Anda di halaman 1dari 32

ASKEP ARDS

Ns. Sri Maryuni, M.Kep


Definisi
Acute Respiratory Distress Sydrome
(ARDS) merupakan suatu kondisi
kegawat daruratan di bidang pulmonology
yang terjadi karena adanya akumulasi
cairan di alveoli yang menyebabkan
terjadinya gangguan pertukaran gas
sehingga distribusi oksigen ke jaringan
menjadi berkurang.
Definisi ARDS menurut AECC adalah:

Gagal napas dengan onset yang bersifat


akut
Rasio PaO2/FIO2 ≤ 200 mmHg
Infiltrat
bilateral pada foto toraks, tanpa
adanya bukti edema paru kardiogenik.
Pulmonary arterial wedge pressure
(PAWP) ≤ 18 mmHg atau tidak ada tanda-
tanda peningkatan tekanan pada atrium
kiri.
  Definisi ARDS berdasarkan Kriteria Berlin, 2011

Acute Respiratory Distress Syndrome

Waktu Gejala respirasi yang baru dirasakan maupun yang memberat, terjadi
dalam 1
Minggu

Foto toraks Opasitas bilateral, bukan disebabkan oleh efusi, atelektasis maupun
nodul paru
Disebabkan oleh kegagalan respirasi, bukan disebabkan karena gagal
Sumber edema jantung
maupun kelebihan cairan

Derajat hipoksemia
Ringan 200 mmHg < PaO2/FIO2 ≤ 300 mmHg dengan PEEP atau CPAP ≥ 5
cmH2O
Sedang 100 mmHg < PaO2/FIO2 < 200 mmHg dengan PEEP > 5 cmH2O

Berat PaO2/FIO2 ≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥ 5 cmH2O


ETIOLOGI
a. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena
ventilasi tidak adekuat. Pusat
pernafasan yang mengendalikan
pernapasan, terletak dibawah batang
otak (pons dan medulla) sehingga
pernafasan lambat dan dangkal.
b. Kelainan neurologis primer

Akan memperngaruhi fungsi pernapasan.


Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan
menjalar melalui saraf yang membentang
dari batang otak terus ke saraf spinal ke
reseptor pada otot-otot pernafasan.
Penyakit pada saraf seperti gangguan
medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau
pertemuan neuromuslular yang terjadi pada
pernapasan akan sangat mempengaruhi
ventilasi.
c. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks

Merupakan kondisi yang mengganggu


ventilasi melalui penghambatan
ekspansi paru. Kondisi ini biasanya
diakibatkan penyakti paru yang
mendasari, penyakit pleura atau
trauma dan cedera dan dapat
menyebabkan gagal nafas
b. Kelainan neurologis primer

Akan memperngaruhi fungsi pernapasan.


Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan
menjalar melalui saraf yang membentang
dari batang otak terus ke saraf spinal ke
reseptor pada otot-otot pernafasan.
Penyakit pada saraf seperti gangguan
medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau
pertemuan neuromuslular yang terjadi pada
pernapasan akan sangat mempengaruhi
ventilasi.
e. Penyakit akut paru

Pnemonia disebabkan oleh bakteri


dan virus. Pnemonia kimiawi atau
pnemonia diakibatkan oleh
mengaspirasi uap yang mengritasi
dan materi lambung yang bersifat
asam. Asma bronkial, atelektasis,
embolisme paru dan edema paru
adalah beberapa kondisi lain yang
menyababkan gagal nafas.
PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
Proses terjadinya ARDS melibatkan kerusakan
pada endotel kapiler paru dan sel epitel
alveolus karena produksi mediator
proinflamasi lokal maupun yang terdistribusi
melalui arteri pulmonalis. Hal ini
menyebabkan hilangnya integritas barrier
alveolar-kapiler sehingga terjadi transudasi
cairan edema yang kaya protein
Pathogenesis of ARDS Primary insult

