A. Pengertian
Kegagalan pernafasan adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga
terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon dioksida arteri), dan
asidosis (shvoong, 2011).
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan
pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan
gangguan pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001)
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida
dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan
karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang
dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari
45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2002).
B. Klasifikasi
1. Klasifikasi gagal napas berdasarkan hasil analisa gas darah :
a. Gagal napas hiperkapneu
Hasil analisa gas darah pada gagal napas hiperkapneu menunjukkkan kadar
PCO2 arteri (PaCO2) yang tinggi, yaitu PaCO2>50mmHg. Hal ini disebabkan
karena kadar CO2 meningkat dalam ruang alveolus, O2 yang tersisih di alveolar
dan PaO2 arterial menurun. Oleh karena itu biasanya diperoleh hiperkapneu dan
hipoksemia secara bersama-sama, kecuali udara inspirasi diberi tambahan
oksigen. Sedangkan nilai pH tergantung pada level dari bikarbonat dan juga
lamanya kondisi hiperkapneu.
b. Gagal napas hipoksemia
Pada gagal napas hipoksemia, nilai PO2 arterial yang rendah tetapi nilai PaCO2
normal atau rendah. Kadar PaCO2 tersebut yang membedakannya dengan gagal
napas hiperkapneu, yang masalah utamanya pada hipoventilasi alveolar. Gagal
napas hipoksemia lebih sering dijumpai daripada gagal napas hiperkapneu.
2. Klasifikasi gagal napas berdasarkan lama terjadinya :
a. Gagal napas akut
Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang ditandai
dengan perubahan hasil analisa gas darah yang mengancam jiwa. Terjadi
peningkatan kadar PaCO2. Gagal napas akut timbul pada pasien yang keadaan
parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit
timbul.
b. Gagal napas kronik
Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi pada pasien
dengan penyakit paru kronik, seperti bronkhitis kronik dan emfisema. Pasien
akan mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapneu yang memburuk
secara bertahap.
3. Klasifikasi gagal napas berdasarkan penyebab organ :
a. Kardiak
Gagal napas dapat terjadi karena penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2
akibat menjauhnya jarak difusi akibat oedema paru. Oedema paru ini terjadi
akibat kegagalan jantung untuk melakukan fungsinya sehingga terjadi
peningkatan perpindahan aliran dari vaskuler ke interstisial dan alveoli paru.
Terdapat beberapa penyakit kardiovaskuler yang mendorong terjadinya
disfungsi miokard dan peningkatan left ventricel end diastolic volume (LVEDV)
dan left ventricel end diastolic pressure (LVEDP) yang menyebabkan
mekanisme backward-forward failure. Penyakit yang menyebabkan disfungsi
miokard :
1) Infark miokard
2) Kardiomiopati
3) Miokarditis
4) Penyakit yang menyebabkan peningkatan LVEDV dan LVEDP :
5) Meningkatkan beban tekanan : aorta stenosis, hipertensi, dan coartasio aorta
6) Meningkatkan beban volume : mitral insufisiensi, aorta insufisiensi
7) Hambatan pengisian ventrikel : mitral stenosis dan trikuspid insufisiensi.
b. Non cardiac
Terjadi gangguan di bagian saluran pernapasan atas dan bawah maupun di pusat
pernapasan, serta proses difusi. Hal ini dapat disebabkan oleh obstruksi,
emfisema, atelektasis, pneumothorak, dan ARDS.
C. Etiologi
Penyebab gagal napas biasanya tidak berdiri sendiri melainkan merupakan kombinasi
dari beberapa keadaan, dimana penyebeb utamanya adalah :
1. Gangguan ventilasi
Gangguan ventilasi disebabkan oleh kelainan intrapulmonal maupun
ekstrapulmonal. Kelainan intrapulmonal meliputi kelainan pada saluran napas
bawah, sirkulasi pulmonal, jaringan, dan daerah kapiler alveolar. Kelainan
ekstrapulmonal disebabkan oleh obstruksi akut maupun obstruksi kronik. Obstruksi
akut disebabkan oleh fleksi leher pada pasien tidak sadar, spasme larink, atau
oedema larink, epiglotis akut, dan tumor pada trakhea. Obstruksi kronik, misalnya
pada emfisema, bronkhitis kronik, asma, COPD, cystic fibrosis, bronkhiektasis
terutama yang disertai dengan sepsis.
