Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN STROKE NON
HEMORAGIK (SNH)

OLEH :

NAMA : NI KADEK ITA RATNA DEWI

NIM : P07120214081

KELAS : II.3 D III KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2016
I. KONSEP DASAR STROKE NON HAEMORAGIK
A. Pengertian
 Menurut Smeltzer C. Suzanne (2002), Stroke atau
cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak.
 Menurut WHO, Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi
cerebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat,
berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa
ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler.
 Menurut Chang (2010), Serangan otak merupakan istilah kontemporer
untuk stroke atau cedera serebrovaskuler yang mengacu kepada gangguan
suplai darah otak secara mendadak sebagai akibat dari oklusi pembuluh
darah parsial atau total, atau akibat pecahnya pembuluh darah otak.
 Menurut Williams (2008), Stroke merupakan gangguan mendadak pada
sirkulasi serebral di satu pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak.
Stroke menginterupsi atau mengurangi suplai oksigen dan umumnya
menyebabkan kerusakan serius atau nekrosis di jaringan otak.
Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik
(primary hemorrhagic strokes) dan stroke non hemoragik (ischemic
strokes).
 Menurut Price (2006), stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan
sirkulasi cerebri yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada
pembuluh misalnya trombus, embolus atau penyakit vaskuler dasar seperti
artero sklerosis dan arteritis yang mengganggu aliran darah cerebral
sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke otal menurun yang menyebabkan
terjadinya infark.
 Menurut Padila (2012), Stroke Non Haemoragik adalah cedera otak yang
berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan
trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat
lain di tubuh.
 Menurut Arif Mansjoer (2000), Stroke non hemoragik adalah sindroma
klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi cepat berupa deficit
neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau
langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak non straumatik.
 Menurut Arif Muttaqin (2008), Stroke non hemoragik merupakan proses
terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak
terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
Jadi, dari beberapa pengertian stroke diatas, disimpulkan stroke non
hemoragik adalah adalah gangguan cerebrovaskular yang disebabakan oleh
sumbatnya pembuluh darah akibat penyakit tertentu seperti aterosklerosis,
arteritis, trombus dan embolus.

B. Tanda dan Gejala

Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Stroke menyebabkan berbagai


deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi
akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).

Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.


Manifestasi klinis (tanda dan gejala) dari stroke menurut Smeltzer &
Bare (2002) adalah sebagai berikut:
1. Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
control volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas
melintas, gangguan control motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan
dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan pada salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.
2. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan
komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa
dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
a. Disartria (kesulitan berbicara): ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
untuk menghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang
terutama ekspresif atau reseptif.
3. Gangguan persepsi
Gangguan persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan
sensasi. Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan
dalam hubungan visual spasial dan kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan
dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan pasien ini
menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.
5. Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol
motorik dan postural.

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang
terkena:
1. Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah
2. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi,
gangguan penglihatan
3. Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
 Mengalami hemiparese kanan  Hemiparese sebelah kiri tubuh
 Perilaku lambat dan hati-hati  Penilaian buruk
 Kelainan lapan pandang kanan  Mempunyai kerentanan terhadap
 Disfagia global sisi kontralateral sehingga
 Afasia memungkinkan terjatuh ke sisi
 Mudah frustasi yang berlawanan tersebut

C. Etiologi
Stroke biasanya di akibatkan dari salah satu tempat kejadian, yaitu:
1. Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling
sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah
distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan
resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan
platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel,
defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses
yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya
stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).
2. Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian
otak atau dari bagian tubuh lain).
3. Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perlahan ke dalam
jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah gangguan suplai darah ke otak
, menyebabkan kehilangan gerak, pikir, memori, bicara, atau sensasi baik sementara
atau permanen.

Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :

1. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak)
yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah.Selain dari endapan lemak,
aterosklerosis ini juga mungkin karena arteriosklerosis, yaitu penebalan
dinding arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium yang kemudian
mengakibatkan bertambahnya diameter pembuluh darah dengan atau tanpa
mengecilnya pembuluh darah.
2. Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama yang
menuju ke otak.
3. Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti:
amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah ke
otak.
4. Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan.Stroke
bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.
Sedangkan faktor resiko pada stroke antara lain :
1. Hipertensi merupakan faktor resiko utama.
2. Penyakit kardiovaskuler (Embolisme serebral mungkin berasal dari jantung).
3. Kadar hematokrit normal tinggi (yang berhubungan dengan infark cerebral).
4. Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai usia di atas 35
tahun dan kadar esterogen yang tinggi.
5. Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka panjang dapat
menyebabkan iskhemia serebral umum.
6. Penyalahgunaan obat tertentu pada remaja dan dewasa muda.
7. Konsultan individu yang muda untuk mengontrol lemak darah, tekanan darah,
merokok kretek dan obesitas.
8. Mungkin terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan stroke.

D. Klasifikasi
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila, (2012) adalah :
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak
lebih dari 24 jam.
2. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3
minggu
3. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal
dalam beberapa jam sampe bbrpa hari
4. Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai
maksimal dalam beberapa jam sampai beberapa hari.
5. Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau
gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa
memburuk lagi.
Sedangkan secara patogenitas menurut Tarwoto dkk, (2007) Stroke
iskemik (Stroke Non Hemoragik) dapat dibagi menjadi :
1. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena
trombosis di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri serebri
media. Permulaan gejala sering terjadi pada waktu tidur,atau sedang
istrirahat kemudian berkembang dengan cepat,lambat laun atau secara
bertahap sampai mencapai gejala maksimal dalam beberapa jam, kadang-
kadang dalam beberapa hari (2-3 hari), kesadaran biasanya tidak terganggu
dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari,minggu atau
bulan.
2. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli
yang pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat sangat
mendadak berkembang sangat cepat, kesadaran biasanya tidak terganggu,
kemungkinan juga disertai emboli pada organ dan ada kecenderungan untuk
membaik dalam beberapa hari, minggu atau bulan.

E. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah
(makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan,
dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan
pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pad-a
otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku
pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau
terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak
yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa
jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema
klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak
fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah
serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis.
Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka
akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh
darah yang tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal
ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur
(Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit
serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan
otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2008). Jika sirkulasi
serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan yang
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit.
Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung
(Muttaqin, 2008). Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan
yang relatif banyak akan mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan
penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elernen-elemen
vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan
perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan
lagi (Muttaqin, 2008). Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika
volume darah lebih dari 60 cc maka risiko kematian sebesar 93% pada
perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan jika terjadi
perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75%, namun volume darah 5 cc dan terdapat
di pons sudah berakibat fatal (Misbach, 1999 dalam Muttaqin, 2008).
 Faktor Resiko
Menurut Smeltzer, 2002 faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke non
hemoragik yaitu:

- Faktor resiko terkendali


Beberapa faktor resiko terkendali yang menyebabkan stroke non
hemoragik sebagai berikut :
a) Hipertensi
b) Penyakit kardiovaskuler, embolisme serebral yang berasal dari
jantung, penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi
ventrikel kiri, abnormalitas irama (khususnya fibrasi atrium),
penyakit jantung kongestif.
c) Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke.
d) Kolesterol tinggi
e) Infeksi
f) Obesitas
g) Peningkatan hemotokrit meningkatkan resiko infark serebral
h) Diabetes
i) Kontrasepsi oral (khusunya dengan disertai hipertensi, merokok, dan
estrogen tinggi
j) Penyalahgunaan obat (kokain)
k) Konsumsi alkohol
- Faktor resiko tidak terkendali
Beberapa faktor resiko tidak terkendali yang menyebabkan stroke
non
hemoragik sebagai berikut :
a) Usia, merupakan foktor resiko independen terjadinya strok, dimana
refleks sirkulasi sudah tidak baik lagi.
b) keturunan / genetic

F. Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:

1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah


tertekan, konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas,
terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus

G. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke dapat dibagi
menjadi dua, yaitu :
a. Phase Akut :
1) Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan
sirkulasi.
2) Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian ini
diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / emobolik.
3) Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
4) Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
5) Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala
tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang
b. Post phase akut
1. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2. Program fisiotherapi
3. Penanganan masalah psikososial

Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan


melakukan tindakan sebagai berikut:

 Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan


lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
 Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
 Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
 Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
 Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
 Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan,

Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.

Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma

H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan ialah sebagai berikut :
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal
menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti.Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan
otak.

d. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik
untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak.Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
akibat dari hemoragik.
e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis).
f. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STROKE


NON HAEMORAGIK
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak badan sebagian , bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, obat-obat adiktif dan
kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
6. Pengkajian Fokus:
a. Aktivitas/istirahat
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya
rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF,
polisitemia dan hipertensi arterial.
c. Integritas Ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
d. Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK . Misalnya inkoontinentia urine,
anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus
menghilang.
e. Makanan/cairan
Nausea, vomiting, daya sensori hilang di lidah, pipi dan tenggorokan
serta dysphagia.
f. Neuro Sensori
Pusing, sakit kepala, perdarahan sub intrakranial. Kelemahan dengan
berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang
pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang
berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang
sama di muka.
g. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada
otak/muka.
h. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas.
i. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan
persepsi dan orientasi.
j. Interaksi social
Gangguan dalam bicara dan ketidakmampuan berkomunikasi.

7. Pengkajian Tingkat Kesadaran


a. Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
1) CMC → dasar akan diri dan punya orientasi penuh
2) APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
3) LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
4) DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal aktifitas
psikomotor → gaduh gelisah
5) SOMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mw tidur → diransang
bangun lalu tidur kembali
6) KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
b. Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
1) Respon membuka mata ( E = Eye )
- Spontan (4)
- Dengan perintah (3)
- Dengan nyeri (2)
- Tidak berespon (1)
2) Respon Verbal ( V= Verbal )
- Berorientasi (5)
- Bicara membingungkan (4)
- Kata-kata tidak tepat (3)
- Suara tidak dapat dimengerti (2)
- Tidak ada respons (1)
3) Respon Motorik (M= Motorik )
- Dengan perintah (6)
- Melokalisasi nyeri (5)
- Menarik area yang nyeri (4)
- Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
- Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
- Tidak berespon (1)

8. Pengkajian Fungsi Serebral


Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa,
lobus frontal, dan hemisfer.
a. Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah,
dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya
status mental klien mengalami perubahan.
b. Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan
kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu
kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu
nyata.
c. Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang
dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area
Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada
bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan
disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan
berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan
tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien
mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
d. Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika
kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau
fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi
ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini
menghadapi masalah frustrasi dalam program rehabilitasi mereka.
Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respons alamiah
klien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga
umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan,
frustrasi, dendam, dan kurang kerja sama.
e. Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh,
penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral
sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada
stroke hemifer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan
sangat hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia
global, afasia, dan mudah frustrasi.

9. Pengkajian Saraf Kranial


Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
kranial I-X11.
a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu
sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi
otot pterigoideus internus dan eksternus.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,
serta indra pengecapan normal.

10. Pengkajian Sistem Motorik


Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari
otak.
a. Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan
salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b. Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c. Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

11. Pengkajian Sistem Sensorik


Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan
jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual.

12. Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis


a. Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan
Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan
tangan, tubuh sampai kaki. Periksa tonus otot dan kekuatan. Kekualan
otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan
pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya
berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal
b. Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya
dalam posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan.
Evaluasi respon klien dengan menggunakan skala 0 – 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)

1) Reflek Fisiologis
a) Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang lebih
dari 300. tendon patella (ditengah-tengah patela dan Tuberositas
tibiae) dipukul dengan reflek hamer. respon berupa kontraksi otot
guardrisep femoris yaitu ekstensi dari lutut.
b) Reflek Bisep
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 supinasi dan
lengan bawah ditopang ada atas (meja periksa) jari periksa ditempat
kan pada tendon m.bisep (diatas lipatan siku) kemudian dipukul
dengan reflek hamer.normal jika ada kontraksi otot biceps, sedikit
meningkat bila ada fleksi sebagian ada pronasi, hiperaktif maka
akan tejadi penyebaran gerakan-gerakan pada jari atau sendi.
c) Reflek trisep
Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan
dengan reflek hamer (tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekronon) respon yang normal adalah kontraksi otot trisep, sedikit
meningkat bila ada ekstensi ringan dan hiperaktif bila ekstensi bila
ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai ke otot – otot bahu.
d) Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan pemeriksaan
reflek ini kaki yang diperiksa diletakan/disilangkan diatas tungkai
bawah kontral lateral.tendon achiles dipukul dengan reflek hamer,
respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
e) Reflek Superfisial
- Reflek kulit perut
- Reflek kremeaster
- Reflek kornea
- Reflek bulbokavernosus
- Reflek plantar
2) Reflek Patologis
a) Babinski
Merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada
penyakit traktus kortikospital.

c. Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis)
dilakukan pemeriksaan :
1) Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak
dapat menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
2) Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan
lain di dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian
kepala klien di fleksikan kedada secara pasif. Brudzinsky I positif (+)
3) Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul
secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi
panggul dan lutut.
4) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah
pada sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap
tungkai atas. Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan
rasa sakit tibia ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit
terhadap hambatan.
5) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan
nyeri sepanjang Mischiadicus.

