Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS

A. Pengertian
Kegagalan pernafasan adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga
terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon dioksida arteri), dan
asidosis (shvoong, 2011).
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan
pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan
gangguan pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001)
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida
dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan
karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang
dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari
45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2002).

B. Klasifikasi
1. Klasifikasi gagal napas berdasarkan hasil analisa gas darah :
a. Gagal napas hiperkapneu
Hasil analisa gas darah pada gagal napas hiperkapneu menunjukkkan kadar
PCO2 arteri (PaCO2) yang tinggi, yaitu PaCO2>50mmHg. Hal ini disebabkan
karena kadar CO2 meningkat dalam ruang alveolus, O2 yang tersisih di alveolar
dan PaO2 arterial menurun. Oleh karena itu biasanya diperoleh hiperkapneu dan
hipoksemia secara bersama-sama, kecuali udara inspirasi diberi tambahan
oksigen. Sedangkan nilai pH tergantung pada level dari bikarbonat dan juga
lamanya kondisi hiperkapneu.
b. Gagal napas hipoksemia
Pada gagal napas hipoksemia, nilai PO2 arterial yang rendah tetapi nilai PaCO2
normal atau rendah. Kadar PaCO2 tersebut yang membedakannya dengan gagal
napas hiperkapneu, yang masalah utamanya pada hipoventilasi alveolar. Gagal
napas hipoksemia lebih sering dijumpai daripada gagal napas hiperkapneu.
2. Klasifikasi gagal napas berdasarkan lama terjadinya :
a. Gagal napas akut
Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang ditandai
dengan perubahan hasil analisa gas darah yang mengancam jiwa. Terjadi
peningkatan kadar PaCO2. Gagal napas akut timbul pada pasien yang keadaan
parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit
timbul.
b. Gagal napas kronik
Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi pada pasien
dengan penyakit paru kronik, seperti bronkhitis kronik dan emfisema. Pasien
akan mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapneu yang memburuk
secara bertahap.
3. Klasifikasi gagal napas berdasarkan penyebab organ :
a. Kardiak
Gagal napas dapat terjadi karena penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2
akibat menjauhnya jarak difusi akibat oedema paru. Oedema paru ini terjadi
akibat kegagalan jantung untuk melakukan fungsinya sehingga terjadi
peningkatan perpindahan aliran dari vaskuler ke interstisial dan alveoli paru.
Terdapat beberapa penyakit kardiovaskuler yang mendorong terjadinya
disfungsi miokard dan peningkatan left ventricel end diastolic volume (LVEDV)
dan left ventricel end diastolic pressure (LVEDP) yang menyebabkan
mekanisme backward-forward failure. Penyakit yang menyebabkan disfungsi
miokard :
1) Infark miokard
2) Kardiomiopati
3) Miokarditis
4) Penyakit yang menyebabkan peningkatan LVEDV dan LVEDP :
5) Meningkatkan beban tekanan : aorta stenosis, hipertensi, dan coartasio aorta
6) Meningkatkan beban volume : mitral insufisiensi, aorta insufisiensi
7) Hambatan pengisian ventrikel : mitral stenosis dan trikuspid insufisiensi.
b. Non cardiac
Terjadi gangguan di bagian saluran pernapasan atas dan bawah maupun di pusat
pernapasan, serta proses difusi. Hal ini dapat disebabkan oleh obstruksi,
emfisema, atelektasis, pneumothorak, dan ARDS.
C. Etiologi
Penyebab gagal napas biasanya tidak berdiri sendiri melainkan merupakan kombinasi
dari beberapa keadaan, dimana penyebeb utamanya adalah :
1. Gangguan ventilasi
Gangguan ventilasi disebabkan oleh kelainan intrapulmonal maupun
ekstrapulmonal. Kelainan intrapulmonal meliputi kelainan pada saluran napas
bawah, sirkulasi pulmonal, jaringan, dan daerah kapiler alveolar. Kelainan
ekstrapulmonal disebabkan oleh obstruksi akut maupun obstruksi kronik. Obstruksi
akut disebabkan oleh fleksi leher pada pasien tidak sadar, spasme larink, atau
oedema larink, epiglotis akut, dan tumor pada trakhea. Obstruksi kronik, misalnya
pada emfisema, bronkhitis kronik, asma, COPD, cystic fibrosis, bronkhiektasis
terutama yang disertai dengan sepsis.
2. Gangguan neuromuscular
Terjadi pada polio, guillaine bare syndrome, miastenia gravis, cedera spinal,
fraktur servikal, keracunan obat seperti narkotik atau sedatif, dan gangguan
metabolik seperti alkalosis metabolik kronik yang ditandai dengan depresi saraf
pernapasan. Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam
pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke
saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti
gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular
yang terjadi pada pernapasan akan sangat mempengaruhi ventilasi.
3. Gangguan/depresi pusat pernapasan
Terjadi pada penggunaan narkotik atau barbiturat, obat anastesi, trauma, infark
otak, hipoksia berat pada susunan saraf pusat.
4. Gangguan pada sistem saraf perifer, otot respiratori, dan dinding dada
Kelainan ini menyebabkan ketidakmampuan untuk mempertahankan minute
volume (mempengaruhi jumlah karbondioksida), yang sering terjadi pada guillain
bare syndrome, distropi muskular, miastenia gravis, kiposkoliosis, dan obesitas.
5. Gangguan difusi alveoli kapiler
Gangguan difusi alveoli kapiler sering menyebabkan gagal napas hipoksemia,
seperti pada oedema paru (kardiak atau nonkardiak), ARDS, fibrosis paru,
emfisema, emboli lemak, pneumonia, tumor paru, aspirasi, perdarahan masif
pulmonal.
6. Gangguan kesetimbangan ventilasi perfusi (V/Q Missmatch)
Peningkatan deadspace, seperti pada tromboemboli, emfisema, dan
bronkhiektasis.