Chemical mediator released

Damage to alveolar capillary membrane

Interstitial edema Alveolar edema Damage surfactant-


producing cells

Dilution of Decreased surfactant


surfactant production

Decreased lung compliance, atelectasis, hyalin


membrane formation

Increased work of breathing Impaired gas exchange

(LeMone & Burke, 2000, p 1499) Respiratory failure 12


STADIUM
Fase akut (hari 1-6) = tahap eksudatif
◦ Edema interstitial dan alveolar dengan akumulasi neutrofil,
makrofag, dan sel darah merah
◦ Kerusakan endotel dan epitel alveolus
◦ Membran hialin yang menebal di alveoli
Fase sub-akut (hari 7-14) = tahap fibroproliferatif
◦ Sebagian edema sudah direabsorpsi
◦ Proliferasi sel alveolus tipe II sebagai usaha untuk memperbaiki
kerusakan
◦ Infiltrasi fibroblast dengan deposisi kolagen
Fase kronis (setelah hari ke-14) = tahap resolusi/fibrotik
◦ Sel mononuclear dan makrofag banyak ditemukan di alveoli
Fibrosis dapat terjadi pada fase ini
Stadium/fase
Manifestations
 Manifestasi klinik ARDS muncul dalam 24-48 jam setelah cedera awal.
 Dispnea dan tachipnea merupakan manifestasi awal.
 Sindrome semakin progresif dapat terjadi distres respirasi (: peningkatan RR,
retraksi intercosta, dan penggunaan otot bantu pernapasan). Cianosis dapat
timbul dan tidak membaik dengan pemberian oksigen.
 Bunyi napas pada awalnya bersih, tetapi kemudian terjadi rales dan ronchi.
 Jika semakin progresif dapat terjadi gagal napas, dimana klien mengalami agitasi
dan confusion atau letargi. Hipoksia jaringan dan asidosis metabolik juga terjadi.
 Pertukranan CO2 dan O2 terganggu mengakibatkan asidosis gabungan: metabolik
dan respiratorik.
 Sepsis dan multiple organ system failure: ginjal, liver, gi tract, cns, cardiovascular
system, dapat menyebabkan kematian pada klien dengan ARDS

(LeMone & Burke, 2000; p 1499)


16
Tes Lab dan Diagnostik
 Tanda ARDS: hipokemia refraktori, yaitu hipoksemia yg tidak
membaik dengan terapi O2.
 AGD awalnya memperlihatkan hipoksemia dengan PO2 < 50mmHg,
dan resp. alkalosis akibat RR yang cepat.
 Albumin tinggi dalam sputum
 X-ray: sering tidak tampak untuk 24 jam pertama setelah onset
gejala ARDS. Ukuran jantung normal, temuan ini menyingkirkan
edema pulmonal karena faktor cardiogenik
 Tes fungsi paru: penurunan komplain paru dengan penurunan
kapasitas vital, minute volume dan kapasitas vital fungsional
 Monitoring tekanan arteri pulmonal dengan kateter Swan-Ganz
memperlihatkan tekanan normal pada ARDS, membantu
menyingkirkan dugaan ARDS dari edema pulmonal cardiogenik

(LeMone & Burke, 2000; p 1502)


17
Algoritma Tatalaksana awal ARDS yang meliputi ventilasi mekanik dini, oksigenasi, penanganan asidosis dan diuresis
Manajemen gagal napas Hipoksemi dan
ARDS dengan COVID 19
Mengenali gagal napas hipokseminketika pasien dengan
distress pernapasan mengalami kegagalan dalam terapi
oksigen standar
Oksigen nasal aliran tinggi (High Flow Nasal Oksigen
(HFNO) atau ventilasi non invasif (NIV))hanya pada pasien
gagal napas tertentu, pasien tersebut harus dipantau ketat
untuk menilai terjadi perburukan klinis)
Intubasi endotrakeal harus dilakukan oleh petugas terlatih
dan berpengalaman dengan memperhatikan kewaspadaan
transmisi Airbone
Ventilasi meknaik menggunakan volume tidal yang rendah
(4-8 ml/kg prediksi berat badan dan tekanan inspirasi rendah
(tekanan plateu <30 cmH2O
Manajemen gagal napas Hipoksemi dan
ARDS
Manajemen cairan konservatif untuk pasien ARDS sedang
atau berat disarankan menggunkana PEEP lebih tinggi
dari pada PEEP rendah
Pada ARDS sedang –berat (td2/fiO2<150) tidak
dianjurkan secara rutin menggunakan obat pelumpuh otot
Pada fasyankes yang memiliki Expertise in extra corpora
life suport (ECLS) dapat dipertimbangkan penggunaanya
keika menerima rujukan pasien hipoksemi
Hindari terputusnya hubungan ventilasi mekanik dengan
pasien karena dapat mengakibatkan hilangnya PEEP dan
atelektasis
Terapi umum
- Atasi penyakit yang mendasarinya (faktor
predisposisinya)
◦ Sedasi dengan kombinasi opiat benzodiasepin,
karena penderita akan memerlukan bantuan
ventilasi mekanik dalam jangka lama. Berikan
dosis minimal yang masih memberikan efek
sedasi yang adekuat.
◦ Memperbaiki hemodinamik untuk meningkatkan
oksigenasi dengan memberikan cairan, obat
vasodilator/konstriktor, inotropic atau diuretik
Farmakologi (1)
 Terapi surfactant
 Tidak ada obat definitif
 Inhalasi nitric oxide menurunkan shunting
intrapulmonar dan memperbaiki oksigenasi melalui
melebarkan pembuluh darah pada area paru yang
berventilasi terbaik.
 Intervensi untuk memblok respon inflamasi masih dlm
penelitian, seperti penggunaan NSAIDs, interleukin-1
receptor antagonist, polyclonal and monoclonal
antibody, dan neutrophil inhibitor

