Anda di halaman 1dari 15

Tugas keperawatan anak

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATAN DENGAN RDS


(RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME)

DISUSUN OLEH :

SARI WAHYUNI
NPM. 201922074

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURRAHIM
TAHUN 2020
A. DEFINISI
Respiratory Distress Syndrome atau RDS adalah suatu keadaan
dimana bayi mengalami kegawatan pernafasan yang diakibatkan kurang atau
tidak adanya surfaktan dalam paru-paru (Nelson, 2000).
Respiratory Distress Syndrome atau RDS Adalah gangguan
pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda
takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap
atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik.
Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya
infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark 1986).
Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila
didapatkan sesak nafas berat (dyspnea ), frekuensi nafas meningkat
(tachypnea ), sianosis yang menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya
pengembangan paru,adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto
thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan
adanya hyaline membran pada saat otopsi.
Sindrom gawat napas (RDS) (juga dikenal sebagai idiopathic
respiratory distress syndrome) adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis,
dan histologis yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit
pernapasan yang kecil dan sulit mengembang dan tidak menyisakan udara
diantara usaha napas. Istilah-istilah Hyaline Membrane Disease (HMD) sering
kali digunakan saling bertukar dengan RDS (Bobak, 2005).
Respiratory Distress Syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh
ketidakmaturan dari sel tipe II dan ketidakmampuan sel tersebut untuk
menghasilkan surfaktan yang memadai. (Dot Stables, 2005)

B. ETIOLOGI
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya
produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu
ke-22, makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi
RDS. Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu
prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksio sesaria.. Surfaktan
biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga
agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya
berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala
tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini
dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan
disesuaikan dengan penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru yang
menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum,
penyakit membran hialin (PMH).

C. PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang,
pengembangan kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah,
produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan
kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru
(compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting
intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang
menyebabkan asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan
10% protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan
menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru
nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab
itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk
mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara
bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli
sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi
duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi
surfaktan ini.
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau
volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial
dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan
eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang
meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium
mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir.
Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan
mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).

D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Martin, 1999 manifestasi klinis antara lain :
1. Kesulitan dalam memulai respirasi normal
2. Dengkingan (grunting) pada saat ekspirasi, diamati pada saat bayi
tidak dalam keadaan menangis (disebabkan oleh penutupan glotis)
merupakan tanda/indikasi awal penyakit, berkurangnya dengkingan
mungkin merupakan tanda pertama perbaikan.
3. Refraksi sternum dan interkosta
4. Nafas cuping hidung
5. Sianosis pada udara kamar
6. Respiarasi cepat atau kadang lambat jika sakit parah
7. Auskultasi; udara yang masuk berkurang
8. Edema ekstremitas
9. Pada foto rontgen ditemukan retikulogranular, gambaran bulat-bulat
kecil dengan corakan bronkogram udara.

Kelainan-kelainan fisiologis:
1. Daya kembang paru-paru berkurang hingga mencapai seperlima sampai
sepersepuluh nilai normal.
2. Daerah paru-paru yang tidak mengalami perfusi luas mencapai 50-60%
3. Aliran darah kapiler pulmonal kurang
4. Ventilasi alveolus berkurang dan usaha nafas meningkat
5. Volume paru-paru berkurang
Perubahan-perubahan ini menyebabkan hipoksemia, seringkali hiperkarbia
dan jika mengalami hipoksemia berat menimbulakan asidosis.

E. KOMPLIKASI
Menurut Nelson, 2000 komplikasi yang dapat terjadi adalah :
1. Acidosis, baik respiratorik atau metabolik
2. Displasia bronchopulmonal
3. Apnoe
4. Merupakan penyabab kematian utama BBL dengan angka 30 % dari
semua kematian neonatus oleh RDS atau komplikasinya.

