Anda di halaman 1dari 13

KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN Nn. G


DENGAN DIAGNOSA ASMA BRONKHIAL
DI RUMAH SAKIT UMUM ARIFIN AHMAD

A.    Uraian Kasus

Nn. G 23 tahun suku minang datang dengan keluhan napasnya sesak sewaktu bangun pagi
dan semakin meningkat ketika beraktivitas, klien juga batuk berdahak. Dari hasil pengkajian
klien mengeluh sesak, batuk berdahak dengan dahak berwarna putih, dan klien merasa
sesaknya berkurang setelah dilakukan pengasapan (nebulizer). Klien juga mengatakan
mempunyai riwayat asma sejak kelas 6 SD dan klien mengatakan bahwa ada salah satu
anggota keluarganya yang memiliki riwayat asma, yaitu ibunya. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan hasil: rongga dada simetris, retraksi dinding dada (+), taktil fremitus simetris
antara kiri dan kanan, suara napas klien terdengar wheezing, resonan pada perkusi dinding
dada, dan sputum berwarna putih kental. Dari hasil observasi didapatkan hasil: tingkat
kesadaran: kompos mentis, dan hasil TTV: TD = 130/70 mmHg, RR = 36x/menit, HR =
76x/menit, suhu = 37o C. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil: Hb = 15,5 gr
%, leukosit = 17.000/mm3, trombosit 260.000/mm3, Ht = 47vol%. Klien saat ini mendapatkan
terapi: IVFD RL 20 tts/i, Pulmicort, Ventolin, Bisolvon dan O 2 dengan nasal kanul 2 L.  Pada
pemeriksaan penunjang X-ray dada/thorax, didapatkan hasil paru dalam batas normal.

B.     Pengkajian
1.      Anamnesa
         Identitas Klien
Nama         : Nn. G
Umur         : 23 tahun
         Alasan Masuk (Keluhan Utama)
Klien masuk rumah sakit dengan keluhan napasnya sesak sewaktu bangun pagi
dan semakin meningkat ketika beraktivitas, serta batuk berdahak.
         Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan mempunyai riwayat asma sejak kelas 6 SD
         Riwayat penyakit Sekarang
Klien mengeluh sesak, batuk berdahak dengan dahak berwarna putih.
         Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan bahwa ada salah satu anggota keluarganya yang memiliki
riwayat asma, yaitu ibunya.
2.      Pemeriksaan Fisik
a)      Tingkat Kesadaran: Compos mentis
b)      TTV:
(1)   BP : 130/70  mmHg
(2)   RR: 36 x/menit
(3)   HR: 76 x/menit
(4)   T   : 37oC
c)      Hasil pengkajian:
      Inspeksi
Rongga dada simetris, retraksi dinding dada (+), dan sputum berwarna putih
kental.
      Palpasi
Taktil fremitus simetris antara kiri dan kanan.
      Perkusi
Resonan dikedua lapang paru.
      Auskultasi
Suara napas klien terdengar wheezing.
3.      Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium
         Pada pemeriksaan penunjang
X-ray dada/thorax, didapatkan hasil paru dalam batas normal.
         Pemeriksaan laboratorium
-    Hb = 15,5 gr%
-    Leukosit = 17.000/mm3
-    Trombosit 260.000/mm3
-    Ht = 47vol%.
4.      Terapi Pengobatan Saat Ini
IVFD RL 20 tts/i, Pulmicort, Ventolin, Bisolvon dan O2 dengan nasal kanul 2 L.

C.    Analisa Data
Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan
1 DS: Pencetus serangan Tidak
1.      Klien (alergen) efektifnya
mengatakan ↓ bersihan jalan
batuk Reaksi antigen & antibodi nafas
berdahak dengan ↓
dahak berwarna Dikeluarkannya substansi
putih. vasoaktif (histamin,
2.      Klien merasa bradikinin, & anafilaksin)
sesak. ↓
↑ permeabilitas kapiler

Kontraksi otot polos
DO:
1.      Tanda-tanda Edema mukosa
vital:
Hipersekresi
BP=130/70
mmHg ↓
RR=36 x/menit Obstruksi jalan nafas
HR=76x/menit ↓
T=37oC Tidak efektifnya bersihan
2.      Klien tampak jalan nafas
sesak nafas
disertai batuk
berdahak,
berwarna putih
agak kental.
3.      Suara napas
klien terdengar
wheezing.
4.      Terapi yang
diberikan:
oksigen 2L,
IVFD RL 20 tts/i,
Pulmicort,
Ventolin,
Bisolvon.