B. Diagnosa
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan
aliran darah ke otak
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kelemahan fisik
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Hemiparesis/hemiplegia,
serta penurunan mobilitas
5. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kemampuan otot, kelemahan
otot atau perubahan ketajaman penglihatan
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan, penurunan fungsi nervus
hipoglosus
7. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan fungsi otot
facial/oral
8. Gangguan Menelan berhubungan dengan penurunan fungsi nervus vagus atau
hilangnya refluks muntah

C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


Keperawa
tan
1. Ketidakefektifan NOC NIC
perfusi jaringan  Circulation Status Peripheral Sensation
serebral b.d  Tissue prefusion: Management (Manajemen
penurunan aliran cerebral sensasi perifer)
darah ke otak Kriteria Hasil : 1. Monitor adanya daerah
1. Mendemonstrasikan tertentu yang hanya peka
status sirkulasi yang terhadap
ditandai dengan: panas/dingin/tajam/tumpul
2. Tekanan systole dan 2. Monitor adanya paratese
diastole dalam rentang 3. Intruksikan keluarga untuk
yang diharapkan mengobservasi kulit jika
3. Tidak ada ortostatik ada lesi atau laserasi
hipertensi 4. Gunakan sarung tangan
4. Tidak ada tanda-tanda untuk proteksi
peningkatan tekanan 5. Batasi gerakan pada kepala,
intrakranial (tidak lebih leher, dan punggung
dari 15 mmHg) 6. Monitor kemampuan BAB
5. Mendemonstrasikan 7. Kolaborasi pemberian
kemampuan kognitif analgetik
yang ditandai dengan: 8. Monitor adanya
6. Berkomunikasi dengan tromboplebitis
jelas sesuai dengan 9. Diskusikan mengenai
kemampuan penyebab perubahan
7. Menunjukkan sensasi.
perhatian, konsentrasi,
dan orientasi
8. Memproses informasi
9. Membuat keputusan
dengan benar
10. Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh: tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan
gerakan involunter
2 Hambatan NOC NIC
mobilitas fisik b.d  Joint Movement: Exercise Therapy : Ambulation
kerusakan active 1. Monitoring vital sign
neuromuskular  Mobility Level sebelum atau sesudah
 Self Care : ADLs latihan dan lihat respon

 Transfer pasien saat latihan

performance 2. Konsultasikan dengan

Kriteria Hasil: terapi fisik tentang rencana

1. Aktifitas fisik klien ambulasi sesuai dengan

meningkat kebutuhan

2. Mengerti tujuan dari 3. Bantu klien untuk

peningkatan mobilitas menggunakan tongkat saat

3. Memverbalisasikan berjalan dan cegah terhadap


perasaan dalam cedera
meningkatkan 4. Ajarkan pasien atau tenaga
kekuatan dan kesehatan lain tentang
kemampuan teknik ambulasi
perpindahan 5. Kaji kemampuan pasien
4. Memperagakan dalam mobilisasi
penggunaan alat 6. Latih pasien dalam
5. Bantu untuk pemenuhan kebutuhan
mobilisasi (walker) ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan
7. Dampingi dan bantu pasien
saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs
pasien
8. Berikan alat bantu jika
klien memerlukan
9. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan

3 Defisit perawatan NOC NIC


diri; Setelah dilakukan tindakan 1. Menyediakan kesehatan mulut
mandi,berpakaian keperawatan, diharapkan (oral hygiene)
makan, toileting kebutuhan mandiri klien 2. Memfasilitasi pasien untuk
berhubungan terpenuhi, dengan kriteria mandi di atas di tempat tidur
dengan hasil: 3. Memfasilitasi kebersihan toilet
kelemahan fisik 1. Pasien mampu memenuhi pasien (mengganti drypers
ADLnya secara mandiri pasien)
2. Mampu mempertahankan 4. Tempatkan pasien dalam posisi
kebersihan dan kerapian yang nyaman
secara mandiri 5. Mengganti pakaian dan laken
3. Mampu untuk merawat pasien setelah memandikan
mulut dan gigi secara pasien
mandiri
4. Mampu untuk
membersihkan tubuh
sendiri secara mandiri

4 Kerusakan NOC NIC


integritas kulit b.d  Tissue Integrity : skin Pressure ulcer prevention wound
hemiparesis/hemi and mucous care
plegia serta  Wound healing :  Anjurkan pasien untuk
penurunan primary and secondary menggunakan pakaian yang
mobilitas intention longgar
Kriteria hasil :  Jaga kulit agar tetap bersih dan
1. Perfusi jaringan normal kering
2. Tidak ada tanda-tanda  Mobilisasi pasien (ubah posisi
infeksi pasien) setiap dua jam sekali
3. Ketebalan dan tekstur  Monitor kulit akan adanya
jaringan normal kemerahan
4. Menunjukkan pemahaman  Oleskan lotion atau minyak/
dalam proses, perbaikan baby oil pada daerah yang
kulit dan mencegah tertekan
terjadinya cidera  Monitor aktivitas dan mobilisasi
5. Menunjukkan terjadinya pasien
proses penyembuhan luka  Monitor stats nutrisi pasien
 Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat
 Observasi luka : lokasi, dimensi,
kedalaman luka, jaringan
nekrotik, tanda-tanda infeksi
lokal, formasi traktus
 Ajarkan keluarga tentang luka
dan perawatan luka
 Kolaborasi ahli gizi pemberian
diet TKTP
 Cegah kontaminasi feses dan
urine
 Lakukan teknk perawatan luka
dengan steril
 Berika posisi yang mengurangi
tekanan pada luka
 Hindari kerutan pada tempat
tidur
5. Resiko Jatuh NOC NIC
berhubungan  Trauma risk for Fall Prevention
dengan penurunan  Injury risk for  Mengidentifikasikan defisit
kemampuan otot, Kriteria hasil kognitif atau fisik pasien yang
kelemahan otot 1. Keseimbangan: dapat meningkatkan potensi
atau perubahan kemampuan untuk jatuh dalam lingkungan tertentu.
ketajaman mempertahankan  Mengidentifikasikan perilaku
penglihatan ekuilibrium dan faktor yang mempengaruhi
2. Gerakan terkoordinasi: resiko jatuh
kemampuan otot untuk  Mengidentifikasikan
bekerja sama secara karakteristik lingkungan yang
volunter untuk dapat meningkatkan potensi
melakukan gerakan untuk jatuh (misalnya lantai
yang bertujuan licin. tangga terbuka dan lain-
3. Perilaku pencegahan lain)
jatuh: tindakan individu  Sarankan perubahan dalam gaya
atau pemberi asuhan berjalan
untuk meminimalkan  Mendorong pasien untuk
faktor resiko yang mengunakan tongkat atau alat
dapat memicu jatuh pembantu berjalan
dilingkungan individu  Kunci roda dari kursi roda,
4. Kejadian jatuh : tidak tempat tidur, atau brankar
ada kejadian jatuh selama transfer pasien
5. Pengetahuan :  Tempat artikel mudah diangkau
pemahaman dari pasien