(LeMone & Burke, 2000; p 1502)


22
Farmakologi (2)
 Kortikosteroid digunakan pada tahap lanjut ketika terjadi perubahan
fibrotik untuk memperbiki oksigenasi dan mekanik paru.
 Surpaktan merupakan gabungan komplek pospolipid, neutral lipid,
dan protein yang membentuk lapisan tipis di permukaan dalam
alveoli. Ketegangan permukaan cenderung mendorong dinding
alveoli , dan meningkatkan kemungkinan kollaps selama ekspirasi.
 Surfaktant, dengan cara menurunkan tegangan permukaan alveoli
akan membantu mempertahankan alveoli tetap terbuka,
menurunkan kerja bernapas, memperbaiki komplain paru dan
pertukaran gas, dan mencegah atelektasis.

(LeMone & Burke, 2000; p 1502)


23
Terapi Ventilasi
1. Ventilasi mekanik dengan intubasi
endotrakeal
Ventilasi Mekanik (1)
PEEP (positive end expiratori pressure)
PEEP dikaitkan dengan penurunan cardiac output dan
meningkatnya risiko barotrauma pulmonary, oleh karena itu
memerlukan pemantauan yang ketat.
Mencegah kolaps alveolar dan tidak menyebabkan overdistensi
Meningkatkan fungsional residual (FRC) sehingga
memperbaiki ventilasi perfusi
Mode ventilasi assist-control atau IMV dapat digunakan dlm
mengobati ARDS
Penting untuk diingat bahwa ventilasi mekanik tida mengobati
ARDS, tetapi hanya memberikan dukungan respiratory,
sementara itu penyebab yang mendasarinya di identifikasi dan
diobati.

(LeMone & Burke, 2000; p 1502)


25
Terapi Lain
 Posisi prone untuk memperbaiki oksigenasi
 Penggantian cairan (waspadai hipo/hipervolemia, krn akan
memperburuk hipoksia dan ARDS)
 Dukungan nutrisi (35-45 kcal/kg/day; enteral/parenteral nutrition)
 Pengobatan adanya infeksi
 Pengobatan kondisi yang mendasarinya
 Kateter Swan-Ganz: utk monitoring tek arteri pulmonal dan cardiac
output
 Heparin: mencegah tromboplebitis dan kemungkinan emboli paru,
mencegah/mengobari DIC sbg komplikasi ARDS

(LeMone & Burke, 2000; p 1502; Bruner & Suddarth, 2005)


26
Mortalitas
Mortalitas 50%-60%

(LeMone & Burke, 2000; Bruner & Suddarth, 2005)


27
Nursing Care
Prioritas: memelihara ventilasi & respirasi yg
adekuat
Mencegah injury
Mengelola kecemasan
Mencegah/menangani efek PEEP pada cardiac
output
Menangani potensi masalah weaning dari
ventilasi mekanik