2 DS: Pencetus serangan Pola nafas tidak


1.      Klien merasa (alergen)
efektif
sesak ↓
DO: Reaksi antigen & antibodi
1.      Tanda-tanda ↓
vital: Dikeluarkannya substansi
vasoaktif (histamin,
BP=130/70 bradikinin, & anafilaksin)
mmHg ↓
RR=36 x/menit
HR=76x/menit Kontraksi otot polos
T=37oC ↓
2.      Klien tampak Bronkospasme
sesak nafas ↓
disertai batuk Suplai O2 menurun
berdahak, ↓
berwarna putih Merangsang kemoreseptor
agak kental. sentral (spons dan medulla
oblongata)
3.      Suara napas ↓
klien terdengar Hiperventilasi
wheezing. ↓
Sesak
4.      Terapi yang

diberikan:
Pola nafas tidak efektif
oksigen 2L,
IVFD RL 20 tts/i,
Pulmicort,
Ventolin,
Bisolvon.

D.    Web of Caution (WOC)

E.     Asuhan Keperawatan
Diagnosa Tujuan/Kriteria
No Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1. Tidak efektifnya Pencapaian Mandiri
bersihan jalan bersihan jalan 1.      Auskultasi 1.      Beberapa
nafas napas dengan bunyi nafas, derajat spasme
berhubungan kriteria hasil catat adanya
bronkus terjadi
dengan sebagai berikut: bunyi nafas,
gangguan suplai1.     Mempertahankan ex: mengi dengan
oksigen jalan napas paten obstruksi jalan
(bronkospasme) dengan bunyi nafas dan
, penumpukan napas bersih atau dapat/tidak
sekret, sekret jelas. dimanifestasika
kental. 2.      Menunjukan n adanya nafas
perilaku untuk
advertisius.
memperbaiki 2.      Kaji/pantau
bersihan jalan frekuensi
nafas misalnya pernafasan, 2.      Tachipnea
batuk efektif dan catat rasio biasanya ada
mengeluarkan inspirasi/ekspi pada beberapa
sekret. rasi. derajat dan
dapat ditemukan
pada
penerimaan atau
selama
stress/adanya
proses infeksi
3.      Catat adanya akut.
derajat
dispnea, 3.      Disfungsi
ansietas, pernafasan
distress
adalah variable
pernafasan,
penggunaan yang tergantung
obat bantu. pada tahap
proses akut
yang
menimbulkan
perawatan di
4.      Tempatkan
rumah sakit.
posisi yang
nyaman pada
pasien, 4.      Peninggian
contoh: kepala tempat
meninggikan tidur
kepala tempat memudahkan
tidur, duduk fungsi
pada sandara
pernafasan
tempat tidur.
dengan
5.      Pertahankan menggunakan
polusi gravitasi.
lingkungan
minimum,
contoh: debu,
asap dll.
5.      Pencetus tipe
6.      Tingkatkan alergi
masukan pernafasan
cairan sampai dapat mentriger
dengan 3000 episode akut.
ml/ hari sesuai
toleransi
jantung
memberikan 6.      Hidrasi
air hangat. membantu
menurunkan
kekentalan
sekret,
penggunaan
cairan hangat
dapat
menurunkan
kekentalan
Kolaborasi sekret,
7.      Berikan obat penggunaan
sesuai indikasi cairan hangat
bronkodilator. dapat
menurunkan
spasme
bronkus.

