oleh:
Alviolita Nur Septiani, S. Kep
NIM 192311101130
i
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
LAPORAN PENDAHULUAN.................................................................... 1
A. Anatomi Fisiologi .................................................................................... 1
B. Definisi...................................................................................................... 5
C. Epidemiologi............................................................................................. 6
D. Etiologi...................................................................................................... 6
E. Klasifikasi................................................................................................. 6
F. Patofisiologi/Patologi............................................................................... 7
G. Manifestasi Klinik.................................................................................... 9
H. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................... 9
I. Komplikasi............................................................................................... 11
J. Penatalaksanaan...................................................................................... 12
K. Clinical Pathway.................................................................................... 14
L. Konsep Asuhan Keperawatan................................................................ 15
a. Pengkajian ........................................................................................... 15
b.Diagnosa Keperawatan ......................................................................... 24
c. Perencanaan/Nursing Care Plan........................................................... 25
Daftar Pustaka.............................................................................................. 30
iii
1
LAPORAN PENDAHULUAN
Konsep Teori
A. Anatomi Fisiologi Kulit
Kulit merupakan pembatas tubuh dengan lingkungan sekitar karena posisinya
yang terletak di bagian paling luar. Luas kulit dewasa 1,5 m2 dengan berat
kira-kira 15% berat badan (Djuanda, 2007).
Klasifikasi berdasarkan :
1. Warna :
- terang (fair skin), pirang, dan hitam
- merah muda : pada telapak kaki dan tangan bayi
- hitam kecokelatan : pada genitalia orang dewasa
2. Jenisnya :
- Elastis dan longgar : pada palpebra, bibir, dan preputium
- Tebal dan tegang : pada telapak kaki dan tangan orang dewasa
- Tipis : pada wajah
- Lembut : pada leher dan badan
- Berambut kasar : pada kepala
Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell : sel berwarna muda,
sitoplasma basofilik dan inti gelap, mengandung pigmen (melanosomes)
2. Lapisan Dermis (korium, kutis vera, true skin) : terdiri dari lapisan elastik
dan fibrosa pada dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut.
a. Pars Papilare: bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf
dan pembuluh darah.
b. Pars Retikulare: bagian bawah yang menonjol ke subkutan. Terdiri dari
serabut penunjang seperti kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar (matriks)
lapisan ini terdiri dari cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat,
dibagian ini terdapat pula fibroblas. Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblas,
selanjutnya membentuk ikatan (bundel) yang mengandung hidroksiprolin dan
hidroksisilin. Kolagen muda bersifat elastin, seiring bertambahnya usia,
menjadi kurang larut dan makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut
elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf, dan mudah mengembang
serta lebih elastis.
h. Memproduksi zat
i. Mengatur regulasi air
2. Termoregulasi
a. Mengontrol suhu badan dengan konveksi, evaporasi, konduksi dan radiasai
b. Membantu tubuh menyesuaikan dengan suhu lingkungan
c. Menghilangkan panas saat beraktivitas
d. Membuat tubuh menggigil dan bulu uduk berdiri, untuk mempertahankan
tubuh tetap hangat walau di suhu dingin
e. Mendinginkan tubuh saat terjadi evaporasi
3. Metabolisme
a. Membantu aktivasi vitamin D dan mengunakan vitamin D
b. Membantu tubuh mengeluarkan zat sisa
c. Menyerap medikasi
d. Menyimpan lemak
e. Berperan dalam regulasi cardiac output dan tekanan darah
4. Sensasi
a. Merasakan adanya sensai : dingin, panas, nyeri, tekanan dan sentuhan
b. Menyalurkan sensai sosial dan seksual
c. Membantu keintiman secara fisik
B. Definisi
Definisi luka adalah terputusnya kontinuitas jaringan karena cedera atau
pembedahan. Luka bisa diklasifi kasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat,
proses penyembuhan, dan lama penyembuhan (Kartika, 2015).
Luka kronis adalah luka yang karena beberapa alasan tidak sembuh. Luka
kronis berlangsung selama beberapa minggu atau berbulan-bulan bahkan
tahunan. Anda harus mengevaluasi pasien dan lukanya untuk menentukan
mengapa luka tersebut tidak mau sembuh. Setelah penyebabnya diketahui dan
ditangani, dasar perawatan harus digunakan dan penyembuhan akan
berlangsung (Semer, 2013). Luka kronis didefinisikan sebagai luka yang
belum sembuh setelah 3 bulan (Ariningrum dkk, 2018).
