6PD, analisis Hb, kotak
jam paska kelahiran tidak 15
menunjukkan penyakit
15. Keluarkan
hemolisis. dari
ya algoritma, periksa
tidak
laboratorium ke arah
16. Pantau ikterus secara hemolisis
ya
klinis, bila pada tindak
bilirubin
isoimun
17 Periksa kadar
serum
lanjut didapatkan ikterus Ke kotak 22total
Ke kotak
secara18klinis
ya
18. Apakah ikterus menetap 19. Adakah tanda klinis lain seperti
lebih dari 2 minggu urine berwarna gelap, feses pucat

ya
20. Kemungkinan 21. Lakukan
ikterus karena ASI tidak
pemeriksaan
penunjang kearah
ikterus kolestasis

22. Tabel 1. Manajemen hiperbilirubinemia bayi sehat

Umur (,jam ) Kadar bilirubin serum total, mg/dl (mol/L)

Anjuran Fototerapi Tranfusi


fototerapi tukar

24 jam - - -

29
24-48 10 12 20

48-72 10 12 20

>72 - 12 20

PERINATOLOGI
Pucat dan / atau Perdarahan
Pendahuluan
Tanda pucat pada bayi baru lahir dapat merupakan gejala pada anemia, syok atau
keduanya. Anemia pada neonatus dapat terjadi akibat perdarahan yang tampak nyata
maupun yang tak tampak. Masing-masing perlu pengenalan gejala secara seksama, karena
penanganannya berbeda.
Penyebab terbanyak terjadinya tanda pucat pada bayi baru lahir adalah anemia.

Langkah Promotif / Preventif


Mengenali faktor risiko terjadinya perdarahan dan/atau pucat pada bayi baru lahir,
seperti:
 Bayi kembar
 Bayi kecil atau prematur
 Bayi perempuan 2 kali lebih sering dibanding bayi laki-laki
 Musim panas 2,5 kali lebih banyak dibanding musim dingin
 ASI mempunyai kandungan vitamin K sangat rendah dibanding susu sapi dan susu
formula. Pemberian ASI secara eksklusif menyebabkan bakteri E. coli dalam usus
rendah.
 Bayi-bayi yang distop minum per oral karena penyakit yang diderita
 Pemberian antibiotik spektrum luas.
 Bayi dengan fibrosis kistik, atresia biliaris dan penyakit lain dengan malabsorpsi
gastrointestinal.
 Riwayat inkompatibiltas golongan darah ABO atau faktor Rh atau defisiensi G6PD pada
bayi sebelumnya
 Riwayat keluarga dg def. G6PD, ikterik, anemia, pembesaran hati atau pengangkatan
limpa.
 Riwayat perdarahan per vaginam pada kehamilan trimester akhir dan/atau dalam
persalinan
 Masalah yang terjadi saat bayi lahir atau selama kehamilan (tali pusat diikat tidak
segera setelah lahir, “transfusi twin-to-twin”)

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah


 Mencegah kelahiran bayi kecil atau premature
 Pemberian vitamin K1 (injeksi atau oral) pada semua bayi baru lahir

30
Langkah Diagnostik

I. Anamnesis
- Apakah ada darah dalam tinja atau urine;
- Apakah ada riwayat inkompatibilitas faktor Rhesus (Rh) atau golongan darah ABO, atau
defisiensi G6PD pada anak sebelumnya;
- Apakah terjadi perdarahan selama hamil atau dalam proses persalinan;
- Apakah tali pusat telah dijepit dengan benar saat lahir;
- Apakah bayi muntah, dan apakah bercampur darah atau cairan berwarna hijau;
- Apakah bayi kembar dan bayi lainnya tampak sangat merah (misal Twin-to-twin
transfusion);
- Apakah sudah diambil sampel darah untuk berbagai pemeriksaan.

II. Pemeriksaan fisis


- Asal perdarahan (misal: pangkal tali pusat, lokasi sirkumsisi, lokasi pungsi vena);
- Edema menyeluruh pada muka, lengan, tungkai, tangan, kaki;
- Nyeri tekan abdomen (bayi menangis keras ketika abdomen ditekan dengan lembut).

III. Pemeriksaan penunjang


 Kadar hemoglobin/hematokrit: lihat Tabel 1-3 Kadar hemoglobin/hematokrit normal
pada neonatus menurut umur.
 Golongan darah
 Tes Coomb (sesuai indikasi, lihat Tabel 4. Diagnosis banding)
 Pemeriksaan enzim G6PD (sesuai indikasi, lihat 2. Tabel Diagnosis banding)

Manajemen

I. UMUM

1. Perdarahan yang tampak atau riwayat perdarahan


 Hentikan perdarahan.
 Naikkan kecepatan infus cairan IV dengan 20 mL/kg selama satu jam pertama.
 Berikan vitamin K1 1 mg IM sekali, pada saat masuk tanpa memandang apakah bayi
telah diberi pada saat lahir (kecuali kalau telah diberikan sesuai dengan Tabel F-1).
 Bila ada tanda syok (misal pucat, teraba dingin, denyut jantung lebih dari 180
kali/menit, kesadaran menurun), berikan transfusi darah segera menggunakan darah
golongan O, Rhesus negatif.
 Ambil sampel darah untuk pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit serta golongan
darah dan reaksi silang bila belum dikerjakan. Bila hemoglobin kurang dari 12 g/dL
(hematokrit kurang dari 36%), berikan transfusi darah.
 Periksa tanda vital, bila bayi sudah stabil, selanjutnya berikan cairan sesuai kebutuhan
harian (lihat Manajemen Cairan)
 Bila syok belum teratasi:
- Berikan oksigen, lihat Terapi Oksigen;
- Berikan infus Ringer Laktat atau NaCl 0,9% dengan tetesan cepat 10 mL/kg dalam
10 menit, bila tidak ada perbaikan dapat diulang sekali lagi.

31
 Tentukan kemungkinan diagnosisnya (Tabel F-15) dan lakukan penanganan
selanjutnya.

2. Pucat dengan riwayat perdarahan atau tanpa perdarahan


 Bila ada pucat disertai gejala syok (misal teraba dingin, denyut jantung lebih dari 180
kali/menit, tidak sadar atau letargis), atau bila gejala tersebut muncul pada waktu
bayi diperiksa, naikkan tetesan infus menjadi 20 mL/kg dalam 1 jam.
 Nilai tanda sepsis1.
 Periksa kadar glukose darah. Bila kadar gula darah kurang 45 mg/dL (2.6 mmol/L),
tangani untuk hipoglikemia.
 Ambil sampel darah dan periksa hemoglobin. Bila hemoglobin kurang dari 12 g/dL
(hematokrit kurang dari 36%), beri transfusi darah.
 Bila glukose darah bayi normal dan tidak ada gejala sepsis, tentukan kemungkinan
diagnosis lainnya (Table F-15).