pencegahan jatuh  Ajarkan pasien bagaimana jatuh
pengetahuan untuk meminimalkan cedera
keselamatan anak fisik  Memantau kemampuan untuk
6. Pengetahuan: kemanan mentransfer dari tempat tidur ke
pribadi kursi dan demikian pula
7. Pelanggaran sebaliknya
perlindungan tingkat  Gunakan teknik yang tepat
kebingungan akut untuk mentransfer pasien ke
8. Tingkat agitasi\ dan dari kursi roda, tempat
9. Komunitas tidur, toilet, dan sebagainya
pengendalian resiko  Menyediakan toilet ditinggikan
10. kekerasan untuk memudahkan trnsfer
11. Komunitas  Menyediakan kursi dari
pengendalian resiko ketinggian yang tepat, dengan
12. Gerakan terkoordinasi sandaran dan sandaran tangan
13. Kecenderungan resiko untuk memudahkan transfer
pelarianuntuk kawin  Menyediakan tempat tidurkasur
14. Kejadian terjun dengan tepi yang erat untuk
15. Mengasuh keselamatan memudahkan transfer
fisik remaja  Gunakan rel sisi ranjang yang
16. Mengasuh bayi/balita
sesuai dengan tinggi utnuk
keselamatan fisik mencegah jatuh dari temoat
17. Perilaku keselamatan
tidur, sesuai kebutuhan
pribadi
 Memberikan pasien tergantung
18. Keparahan cedera fisik
dengan sarana
19. Pengendalian resiko
bantuanpemanggilan (misalnya
20. pengendalian resiko
bel,atau cahaya panggilan)
penggunaan alkohol,
ketika penjaga tidak ada
narkoba
 Membatu toileting seringkali,
21. Pengendalian resiko :
interval dijadwalkan
pencahayaan sinar
 Menandai amang pintu dan tepi
matahari
langkah sesuai kebutuhan
22. Deteksi resiko  Hapus dataran rendah perabotan
23. Lingkugan rumah aman (misalnya tumpuan atau tabel)
24. Aman berkeliaran yang enimbulkan bahaya
25. Zat penarikan tersandung
keparahan  Hindari kekacauan pada
26. Integritas jaringan : permukaan lantai
kulit dan membran  Memberikan pencahayaan yang
mukosa memadai untuk meningkatkan
27. Perilak kepatuhan visi visibilitas
 Menyediakan lampu malam
disamping tempat tidur
 Menyediakan pegangan angan
terlihat memegang tiang
 Menyediakan lajur anti
tergelinsir, permukaan lantai
notrip/tidak tersandung
 Menyediakan permukaan
nonslip/anti tergelincirdi bak
mandi atau pancuran
 Menyediakan kokoh, tinja
curam nonslip untuk
memfasilitasi jangkauan mudah
 Pastikan pasien yang memakai
sepatu yang pas, kecangkan
aman, memiliki sol tidak mudah
tergelincir
 Anjurkan pasien utnuk memakai
kacamata sesuai ketika keluar
dari tempat tidur
 Memdidik anggota keluarga
tentang resiko yang
berkontribusi terhadap jatuh dan
bagaimana mereka dapat
menurunikan resiko tersebut
 Sarankan adaptasi rumah untuk
meningkatkan keselamatan
 Intruksikan keluarga pada
pentingnya pegangan tangan
untuk kamar mandi, tangga, dan
trotoar
 Sarankan alas kaki yang aman
 Mengembangkan cara untuk
pasien berpartisipasi
keselamatan dalam kegiatan
rekreasi
 Lembaga program latihan rutin
fisik yang meliputi berjalan
 Tanda-tanda psting untuk
mengingatkan staf bahwa pasien
yang beresiko tinggi untuk jauh
 Berkolaborasi dengan anggota
tim kesehatan lainnya untuk
meminimalkan efek samping
dari obat yang berkontribusi
terhadap jatuh : (misalnya
hipotensi ortostatik dan kiprah
goyah)
 Memberikan pengawasan yang
ketat dan/perangkat penahan.