C. Epidemiologi
Tahun 2015 didapatkan ada total 129 pasien baru dengan komposisi 61
pasien laki-laki dan 68 pasien perempuan di Madura yang melakukan
pembedahan untuk perawatan luka kronis yang dialami, dilanjutkan di tahun
2016 jumlah pasien juga mengalami peningkatan sebanyak 34,1% menjadi 173
pasien baru di tahun 2016 dengan komposisi 85 pasien lakilaki dan 88 pasien
perempuan (Primadina, 2017).
D. Etiologi
Luka kronis sering disebabkan oleh luka bakar luas, gangguan sirkulasi,
tekanan yang berlangsung lama (pressure ulcers/ ulkus dekubitus), ulkus
diabetik dan keganasan. Waktu penyembuhan luka yang cenderung lebih lama,
risiko terinfeksi lebih besar (Ariningrum dkk, 2018).
E. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, luka dibagi menjadi :
a. Erosi, Abrasi, Excoriasi :
Erosi: Luka hanya sampai stratum corneum
Abrasi: Luka sampai stratum spinosum
Excoriasi: Luka sampai stratum basale
- Merupakan kerusakan epitel permukaan akibat trauma gesek pada epidermis.
- Abrasi luas dapat mengakibatkan kehilangan cairan tubuh.
Luka harus segera dicuci, benda asing dalam luka harus dibersihkan dengan
seksama untuk meminimalkan risiko infeksi dan mencegah “tattooing” (luka
kedalamannya sampai stratum papilare dermis).
b. Kontusio
- Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau ledakan.
- Dapat mengakibatkan kerusakan jaringan yang luas.
- Pada awalnya, lapisan kulit di atasnya bisa jadi intak, tapi pada akhirnya
dapat menjadi non-viable.
- Hematoma berukuran besar yang terletak di bawah kulit atau atau di dalam
otot dapat menetap.
- Kontusio luas dapat mengakibatkan infeksi dan compartment syndromes.
c. Laserasi :
Laserasi terjadi jika kekuatan trauma melebihi kekuatan regang jaringan,
misalnya: robekan kulit kepala akibat trauma tumpul pada kepala. Laserasi
diklasifikasikan berdasarkan mekanisme terjadinya, yaitu :
1) Insisi :
- Luka sayatan, disebabkan oleh benda tajam.
- Kerusakan jaringan sangat minimal.
- Contoh : luka tusuk, luka pembedahan, terkena pecahan kaca.
- Ditutup dengan bantuan jahitan, klip, staples, adhesive strips (plester) atau
lem. Luka pembedahan dapat terbuka kembali secara spontan (dehisensi) atau
dibuka kembali karena terbentuk timbunan cairan, darah (hematoma) atau
infeksi.
2) Tension laceration :
7
F. Patofisiologi
Tubuh biasanya mengabsorbsi kekuatan baik dari elastisitas jaringan atau
kekuatan rangka. Intensitas tekanan mengikuti hukum fisika. Hukum fisika yang
terkenal dimana kekuatan = ½ masa x kecepatan. Sebagai contoh, 1 kg batu bata
ditekankan ke kepala tidak akan menyebabkan luka, namun batu bata yang sama
dilemparkan ke kepala dengan kecepatan 10 m/s menyebabkan perlukaan.
Faktor lain yang penting adalah daerah yang mendapatkan kekuatan.
kekuatan dari masa dan kecepatan yang sama yang terjadi pada dareah yang lebih
kecil menyebabkan pukulan yang lebih besar pada jaringan. Pada luka tusuk,
semua energi kinetik terkonsentrasi pada ujung pisau sehingga terjadi perlukaaan,
sementara dengan energi yang sama pada pukulan oleh karena tongkat pemukul
kriket mungkin bahkan tidak menimbulkan memar.