7. Depresi Sistem saraf pusat


Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan
yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla)
sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
8. Kelainan neurologis primer
Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi
paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit
pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
9. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas.
Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan
dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi
pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan
mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah
pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang
mendasar
10. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau
pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung
yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru
adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.
D. Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik
dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah
gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural maupun
fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah
terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan
penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi
terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas
akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur
paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan
normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi
bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan.
Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuatdimana
terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan
terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi,
cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia
mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi
lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan
tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan
atau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit
paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.
E. Pathway

Trauma Kelainan neurologis Penyakit paru

Gangguan saraf pernafasan & otot pernafasan

Peningkatan permeabilitas membrane alveolar kapiler

Gangguan epithelium alveolar Gangguan Adanya usaha


endhotelium peningkatan pernafasan
kapiler
Penumpukan cairan alveoli
Tampak adanya retraksi
Cairan masuk dada, penggunaan otot
Oedema pulmo ke interstitial bantu pernafsan dan
adanya pernafasan cuping
Penurunan complain paru Peningkatan KETIDAKEFEKTIFAN
tekanan jalan nafas POLA NAFAS
Cairan surfaktan menurun
Kehilangan fungsi silia
saluran pernafasan
Gangguan pengembangan paru
(atelectasis) KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN
JALAN NAFAS
Kolaps alveoli
GANGGUAN
Ventilasi dan perfusi tidak seimbang PERTUKARAN GAS

Hipoksemia, Hiperkapnea O2 ↓, CO2 ↑ Dyspnea

Tindakan primer Sianosis perifer, akral hangat,


A,B,C,D, E kulit pucat

KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI
Pemasangan Ventilasi mekanik JARINGAN PERIFER

RESIKO INFEKSI RESIKO CEDERA


E. Tanda dan gejala
1. Tanda
Gagal nafas total
a. Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
b. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta
tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
c. Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan
Gagal nafas parsial
a. Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing.
b. Ada retraksi dada
2. Gejala
a. Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
b. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemerikasan gas-gas darah arteri
Hipoksemia
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg
Hiperkapnia
Ringan : PaCO2 45 – 60 mmHg
Sedang : PaCO2 60 – 70 mmHg
Berat : PaCO2 70 – 80 mmHg