6. Ketidakseimbang NOC NIC


an nutrisi kurang  Nutritional Status Nutrition Management
dari kebutuhan  Nutritional Status : food  Kaji adanya alergi makanan
tubuh and fluid intake  Kolaborasi dengan ahli gizi
berhubungan  Nutritional Status : untuk menentukan jumlah
dengan nutrient intake kalori dan nutrisi yang
ketidakmampuan  Weight control dibutuhkan pasien
untuk mencerna Kriteria Hasil :  Anjurkan pasien untuk
makanan, 1. Adanya peningkatan berat meningkatkan Intake Fe
penurunan fungsi badan sesuai tujuan  Anjurka pasien untuk
nervus hipoglosus 2. Berat badan ideal sesuai meningkatkan protein dan
dengan tinggi badan vitamin C
3. Mampu  Berikan substansi gula
mengidentifikasikan  Yakiknkan diet yang dimakan
kebutuhan nutrisi mengandung tinggi serat untuk
4. Tidak ada tanda-tanda mencegah konstipasi
malnutrisi  Berikan makanan yang terpilih
5. Menunjukkan peningkatan (sudah dikonsultasikan dengan
fungsi pengecapan dari ahli gizi
menelan  Ajarkan pasien bagaimana cara
6. Tidak terjadi penurunan membuat catatan makanan
berat badanyang berarti harian
 Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
 Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhan
Nutition Monitoring
 BB pasien dalam batas normal
 Monitor adanya penurunan berat
badan
 Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa diakukan
 Monitor interaksi anak dan
orang tua selamamakan
 Monitor lingkungan selera
makan
 Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
 Monitor kulit keringdan
perubahan pigmentasi
 \Monitor turgor kulit
 Monitir kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin, kadar
protein
 Lepaskan impaksi tinja secara
manual, jika perlu
 Timbang pasien secara teratur
 Ajarkan pasien atau keluarga
tentang proses pencarian yang
normal
 Ajarkan pasien/keluarga tentang
kerangka waktu untuk resolusi
sembelit
7. Hambatan NOC NIC
komunikasi  Anxiety self control Communication Enhancement :
verbal b.d  Coping Speech Defisit
penurunan fungsi  Sensori/function:  Gunakan penerjemah, jika
otot facial/oral hearing & vision diperlukan
 Fear self control  Beri satu kalimat sederhana
Kriteria hasil : satiap kali bertemu, jika
1. Komunikasi : penerimaan, diperlukan
intrepretasi dan  Konsultasikan dengan dokter
ekspresipesan, lisan, kebutuhan terapi wicara
tulisan dan non cerbal  Dorong pasien untuk
meningkat berkomunikasi secara perlahan
2. Komunikasi ekspresif dan untuk mengulangi
(kesulitan berbicara: permintaan
ekspresi pesan verbal dan  Dengarkan dengan penuh
atau non verbal yang perhatian
bermakna  Berdiri di depan pasien ketika
3. Kmunikasi berbicara
resptif(kesulitan  Gunakan kartu
mendengar) : penerimaan baca,kertas,pensil,bahasa
komunikasi dan tubuh,gambar,daftar
interpretasi pesan verbal kosakata,bahasa
dan non verbal asing,computer,dan lain-lain
4. Gerakan terkoordinasikan untuk memfasilitasi komunikasi
: mampu mengkoordinasi dua arah yang optimal
gerakan dalam  Ajarkan bicara dengan
menggunakan bahasa esophagus, jika diperlukan
isyarat  Beri anjuran kepada pasien dan
5. Pengolahan informasi : keluarga tentang penggunaan
klien mampu untuk alat bantu bicara
memperoleh, mengatur,  Berika pujian positive, jika
dan menggunakan diperlukan
informasi  Anjurkan pada pertemuan
6. Mampu mengontrol kelompok
respon ketakutan dan
 Anjrkan kunjungan keluarga
kecemasan terhadap
secara teratur untuk memberikan
ketidakmampuan
stimulus komunikasi
berbicara
 Anjurkan ekspresi diri dengan
7. Mampu memanajemen
cara lain dalam menyampaikan
kemampuan fisik yang
informasi (bahasa isyarat)
dimiliki
Communication Enhacement :
8. Mampu
Hearing Defisit
mengkomunikasikankebut
Communication Enhacement :
uhan dengan lingkungan
Visual Defisit
sosial
Anxiety Reduction
Active listening
8. Gangguan Menelan NOC NIC
berhubungan dengan  Pencegahan aspirasi Aspiration Precautions
penurunan fungsi  Ketidakefektifan pola  Memantau tingkat kesadaran,
nervus vagus atau menyusui refleks batuk, refleks muntah,
hilangnya refluks  Status menelan: dan kemampuan menelan
muntah tindakan pribadi  Monitor status paru,
untuk mencegah menjaga/mempertahankanjalan
pengeluaran cairan napas
dan partikel padat ke  Posisi tegak 90 derajat atau
dalam paru sejauh mungkin
 Status menelan: fase  Jauhkan manset trakea
esofagus: penyaluran meningkat
cairan atau partikel  Jauhkan pengaturan hisap yang
padat dari faring ke tersedia
lambung  Menyuapkan makanan dalam
 Status menelan: fase jumlah kecil/sedikit
oral: persiapan,  Periksa penempatan tabung NG
penahanan, dan atau gastrostomy sebelum
pergerakan cairan menyusui
atau partikel padat ke  Periksa tabung NG atau
arah posterior mulut grastostomy sisa sebelum
 Status menelan: fase makan
faring penyaluran  Hindari makan, jika residu
cairan atau partikel tinggi temat "pewarna" dalam
padat dari mulut ke tabung pengisi NG
esofagus  Hindari cairan atau
Kriteria hasil: menggunakan zat pengental
1. Dapat mempertahankan  Penawaran makanan atau cairan
makanan dalam mulut yang dapat dibentuk menjadi
2. kemampuan menelan bolus sebelum menelan
adekuat  Potong makanan menjadi
3. Pengiriman bolus ke potongan-potongan kecil
hipofaring selaras  Permintaan obat dalam bentuk
dengan reflek menelan obat mujarab
4. Kemampuan untuk  Istirahat atau menghancurkan
mengosongkan rongga pil sebelum pemberian
mulut  Jauhkan kepala tempat tidur
5. Mampu mengontrol ditinggikan 30-45 menit setelah
mual dan muntal makan
6. Imobilitas kensekuensi:  Sarankan pidato/berbicara
fisiologis patologi berkonsultasi
7. Pengetahuan tentang
prosedur pengobatan
8. Tidak ada kerusakan
otot tenggorong atau
otot wajah , menelan,
menggerakkan lidah.
atau reflek muntah
9. Pemulihan pasca
prosedur pengobatan
10. Kondisi pernapasan,
ventilasi adekuat
11. Mampu melakukan
perawatan terhadap non
pengobatan parenteral
12. Mengidentifikasi faktor
emosi atau psikologis
yang menghambat
menelan
13. Dapat mentoleransi
ingesti makanan tanpa
terdesakatau aspirasi
14. Menyusui adekuat
15. Kondisi menelan bayi
16. Memelihara kondisi
gizi:makanan dan
asupan cairan ibu dan
bayi
17. Hidrasi tidak
ditemukan
18. Pengetahuan mengenai
cara menyusui
19. Kondisi pernapasan
adekuat
20. Tidak terjadi gangguan
neurologis
DAFTAR PUSTAKA

Chang, Ester . 2010 . Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan.


Jakarta: EGC.
Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 2
Penerbit Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn E, Jacobs, Ester Matasarrin. Rencana asuhan
keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien. 2000. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC

Hartina.2015.Laporan Pendahuluan Stroke Haemoragik. (Online) Available:


https://www.academia.edu.5948047/LAPORAN_PENDAHULUAN_NHS
(diakses pada tanggal 26 oktober 2015 pukul 20.00 Wita)

Kaharu, Atika.2015. Laporan Pendahuluan Stroke Non Haemoragik. (Online)


Available:
https://www.academia.edu./17079805/LP_STROKE_NON_HAEMORAGIK
(diakses pada tanggal 26 oktober 2015 pukul 20.00 Wita)

Muttaqin, Arif. 2008 . Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan


Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2014. Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi
2012 – 2014. Jakarta: EGC

Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosis Medis & NANDA NIC – NOC. Yogyakarta: Mediaction

Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosis Medis & NANDA NIC – NOC Edisi revisi jilid 3. Yogyakarta:
Mediaction

Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha


Medika.
Price, SA dan Wilson, 2006. Patofisiologi: Konsep klinis proses- proses
penyakit ed. 6 vol.1. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth . Jakarta : E G C.
Tarwoto, 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Gangguan Sistem Persyarafan .
Jakarta: Sagung Seto.
William, Lippicont . 2008 . Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit .
Jakarta: Indeks.
Yanti, Fardi. 2015. Laporan Pendahuluan Klien Dengan Stroke Non
Haemoragik (SNH). (Online) Available :
https://www.academia.edu/10077081/LAPORAN_PENDAHULUAN_KLIE
N_DENGAN_STROKE_NON_HAEMORAGIK_SNH (diakses pada
tanggal 26 oktober 2015 pukul 20.00 Wita)
Denpasar, 02 Mei 2016

Mengetahui,
Pembimbing Praktik Mahasiswa

Ni Kadek Ita Ratna Dewi


NIM. P07120014081

Mengetahui,
Pembimbing Akademik

V. M. Endang SP Rahayu, S. Kp., M.Pd


NIP. 195812191985032005

Anda mungkin juga menyukai