Efek dari kekuatan mekanis yang berlebih pada jaringan tubuh dan
menyebabkan penekanan, penarikan, perputaran, luka iris. Kerusakan yang terjadi
tergantung tidak hanya pada jenis penyebab mekanisnya tetapi juga target
jaringannya. Contohnya, kekerasan penekanan pada ledakan mungkin hanya
sedikit perlukaan pada otot namun dapat menyebabkan ruptur paru atau intestinal,
sementara pada torsi mungkin tidaka memberikan efek pada jaringan adiposa
namun menyebabkan fraktur spiral pada femur.
G. Manifestasi Klinis
gejala luka (Media Kesehatan Indonesia, 2017):
a. Gejala yang paling umum dari luka adalah nyeri, bengkak, dan
pendarahan. Jumlah rasa sakit, pembengkakan, dan pendarahan dari luka
tergantung pada area cedera dan mekanisme cedera
9
b. Laserasi (luka robek) yang besar mungkin tidak terlalu sakit jika luka
berada di area yang memiliki sedikit persarapan, sementara lecet yang
terjadi di ujung jari (yang memiliki lebih banyak saraf) bisa sangat
menyakitkan.
c. Beberapa luka robek mungkin berdarah lebih banyak jika melibatkan area
yang memiliki banyak pembuluh darah, misalnya, kulit kepala dan wajah.
H. Pemeriksaan Penunjang
Penilaian luka
1. Adanya penyakit lain :
- Anemia
- Arteriosklerosis
- Keganasan
- Diabetes
- Penyakit autoimun
- Penyakit inflamasi
– Gangguan fungsi hati
- Rheumatoid arthritis
- Gangguan fungsi ginjal penyembuhan luka karena :
- Mengganggu deposisi kolagen jaringan
- Berkurangnya vaskularisasi berakibat penurunan suplai oksigen dan
nutrisi
- Berkurangnya mobilitas
- Pengaruh terhadap metabolisme sel
2. Infeksi Respons host terhadap bakteri/ reaksi inflamasi akan memperlambat
penyembuhan luka.
3. Umur dan komposisi tubuh Kapasitas kulit untuk memperbaiki diri semakin
menurun dengan bertambahnya usia.
4. Status nutrisi Penyembuhan luka memerlukan nutrisinutrisi tertentu.
Undernutrition dan overnutrition (obesitas) mempengaruhi penyembuhan luka.
5. Merokok Merokok mengakibatkan vasokonstriksi sehingga suplai oksigen
dan nutrisi ke daerah luka berkurang.
6. Pengobatan Obat-obat steroid, AINS, kemoterapi, imunosupresan dan
antiprostaglandin mengganggu penyembuhan luka dan meningkatkan risiko
terjadinya infeksi.
7. Status psikologis Stress memperlambat penyembuhan luka.
8. Lingkungan sosial dan higiene
9. Akses terhadap perawatan luka
Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan diagnostik yang perlu di lakukan terutama jenis darah
lengkap. Tujuanya untuk mengetahui tentang infeksi yang
terjadi.pemeriksaannya melalui laboratorium.
2. Sel-sel darah putih.leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan
kehilangan sel pada lesi luka dan respon terhadap proses infeksi.
3. Hitung darah lengkap.hematokrit mungkin tinggi atau lengkap.
4. Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi.
5. Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit deabetus
melitus
Adalah tindakan yang sengaja dilakukan oleh dokter bedah agar terjadi
drainase yang efektif dari luka yang terkontaminasi-bersih atau luka yang
terkontaminasi.
K. Clinical Pathway
LUKA
13
b. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan tanda vital
2. Pemeriksaan fisik umum : bertujuan mencari tanda adanya faktor
komorbid, seperti :
- Inspeksi mukosa konjungtiva dan bibir (mengetahui kemungkinan anemia).
- Menilai status gizi (mengetahui adanya malnutrisi atau obesitas).
- Pemeriksaan neurologi (reflex dan sensasi – mengetahui kemungkinan
neuropati).
- Pemeriksaan kardiovaskuler (menilai oksigenasi jaringan dan kemungkinan
adanya penyakit vaskuler perifer).
3. Penilaian adanya infeksi :
a. Gejala dan tanda umum : demam, malaise, limfadenopati regional
b. Gejala dan tanda lokal : edema, eritema, rasa nyeri, peningkatan suhu
lokal, gangguan fungsi.
4. Penilaian terhadap terjadinya kerusakan struktur di bawah luka (pembuluh
darah, saraf, ligamentum, otot, tulang) :
a. Pembuluh darah :
- Cek pengisian kapiler : adakah pucat atau sianosis, apakah suhu area di
distal luka teraba hangat.
- Cek pulsasi arteri di distal luka.
- Jika terdapat perdarahan, dinilai apakah perdarahan berasal dari kapiler,
vena atau arteri. Dilakukan penanganan sesuai dengan sumber perdarahan.
b. Saraf :
- Lakukan penilaian status motorik (kekuatan otot, gerakan) dan fungsi
sensorik di distal luka.
- Penilaian status sensorik harus selalu dilakukan sebelum tindakan infiltrasi
anestesi.
c. Otot dan tendo :
Kerusakan tendo dapat dinilai dengan inspeksi, akan tetapi tetap harus
dilakukan penilaian terhadap range of motion dan kekuatan dari tiap otot dan
tendo di sekitar luka.
d. Tulang :
- Dinilai adakah fraktur (terbuka atau tertutup) dan dislokasi.
3. B 3 : Brain (Persyarafan/Neurologik)
- Tingkat kesadaran
Penurunan tingkat kesadaran pada pasien dengan respirator dapat terjadi akibat
penurunan PCO2 yang menyebabkan vasokontriksi cerebral. Akibatnya akan
menurunkan sirkulasi cerebral.
Untuk menilai tingkat kesadaran dapat digunakan suatu skala pengkuran yang
disebut dengan Glasgow Coma Scale (GCS).
GCS memungkinkan untuk menilai secara obyektif respon pasien terhadap
lingkungan. Komponen yang dinilai adalah : Respon terbaik buka mata, respon
19
motorik, dan respon verbal. Nilai kesadaran pasien adalah jumlah nilai-nilai
dari ketiga komponen tersebut.
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang
terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor
yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban
verbal.
Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri.
Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin
juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk
perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan
oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di
dalam rongga tulang kepala.
Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral
atau sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran
berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas
(kematian).
Jadi sangat penting dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien.
Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign.
GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat
kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan
menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka
mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score)
dengan rentang angka 1 – 6 tergantung responnya.
Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan
kuku jari)
(1) : tidak ada respon
Verbal (respon verbal) :
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang )
disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun
tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
Motor (respon motorik) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi
rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan
jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
21
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan perawatan selama 3x24 jam, nyeri Manajemen Nyeri
dengan agen injuri akut menjadi efektif dengan kriteria hasil: 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
biologis, fisik. Kontrol nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Skala kualitas dan faktor presipitasi
Indikator
Awal Akhir 2. Observasi reaksi nonverbal dari
Menggunakan tindakan ketidaknyamanan
pencegahan 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
Menggunakan tindakan mengetahui pengalaman nyeri pasien
pengurangan nyeri tanpa 4. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
analgesik 5. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
Menggunakan analgesik yang tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
direkomendasikan lampau
Melaporkan gejala yang tidak 6. Kurangi faktor presipitasi nyeri
terkontrol 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Mengenali apa yang terkait 8. Kolaborasikan pemberian analgetik
dengan gejala nyeri
Melaporkan nyeri yang
terkontrol
Melaporkan perubahan terhadap
gejala nyeri
Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x Pengecekan Kulit (3590)
24. jam Pasien dapat menunjukkan perubahan 1. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan
berhubungan dengan
ditandai dengan adanya kemerahan, kehangatan ekstrim, edema,
26
faktor mekanik Integritas Jaringan: Kulit dan membran mukosa atau drainase.
(1101) 2. Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi,
Skala tekstur, edema, dan ulserasi pada ekstremitas
Indikator
Awal akhir 3. Periksa kondisi luka operasi dengan tepat
Suhu Kulit 4. Gunakan alat pengkajian untuk
Tekstur mengindentifikasi pasien yang berisiko
Pertumbuhan rambut pada mengalami kerusakan integritas kulit (misalnya,
kulit skala braden)
Integritas kulit 5. Monitor warna dan suhu kulit
Pigmentasi abnormal 6. Monitor kulit dan selaput lendir terhadap area
Lesi pada kulit perubahan warna, memar, dan pecah
7. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
Pengelupasan kulit 8. Monitor kulit untuk adanya kekeringan yang
Penebalan kulit berlebihan dan kelembapan
9. Monitor infeksi terutama di daerah edema
Eritem 10. Dokumentasikan perubahan membran mukosa
11. Gunakan langkah-langkah untuk mencegah
Nekrosis
kerusakan lebih lanjut (Misal, melapisi kasur,
Pengerasan Kulit
menjadwalkan reposisi)
12. Ajarkan keluarga/pemberi asuhan mengenai
kerusakan kulit dengan tepat.
Perawatan Luka (3660)
1. Monitor karakteristik luka termasuk drainase,
warna, ukuran, dan bau.
2. Ukur luas luka yang sesuai
3. Bersihkan dengan normal saline atau pembersih
yang tidak beracun dengan tepat.
4. berikan perawatan insisi pada luka yang
27
diperlukan
5. Berikan perawatan ulkus pada kulit yang
diperlukan,
6. Olehkan salep yang sesuai dengan jenis luka
7. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka
8. Perhatikan teknik balutan steril ketika
melakukan perawatan luka yang tepat
9. Ganti balutan sesuai dengan jumlah eksudat dan
drainase
10. bandingkan dan catat setuipa perubahan luka
11. Reposisi pasien setidaknya setiap 2 jam dengan
tepat
12. Dorong cairan yang sesuai
13. rujuk pada ahli diet yang tepat
14. Anjurkan pada pasien dan keluarga untuk
mengenali tanda dan gejala infeksi
15. Dokumentasikan lokasi luka, ukuran dan
tampilan
Perlindungan Infeksi (6550)
1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Monitor hitung mutlak WBC, Granulosit, dan
hasil diferensial
4. Pertahankan asespsis
5. Berikan perawatan kulit yang tepat
6. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup
7. Ajarkan pasien dan keluarga bagaimana cara
28
menghindari infeksi
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam Intoleransi Manajemen Energi (0180)
berhubungan dengan aktivitas klien dapat teratasi 1 Kaji adanya factor yang menyebabkan
kelemahan kelelahan
Indikator Skala 2 Monitor nutrisi dan sumber energi yang
adekuat
Awal Akhir
3 Monitor respon kardivaskuler terhadap
Tanda Vital aktivitas
4 Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat
mentoleransi aktivitas pasien
Kemampuan mengelurakan 5 Ajarkan klien mengenai pengelolaan dan
sekret manajemen waktu untuk mencegah kelelahan
Suara nafas tambahan 6 Kolaborasi dengan tenaga medis lain untuk
Batuk mengurangi kelelahan fisik (Farmakologi dan
non farmakologi)
Terapi Aktifitas (4310)
1 Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
2 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
3 Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
Resiko infeksi Keparahan infeksi (0703) Kontrol infeksi (6540)
berhubungan dengan luka Kontrol resiko (1902) 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah
terbuka Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 dipakai setiap pasien
jam, tidak terjadi infeksi pada pasien dengan kriteria 2. Ganti perawatan peralatan setiap pasien sesuai
hasil: SOP rumah sakit
29
M. Discharge Planning
a. Konsultasikan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya dengan dokter, perawat, fisioterapi
b. Hindari untuk menggunakan produk yang dapat memperparah luka
c. Jika tubuh sudah gemuk konsultasikan untuk melakukan diet
d. Konsumsi makanan yang dapat meningkatkan proses penyembuhan luka
e. Hindari penggunaan alat yang dapat menyebabkan infeksi pada luka
f. Meningkatkan aktivitas fisik
30
DAFTAR PUSTAKA
Ariningrum, d., dkk. 2018. Manajemen Luka. Universitas Sebelas Maret: Fakultas
kedokteran.
Baroroh, D. B. 2011. Konsep Luka. Universitas Muhammadiyah Malang: Basic
Nursing Department PSIK FIKES.
Bulechek, G. M., Howard, K.B., Dochterman, J.M., & Cheryl, M.W. 2013.
Nursing Intervention Classification (NIC). 6th edn. Elsevier.
Bulechek, G. M., Howard, K.B., Dochterman, J.M., & Cheryl, M.W. 2013.
Nursing Outcome Classification (NOC). 6th edn. Elsevier
Djuanda, A, dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
Hardman, T. H. and Kamitsuru, S. 2018. NANDA Internasional Inc. Diagnosis
Keperawatan; Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. 11th edn. Jakarta: EGC.