2. Pemeriksaan rontgen dada


Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak
diketahui. Terdapat gambaran akumulasi udara/cairan, dapat terlihat perpindahan
letak mediastinum. Berdasarkan pada foto thoraks dan fluoroskopi akan banyak
data yang diperoleh seperti terjadinya hiperinflasi, pneumothoraks, efusi pleura,
hidropneumothoraks, sembab paru, dan tumor paru.
3. Pengukuran fungsi paru
Penggunaan spirometer dapat membuat kita mengetahui ada tidaknya gangguan
obstruksi dan restriksi paru. Nilai normal atau FEV 1 > 83% prediksi. Ada
obstruksi bila FEV1 < 70% dan FEV1/FVC lebih rendah dari nilai normal. Jika
FEV1 normal, tetapi FEV1/FVC sama atau lebih besar dari nilai normal, keadaan
ini menunjukkan ada restriksi.
4. EKG
Adanya hipertensi pulmonal dapat dilihat pada EKG yang ditandai dengan
perubahan gelombang P meninggi di sadapan II, III dan aVF, serta jantung yang
mengalami hipertrofi ventrikel kanan. Iskemia dan aritmia jantung sering
dijumpai pada gangguan ventilasi dan oksigenasi.
5. Pemeriksaan Sputum
Yang perlu diperhatikan ialah warna, bau, dan kekentalan. Jika perlu lakukan
kultur dan uji kepekaan terhadap kuman penyebab. Jika dijumpai ada garis-garis
darah pada sputum (blood streaked), kemungkinan disebabkan oleh bronkhitis,
bronkhiektasis, pneumonia, TB paru, dan keganasan. Sputum yang berwarna
merah jambu dan berbuih (pink frothy), kemungkinan disebabkan edema paru.
Untuk sputum yang mengandung banyak sekali darah (grossy bloody), lebih
sering merupakan tanda dari TB paru atau adanya keganasan paru.
G. Pentalaksanaan Medis
1. Jalan nafas
Jalan nafas sangat penting untuk ventilasi, oksigen, dan pemberian obat-obatan
pernapasan dan harus diperiksa adanya sumbatan jalan nafas. Pertimbangan untuk
insersi jalan nafas artificial seperti ETT.
2. Terapi oksigen
Besarnya aliran oksigen tambahan yang diperlukan tergantung dari mekanisme
hipoksemia dan tipe alat pemberi oksigen. CPAP (Continous Positive Airway
Pressure ) sering menjadi pilihan oksigenasi pada gagal napas akut. CPAP bekerja
dengan memberikan tekanan positif pada saluran pernapasan sehingga terjadi
peningkatan tekanan transpulmoner dan inflasi alveoli optimal. Tekanan yang
diberikan ditingkatkan secara bertahap sampai toleransi pasien dan penurunan
skor sesak serta frekuensi napas tercapai.
3. Bronkhodilator
Bronkhodilator mempengaruhi kontraksi otot polos, tetapi beberapa jenis
bronkhodilator mempunyai efek tidak langsung terhadap oedema dan inflamasi.
Bronkhodilator merupakan terapi utama untuk penyakit paru obstruksi, tetapi
peningkatan resistensi jalan nafas juga banyak ditemukan pada penyakit paru
lainnya.
4. Inhalasi nebulizer
5. Fisioterapi dada
Merupakan aspek penting yang perlu diintegrasikan dalam tatalaksana
menyeluruh gagal nafas.
6. Pemantauan hemodinamik/jantung
Meliputi pengukuran rutin frekuensi denyut jantung, ritme jantung tekanan darah
sistemik, tekanan vena central, dan penentuan hemodinamik yang lebih invasif.
7. Pengobatan
a. Antibiotic untuk melawan infeksi,
b. Bronkodilator untuk membuka jalan nafas.
c. Obat-obatan yang lain dapat diberikan untuk menurunkan proses inflamasi dan
mencegah pembekuan darah
(Nursing, 2011)

H. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1. Airway
a) Peningkatan sekresi pernapasan
b) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
2. Breathing
a) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
b) Menggunakan otot aksesori pernapasan
c) Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
3. Circulation
a) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b) Sakit kepala
c) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
d) Papiledema
e) Penurunan haluaran urine
4. Disability
Perhatikan bagaimana tingkat kesadaran klien, dengan penilain GCS, dengan
memperhatikan refleks pupil, diameter pupil.
5. Eksposure
Penampilan umum klien seperti apa, apakah adanya udem, pucat, tampak lemah,
adanya perlukaan atau adanya kelainan yang didapat secara objektif.
b. Pengkajian sekunder
1. Sistem kardiovaskuler
Tanda : Takikardia, irama ireguler, terdapat bunyi jantung S3,S4/ Irama gallop dan
murmur, Hamman’s sign (bunyi udara beriringan dengan denyut jantung
menandakan udara di mediastinum), hipertensi atau hipotensi
2. Sistem pernafasan
Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru , keganasan,
batuk
Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori, penurunan
bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di atas area berisi
udara (pneumotorak), dullnes di area berisi cairan (hemotorak); perkusi : pergerakan
dada tidak seimbang, reduksi ekskursi thorak.
3. Sistem integumen
Sianosis, pucat, krepitasi sub kutan, gangguan mental, cemas, gelisah, bingung,
stupor
4. Sistem musculoskeletal
Edema pada ektremitas atas dan bawah, kekuatan otot dari 2- 4.
5. Sistem endokrin
Terdapat pembesaran kelenjar tiroid
6. Sistem gastrointestinal
Adanya mual atau muntah, kadang disertai konstipasi.
7. Sistem neurologi
Sakit kepala
8. Sistem urologi
Penurunan haluaran urine
9. Sistem reproduksi
Tidak ada masalah pada reproduksi. Tidak ada gangguan pada rahim/serviks.
10. Sistem indera
a) Penglihatan : penglihatan buram, diplopia, dengan atau tanpa kebutaan tiba-tiba.
b) Pendengaran : telinga berdengung
c) Penciuman : tidak ada masalah dalam penciuman
d) Pengecap : tidak ada masalah dalam pengecap
e) Peraba : tidak ada masalah dalam peraba, sensasi terhadap panas/dingin
tajam/tumpul baik.
11. Sistem abdomen
Biasanya kondisi disertai atau tanpa demam.
12. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat menjalar ke leher,
bahu dan abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk
Tanda : Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis
13. Keamanan
Gejala : riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat radiasi/kemoterapi
14. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor resiko keluarga dengan tuberculosis

I. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan menurunnya curah


jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi
sekunder terhadap hipoventilasi
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan volume penurunan
ekspansi paru
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan
nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas
5. Risiko infeksi saluran pernafasan atas b.d pemasangan selang ETT
6. Resiko cedera b.d penggunaan ventilasi mekanik, selang ETT, ansietas stress
J. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan jantung akut
selama…x24 jam diharapkan 1. Monitor nyeri dada (lokasi, intensitas, durasi
perifer berhubungan dengan
ketidakefektifan perfusi jaringan berkurang dan faktor presipitasi).
menurunnya curah jantung, atau tidak meluas selama dilakukan 2. Berikan O2 sesuai indikasi dan monitor
tindakan perawatan. efektifitas pemberian terapi oksigen
hipoksemia jaringan, asidosis dan
Kriteria Hasil : 3. Atur posisi tidur semi fowler/fowler
kemungkinan thrombus atau emboli. 1. Tekanan systole dan diastole dalam 4. Monitor frekuensi nadi , irama jantung
rentang yang diharapkan peningkatan kegelisahan, ansietas, dan
2. Akral hangat pernafasan terengah-engah
3. RR 16-20x/menit 5. Monitor parameter hemodinamik dan EKG :
4. SpO2 > 98% terutama perubahan segmen ST
5. Tidak ada sianosis perifer 6. Auskultasi bunyi jantung dan paru
6. Nadi perifer kuat dan simetris 7. Monitor hasil pemeriksaan koagulasi :
7. Gas darah, elektrolit dan faktor protrombine time, partial tromboplastine time
pembekuan dalam rentang normal dan hitung trombosit dan nilai elektrolit
yang diharapkan 8. Anjurkan dan jelaskan alasan untuk makan
8. Tidak ada bunyi jantung yang dalam porsi sedikit tetapi sering
abnormal 9. Jelaskan pembatasan asupan kafein, natrium,
9. Tidak ada nyeri dada kolesterol dan kebiasaan merokok
10. Hindari kegiatan Valsava Manuever :
mengejan,
Batuk, bersin, tidak menahan b.a.k, b.a.b.dan
mencegah peningkatan suhu tubuh.
11. Ciptakan lingkungan yang kondusif untuk
istirahat dan pemulihan : batasi pengunjung,
kendalikan stimulus dari lingkungan : suara
bising , gaduh .
12. Berikan jaminan bahwa panggilan bel, lampu
dan pintu yang terbuka akan segera direspon.
13. Hindari pengukuran suhu tubuh rektal
14. Kolaborasi pemberikan terapi : analgesik,
antikoagulan, nitrogliserin, vasodilator,
diuretik, inotropik positif dan program diet.

2. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Airway management


selama …x24 jam diharapkan Gangguan
berhubungan dengan abnormalitas 1. Kaji bunyi paru, frekuensi, kedalaman, usaha
pertukaran gas efektif
nafas, dan produksi sputum.
ventilasi-perfusi sekunder terhadap Kriteria Hasil :
2. Identifikasi kebutuhan insersi jalan nafas, dan
1. Menunjukkan peningkatan ventilasi
hipoventilasi siapkan klien untuk tindakan ventilasi mekanik
dan oksigenasi yang adekuat
sesuai indikasi
2. Menunjukkan pertukaran gas efektif
3. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
- pH : 7.35 – 7.45
ventilasi
- PaCO2 : 35 – 45 %
4. Monitor vital sign tiap ...jam, adanya sianosis,
- PaO2 : 85 – 100 %
dan efektifitas pemberian oksigen yang
- BE : + 2 s/d – 2 meq/L
dilembabkan.
- SaO2 : 96-97 %
5. Jelaskan penggunaan alat bantu yang dipakai
3. Mendemonstrasikan batuk efektif
klien : oksigen, mesin penghisap, dan alat bantu
4. Menunjukkan ventilasi adekuat,
nafas
ekspansi dinding dada simetris, suara
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
nafas bersih, tidak ada : penggunaan
7. Lakukan tindakan untuk mengurangi konsumsi
otot-otot nafas tambahan, retraksi
oksigen : kendalikan demam, nyeri, ansietas,
dinding dada, nafas cuping hidung,
dan tingkatkan periode istirahat yang adekuat
dyspnea, taktil fremitus
8. Pasang mayo bila perlu
5. Suara nafas yang bersih
9. Kolaborasi dgn Tim medis : pemberian O2,
6. Tidak ada dyspnea dan sianosis,
obat bronkhodilator, terapi nebulizer / inhaler,
mampu bernafas dengan mudah
insersi jalan nafas
7. Mampu bernafas dengan mudah
8. TTV dalam batas normal
Manajemen Elektrolit & Asam-basa
9. Menunjukkan orientasi kognitif baik,
1. Pertahankan kepatenan IV line, dan balance
dan status mental adekuat
cairan
10. Menunjukkan keseimbangan elektrolit
2. Monitor tanda-tanda gagal nafas : hasil AGD
dan asam basa
abnormal, kelelahan
Na : 135 – 145 meq/L 3. Berikan terapi oksigen sesuai indikasi
Cl : 100-106 meq /L 4. Monitor status neurologi dan atau
K : 3,5 – 5.5 meq/L neuromuscular tingkat kesadaran dan adanya
Mg :1,5 – 2,5 meq / L kebingungan, parestesia, kejang
Ca : 8,5- 10,5 meq /L 5. Kolaborasi dengan Tim medis untuk
BUN : 10-20 mg/dl pemeriksaan AGD, pencegahan dan
penanganan asidosis dan alkalosis: Respiratorik
& Metabolik
Hemodynamic regulation
1. Monitor status hemodinamik: saturasi oksigen,
nadi perifer, capillary refill, suhu dan warna
ekstremitas, edema, distensi JVP
2. Kolaborasi dgn Tim Medis untuk obat
vasodilator dan atau vasokonstriktor

3. Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Airway Managementi (3140)
selama …x24 jam diharapkan pola nafas 1. Kaji TTV, dan adanya sianosis
berhubungan dengan penurunan
efektif 2. Pertahankan pemberian O2 sesuai
volume penurunan ekspansi paru Kriteria Hasil : kebutuhan
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan 3. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
suara nafas yang bersih atau jaw thrust bila perlu
2. Tidak ada sianosis dan dyspnea 4. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
3. Mampu bernafas dengan mudah ventilasi
4. Menunjukkan jalan nafas yang paten 5. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
(klien tidak merasa tercekik, irama jalan nafas buatan
nafas, frekuensi pernafasan dalam 6. Pasang mayo bila perlu
rentang normal, tidak ada suara nafas 7. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
abnormal) 8. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
5. Tanda Tanda vital dalam rentang 9. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
normal (tekanan darah, nadi, tambahan
pernafasan) 10. Lakukan suction pada mayo
- Suhu: 36,3-37,4 C 11. Berikan bronkodilator bila perlu
- Nadi: Laki2dewasa:60-70x/ menit, 12. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Premp.dewasa:70-85x /mnt Lembab
- TD : 13. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
Umur 30-40 th: 125/85 mmHg keseimbangan.
Umur 40-60 th: 140/90 mmHg 14. Monitor respirasi dan status O2
Umur > 60 th: 150/90 mmHg
Respirasi : 10-18x/menit Oxygen therapy
6. Tidak ada retraksi dada, pernafasan 1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
cuping hidung dan pursed lips 2. Pertahankan jalan nafas yang paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi

Vital sign Monitoring(6680)


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
atau berdiri
4. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
5. Monitor sianosis perifer
6. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik
7. Identifikasi penyebab dari perubahan vital
sign
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Airway suction
selama …x24 jam diharapkan jalan nafas 1. Monitor status oksigen pasien
berhubungan dengan hilangnya
efektif. 2. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
fungsi jalan nafas, peningkatan sekret Kriteria Hasil 3. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
pulmonal, peningkatan resistensi 1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suctioning.
suara nafas yang bersih 4. Informasikan pada klien dan keluarga tentang
jalan nafas
2. Tidak ada sianosis dan dyspnea suctioning
3. Mampu mengeluarkan sputum 5. Minta klien nafas dalam sebelum suction
4. Mampu bernafas dengan mudah, dilakukan.
Menunjukkan jalan nafas yang paten6. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
5. Irama nafas regular memfasilitasi suksion nasotrakeal
6. Frekuensi pernafasan 16-20x/menit,7. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
SPO2 > 98% tindakan
7. Tidak ada suara nafas abnormal) 8. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
Mampu mengidentifikasikan dan setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
9. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
mencegah factor yang dapat menghambat
suksion
jalan nafas 10. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila
pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan
saturasi O2, dll.
Airway Management
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
jaw thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2

5. Risiko infeksi saluran pernafasan atas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Infection Control (Kontrol infeksi)
selama …x24 jam diharapkan tidak terjadi 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
b.d pemasangan selang ETT
infeksi. lain
Kriteria hasil : 2. Pertahankan teknik isolasi
1. Klien bebas dari tanda dan gejala 3. Batasi pengunjung bila perlu
infeksi 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
2. Menunjukkan kemampuan untuk tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
mencegah timbulnya infeksi meninggalkan pasien
3. Jumlah leukosit dalam batas normal 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
tindakan kperawtan
7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line central dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
infeksi kandung kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)


1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap penyakit menular
6. Partahankan teknik aspesis pada pasien yang
beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kuliat pada area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif

5. Resiko cedera b.d penggunaan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Environment Management (Manajemen
selama …x24 jam diharapkan keperawatan lingkungan)
ventilasi mekanik, selang ETT,
cidera tidak terjadi pada klien. 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
ansietas stress Kriteria hasil : 2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai
1. Klien terbebas dari cedera dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien
2. Klien mampu menjelaskan cara untuk dan riwayat penyakit terdahulu pasien
mencegah cedera 3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
3. Klien mampu menjelaskan factor (misalnya memindahkan perabotan)
resiko dari lingkungan/perilaku 4. Memasang side rail tempat tidur
personal 5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan
4. Mampu memodifikasi gaya hidup bersih
untukmencegah injury 6. Menempatkan saklar lampu ditempat yang
5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang mudah dijangkau pasien.
ada 7. Membatasi pengunjung
Mampu mengenali perubahan status 8. Memberikan penerangan yang cukup
9. Menganjurkan keluarga untuk menemani
kesehatan
pasien.
10. Mengontrol lingkungan dari kebisingan
11. Memindahkan barang-barang yang dapat
membahayakan
12. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga
atau pengunjung adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8
vol.1.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001
(Buku asli diterbitkan tahun 1996)

Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for
planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M, Jakarta: EGC; 1999
(Buku asli diterbitkan tahun 1993

Hudak, Carolyn M, Gallo, Barbara M., Critical Care Nursing: A Holistik Approach
(Keperawatan kritis: pendekatan holistik). Alih bahasa: Allenidekania, Betty Susanto,
Teresa, Yasmin Asih. Edisi VI, Vol: 2. Jakarta: EGC;1997

Mansjoer, Arif. 2004. Kapita Selekta Kedokteraan . Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Mediaesculapius.

Muttaqin, Arif.2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Penafasan.


Jakarta : Salemba Medika.

Price, Sylvia. A. 2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. Jakarta : EGC

Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th
Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun
1992)

Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical – surgical nursing. Alih bahasa : Setyono, J.
Jakarta: Salemba Medika; 2001(Buku asli diterbitkan tahun 1999)

Sarwono.1996. Buku Ajar Penyakit Dalam.Jilid pertama, EdisiKetiga. Jakarta: FKUI

Sjamsuhidajat, R., Wim de Jong, Buku-ajar Ilmu Bedah. Ed: revisi. Jakarta: EGC, 1998

Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2001

Wong, Donna. L. 2004. Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai