Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS MEDIS
ULKUS PEDIS DIABETIKUM
DI RUANG POLI BPJS (BEDAH A)
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS AIRLANGGA

1. Tinjauan Teori Kasus:


a. ULKUS PEDIS
1) Definisi
Ulkus diabetikum merupakan kondisi yang terjadi pada
penderita
diabetes melitus dikarenakan abnormalitas syaraf dan
terganggunya arteri
perifer yang menyebabkan terjadinya infeksi tukak dan
destruksi jaringan
di kulit kaki(Roza, 2015)
Ulkus diabetikum disebabkan karena meningkatnya
hiperglikemia
yang kemudian menyebabkan terjadinya kelainan neuropati
dan pembuluh
darah. Kelainan neurpoati mengakibatkan perubahan pada
kulit, otot dan
perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki sehingga
meempercepat
terbentuknya ulkus. Adanya ulkus yang terinfeksi maka
kemungkinan
terjadinya tindakan amputasi menjadi lebih besar(Akbar. G.
T., 2014)
Kondisi hiperglikemia yang meningkat dapat menyebabkan
terjadinya resiko ulkus diabetikum yang sulit mengalami
penyembuhan
karena pasien mengalami penurunan kemampuan pada
bagian pembuluh
darah dalam berkontraksi ataupun relaksasi akibatnya
perfusi jaringan
pada bagian distal tungkai tidak baik. Peningkatan
hiperglikemia dapat
menjadi tempat berkembangnya bakteri patogen anaerob
karena plasma
darah penderita yang tidak terkontrol dengan baik dan
mempunyai
kekentalan (viskositas) yang tinggi yang mengakibatkan
aliran darah
menjadi lambat dan menyebabkan suplai oksigen menjadi
berkurang
(Veranita, 2016)
Ulkus kaki diabetik adalah luka yang dialami oleh
penderita diabetes pada area kaki dengan kondisi luka
mulai dari
luka superficial, nekrosis kulit, sampai luka dengan
ketebalan
penuh (full thickness), yang dapat meluas kejaringan lain
seperti
tendon, tulang dan persendian, jika ulkus dibiarkan tanpa
penatalaksanaan yang baik akan mengakibatkan infeksi
atau
gangrene. Ulkus kaki diabetik disebabkan oleh berbagai
faktor
diantaranya kadar glukosa darah yang tinggi dan tidak
terkontrol,
neuropati perifer atau penyakit arteri perifer. Ulkus kaki
diabetik
merupakan salah satu komplikasi utama yang paling
merugikan
dan paling serius dari diabetes melitus, 10% sampai 25%
dari
pasien diabetes berkembang menjadi ulkus kaki diabetik
dalam
hidup mereka (Fernando, et al., 2014; Frykberg, et al.,
2006;
Rowe, 2015; Yotsu, et al., 2014).
Ulkus kaki diabetik adalah lesi non traumatis pada kulit
(sebagian atau
seluruh lapisan) pada kaki penderita diabetes melitus
(Mariam et al., 2017).
Ulkus kaki diabetik biasanya disebabkan oleh tekanan
berulang (geser dan
tekanan) pada kaki dengan adanya komplikasi terkait
diabetes dari neuropati
perifer atau penyakit arteri perifer, dan penyembuhannya
sering dipersulit oleh
perkembangan infeksi (Jia et al., 2017).
Ulkus diabetikum didefinisikan sebagai
ulkus di bawah pergelangan kaki karena berkurangnya
sirkulasi kapiler dan /
atau arteri, neuropati, dan kelainan bentuk kaki (Robberstad
et al., 2017)
Ulkus kaki diabetikum merupakan luka terbuka pada
permukaan kulit yang
disebabkan adanya makroangiopati sehingga terjadi
vaskuler insufisiensi dan
neuropati. Berdasarkan WHO dan International Working
Group on the Diabetic
Foot, ulkus diabetikum adalah keadaan adanya ulkus,
infeksi, dan atau
kerusakan dari jaringan, yang berhubungan dengan
kelainan neurologi dan
penyakit pembuluh darah perifer pada ekstremitas bawah
(Hendra et al., 2019).
Jadi dapat disimpulkan ulkus diabetikum adalah luka
terbuka yang terjadi
pada kaki penderita DM yang disebabkan oleh tekanan
berulang pada kaki dan
disertai dengan adanya neuropati perifer, kelainan bentuk
kaki serta
perkembangan infeksi yang sering mempersulit
penyembuhan akibat
berkurangnya sirkulasi arteri.

Klasifikasi Wagner-Meggit paling banyak digunakan secara


menyeluruh untuk penilaian lesi pada ulkus kaki
diabetikum. Sistem penilaian ini
memiliki 6 kategori. Empat kelas pertama (Kelas 0,1,2 dan
3) berdasarkan
kedalaman pada lesi, jaringan lunak pada kaki. Dua nilai
terakhir (Kelas 4 dan 5)
berdasarkan pada tingkat gangrene serta perfusi yang sudah
hilang. Kelas 4 lebih
mengacu pada gangrene kaki parsial lalu kelas 5 lebih
kepada gangrene yang
menyeluruh. Luka superficial yang mengalami infeksi
ataupun disvaskular tidak
bisa diklasifikasikan oleh sistem tersebut. Klasifikasi ini
hanya terbatas untuk
mengidentifikasi gambaran penyakit vascular sebagai
faktor resiko independen
(Jain, 2012)
BAB II 1.pdf

Tinjauan anatomi

Anatomi Pankreas  

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira

15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya

rata-rata 60-90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di

belakang lambung.

Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat

di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala )

kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk

oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang

merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpadengan

bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi

perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang

berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus (Tambayong, 2001).

Fungsi pankreas ada 2 yaitu :

a.      Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang

berisi enzim dan elektrolit.

b.      Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang

bersama-sama membentuk organ endokrin yang


mensekresikan insulin. Pulau langerhansmanusia mengandung tiga jenis

sel utama,yaitu :

1)     Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ;

memproduksi glukagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon

yang mempunyai “ anti insulin like activity “.

2)     Sel-sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin.

3)     Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang

menghambat pelepasan insulin dan glukagon . (Tambayong, 2001).