28
Nursing Diagnosis
 Gg pertukaran gas bd perubahan membran kapiler alveol
karena peningkatan permeabilitas; cedera paru; kolap
 Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. hilangnya fungsi jalan
nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi
jalan nafas
 Penurunan CO b.d. peningkatan tekanan intrathorak akibat
ventilasi tekanan positif
 Disfunctional ventilator weaning response bd kongesti jalan
napas; inadekuat rest dan nutrisi; nyeri, kecemasan
 Intoleransi aktivitas bd ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dan demand karena peningkatan work of breathing

29
Nursing Diagnosis & Interventions
Nursing Diagnosis Interventions

Penurunan CO b.d. 1. Monitor dan catat VS/2jam (penting utk deteksi dini
peningkatan tekanan penurunan CO)
intrathorak akibat 2. Ukur & catat output urine/jam (penurunan output
ventilasi tekanan urine <30 ml/jam, tanda awal penurunan CO)
positif 3. Kaji LoC/4jam atau lebih sering lagi (penurunan LoC
tanda dini hipoksia serbral akibat penurunan CO)
4. Cek bunyi jantung dan paru secara sering (adanya
bunyi abnormal, indikasi gagal jantung)
5. Timbang BB/hari (indikator status cairan & utk deteksi
retensi cairan)
6. Lakukan higiene kulit scr sering
7. Pertahankan caira iv sesuai order
8. Beri analgetik, sedatif, neuromuscular blocker sesuai
kebutuhan.

30
Nursing Diagnosis & Interventions
Nursing Diagnosis Tujuan/kriteria hasil Interventions

Gg pertukaran gas Dalam 12-24 jam dari 1. Kaji st pernapasan (frekuensi, kedalaman,
bd perubahan dimulainya intervensi ps irama, dan penggunaan otot bantu napas)
membran kapiler memperlihatkan pertukaran 2. Kaji tanda/gejala respiratory distress (gelisah,
alveol karena gas yang adekuat, ditandai: cemas, confusion, tacipnea (RR >20x/mnt)
peningkatan • Pao2: >60 mmHg 3. Kaji bunyi napas . Bunyi tambahan biasanya
permeabilitas; • Paco2: <45 mmHg terdengar pd tahap lanjut ARDS
cedera paru; kolap • pH: 7.35-7.45 mmHg 4. Monitor nilai AGD serial. Jelaskan perlunya
• Dlm 4-6 hari dari analisa berulang
dimulainya intervensi: 5. Bandingkan saturasi hasil AGD dengan saturasi
 RR 12-20 mnt, kedalam pulse oximetry utk akurasi. Konsulkan jika nilai
dan pola normal pulse oximetry <90%
(eupnea) 6. Beri oksigen dan monitor saturasi oksigen
 Bunyi napas bersih/ 7. Monitor dan catat hasil test fungsi paru
wheezinf (-/-), ronchi (-/-) 8. Ajarkan pursed-lip bereathing technique
di kedua paru 9. Posisikan semi /high Fowler’s
10.Pertahankan peralatan intubasi emergensi siap
pakai di samping tempat tidur

31
Nursing Diagnosis & Interventions
Nursing Tujuan/kriteria hasil Interventions
Diagnosis
Intoleransi Dalam 24-48 jam 1. Atur pengkajian dan prosedur keperawatan
aktivitas bd dari dimulainya yg dilakukan pd ps agar tidak mengganggu
ketidakseimba intervensi ps istirahat (at least 90-120 min)
ngan antara memperlihatkan 2. Ajarkan tehnik releksasi progresif (libatkan
keluarga)
suplai oksigen peningkatan 3. Kurangi takut/kecemasan pasien: jelaskan
dan demand toleransi dalam semua prosedur
karena beraktivitas. 4. Istirahatkan setelah makan (utk menghindari
peningkatan Kriteria hasil: kompetisi suplai oksigen selama proses
work of • Menyatakan lelah digesti
breathing berkurang 5. Monitor saturasi oksigen selama aktivitas
• Menunjukan untuk mengevaluasi pembatasan aktivitas
peningkatan dan keadaan oksigenasi
toleransi aktivitas 6. Kaji suhu tubuh tiap 2-4 jam, dan atasi jika
bertahap ada peningkatan: utk menurunkan demand
oksigen

32

Anda mungkin juga menyukai