II. KHUSUS

1. Kondisi perdarahan pada bayi baru lahir


 Bila perdarahan tidak berhenti dalam tiga jam, tangani sebagai kasus Kemungkinan
besar sepsis.
 Ambil sampel darah dan periksa hemoglobin/hematokrit tiap hari. Bila hemoglobin
kurang dari 12 g/dL (hematokrit kurang dari 36%), berikan transfusi darah.
 Lakukan manajemen lanjut.

2. Koagulopati
 Tangani sebagai kasus dengan Kemungkinan besar sepsis.
 Bila hemoglobin kurang dari 12 g/dL (hematokrit kurang dari 36%), berikan tranfusi
darah.
 Lakukan manajemen lanjut.

3. Kehilangan darah akibat masalah obstetrik


 Bila hemoglobin < 10 g/dL (hematokrit < 30%), beri transfusi darah.
 Bila hemoglobin antara 10 - 13 g/dL (hematokrit antara 30-40%):
- Bila ada tanda syok, berikan transfusi darah;
- Bila tidak ada tanda syok, ulangi pemeriksaan hemoglobin setiap tiga hari dan
berikan transfusi darah bila kapan saja hemoglobin < 10 g/dL (hematokrit kurang
dari 30%).
 Lakukan manajemen lanjut.

4. Pucat tidak diketahui penyebabnya atau anemia pada bayi sakit atau bayi kecil
 Bila hemoglobin < 10 g/dL (hematokrit < 30%), berikan transfusi darah.
 Bila hemoglobin antara 10 dan 13 g/dL (hematokrit antara 30 - 40%), periksa
hemoglobin tiap minggu selama bayi masih dirawat di rumah sakit. Bila kapan saja
hemoglobin < 10 g/dL (hematokrit < 30%), berikan transfusi darah.
 Lakukan Manajemen lanjut.

III. Suportif
 Oksigenasi

32
 Pemberian cairan dan nutrisi sesuai petunjuk
 Jaga suhu tubuh dalam batas normal
 Mempertahankan kadar gula darah dalam batas normal

IV. Lain-lain
 Bila ada indikasi melakukan transfusi tukar, tindakan bedah atau tindakan lain, dan
tidak tersedia fasilitas di rumah sakit, rujuk ke rumah sakit rujukan dengan fasilitas
pelayanan spesialis atau sub spesialis untuk tindakan lebih lanjut.
Pemantauan (“Monitoring”)

I. Terapi

 Pastikan bahwa volume cairan total pada hari pertama (dari oral maupun IV) sama
dengan kebutuhan rumatan harian ditambah 10%. Gunakan kebutuhan rumatan untuk
hari-hari berikutnya.
 Periksa hemoglobin tiap hari sampai hemoglobin stabil selama tiga hari dan kadarnya
menunjukkan tidak memerlukan transfusi.
 Periksa denyut jantung dan frekuensi napas tiap tiga jam sampai keadaan bayi stabil.
 Bila denyut jantung dan frekuensi napas stabil, bayi dapat minum dengan baik, bayi
tidak membutuhkan transfusi dalam 48 jam terakhir, dan tidak ada masalah lain yang
membutuhkan perawatan di rumah sakit, pulangkan bayi.
 Berikan suplemen besi, 2.5 mg/kg berat badan/hari per oral, dimulai pada saat pasien
pulang.
 Periksa hemoglobin sekali lagi setelah satu bulan. Bila hemoglobin < 8 g/dL
(hematokrit < 24%), berikan transfusi darah.

II.Tumbuh Kembang
 Lakukan tindak lanjut setiap minggu selama dua minggu setelah pasien pulang, untuk
mengamati pemberian minum dan pertumbuhannya.

Lampiran

Tabel 1. Kadar hemoglobin/hematokrit menurut umur, berat lahir dan umur


kehamilan

Kadar Umur kehamilan (minggu) Cukup bulan Hr 1 Hr 3 Hr 7 Hr 14


28 34
Hemoglobin 14,5 15,0 16,8 18,4 17,8 17,0 16,8
(g/dL)
Hematokrit (%) 45 47 53 58 55 54 52

Tabel 2. Kadar hemoglobin menurut umur, berat badan dan umur


kehamilan
Umur 3 hr 1 2 3 4 6 8 10
(minggu)

33
< 1500 g 17,5 15,5 13,5 11,5 10,0 8,5 8,2 9,0
28-32 minggu
1500-2000 g 19,0 16,5 14,5 13,0 12,0 9,5 9,5 9,5
32-36 minggu
2000-2500 g 19,0 16,5 15,0 14,0 12,5 10,5 10,5 11
36-40 minggu
2500 g 19,0 17,0 15,5 14,0 12,5 11,0 11,5 12,0
cukup bulan

Tabel 3. Kadar hematokrit menurut umur, berat badan dan umur


kehamilan
Umur (minggu) 3 hr 1 2 3 4 6 8 10
< 1500 g 54 48 42 35 30 25 25 28
28-32 minggu
1500-2000 g 59 51 44 39 36 28 28 29
32-36 minggu
2000-2500 g 59 51 45 43 37 31 31 33
36-40 minggu
2500 g 59 51 46 43 37 33 34 36
cukup bulan

Tabel 4. Diagnosis banding pucat dan perdarahan


Temuana
Pemeriksaan penunjang
Anamnesis Pemeriksaan atau diagnosis lain yang Kemungkinan diagnosis
telah diketahui
- Timbul pada hari ke 2 atau 3 - Perdarahan spontan dari satu Kondisi Perdarahan pada bayi
atau lebih sumber: baru lahir (“Haemorrhagic
disease of the newborn”)
 Darah dalam tinja atau
urine
 Perdarahan dari tali
pusat atau dari sirkumsisi
atau tempat pungsi vena
 Memar yang timbul
spontan setelah lahir, tanpa
ada riwayat trauma
- Pucat
- Timbul setelah hari ke 3 - Tanda Kondisi Koagulopati

34
Perdarahan pada bayi
baru lahir
(“Haemorrhagic disease
of the newborn”) setelah
hari ke 3 (lihat atas)
- Ikterus tidak tampak pada - Ikterus berat - Hemoglobin < 13 g/dL Ikterus hemolitikus (lakukan
saat lahir tapi muncul sebelum (hematokrit < 40%) manajemen umum, dan berikan
24 jam - Pucat terapi ikterus)
- Tes Coombs positif
- Pucat saat lahir - Edema menyeluruh
- Inkompatibilitas gol.
- Inkompatibiltas golongan - Bayi laki-laki (hanya Darah ABO atau faktor
darah ABO atau faktor Rh atau pendukung untuk defisiensi RH antara ibu dan bayi
defisiensi G6PD pada bayi G6PD)
sebelumnya - Pemeriksaan G6PD
positif
- Riwayat keluarga dg def.
G6PD, ikterik, anemia,
pembesaran hati, limpa
diangkat
- Perdarahan per vaginam - Hemoglobin < 13 g/dL Kehilangan darah akibat
pada kehamilan trimester akhir (hematokrit < 40%) masalah obstetrik (lihat
dan dalam persalinan Manajemen umum)
- ATAU Masalah yang terjadi
saat bayi lahir atau selama
kehamilan (tali pusat diikat tidak
segera setelah lahir, “transfusi
twin-to-twin”)
- Menyusu lemah atau tidak - Layuh atau letargis - Sepsis Enterokolitis nekrotikan
mau sama sekali
- Bayi tampak sakit (Gb. F-13) - Volume aspirat cairan
- Muncul pada hari ke 2 - 10 lambung meningkat
- Distensi abdomen, nyeri tekan
- Asfiksia neonatorum
- Bayi kecil (berat lahir < 2500
gram atau umur kehamilan < 37
minggu)
- Muntah, kemungkinan
bercampur darah
- Darah dalam tinja
- Diare
- Pucat
- Tanda sakit bertambah (suhu
tidak stabil dan/atau apnea)
- Mekonium tidak keluar atau - Distensi abdomen meningkat Kelainan bedah
bila tinja telah keluar, warnanya
hitam atau bercampur darah - Muntah berwarna hijau
merah segar
- Timbul pada hari ke 1 - 4
- Perdarahan maternal (misal - Muntah bercampur darah Tertelan darah ibu
selama persalinan atau dari
episiotomi; timbul pada hari ke 1 - Bayi tampak baik
- 2)
- ATAU Ibu menyusui dengan
masalah puting lecet (timbul
pada hari ke 2 atau

35
sesudahnya)
- Pucat - Hemoglobin < 13 g/dL Pucat tidak diketahui
(hematokrit < 40%) penyebabnya
- Pengambilan sampel darah - Pucat - Hemoglobin < 10 g/dL Anemia pada bayi sakit atau
berulang (hematokrit < 30%) bayi kecil
- Bayi sakit atau kecil (berat
lahir < 2500 gram atau umur
kehamilan < 37 minggu)
a
Diagnosis pada kolom sebelah kanan tidak dapat ditegakkan apabila temuan yang dicetak
tebal tidak dijumpai pada bayi. Adanya temuan yang dicetak tebal, juga tidak menjamin
diagnosis tegak. Diagnosis ditegakkan hanya bila didapat temuan yang dicetak miring.
Temuan lain yang dicetak tegak merupakan penunjang yang dapat membantu menegakkan
diagnosis, tetapi bila tidak dijumpai tidak dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis.

36
PERINATOLOGI

Bayi Berat Lahir Rendah

Pendahuluan
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 g (berat
lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir). Sampai saat ini masih
merupakan masalah di seluruh dunia, karena merupakan penyebab kesakitan dan
kematian pada masa neonatal.
Prevalensi BBLR masih cukup tinggi terutama di negara-negara dengan sosio-ekonomi
masih rendah. Secara statistik menunjukkan kejadian BBLR 90% di negara berkembang dan
angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir > 2500
gram. Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah
lain, yaitu berkisar 9-30%.
Penyebab terbanyak terjadinya bayi dengan berat lahir rendah adalah dari faktor ibu
dengan kelahiran prematur. Faktor ibu yang lain adalah umur, jumlah paritas, dll. Faktor
plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan ganda, dll serta faktor janin juga
merupakan penyebab terjadinya bayi dengan berat lahir rendah.

Langkah Promotif / Preventif


 Mencegah persalinan prematur
 Pemberian tokolitik pada persalinan kurang bulan (salbutamol, terbutalin).
 Pemberian kortikosteroid pada ibu, jika diperkirakan akan terjadi kelahiran kurang
bulan, untuk mempercepat pematangan paru janin (Betametason 12 mg/kg bb dibagi
dalam 2 dosis i.m. selama 2-3 hari).

Langkah Diagnostik

I. Anamnesis
 Umur ibu
 Riwayat persalinan sebelumnya
 Jumlah paritas, jarak kelahiran sebelumnya
 Kenaikan berat badan selama hamil
 Aktivitas
 Penyakit yang diderita selama hamil
 Obat-obatan yang diminum selama hamil

II. Pemeriksaan fisik


 Berat badan < 2500 gram

III. Pemeriksaan penunjang


- Tes kocok (Shake test)
- Darah rutin, glukosa darah, k/p elektrolit, analisis gas darah

37
- Foto Rontgen dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur
kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau jika didapat/diperkirakan akan
terjadi SDR.
- USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan < 35 minggu, dimulai pada
pada umur 2 hari dan dilanjutkan sesuai hasil yang didapat.

Penanganan

I. Mempertahankan suhu tubuh normal


 Bayi harus tetap berpakaian atau diselimuti setiap saat, agar tetap hangat walau
dalam keadaan dilakukan tindakan. Misal bila dipasang jalur infus intravena, atau
selama resusitasi dengan cara:
- Memakai pakaian dan mengenakan topi;
- Bungkus bayi dengan pakaian yang kering dan lembut dan selimuti;
- Buka bagian tubuh yang diperlukan untuk pemantauan atau tindakan.
 Rawat bayi kecil di ruang yang hangat (tidak kurang 25C dan bebas dari aliran angin).
 Jangan meletakkan bayi dekat dengan benda yang dingin (misal dinding dingin atau
jendela) walaupun bayi dalam inkubator atau di bawah pemancar panas.
 Jangan meletakkan bayi langsung di permukaan yang dingin (misal alasi tempat tidur
atau meja periksa dengan kain atau selimut hangat sebelum bayi diletakkan).
 Pada waktu dipindahkan ke tempat lain, jaga bayi tetap hangat dan gunakan
pemancar panas atau kontak kulit dengan perawat.
 Berikan tambahan kehangatan pada waktu dilakukan tindakan (misal menggunakan
pemancar panas).
 Ganti popok setiap kali basah.
 Bila ada sesuatu yang basah ditempelkan di kulit (misal kain kasa yang basah),
usahakan agar bayi tetap hangat.
 Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin.
 Ukur suhu tubuh sesuai jadwal pada table (lihat lampiran)
 Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi,
seperti, kontak kulit ke kulit, Kangaroo Mother Care, pemancar panas, incubator atau
ruangan hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk.
(lihat table Cara menghangatkan bayi)

II. Pemberian minum


 Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan
cara apapun:
- Periksa apakah bayi puas setelah menyusu;
- Catat jumlah urine setiap bayi kencing untuk menilai kecukupan minum (paling kurang
6 kali sehari);
- Timbang bayi setiap hari, hitung penambahan/pengurangan berat, sesuaikan
pemberian cairan dan susu, serta catat hasilnya:
 bayi dengan berat 1500 - 2500 g tidak boleh kehilangan berat lebih 10% dari berat
lahirnya pada 4-5 hari pertama;
 bayi dengan berat < 1500 g dapat kehilangan berat sampai 15% dari berat lahir
selama 7 - 10 hari pertama.
 Apabila kenaikan berat badan bayi tidak adekuat, tangani sebagai Masalah
kenaikan berat badan tidak adekuat.
 Apabila bayi telah menyusu ibu, perhatikan cara pemberian ASI dan kemampuan

38
bayi mengisap paling kurang sehari sekali.
 Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari
selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.

Berat lahir 1750 - 2500 gram


Bayi sehat
 Biarkan bayi menyusu ke ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil lebih mudah
merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering (misal setiap 2 jam)
bila perlu.
 Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai efektivitas
menyusui. Apabila bayi kurang dapat mengisap, tambahkan ASI peras dengan
menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.

Bayi sakit
 Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV, berikan minum
seperti pada bayi sehat.
 Apabila bayi memerlukan cairan IV:
- Hanya berikan cairan IV selama 24 jam pertama;
- Mulai berikan minum per oral pada hari ke 2 atau segera setelah bayi stabil. Anjurkan
pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi menunjukkan tanda-tanda siap untuk
menyusu;
- Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (misal gangguan napas,
kejang), berikan ASI peras melalui pipa lambung:
 berikan cairan IV dan ASI menurut umur, lihat tabel;
 berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal 3 jam sekali). Apabila bayi telah
mendapat minum 160 ml/kg berat badan per hari tetapi masih tampak lapar berikan
tambahan ASI setiap kali minum;
 biarkan bayi menyusu apabila keadaan bayi sudah stabil dan bayi menunjukkan
keinginan untuk menyusu dan dapat menyusu tanpa terbatuk atau tersedak.

Berat lahir 1500 - 1749 gram


Bayi sehat
- Berikan ASI peras dengan cangkir/sendok sesuai dengan tabel.
 Apabila jumlah yang dibutuhkan tidak dapat diberikan menggunakan
cangkir/sendok atau ada risiko terjadi aspirasi ke dalam paru (batuk atau
tersedak), berikan minum dengan pipa lambung;
 Lanjutkan dengan pemberian menggunakan cangkir/sendok apabila bayi dapat
menelan tanpa batuk atau tersedak (ini dapat berlangsung setelah sehari-dua hari
namun adakalanya memakan waktu lebih dari seminggu).
- Beri minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapat
minum 160 mL/kg berat badan per hari tetapi masih kelihatan lapar, beri tambahan ASI
setiap kali minum.
- Apabila bayi telah dapat minum baik menggunakan cangkir/sendok, coba untuk
menyusu langsung.

Bayi sakit
- Beri hanya cairan IV untuk dalam 24 jam pertama.
- Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai pada hari kedua dan kurangi jumlah cairan
IV secara perlahan sesuai dengan tabel.
- Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam). Apabila bayi telah

39
mendapat minum 160 mL/kg berat badan per hari tetapi masih kelihatan lapar, beri
tambahan ASI setiap kali minum.
- Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/sendok apabila kondisi bayi sudah
stabil dan bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak (ini dapat berlangsung setelah
sehari-dua hari namun kadangkala memakan waktu lebih dari seminggu).
- Apabila bayi telah dapat minum baik menggunakan cangkir/sendok, coba untuk
menyusu langsung.

Berat lahir 1250 -1499 gram


Bayi sehat
- Beri ASI peras melalui pipa lambung sesuai tabel.
- Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapat
minum 160 mL/kg berat badan per hari tetapi masih kelihatan lapar, berikan tambahan
ASI setiap kali minum.
- Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/sendok apabila kondisi bayi sudah
stabil dan bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak (ini dapat berlangsung setelah
sehari-dua hari namun kadangkala memakan waktu lebih dari seminggu).
- Apabila bayi telah dapat minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk
menyusu langsung.

Bayi sakit
- Beri hanya cairan IV dalam 24 jam pertama.
- Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai pada hari kedua dan kurangi jumlah cairan
IV secara perlahan sesuai dengan Tabel C-8.
- Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam). Apabila bayi telah
mendapat minum 160 mL/kg berat badan per hari tetapi masih kelihatan lapar, berikan
tambahan ASI setiap kali minum.
- Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/sendok apabila kondisi bayi sudah
stabil dan bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak (ini dapat berlangsung setelah
sehari-dua hari namun kadangkala memakan waktu lebih dari seminggu).
- Apabila bayi telah dapat minum baik menggunakan cangkir/sendok, coba untuk
menyusu langsung.

Berat lahir < 1250 gram (tidak tergantung kondisi)


- Beri hanya cairan IV untuk 48 jam pertama.
- Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai pada hari ketiga dan kurangi jumlah cairan
IV secara perlahan sesuai dengan Tabel C-11.
- Berikan minum 12 kali dalam 24 jam (setiap 2 jam). Apabila bayi telah mendapat
minum 160 mL/kg berat badan per hari tetapi masih kelihatan lapar, berikan tambahan
ASI setiap kali minum.
- Lanjutkan dengan pemberian minum menggunakan cangkir/sendok apabila kondisi
bayi sudah stabil dan bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak (ini dapat
berlangsung lebih dari seminggu).
- Apabila bayi telah dapat minum baik menggunakan cangkir/sendok, coba untuk
menyusu langsung.

III. Suportif
Tatalaksana penyulit disesuaikan dengan penyulit yang mungkin timbul, seperti:
- Sindrom Distres Respirasi/SDR (lihat Sindrom Distres Respirasi)
- Kelainan SSP (perdarahan peri-intraventrikular, kejang).

40
- Kejang (lihat bab kejang pada bayi baru lahir).
- Hiperbilirubinemia (lihat bab ikterus neonatorum)
- Untuk kemungkinan anemia yang terjadi pada BBLR, lihat manajemen Anemia pada
prematuritas, dukungan emosional, komunikasi dan kunjungan.
- Berikan dukungan emosional kepada ibu dan anggota keluarga lainnya.
- Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila ini tidak memungkinkan, biarkan ia
berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui.
- Ijinkan dan anjurkan kunjungan oleh keluarga atau teman dekat apabila
dimungkinkan:
- Apabila jumlah pengunjung harus dibatasi, pilih seorang sebagai wakil
yang dapat melaporkan kepada lainnya;
- Anjurkan keluarga untuk berkunjung, tetapi jangan dipaksa. Anggota keluarga
mungkin segan mengunjungi bayi karena takut melihat keadaannya atau karena
tidak mau terlalu lekat kepada bayi sebelum mengetahui kemungkinan bayi
akan hidup;
- Jangan menghubungkan jumlah kunjungan dengan kepedulian terhadap bayi.
Keadaan seperti biaya transport, keperluan untuk merawat anak lain di rumah,
keperluan ibu berobat ke rumah sakit lain, atau tanggung jawab pekerjaan,
dapat menghambat kunjungan ibu atau keluarga.
- Ijinkan kakak bayi menjenguk adiknya kecuali bila kakak tersebut menderita
demam, tanda sakit akut atau terpapar penyakit menular (misal cacar air).
Pastikan agar kakak yang berkunjung:
- Hanya kontak dengan adiknya sendiri;
- Telah mencuci tangan;
- Diawasi setiap saat.