7.     Merelaksasikan
otot halus dan
menurunkan
spasme jalan
nafas, mengi,
dan produksi
mukosa.

2 Pola nafas tidak Perbaikan pola Mandiri


nafas dengan 1.      Tinggikan 1.      Duduk tinggi
efektif
kriteria hasil kepala dan memungkinkan
berhubungan sebagai berikut: bantu
ekspansi paru
1.     Mempertahankan mengubah
dengan suplai dan
ventilasi adekuat posisi.
oksigen dengan Berikan posisi memudahkan
menunjukan semi fowler. pernapasan.
berkurang
RR=16-20
(bronkospasme) x/menit dan 2.      Ajarkan
2.      Membantu
irama napas pasien
pernapasan pasien
teratur.
dalam. memperpanjang
2.      Tidak
mengalami waktu ekspirasi
sianosis atau sehingga pasien
tanda hipoksia akan bernapas
lain. lebih efektif dan
3.      Pasien dapat efisien.
melakukan Kolaborasi
pernafasan 3.      Berikan
oksigen 3.     Memaksimalkan
dalam.
tambahan. bernapas dan
menurunkan
kerja napas
F.     Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi
1.      Penatalaksanan Farmakologi
Belum terlalu lama, yakni baru sejak pertengahan tahun 1990-an mulai
mengental keyakinan di kalangan kedokteran bahwa asma yang tidak terkendali
dalam jangka panjang bisa menyebabkan kerusakan pada saluran pernapasan dan
paru-paru. Cara menangani asma yang reaktif, yakni hanya pada saat datangnya
serangan sudah ketinggalan zaman. Hasil penelitian medis menunjukkan bahwa para
penderita asma yang terutama menggantungkan diri pada obat-obatan pelega
(reliever/bronkodilator) secara umum memiliki kondisi yang buruk dibandingkan
penderita asma umumnya. Selanjutnya prosentase keharusan kunjungan ke unit
gawat daruat (UGD), keharusan mengalami rawat inap, dan risiko kematiannya
karena asma juga lebih tinggi.
Hal ini membuktikan  bahwa pasa asma ekstrinsik, penyebab asma yang mereka
derita adalah karena peradangan (inflamasi), dan bukan karena bronkokonstriksi.
Dengan demikian, dokter masa kini menggunakan obat peradangan sebagai senjata
utama, sedang obat-obatan pelega sebagai pendukung. Keyakinan ini sangat
disokong oleh penemuan obat-obatan pencegah peradangan saluran pernapasan,
yang aman untuk digunakan dalam jangka panjang.
Menurut AAAI (Amerika Academy of Allergy, Asthma & Immunology)
penggolongan obat asma (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut:
a)      Obat-obat anti peradangan (preventer)
(1)   Usaha pengendalian asma dalam jangka panjang
(2)   Golongan obat ini mencegah dan mengurangi peradangan, pembengkakan
saluran napas, dan produksi lendir
(3)   Cara kerjanya adalah dengan mengurangi sensitivitas saluran pernapasan
terhadap pemicu asma yang berupa alergen.
(4)   Penggunaannya harus teratur dalam jangka panjang
(5)   Daya kerja lambat/gradual, biasanya mengambil waktu sekitar dua minggu
baru terlihat efektivitasnya ayang terukur.
Contoh obat anti peradangan adalah beclometasone [Becotide®], budesonide
[Pulmicort®], fluticasone [Flixotide®], mometasone [Asmanex®], dan montelukast
[Singulair®] secara bertahap mengurangi peradangan saluran napas dan (jika
digunakan secara teratur) akan mengontrol penyakit asma. Obat pencegah biasanya
tersedia dalam bentuk inhaler berwarna cokelat, putih, merah, atau oranye, meskipun
beberapa (misalnya montelukast) tersedia dalam tablet.