F. PENATALAKSANAAN
Peran Perawat Terhadap RDS
Setiap bayi dengan gangguan pernafasan memerlukan penangan secara umum berupa
:
1. Pemberian oksigen dengan aliran sedang.
2. Bila frekuensi pernafasan kurang dari 30 kali per menit, harus diobservasi
ketat. Bila kurang dari 20 kali per menit setiap saat resusitasi bayi dengan
menggunakan balon sungkup (Alat Balon-Sungkup Alat kantong-sungkup
terdiri atas sebuah kantong yang terhubungkan dengan sebuah sungkup).
3. Bila apnu :
 Stimulasi  bayi untuk bernafas dengan menggosok-gosok punggung
bayi selama 10 detik.
 Bila belum mulai bernafas resusitasi bayi dengan menggunakan
balon dan sungkup.
4. Indikasi penggunaan balon dan sungkup adalah apnu atau megap-megap,
frekuensi jantung kurang dari 100 kali per menit dan sianosis sentral
persisten walaupun diberi  aliran oksigen bebas  100%. Periksa kadar
glukosa darah bila kurang dari 45 g/dl, segera terapi sebagai hipoglikemi.
5. Bila didapatkan tanda-tanda lainya misalnya: kesulitan minum, BBLR, tada-
tanda kejang, sepsis dan lain-lain, usahakan menentukan penyebab gangguan
nafas ini sambil meneruskan pemberian oksigennya.
Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan
kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik
atau menajemen lanjut :
1. Gangguan nafas ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada
waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the
Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi
tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun
demikian, pada beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda awal
dari infeksi sistemik.
2. Gangguan nafas sedang
Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak
dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup. Bayi jangan diberi minum.
3. Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk
terapi kemungkinan besar sepsis.
 Suhu aksiler <> 39˚C

 Air ketuban bercampur mekonium

 Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban


pecah dini (> 18 jam).
Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C. tangani untuk masalah suhu
abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam. Bila suhu masih belum stabil atau
gangguan nafas belum ada perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi
kemungkinan besar seposis. Jika suhu normal, teruskan amati bayi.
Apabila suhu kembali abnormal ulangi tahapan tersebut diatas. Bila tidak ada
tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam
Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan
setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis. Bila bayi mulai
menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2secara bertahap . Pasang
pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan
ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian minum
Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi
kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan
tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan.
4. Gangguan nafas berat
Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya. Bila dalam
pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya. Terapi
untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas sedang dan dan segera
dirujuk di rumah sakit rujukan. Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak
berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian
minuman. Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan
napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.

Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
1. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
2. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran
paru
3. Fenobarbital
4. Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
Perawatan suportif awal bayi terutama penanganan hipoksia, hipotermia,
sangat mengurangi tingkat keparahan RDS :
1. Bayi ditempatkan didalam inkubator dengan suhu didalamnya
dipertahankan 35-36 C.
2. Kalori dan cairan diberikan glukosa 10 % dengan kecepatan
65-75 ml/kg/24 jam
3. Oksigen yang hangat dan dilembabkan dengan kadar yang
cukup
4. Bayi dengan RDS yang berat dan apnoe memerlukan bantuan
ventilasi mekanis (pH arteri <7,20; pCO2 60 mmHg atau lebih;
pO2 darah arteri 50 mmHg atau kurang pada kadar O2 70-100
%)
5. Pemasukan surfaktan eksogen kedalam endotrakea bayi dan
ventilasi mekanis untuk pengobatan (rescue terapi) dapat
memperbaiki ketahanan hidup dan mengurangi incidens
kebocoran udara paru (Survanta adalah surfaktan eksogen yang
dpersiapkan dari paru sapi yang dicincang halus dengan ekstra
lipid ditambahkan fosfatidilkolin, asam palmitat dan
trigliserida; sedangkan eksosurf adalah surfaktan sintesis yang
mengandung dipalmitiodilfosfatidilkolin, heksadekanol dan
tiloksapol)

Tindakan –tindakan pencegaha umum


Usaha pokok penanganan penyakit ini harus selalu dipusatkan pada usaha
pencegahan. Sejumlah besar penelitian menunjukkan tingginya insiden kelainan tanpa
alasan setelah persalinan sesar yang tidak disertai dokumentasi memadai maturitas
pulmonal berdasarkan tes cairan amnion. Memperpanjang umur kehamilan dengan
tirah baring dan atau obat-obat yang menghambat persalinan prematur (misal agen
tokolitik) dan induksi surfaktan pulmonal dengan cara pemberian steroid melalui ibu,
memainkan peran penting untuk mengurangi insiden penyakit ini.
Sedangkan menurut Martin, 1999 perawatan pendukung bayi dengan RDS
adalah :
1. Tenaga
 Perawat terlatih (rasio 1:1 atau 1:2) dan alat pemantau
 Dokter terlatih tersedia
2. Pengawasan suhu dengan teliti untuk mempertahankan bayi pada suhu netral
3. Monitoring tanda vital :
 Pengukuran pH, Pa CO 2, Pa O 2 dan HCO 3 tiap 4 jam
 Pertahnkan Pa O2 sebesar 50-80 mmHg, kontinu optimal
 Pantau tekanan darah
 Usahakan memeprrtahankan Ph
 Batasi pemberian Na HCO3 sebesar 8 meq/kg/hari
4. Terapi surfaktan (membutuhkan pipa endotrakeal)
5. Glukosa IV sebesar 60 ml/kg pada hari pertama, 80-100 ml/kg pada hari
kedua dengan penentuan berat badan bagi bayi-bayi kecil untuk menghitung
jika H2O dibutuhkan lebih banyak.
6. Pemberian O2 diawasi, dihangatkan dan dilembabkan mengguanakan kap
(hood)
7. Terus menerus memantau pernafasan, frekuensi denyut jantung dan suhu
8. Pengukuran kadar gula darah dan hematokrit sering dilakukan (Na, K, Cl tiap
12-24 jam)
9. Lakukan tranfusi jika hematokrit sentral awal < 40 atau jika hematokrit < 40
selama fase akut penyakit.
10. Catat semua hasil pengamatan dalam satu formulir
11. Lakukan kultur darah dan mengurangi prosedur rutin sepereti pengisapan,
pemegangan dan auskultasi.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas : lengkap, termasuk orang tua bayi
2. Riwayat kesehatan :
a. Keluahan utama, terutama sistem pernafasan : cyanosis,
grunting , RR, cuping hidung
b. Riwayat kesehatan : terutama umur kehamilan dan proses
persalinan
3. Pemeriksaan Fisik :
a. Keadaan umum : kesadaran, vital sign
b. Pemeriksaan persistem : terutama pada sistem yang terlibat
langsung
 Sistem pernafasan : kesulitan dalam respirasi normal.
Refraksi strenum dan interkosta, nafas cuping hidung,
cyanosis pada udara kamar, grunting, respirasi cepat atau
lambat
 Sistem kardiovaskulaer : takikardia, nadi lemah/cepat, akral
dingin/hangat, cyanosis perifer
 Sistem gastrointestinal : muntah, kembung, peristaltik
menurun/meningkat
 Sistem perkemihan : keluaran urine, warna

B. DIAGNOSE KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis
(defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)
2. Hipotermia berhubungan dengan berada di lingkungan yang dingin
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolar
4. Resiko infeksi

C. INTERVENSI
Rencana Keperawatan

N Diagnose Tujuan Intervensi


o Keperawatan
1 Kerusakan Setelah dilakukan asuhan Monitor Respirasi (3350) :
pertukaran gas b.d keperawatan selama 5x 24
1.       Monitor rata-rata irama, kedalaman dan usaha
perubahan mem- jam, pertukaran gas pasien untuk bernafas.
bran kapiler- menjadi efektif, dengan
2.       Catat gerakan dada, lihat kesimetrisan,
alveoli kriteria : penggunaan otot bantu dan retraksi dinding dada.
3.       Monitor suara nafas, saturasi oksigen, sianosis

Batasan 4.       Monitor kelemahan otot diafragma


Status Respirasi : Ventilasi
karakteristik : (0403) : 5.       Catat onset, karakteristik dan durasi batuk

-      Takikardia         Pasien 6.       Catat hasil foto rontgen


menunjukkan
    Hiperkapnea peningkatan ventilasai dan
    Iritabilitas oksigenasi adequat Terapi Oksigen (3320) :
    Dispnea berdasarkan nilai AGD
1.       Kelola humidifikasi oksigen sesuai peralatan
    Sianosis sesuai parameter normel
2.       Siapkan peralatan oksigenasi
    Hipoksemia pasien 3.       Kelola O2 sesuai indikasi
    Hiperkarbia         Menunjukkan fungsi paru
4.       Monitor terapi O2 dan observasi tanda keracunan
-      Abnormal frek, yang normal dan bebas dari O2
irama, kedalaman tanda-tanda distres
nafas pernafasan Manajemen Jalan Nafas (3140) :
    Nafas cuping 1.       Bersihkan saluran nafas dan pastikan airway
hidung paten
2.       Monitor perilaku dan status mental pasien,
kelemahan , agitasi dan konfusi
3.       Posisikan klien dgn elevasi tempat tidur
4.       Bila klien mengalami unilateral penyakit paru,
berikan posisi semi fowlers dengan posisi lateral
10-15 derajat / sesuai tole-ransi
5.       Monitor efek sedasi dan analgetik pada pola
nafas klien

Manajemen Asam Basa (1910) :


1.       Kelola pemeriksaan laboratorium
2.       Monitor nilai AGD dan saturasi oksigen dalam
batas normal

2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas (3140) :
efektif b.d keperawatan selama …..x 24
1.       Bebaskan jalan nafas dengan posisi leher ektensi
imaturitas jam diharapkan pola nafas jika memungkinkan.
(defisiensi efektif denga kriteria hasil :2.       Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
surfaktan dan dan mengurangi dispnea
ketidak-stabilan 3.       Auskultasi suara nafas
Status Respirasi : Ventilasi
alveolar). (0403) : 4.       Monitor respirasi dan status oksigen

        Pernapasan pasien 30-


Batasan 60X/menit. Monitor Respirasi (3350) :
karakteristik :         Pengembangan dada
1.       Monitoring kecepatan, irama, kedalaman dan
        Bernafas simetris. upaya nafas.
mengguna-kan         Irama pernapasan teratur 2.       Monitor pergerakan, kesimetrisan dada, retraksi
otot pernafasan        Tidak ada retraksi dada saat dada dan alat bantu pernafasan
tambahan bernapas 3.       Monitor adanya cuping hidung
        Dispnea         Inspirasi dalam tidak
4.       Monitor pola nafas : bradipnea, takipnea,
        Nafas pendek ditemukan hiperventilasi, respirasi kusmaul, apnea
        Pernafasan rata-        Saat bernapas tidak
5.       Monitor adanya lelemahan otot diafragma
rata < 25 atau > memakai otot napas
6.       Auskultasi suara nafas, catat area penurunan dan
60 kali permenit tambahan ketidak adanya ventilasi dan bunyi nafas
        Bernapas mudah
        Tidak ada suara napas
tambahan
3 Hipotermia b.d Setelah dilakukan tindakan Pengobatan Hipotermi (3800) :
berada di keperawatan selama …..x 24
1.       Pindahkan bayi dari lingkungan yang dingin ke
lingkungan yang jam hipotermia tidak terjadi dalam lingkungan / tempat yang hangat (didalam
dingin dengan kriteria : inkubator atau lampu sorot)
2.       Segera ganti pakaian bayi yang dingin dan basah

Batasan Termoregulasi Neonatus dengan pakaian yang hangat dan kering, berikan

karakteristik : (0801) : selimut.

        Penurunan suhu        Suhu axila 36-37˚ C 3.       Monitor gejala dari hopotermia : fatigue, lemah,

tu-buh di bawah        RR : 30-60 X/menit apatis, perubahan warna kulit

ren-tang normal        Warna kulit merah muda 4.       Monitor status pernafasan
        Pucat        Tidak ada distress respirasi5.       Monitor intake dan output

        Menggigil        Tidak menggigil


        Kulit dingin        Bayi tidak gelisah
        Dasar kuku        Bayi tidak letargi
sianosis
        Ppengisian
kapiler lambat

DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Lowdermik.  2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta :
EGC
Leifer, Gloria. 2007. Introduction to maternity & pediatric nursing. Saunders
Elsevier : St. Louis Missouri
Prwawirohardjo, Sarwano. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.
Wong. Donna L. (2004). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC.
Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta, 2009

Anda mungkin juga menyukai