Pemantauan (“Monitoring”)

I. Kenaikan berat badan dan pemberian minum setelah umur 7 hari


 Bayi akan kehilangan berat selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk bayi dengan
berat lahir  1500 g dan 15% untuk bayi dengan berat lahir < 1500 g). Berat lahir
biasanya tercapai kembali dalam 14 hari kecuali apabila terjadi komplikasi. Setelah
berat lahir tercapai kembali, kenaikan berat badan selama tiga bulan seharusnya:
- 150–200 g seminggu untuk bayi < 1500 g (misalnya 20–30 g/hari)
- 200–250 g seminggu untuk bayi 1500 – 2500 g (misalnya 30–35 g/hari).
 Bila bayi sudah mendapat ASI secara penuh (pada semua kategori berat) dan telah
berusia lebih dari 7 hari:
- Tingkatkan jumlah ASI dengan 20 mL/kg/hari sampai tercapai jumlah 180 mL/kg/hari;
- Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan kenaikan berat badan bayi agar jumlah
pemberian ASI tetap 180 mL/kg/hari;
- Apabila kenaikan berat tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI sampai 200
mL/kg/hari;
- Apabila kenaikan berat tetap kurang dari batas yang telah disebutkan diatas dalam
waktu lebih seminggu padahal bayi sudah mendapat ASI 200 mL/kg BB per hari,
tangani sebagai kemungkinan kenaikan berat badan tidak adekuat.

II. Pemantauan selama perawatan:

Disamping perawatan khusus untuk masalah bayi, berikan perawatan umum dan
perawatan lanjut:

41
- Buat perencanaan perawatan umum yang meliputi kebutuhan khusus bayi.
- Pantau kemajuan keadaan bayi dengan melakukan penilaian umum terus menerus
tanpa terlalu mengganggu bayi, termasuk:
- frekuensi napas;
- denyut jantung;
- warna kulit;
- suhu tubuh;
- kecepatan dan volume cairan iv;
- frekuensi dan volume pemberian minum.
- Siap dengan perubahan perencanaan perawatan bila terjadi perubahan kondisi bayi
yang ditentukan oleh hasil pemantauan khusus dan umum.
- Berat badan tiap hari, panjang badan dan lingkar kepala setiap minggu.
- Perkembangan, k/p pemeriksaan USG kepala, fisioterapi;
- Pada umur 6 minggu konsultasi ke dokter spesialis mata untuk kemungkinan adanya
retinopathy of prematurity (ROP)
- THT: skrining pendengaran dilakukan sebelum bayi pulang. Pemeriksaan ulang pada
semua BBLR pada umur 12 dan 24 bulan.
- Bila perlu siapkan transportasi dan/atau rujukan.

III. Pemantauan setelah pulang

- Pulangkan bayi bila sudah baik, tergantung pada respons terhadap pengobatan.
- Rencanakan pemulangan dengan:
- Memberikan imunisasi sesuai jadwal;
- Memberikan petunjuk cara perawatan di rumah;
- Memberikan konseling tentang menyusui dan pastikan bahwa bayi menyusu dengan
benar.
- Pulangkan bayi.
- Bila perlu diberi jadwal untuk kunjungan tindak lanjut berikutnya, karena adanya
kondisi khusus dan untuk memantau pemberian minum dan pertumbuhan.

Masalah jangka panjang yang mungkin timbul


- Gangguan perkembangan
- Gangguan pertumbuhan
- Retinopati karena prematuritas
- Penyakit paru kronik
- Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit;
- Kenaikan frekuensi kelainan bawaan.

Untuk itu perlu dilakukan pemantauan sebagai berikut:


- Sesudah pulang hari ke 2, 10, 20, 30 dilanjutkan setiap bulan.
- Hitung umur koreksi
- Pertumbuhan: berat badan, panjang badan dan lingkar kepala (lihat grafik
pertumbuhan)
- Tes perkembangan, Denver Development Screening Test (DDST)
- Awasi adanya kelainan bawaan.

42
Tabel 1 Pengukuran suhu tubuh
Bayi sangat Bayi keadaan
Keadaan bayi Bayi sakit Bayi kecil
kecil membaik

Frekuensi pengukuran Tiap jam Tiap 12 jam Tiap 6 jam Sekali sehari

Tabel 2 Cara menghangatkan bayi

CARA PETUNJUK PENGGUNAAN


Kontak kulit - Untuk semua bayi
- Untuk menghangatkan bayi dalam waktu singkat, atau menghangatkan bayi
hipotermi (32 – 36,4oC) apabila cara lain tidak mungkin dilakukan
- Untuk menstabilkan bayi dengan berat badan < 2500 g, terutama direkomendasikan
KMC untuk perawatan berkelanjutan bayi dengan berat badan < 1800 g
- Tidak untuk bayi yang sakit berat (sepsis, gangguan napas berat).
- Tidak untuk Ibu yang menderita penyakit berat yang tidak dapat merawat bayinya.
Pemancar panas - Untuk bayi sakit atau bayi dengan berat 1500 g atau lebih
- Untuk pemeriksaan awal bayi, selama dilakukan tindakan, atau
menghangatkan kembali bayi hipotermi
Inkubator - Penghangatan berkelanjutanan bayi dengan berat < 1500 g yang tidak dapat
dilakukan KMC
- Untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas berat)
Ruangan hangat - Untuk merawat bayi dengan berat < 2500 g yang tidak memerlukan tindakan
diagnostik atau prosedur pengobatan,
- Tidak untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas berat)

Tabel 3 Suhu inkubator yang direkomendasi menurut berat dan umur bayi

Berat bayi Suhu inkubator (oC) menurut umura


35 C o o
34 C 33 oC 32 oC
< 1500 g 1-10 hari 11 hari – 3 minggu 3-5 minggu > 5 minggu
1500-2000 g 1-10 hari 11 hari–4 minggu > 4 minggu
2100-2500 g 1-2 hari 3 hari-3 minggu > 3 minggu
> 2500 g 1-2 hari > 2 hari
a
Bila jenis inkubatornya berdinding tunggal, naikkan suhu inkubator 1 oC setiap perbedaan
suhu 7oC antara suhu ruang dan inkkubator.

Tabel 4 Suhu kamar untuk bayi dengan pakaian


BB Suhu ruangan
1500 – 2000 g 28 – 30oC
> 2000 g 26 – 28oC
Catatan: jangan digunakan untuk bayi < 1500 g

43
Tabel 5 Jumlah cairan yang dibutuhkan bayi (mL/kg)
I. Hari ke
1 2 3 4 5+
Berat
> 1500 g 60 80 100 120 150
< 1500 g 80 100 120 140 150

Tabel 6 Jumlah cairan IV dan ASI untuk bayi sakit berat 1750 - 2500 g
U m u r (hari)
Pemberian 1 2 3 4 5 6 7
Kecepatan cairan IV (mL/jam atau tetes mikro/menit) 5 4 3 2 0 0 0
Jumlah ASI setiap 3 jam (mL/kali) 0 6 14 22 30 35 38

Tabel 7 Jumlah ASI untuk bayi sehat berat 1500-1749 g


Umur (hari)
Pemberian 1 2 3 4 5 6 7
Jumlah minum setiap 3 jam (mL/kali) 12 18 22 26 30 33 35

Tabel 8 Jumlah cairan IV dan ASI untuk bayi sakit berat 1500-1749 g
Umur (hari)
Pemberian
1 2 3 4 5 6 7
Kecepatan cairan IV 4 4 3 2 2 0 0
(mL/jam atau tetes mikro/ menit)
Jumlah ASI setiap 3 jam (mL/kali) 0 6 13 20 24 33 35

Tabel 9 Jumlah ASI untuk bayi sehat berat 1250-1499 g


Umur (hari)
Pemberian
1 2 3 4 5 6 7
Jumlah ASI setiap 3 jam (mL/kali) 10 15 18 22 26 28 30

Tabel 10 Jumlah cairan IV dan ASI untuk bayi sakit berat 1250 -1490 g
Umur (hari)
Pemberian
1 2 3 4 5 6 7
Kecepatan cairan IV (mL/jam atau tetes mikro/ 3 3 3 2 2 0 0
menit)
Jumlah ASI setiap 3 jam (mL/kali) 0 6 9 16 20 28 30

Tabel 11 Jumlah cairan IV dan ASI untuk semua bayi berat < 1250 g
Umur/hari
Pemberian
1 2 3 4 5 6 7
Kecepatan cairan IV (mL/jam atau tetes 4 4 3 3 2 2 0
mikro/ menit)
Jumlah ASI setiap 3 jam (mL/kali) 0 0 3 5 8 11 15

PERINATOLOGI

44
Bayi Tanpa Gejala Lahir dari Ibu Bermasalah

Pendahuluan
Bayi yang lahir dari ibu penderita Diabetes Mellitus (DM), infeksi Hepatitis B,
Tuberkulosis, Malaria, atau Sifilis kemungkinan besar akan mengalami masalah beberapa
waktu setelah lahir, meskipun tampak normal pada waktu lahir.
Bayi yang dilahirkan dari ibu penderita DM berisiko mengalami masalah pada saat lahir
berupa gangguan maturitas paru, berat lahir besar dari masa kehamilan (BMK) atau
makrosomia, atau bila disertai dengan penyakit vaskuler akan mengalami berat lahir kecil
dari masa kehamilan (KMK). Masalah yang timbul beberapa saat setelah lahir dapat berupa
hipoglikemia dengan tanda letargi, tak mau minum, apnea atau kejang dalam 6-12 jam
setelah lahir. Kejang yang timbul setelah umur 12 jam, kemungkinan akibat hipokalsemi
atau hipomagnesemia. Distress respirasi akibat imaturitas paru dapat juga ditemui.
Masalah yang paling sulit bila terjadi pada ibu yang disertai gangguan pada ginjal, jantung
atau mata.
Bayi yang dilahirkan dari ibu penderita Hepatitis B biasanya asimtomatis, jarang yang
disertai gejala sakit. Transmisi virus Hepatitis B dari ibu penderita terjadi pada saat bayi
lahir karena paparan darah ibu. Bila ibu terbukti menderita hepatitis akut pada kehamilan
trimester satu dan dua, risiko penularan pada bayinya kecil karena antigen dalam darah
sudah negatif pada kehamilan cukup bulan dan anti HBs sudah muncul. Bila ibu terinfeksi
virus HB pada kehamilan trimester akhir, 50-70% bayi akan tertular.
Kejadian Tuberkulosis (TB) kongenital jarang. Ibu hamil dengan infeksi TB pada paru
saja tidak akan menularkan ke janin, sampai bayi lahir. Mekanisme infeksi intrauterin
dapat melalui beberapa cara yaitu plasenta yang terinfeksi basil tuberkulosis; TB plasenta
yang menyebar ke janin melalui vena umbilikalis; aspirasi lendir yang telah terinfeksi pada
saat lahir; atau paparan yang terjadi pada periode post natal.
Di daerah endemik malaria, infeksi Plasmodium falsiparum selama kehamilan
meningkatkan kejadian anemia ibu hamil, abortus, lahir mati, kelahiran premature,
gangguan pertumbuhan intrauterin dan bayi berat lahir rendah (BBLR).
Insidensi infeksi sifilis semakin meningkat dari tahun ke tahun. Namun dipekirakan hanya
sepertiganya yang tercatat. Meskipun transmisi infeksi sifilis ke janin diperkirakan terjadi
pada dua trimester akhir, namun kuman spirokhaeta dapat menembus plasenta kapan saja
selama kehamilan.

Langkah Promotif / Preventif

1. Diabetes Mellitus
Untuk mencegah terjadinya komplikasi yang berat pada janin maupun bayi pada masa
neonatal adalah dengan penanganan pada ibu selama hamil berupa:
- Edukasi ibu untuk melakukan kontrol rutin dan dibawah pengawasan ketat
seorang dokter
- Mengontrol kadar gula dengan terapi diet, bila tidak berhasil dengan insulin
(kontraindikasi pemberian obat anti diabet oral)
- Pemeriksaan pada trimester satu
- Pemeriksaan pada trimester kedua
- Pemeriksaan pada trimester ketiga

45
II. Infeksi Hepatitis B
Tindakan pencegahan terhadap kejadian infeksi HB neonatal adalah dengan memberikan
imunoprofilaksis (lihat penanganan).

III. Infeksi TB
Tindakan pencegahan yang paling efisien terhadap kejadian TB neonatal adalah
menemukan dan mengobati kasus TB pada ibu hamil sedini mungkin. Di daerah dengan
prevalensi TB cukup tinggi, sebaiknya dilakukan pemeriksaan tes tuberkulin pada semua
ibu hamil yang dicurigai kontak dengan penderita TB, ibu hamil dengan HIV positif,
diabetes atau gastrektomi, atau ibu yang bekerja di lingkungan dengan kemungkinan
penularan cukup tinggi (seperti rumah sakit, penjara, rumah yatim piatu, dll).

IV.Infeksi Malaria
Salah satu tindakan yang dikembangkan dan paling efektif untuk mencegah komplikasi
terhadap janin akibat infeksi malaria selama hamil adalah:
- Menemukan kasus dan memberikan pengobatan intermiten Sulfadoxin-pyrimethamine
minimal 2 kali selama hamil.

V.Infeksi Sifilis
- Lakukan pemeriksaan serologis pada ibu hamil yang mempunyai faktor risiko tinggi
(pelaku seks komersial, sering ganti pasangan, pecandu obat-obatan, riwayat menderita
infeksi sebelumnya, riwayat infeksi HIV).
Berikan pengobatan secara adekuat terhadap ibu hamil yang terinfeksi sifilis atau dicurigai
terinfeksi untuk mencegah terjadinya sifilis kongenital.

Langkah Diagnostik

Ibu penderita Diabetes Mellitus


Pemeriksaan laboratorium yang harus dimonitor secara ketat adalah:
- Kadar glukose serum harus diperiksa menggunakan Dextrostix segera setelah lahir
dan selanjutnya sesuai prosedur pemeriksaan kadar glukose darah. Bila kadarnya < 40
mg/dL, harus dilakukan pemeriksaan ulang kadar glukose serum.
- Kadar kalsium serum diperiksa umur 6, 24 dan 48 jam. Bila kadarnya rendah, kadar
magnesium darah juga harus diperiksa karena karena kadarnya juga turun.
- Hemoglobin/hematokrit diperiksa pada umur 4 dan 24 jam.
- Kadar bilirubin serum diperiksa bila ada indikasi secara klinik menunjukkan tanda
ikterus.
- Pemeriksaan laboratorium lain seperti analisis gas darah, hitung jenis lekosit, kultur
diperiksa sesuai indikasi.
Pemeriksaan lain seperti radiologi, elektrokardiografi dan ekhokardiografi dilakukan sesuai
indikasi klinis.

Ibu penderita Hepatitis B


- Periksa HBsAg dan anti-HBc-IgM. Kadar antigen akan terdeteksi dalam darah bayi
pada umur 6 bulan, dengan kadar puncak pada umur sekitar 3-4 bulan. Jangan ambil
darah umbilikal karena (1) terkontaminasi dengan darah ibu yang mengandung antigen

46
positif atau sekresi vagina, (2) adanya kemungkinan antigen non infeksius dari darah
ibu.

Ibu penderita Tuberkulosis (TB)


- Kebanyakan kasusnya bersifat asimtomatik atau dengan gejala yang minimal.
- Setiap bayi yang dicurigai menderita TB kongenital atau terinfeksi tuberkulosis
perinatal, dianjurkan dilakukan tes tuberkulin PPD meskipun hasilnya bisa negatif
kecuali kalau infeksinya sudah berlangsung selama 4-6 bulan.
- Bila bayi terbukti menderita TB kongenital, lakukan penanganan sebagai TB
kongenital (lihat Penanganan TB kongenital)

Ibu penderita Malaria


- Periksa hapusan darah terutama untuk menemukan Plasmodium falsiparum pada
setiap bayi yang dilahirkan ibu penderita atau dicurigai menderita malaria.
- Cari tanda-tanda malaria kongenital (misal ikterus, hepato-splenomegali, anemia,
demam, masalah minum, muntah); meskipun kenyataannya sulit dibedakan dengan
gejala malaria yang didapat.

Ibu penderita Sifilis


Lakukan pemeriksaan klinis dan tes serologis (segera setelah lahir) pada setiap bayi yang
dilahirkan ibu dengan hasil seropositif yang:
- Tidak diobati atau tidak punya catatan pengobatan yang baik
- Diobati selama kehamilan trimester akhir
- Diobati dengan obat selain Penisilin
- Tidak terjadi penurunan titer treponema setelah pengobatan
- Diobati tetapi belum sembuh
Hasil tes serologis bisa non reaktif bila bayi terinfeksi pada bulan-bulan terakhir
kehamilan.

Penanganan

Ibu dengan Diabetes Mellitus


Bayi lahir dari ibu penderita Diabetes Melitus, berisiko untuk terjadi hipoglikemia pada 3
hari pertama setelah lahir, walaupun bayi sudah dapat minum dengan baik.
 Anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan lebih sering, paling tidak 8 kali sehari,
siang dan malam.
 Bila bayi berumur kurang 3 hari, amati sampai umur 3 hari:
- Periksa kadar glukose pada:
 saat bayi datang atau pada umur 3 jam;
 tiga jam setelah pemeriksaan pertama, kemudian tiap 6 jam selama 24 jam
atau sampai kadar glukose dalam batas normal dalam 2 kali pemeriksaan
berturut–turut.
- Bila kadar glukose  45 mg/dL atau bayi menunjukkan tanda hipoglikemi (tremor
atau letargi), tangani untuk hipoglikemi (lihat Hipoglikemi);
- Bila dalam pengamatan tidak ada tanda hipoglikemi atau masalah lain, bayi dapat
minum dengan baik, pulangkan bayi pada hari ke 3.
 Bila bayi berumur 3 hari atau lebih dan tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit, bayi
tidak perlu pengamatan. Bila bayi dapat minum baik dan tidak ada masalah lain yang
memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.

47
Ibu dengan infeksi Hepatitis B
Ibu yang menderita hepatitis akut selama hamil atau tes serologis HBsAg positif, dapat
menularkan hepatitis B pada bayinya:
 Berikan dosis awal Vaksin Hepatitis B (VHB) 0,5 mL IM segera setelah lahir (sebaiknya
dalam 12 jam sesudah lahir) dilanjutkan dosis ke-2 dan ke-3 sesuai dengan jadwal
imunisasi hepatitis.
 Bila tersedia, berikan Imunoglobulin Hepatitis B (IGHB) 200 IU (0,5 mL) IM disuntikkan
pada paha sisi yang lainnya, dalam waktu 24 jam setelah lahir atau paling lambat 48
jam setelah lahir.
 Yakinkan ibu untuk tetap menyusui bayinya.

Ibu dengan infeksi Tuberkulosis


 Bila ibu menderita Tuberkulosis paru aktif dan mendapat pengobatan kurang dari 2
bulan sebelum melahirkan, atau didiagnosis menderita TB setelah melahirkan:
- Jangan diberi vaksin BCG saat setelah lahir;
- Beri profilaksis Isoniazid (INH) 5 mg/kg sekali sehari secara oral;
- Pada umur 8 minggu lakukan evaluasi kembali, catat berat badan dan lakukan
pemeriksaan tes Mantoux dan radiologi bila memungkinkan:
 bila ditemukan kecurigaan TB aktif, mulai berikan pengobatan anti TB lengkap
(sesuaikan dengan program pengobatan TB pada bayi dan anak);
 bila keadaan bayi baik dan dan hasil tes negatif, lanjutkan terapi pencegahan
dengan INH selama 6 bulan.
 Tunda pemberian vaksin BCG sampai 2 minggu setelah pengobatan selesai. Bila vaksin
BCG sudah terlanjur diberikan, ulang pemberiannya 2 minggu setelah pengobatan INH
selesai.
 Yakinkan ibu bahwa ASI tetap boleh diberikan.
 Lakukan tindak lanjut terhadap bayinya tiap 2 minggu untuk menilai kenaikan berat
bayi.