2. Gangguan neuromuscular
Terjadi pada polio, guillaine bare syndrome, miastenia gravis, cedera spinal,
fraktur servikal, keracunan obat seperti narkotik atau sedatif, dan gangguan
metabolik seperti alkalosis metabolik kronik yang ditandai dengan depresi saraf
pernapasan. Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam
pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke
saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti
gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular
yang terjadi pada pernapasan akan sangat mempengaruhi ventilasi.
3. Gangguan/depresi pusat pernapasan
Terjadi pada penggunaan narkotik atau barbiturat, obat anastesi, trauma, infark
otak, hipoksia berat pada susunan saraf pusat.
4. Gangguan pada sistem saraf perifer, otot respiratori, dan dinding dada
Kelainan ini menyebabkan ketidakmampuan untuk mempertahankan minute
volume (mempengaruhi jumlah karbondioksida), yang sering terjadi pada guillain
bare syndrome, distropi muskular, miastenia gravis, kiposkoliosis, dan obesitas.
5. Gangguan difusi alveoli kapiler
Gangguan difusi alveoli kapiler sering menyebabkan gagal napas hipoksemia,
seperti pada oedema paru (kardiak atau nonkardiak), ARDS, fibrosis paru,
emfisema, emboli lemak, pneumonia, tumor paru, aspirasi, perdarahan masif
pulmonal.
6. Gangguan kesetimbangan ventilasi perfusi (V/Q Missmatch)
Peningkatan deadspace, seperti pada tromboemboli, emfisema, dan
bronkhiektasis.
KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI
Pemasangan Ventilasi mekanik JARINGAN PERIFER
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemerikasan gas-gas darah arteri
Hipoksemia
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg
Hiperkapnia
Ringan : PaCO2 45 – 60 mmHg
Sedang : PaCO2 60 – 70 mmHg
Berat : PaCO2 70 – 80 mmHg
H. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1. Airway
a) Peningkatan sekresi pernapasan
b) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
2. Breathing
a) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
b) Menggunakan otot aksesori pernapasan
c) Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
3. Circulation
a) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b) Sakit kepala
c) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
d) Papiledema
e) Penurunan haluaran urine
4. Disability
Perhatikan bagaimana tingkat kesadaran klien, dengan penilain GCS, dengan
memperhatikan refleks pupil, diameter pupil.
5. Eksposure
Penampilan umum klien seperti apa, apakah adanya udem, pucat, tampak lemah,
adanya perlukaan atau adanya kelainan yang didapat secara objektif.
b. Pengkajian sekunder
1. Sistem kardiovaskuler
Tanda : Takikardia, irama ireguler, terdapat bunyi jantung S3,S4/ Irama gallop dan
murmur, Hamman’s sign (bunyi udara beriringan dengan denyut jantung
menandakan udara di mediastinum), hipertensi atau hipotensi
2. Sistem pernafasan
Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru , keganasan,
batuk
Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori, penurunan
bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di atas area berisi
udara (pneumotorak), dullnes di area berisi cairan (hemotorak); perkusi : pergerakan
dada tidak seimbang, reduksi ekskursi thorak.
3. Sistem integumen
Sianosis, pucat, krepitasi sub kutan, gangguan mental, cemas, gelisah, bingung,
stupor
4. Sistem musculoskeletal
Edema pada ektremitas atas dan bawah, kekuatan otot dari 2- 4.
5. Sistem endokrin
Terdapat pembesaran kelenjar tiroid
6. Sistem gastrointestinal
Adanya mual atau muntah, kadang disertai konstipasi.
7. Sistem neurologi
Sakit kepala
8. Sistem urologi
Penurunan haluaran urine
9. Sistem reproduksi
Tidak ada masalah pada reproduksi. Tidak ada gangguan pada rahim/serviks.
10. Sistem indera
a) Penglihatan : penglihatan buram, diplopia, dengan atau tanpa kebutaan tiba-tiba.
b) Pendengaran : telinga berdengung
c) Penciuman : tidak ada masalah dalam penciuman
d) Pengecap : tidak ada masalah dalam pengecap
e) Peraba : tidak ada masalah dalam peraba, sensasi terhadap panas/dingin
tajam/tumpul baik.
11. Sistem abdomen
Biasanya kondisi disertai atau tanpa demam.
12. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat menjalar ke leher,
bahu dan abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk
Tanda : Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis
13. Keamanan
Gejala : riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat radiasi/kemoterapi
14. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor resiko keluarga dengan tuberculosis
I. Diagnosa Keperawatan
3. Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Airway Managementi (3140)
selama …x24 jam diharapkan pola nafas 1. Kaji TTV, dan adanya sianosis
berhubungan dengan penurunan
efektif 2. Pertahankan pemberian O2 sesuai
volume penurunan ekspansi paru Kriteria Hasil : kebutuhan
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan 3. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
suara nafas yang bersih atau jaw thrust bila perlu
2. Tidak ada sianosis dan dyspnea 4. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
3. Mampu bernafas dengan mudah ventilasi
4. Menunjukkan jalan nafas yang paten 5. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
(klien tidak merasa tercekik, irama jalan nafas buatan
nafas, frekuensi pernafasan dalam 6. Pasang mayo bila perlu
rentang normal, tidak ada suara nafas 7. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
abnormal) 8. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
5. Tanda Tanda vital dalam rentang 9. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
normal (tekanan darah, nadi, tambahan
pernafasan) 10. Lakukan suction pada mayo
- Suhu: 36,3-37,4 C 11. Berikan bronkodilator bila perlu
- Nadi: Laki2dewasa:60-70x/ menit, 12. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Premp.dewasa:70-85x /mnt Lembab
- TD : 13. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
Umur 30-40 th: 125/85 mmHg keseimbangan.
Umur 40-60 th: 140/90 mmHg 14. Monitor respirasi dan status O2
Umur > 60 th: 150/90 mmHg
Respirasi : 10-18x/menit Oxygen therapy
6. Tidak ada retraksi dada, pernafasan 1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
cuping hidung dan pursed lips 2. Pertahankan jalan nafas yang paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi
5. Risiko infeksi saluran pernafasan atas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Infection Control (Kontrol infeksi)
selama …x24 jam diharapkan tidak terjadi 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
b.d pemasangan selang ETT
infeksi. lain
Kriteria hasil : 2. Pertahankan teknik isolasi
1. Klien bebas dari tanda dan gejala 3. Batasi pengunjung bila perlu
infeksi 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
2. Menunjukkan kemampuan untuk tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
mencegah timbulnya infeksi meninggalkan pasien
3. Jumlah leukosit dalam batas normal 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
tindakan kperawtan
7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line central dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
infeksi kandung kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
5. Resiko cedera b.d penggunaan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Environment Management (Manajemen
selama …x24 jam diharapkan keperawatan lingkungan)
ventilasi mekanik, selang ETT,
cidera tidak terjadi pada klien. 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
ansietas stress Kriteria hasil : 2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai
1. Klien terbebas dari cedera dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien
2. Klien mampu menjelaskan cara untuk dan riwayat penyakit terdahulu pasien
mencegah cedera 3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
3. Klien mampu menjelaskan factor (misalnya memindahkan perabotan)
resiko dari lingkungan/perilaku 4. Memasang side rail tempat tidur
personal 5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan
4. Mampu memodifikasi gaya hidup bersih
untukmencegah injury 6. Menempatkan saklar lampu ditempat yang
5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang mudah dijangkau pasien.
ada 7. Membatasi pengunjung
Mampu mengenali perubahan status 8. Memberikan penerangan yang cukup
9. Menganjurkan keluarga untuk menemani
kesehatan
pasien.
10. Mengontrol lingkungan dari kebisingan
11. Memindahkan barang-barang yang dapat
membahayakan
12. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga
atau pengunjung adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8
vol.1.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001
(Buku asli diterbitkan tahun 1996)
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for
planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M, Jakarta: EGC; 1999
(Buku asli diterbitkan tahun 1993
Hudak, Carolyn M, Gallo, Barbara M., Critical Care Nursing: A Holistik Approach
(Keperawatan kritis: pendekatan holistik). Alih bahasa: Allenidekania, Betty Susanto,
Teresa, Yasmin Asih. Edisi VI, Vol: 2. Jakarta: EGC;1997
Mansjoer, Arif. 2004. Kapita Selekta Kedokteraan . Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Mediaesculapius.
Price, Sylvia. A. 2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th
Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun
1992)
Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical – surgical nursing. Alih bahasa : Setyono, J.
Jakarta: Salemba Medika; 2001(Buku asli diterbitkan tahun 1999)
Sjamsuhidajat, R., Wim de Jong, Buku-ajar Ilmu Bedah. Ed: revisi. Jakarta: EGC, 1998
Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2001