b)      Obat-obat pelega gejala berjangka panjang


Obat-obat pelega gejala berjangka panjang dalam nama generik yang ada di
pasaran adalah salmeterol hidroksi naftoat (salmeterol xinafoate) dan teofilin
(theophylline).
(1)   Salmeterol
Obat ini adalah bronkodilator yang bekerja perlahan dimana obat ini
bekerja dengan mengendurkan oto-otot yang mengelilingi saluran
pernapasan. Obat ini paling efektif bila dikombinasikan dengan suatu obat
kortikosteroid hirup, dan tidak dapat berfungsi sebagai pelega seketika
dalam hal terjadi serangan asma.
Obat ini umumnya bekerja setelah setengah jam dan daya kerjanya
bertahan hingga 12 jam. Obat ini disajikan dalam bentuk obat hirup dosis
terukut dan obat hirup bubuk kering. Obat ini tidak dapat digunakan untuk
anak-anak di bawah 12 tahun.
(2)   Teofilin
Obat ini termasuk satu golongan dengan kafein (zat aktif yang terdapat
dalam secangkir kopi) dan termasuk bronkodilator yang lama daya
kerjanya. Efek samping obat ini sama seperti kafein sehingga tidak
dianturkan untuk pasien hiperaktif.
(3)   Albuterol Sulfat atau Salbutamol.
Bronkolidarot yang paling populer dan disajikan dalam bentuk obat
hirup dosis terukur, obat hirup bubuk kering, larutan untuk alat nebulizer,
sirup, tablet biasa, tablet lepas-tunda (extended-reliase). Bentuk hirup
bekerja lebih karena langsung menuju saluran pernapasan yang bermasalah,
ketimbang harus lewat lambung dulu. Efek samping obat ini dapat
menyebabkan stimulasi, jantung berdebar, dan pusing.
Merek yang paling populer adalah Ventolin dan Proventil yang
disajikan sebagai obat hirup dosis terukur. Proventil HFA sebagai obat
hirup bubuk kering. Ventolin terdaftar di Indonesia dalam bentuk sediaan
tablet, sirup, nebulizer, danspray. Merek lain adalah Ascolen.
c)      Obat-obat pelega gejala asma (reliever/bronkodilator)
Misalnya salbutamol [Ventolin®], terbutaline [Bricanyl®], formoterol
[Foradil®, Oxis®], dan salmeterol [Serevent®] secara cepat mengembalikan
saluran napas yang menyempit yang terjadi selama serangan asma ke kondisi
semula. Obat pereda/pelega biasanya tersedia dalam bentuk inhaler berwarna
biru atau abu-abu.
d)     Obat-obatan kortikosteroid oral
Kortikosteroid oral adalah obat yang ampuh untuk mengatasi
pembengkakan dan peradangan yang mencetuskan serangan asma. Obat ini
membutuhkan enam hingga delapan jam untuk bekerja, sehingga makin cepat
digunakan makin cepat pula daya kerja yang dirasakan.
Malam hari termasuk waktu dimana serangan asma paling sering terjadi,
karena fungsi paru-paru berada pada titik yang paling rendah di tengan malam.
Dari hasil penelitian terbukti bahwa dosis kortikosteroid oral yang diberikan di
siang hari bisa membantu mereka yang mengalami serangan asma untuk tidur
pada malam harinya.
Di sisi lain, efek samping penggunaan kortikosteroid oral juga cukup nyata,
seperti perubahan suasana hati (mood changes), meningkatnya selera makan,
perubahan berat badan, dan gejala demam yang ditekan. Akan tetapi, efek
samping dari penggunaan kortikosteroid ini tidak perlu dikhawatirkan jika
penggunaannya hanya dalam jangka pendek dan kadangkala saja.
(1)   Prednison (Prednisone)
Prednison adalah preparat kortikosteroid oral yang paling umum digunakan.
Obat ini disajikan dalam bentuk pil maupun sirup.
(2)   Prednisolon (Prednisolone)
Prednisolon adalah kortikosteroid oral yang sangat mirip prednisone,
dengan kelebihan rasanya yang lebih bisa diterima anak-anak. Dengan
merek Prelone disajikan sebagai sirup 15 mg per 5 ml. Prediaped disajikan
sebagai sirup 5 mg per 5 ml.
(3)   Metilprednisolon (Methylprednisolone)
Sangat mirip dengan prednisolon, tetapi harganya lebih mahal. Biasanya
digunakan di rumah sakit dengan cara intravenuous.
(4)   Deksametason (Dexamethasone)
Dengan merek Decadron, satu dosis tunggalnya berdaya kerja dua hingga
tiga kali lebih lama dibandingkan preparat kortikosteroid yang lain. Cocok
untuk pasien anak-anak yang sulit minum obat.

e)      Alat-alat hirup
Alat hirup dosis terukur atau Metered Dose Inhaler (MDI) disebut
juga inhaleratau  puffer adalah alat yang paling banyak digunakan untuk
menghantar obat-obatan ke saluran pernapasan atau paru-paru pemakainnya.
Alat ini menyandang sebutan dosis terukur (metered-dose) karena memang
menghantar suatu jumlah obat yang konsisten/terukur dengan setiap semprotan.
Sebagai hasil teknologi mutakhir, alat hirup dosis terukur kini bisa
digunakan oleh segala tingkatan usia, mulai dari balita hingga lansia. Alat hirup
dosis terukur memuat obat-obatan dan cairan tekan (pressurized liquid),
biasanya chlorofluorocerbous/CFC, yang mengembang menjadi gas ketika
melewati moncongnya. Cairan yang sebutan populernya
adalah propelan tersebut memecah obat-obatan yang dikandung menjadi
butiran-butiran atau kabut halus, dan mendorongnya keluar dari moncong
masuk ke saluran pernapasan atau paru-paru pemakainya.
f)       Peak Flow Meter
Alat ini memegang peranan yang sangat penting dalam usaha dan program
pengendalian asma, terutama untuk mendeteksi gejala akan datangnya serangan
asma. Berpegang pada prinsip bahwa untuk menatalaksana segala sesuatu
dengan baik harus ada tolok ukurnya, maka orangtua anak penderita asma,
maupun anak-anak dan orang dewasa penderita asma sendiri harus menguasai
cara mengukur fungsi paru-paru mereka. Tindakan selanjutnya kemudian adalah
mengambil langkah yang sesuai dengan hasil pengukuran tersebut.
Peak Flow Meter adalah alat sederhana yang bisa digunakan di rumah,
termasuk oleh anak-anak berumur lima tahun ke atas. Alat ini mengukur
kekuatan embusan napas pemakainya. Ada tiga hal yang mempengaruhi
kekuatan embusan napas seseorang, yaitu ukuran paru-parunya, besar usahanya
dalam mengembus; dan bukaan (lebar atau sempitnya) saluran pernapasannya.
Untuk menggunakannya, si pemakai menarik napas dan mengisi paru-parunya
sepenuh mungkin, kemudian meniup ke dalam Peak Flow Meter secepatnya
dengan sekuat-kuatnya. Seseorang yang saluran pernapasannya menyempit,
tidak akan bisa meniup sekuat bila saluran pernapasannya terbuka sempurna.
Pertanda pertama dari datangnya serangan asma bisanya terlihat dari
menurunnya ukuran catatan Peak Flow Meter seseorang. Ini bahkan sebelum
muncul gejala-gejala yang lain seperti batuk, lendir yang berlebihan, atau sesak
napas.
Untuk mengetahui kondisi bukaan saluran pernapasan seseorang, kita
membandingkan hasil pengukuran sesaat dengan patokan ukuran terbaik dari
orang tersebut. Untuk memperoleh patokan terbaik seseorang, lakukan
pengukuran denganPeak Flow Meter pada waktu orang tersebut berada dalam
kondisi asmanya terkendali dengan baik, dan catat hasilnya.
Kondisi asma seseorang dianggap terkendali baik jika hasil pengukuran
sesaat ada dalam rentang 80-100% dari kondisi terbaiknya (masuk zona hijau);
antara 60-80% dari kondisi terbaik ia memasuki zona kuning, yang berarti harus
waspada karena terlihat tanda-tanda akan datangnya serangan asma. Pengukuran
di bawah 60% kondisi terbaik memasuki zona merah, berarti bahaya, dan orang
yang bersangkutan harus segera ke dokter untuk menghindari keharusan dirawat
di UGD.
2.      Penatalaksanan Non Farmakologi
Penatalaksanaan secara non farmakologi dapat memanfaatkan tanaman-
tanaman herbal dalam penyembuhan berbagai penyakit pasien. Pengobatan yang
menggunakan tanaman herbal sebagai medianya biasa disebut sebagai pengobatan
secara tradisional atau pengobatan menggunakan ramuan herbal. Berikut ini
beberapa ramuan herbal yang dapat dimanfaatkan dalam penanganan asma, yaitu:

a)      Resep 1
15 g kulit jeruk mandarin kering
(1)     Cuci bersih semua bahan, iris-iris, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa
200 cc, lalu saring.
(2)     Minum selagi hangat.
(3)     Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).
b)      Resep 2
5  g adas
5 batang serai
20 jari kayu manis
20 g jahe merah
30 g pegagan segar (15 g keringi)
Gula aren secukupnya
(1)   Cuci bersih semua bahan, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, lalu
saring.
(2)   Minum selagi hangat.
(3)   Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).
c)      Resep 3
3 g bunga melati kering (10 g segar)
6  lembar daun jinten
(1)   Cuci bersih, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, lalu saring.
(2)   Minum selagi hangat.
(3)   Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).
d)     Resep 4
200 g lobak putih
3 siung bawang putih
30     kencur
(1)   Cuci bersih semua bahan, lalu jus atau blender dan saring.
(2)   Panaskan airnya dengan api kecil hingga mendidih. Minum hangat-hangat.
(3)   Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).
e)      Resep 5 (pemakaian luar)
Jahe secukupnya, iris dengan ketebalan 3-5 mm
(1)   Tempelkan jahe dengan menggunakan koyo hangat pada titik dazhui, yaitu
ruas tulang paling menonjol yang terletak antara ruas tulang belakang leher
ketujuh dan ruas tulang belakang dada yang pertama.
(2)   Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).
f)       Resep 6
6 buah biji cermai merah
8 butir buah lengkeng
4 potong akar kara
8 butir bawang merah
(1)   Ditumbuk semua bahan dan direbus dengan 2 gelas air hingga satu setengah
gelas.
(2)   Diminum satu hari 2 kali minum (Widjadja, 2009).
Selain mengunakan ramuan herbal kita juga bisa menggunakan terapi. Salah satu terapi
yang dapat dilakukan adalah terapi pijat (Hartanti, 2003).

Anda mungkin juga menyukai