Ibu dengan infeksi Malaria


Bayi yang lahir dari ibu dengan malaria, dapat mengalami prematur, berat lahir rendah,
kecil masa kehamilan, demam, masalah minum, iritabel, hepatospleno-megali, ikterus,
anemia.
 Anjurkan ibu tetap menyusui bayinya
 Periksa hapusan darah terutama Plasmodium Falsiparum, bila:
- Hasil negatif, tidak perlu pengobatan;
- Hasil positif, obati dengan anti malaria.
 Ibu hamil yang menderita malaria, bayinya berisiko menderita Malaria Kongenital.
- Periksa adanya tanda-tanda malaria kongenital (misal ikterus, hepato-
splenomegali, anemia, demam, masalah minum, muntah); gejala malaria
kongenital sangat sulit dibedakan dengan gejala malaria yang didapat.
- Gejala dapat timbul 14 jam sampai 8 minggu setelah lahir;
 Berikan Klorokuin basa 10 mg/kg per oral, dilanjutkan 5 mg/kg 6 jam kemudian,
selanjutnya 5 mg/kg 12 jam dan 24 jam setelah pemberian pertama.
 Jangan memberi kina pada bayi dibawah umur 4 bulan, mengingat efek samping
menimbulkan hipotensi.

48
Ibu dengan infeksi Sifilis
 Bila hasil tes pada ibu positif dan sudah diobati dengan Penisillin 2,4 juta unit dimulai
sejak 30 hari sebelum melahirkan, bayi tidak perlu diobati.
 Bila ibu tidak diobati atau diobati secara tidak adekuat atau tidak diketahui status
pengobatannya, maka:
- Beri bayi Benzathine Benzylpenicillin IM dosis tunggal (lihat Dosis Pemberian
Antibiotika);
- Beri Ibu dan Bapaknya Benzathine penicillin 2,4 juta unit I.M dibagi dalam dua
suntikan pada tempat yang berbeda;
- Rujuk Ibu dan Bapaknya ke rumah sakit yang melayani penyakit menular seksual
untuk tindak lanjut.

Pemantauan (“Monitoring”)

Diabetes mellitus
Bila bayi berumur 3 hari atau lebih dan tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit
bayi tidak perlu pengamatan. Bila bayi dapat minum baik dan tidak ada masalah lain yang
memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.

Hepatitis B
Bayi yang dilahirkan dari ibu penderita Hepatitis B dan tidak mendapatkan penanganan
yang adekuat perlu dilakukan pemeriksaan.
- HbsAg pada 1-2 bulan setelah lahir; bila positif perlu penanganan lebih lanjut,
rujuk ke Spesialis Hepatologi.
- Anti HBs untuk melihat tingkat kekebalan bayi; bila positif, bayi telah
mendapat kekebalan dan aman dari infeksi.

Tuberkulosis
Bila ibu baru terdiagnosis setelah melahirkan atau belum diobati
- Semua anggota keluarga harus diperiksa lebih lanjut untuk kemungkinan
Terinfeksi.
- Bayi diperiksa foto dada dan tes PPD pada umur 4-6 minggu.
- Ulang tes PPD pada umur 4 bulan dan 6 bulan.
- Bila hasil tes negatif pada umur 4 bulan dan tidak ada infeksi aktif di seluruh
anggota keluarga, pemberian INH dapat dihentikan, pemberian ASI dapat
dilanjutkan, dan bayi tidak perlu dipisahkan dari ibu.

Bila ibu tidak mengalami infeksi aktif, dalam pengobatan, hasil pemeriksaan sputum
negatif dan hasil foto dada stabil :
- Foto ulang ibu pada 3 dan 6 bulan setelah melahirkan, dan yakinkan ibu tetap
minum obat
- Periksa anggota keluarga lain
- Bayi diperiksa tes tuberkulin PPD pada umur 4 bulan; bila hasilnya negatif,
sputum ibu negatif, dan anggota keluarga lain tidak terinfeksi, hentikan
pemberian INH
- Ulang pemeriksaan tes tuberkulin PPD pada umur 6, 9 dan 12 bulan

49
Bila ibu mendapat pengobatan secara adekuat
- Periksa ibu foto dada ulang pada 3 dan 6 bulan setelah melahirkan karena ada
kemungkinan terjadi eksaserbasi
- Lakukan pemeriksaan ulang tes tuberkulin PPD setiap 3 bulan selama 1 tahun,
setelah itu evaluasi tiap tahun.
- INH tidak perlu diberikan pada bayi
- Periksa anggota keluarga lain.

Malaria
- Lakukan tindak lanjut tiap 2 minggu dalam 8 minggu untuk memeriksa
pertumbuhan bayi dan memeriksa tanda-tanda Malaria kongenital, misal:
ikterus, hepato-splenomegali, anemia, demam, masalah minum, muntah.

Sifilis
- Lakukan tindak lanjut dalam 4 minggu untuk memeriksa pertumbuhan bayi dan
memeriksa tanda-tanda sifilis kongenital pada bayi.
- Cari tanda-tanda sifilis kongenital pada bayi (edema, ruam kulit, lepuh di telapak
tangan/kaki, kondiloma di anus, rinitis, hidrops fetalis/hepato-splenomegali);
- Bila ada tanda-tanda di atas, berikan terapi untuk sifilis kongenital (lihat bab
Masalah kulit dan selaput lendir).

Laporkan kasusnya ke Dinas Kesehatan setempat.

Jakarta, 2003
Unit Kelompok Kerja
Ikatan Dokter Anak Indonesia

dr H.M. Sholeh Kosim, SpAK dr Gatot Irawan. S, SpA.


Ketua Sekretaris

50
Standar Pelayanan Medis Perinatologi

1. Gangguan Pernapasan pada Bayi Baru Lahir


2. Asfiksia Neonatorum
3. Sepsis Neonatorum
4. Kejang , Spasme dan Tidak Sadar
5. Bayi Lahir dari Ibu yang Menderita HIV
6. Hiperbilirubinemia
7. Pucat dan / atau Perdarahan
8. Bayi Berat Lahir Rendah
9. Bayi Tanpa Gejala Lahir dari Ibu Bermasalah

51

Anda mungkin juga menyukai