2) Etiologi
Menurut (Tarwoto., 2011)ada beberapa faktor yang
menyebabkan
terjadinya ulkus diabetikum diantarannya :
1. Neuropati sensori perifer yang menyebabkan
insensitifitas
nyeri
2. Trauma hal ini berhubungan dengan tekanan yang terlalu
tinggi
pada telapak kaki selama proses berjalan
3. Deformitas kaki yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan pada plantar
4. Iskemia merupakan kekurangan darah dalam jaringan
sehingga
jaringan mengalami kekurangan oksigen
5. Pembentukan kalus
6. Infeksi dan edema
7. Kontrol gula darah yang tidak bagus
8. Hiperglikemia yang terjadi selama berkepanjangan dan
keterbatasan perawatan kaki
Faktor resiko terjadinya kaki diabetik yaitu :
1. Usia
Umur ≥ 45 tahun sangat beresiko terjadinya Diabetes
melitus tipe 2.
Orang dengan usia lebih dari 45 tahun dengan pengaturan
diet
glukosa yang sangat rendah akan mengalami penyusutan
sel-sel beta
pankreas. Sel beta pankreas yang masih tersisa pada
dasarnya masih
aktif tetapi sekresi insulinya yang semakin mengalami
kekurangan(Hongdiyanto, 2014)
Pada la(Rozza, 2015)nsia mengalami penurunan syaraf
perifer dan
kelenturan jaringan juga menurun sehingga akan
menimbulkan
adanya luka diabetik (Purnomo & Dwiningsih, 2014)
2. Lamanya penyakit diabetes melitus
Semakin lama seseorang menderita DM menyebabkan
hiperglikemia yang semakin menginisiasi terjadinya
hiperglisolia
yang merupakan keadaan sel kelebihan glukosa.
Hiperglisolia
kronik mampu mengubah homeostasis biokimiawi yang
kemudian
berpotensi terjadinya perubahan dasar komplikasi kronik
DM(Roza,
2015)
3. Neuropati
Neuropati dapat mengakibatkan gangguan syaraf motorik,
otonom
dan sensorik. Gangguan motorik mengakibatkan terjadinya
atrofi
otot, deformitas kaki, perubahan biomekanika kaki dan
distribusi
tekanan pada bagian kaki mengalami gangguan sehingga
ulkus
akan meningkat. Gangguan sensorik dirasakan ketika
pasien mulai
mengeluhkan kakinya merasa kehilangan sensasi rasa atau
kebas.
Gangguan otonom mengakibatkan kaki mengalami
penurunan
ekskresi keringat sehingga menjadi kering dan terbentuk
adanya
12
fisura. Saat terjadi mikrotrauma keadaan kaki yang rentan
retak
akan meningkatkan terjadinya ulkus diabetikum(Rozza,
2015)
4. Pola Makan atau kepatuhan Diet
Kepatuhan terhadap diet diabetes sangat mempengaruhi
dalam
mengontrol kadar glukosa darah, kolestrol dan trigliserida
mendekati normal sehingga dapat mencegah adanya
komplikasi
kronik seperti ulkus kaki diabetik. Hal yang terpenting bagi
penderita diabetes melitus yaitu pengendalian dalam gula
darah.
Pengendalian gula darah ini berhubungan dengan diet atau
perencanaan makan karena gizi memiliki hubungan dengan
diabetes. Hal ini dikarenakan diabetes merupakan gangguan
kronis
metabolisme zat gizi makro seperti karbohidrat, protein dan
lemak
dengan memiliki ciri terlalu tingginya konsentrasi gula
dalam darah
walupun kondisi perut dalam keadaan kosong, serta
tingginya resiko
terhadap arteriosklerosis atau penebalan pada dinding
pembuluh
nadi karena terjad timbunan lemak dan penurunan fungsi
syaraf(Aryana, 2014)
Penurunan fungsi syaraf pada bagian ekstermitas bawah
dapat
menimbulkan nyeri, kesemutan dan hilangnya indera perasa
yang
memungkinkan terjadi luka, menyebabkan terjadinya
infeksi yang
serius atau bahkan amputasi. Kontrol makanan dapat
menjadi upaya
kontrol terhadap luka karena kontrol makanan merupakan
bagian
dari kontrol metabolik dalam pendekatan multidisplin
dalam
penatalaksanaan luka diabetik. Untuk glukosa darah harus
selalu
dalam keadaan normal karena dapat mempengaruhi terakit
terjadinya hiperglikemia dan menghambat proses
penyembuhan(Washilah, 2014)
5. Penyakit arteri perifer
Penyakit arteri perifer merupakan penyumbatan pada
bagian arteri
ekstermitas bawah yang disebabkan karena
artherosklerosis. Gejala
yang sering ditemukan pada pasien penderita arteri perifer
yaitu
klaudikasio intermitten yang dikarenakan iskemia otot dam
iskemia
13
yang menimbulkan rasa nyeri saat beristirahat. Iskemia
berat akan
mencapai puncak sebagai ulserasi dan gangrene(Rozza,
2015)
6. Kontrol glikemik buruk
Kadar glukosa darah yang sangat tidak terkontrol (GDP
lebih dari
100 mg/dl dan GD2JPP lebih dari 144 mg/dl) dapat
mengakibatkan
terjadinya komplikasi kronik untuk jangka panjang baik
makrovaskuler atau mikrovaskluer salah satunya adalah
ulkus
diabetika (Hastuti, 2008)
7. Perawatan kaki
Pada orang yang mengalami diabetes melitus harus rutin
menjaga
kebersihan area kaki. Jika tidak di bersihkan maka akan
mengalami
gangguan peredaran darah dan syaraf mengalami kerusakan
yang
mengakibatkan sensitivitas terhadap rasa nyeri sehingga
akan sangat
mudah mengalami cidera tanpa di sadari. Masalah yang
sering
timbul pada area kaki yaitu kapalan, mata ikan, cantengan
(kuku
masuk ke dalam), kulit kaki mengalami retak atau pecah-
pecah,
luka karena kutu air dan kutil pada telapak kaki(Hidayat,
2014)
Pedoman dasar perawatan kaki oleh National Institutes of
Health
dan American Diabetes association agar mencegah terjadi
cidera
mengatakan apabila untuk pemotongan kuku harus
posisinya tetap
lurus agar tidak terjadi lesi pada kuku. Apabila kesulitan
untuk
melihat bagian kaki, sulit untuk mencapai jari-jari, kuku
kaki yang
menebal harus dibantu dengan orang lain atau perawat
kesehatan
untuk membantu memotong kuku kaki (Diani, 2013).
Memotong
dan merawat kuku secara teratur pada saat mandi hindari
terjadinya
luka kembali pada jaringan disekitar kuku, rendam dengan
menggunakan air hangat kurang lebih 5 menit apabila kuku
keras
dan sulit untuk di potong (Hidayat, 2014)
8. Penggunaan alas kaki yang tidak tepat
Seseorang yang menderita atau mengalami diabetes atau
ulkus
diabetikum harus menggunakan alas kaki, sepatu sesuai
dengan
ukuran dan nyaman saat digunakan, lalu untuk ruang di
dalam
14
sepatu yang cukup untuk jari-jari. Bagi penderita diabetes
atau ulkus
diabetikum tidak boleh berjalan tanpa menggunakan alas
kaki
karena akan memperburuk kondisi luka dan mempermudah
sekali
untuk terjadinya trauma terutama apabila terjadi neuropati
yang
membuat sensasi rasa berkurang atau hilang, jangan
menggunakan
sepatu atau alas kaki yang berukuran kecil karena sangat
beresiko
melukai kaki (Hidayat, 2014)
Seseorang yang menderita atau mengalami diabetes atau
ulkus
diabetikum tidak disarankan berjalan tanpa menggunakan
alas kaki
karena akan memperburuk kondisi luka dan mempermudah
terjadinya trauma pada ulkus diabetika terutama apbila
terjadi
neuropati yang membuat sensasi rasa berkurang atau
hilang(Hastuti,
2008)

3) Manifestasi Klinis
Menurut(Maryunani, 2013) tanda dan gejala ulkus diabetik
dapat
dilihat berdasarkan stadium antara lain sebagai berikut :
1. Stadium I
5
Mulai ditandai dengan adanya tanda-tanda asimptomatis
atau terjadi kesemutan
2. Stadium II
Mulai ditandai dengan terjadinya klaudikasio intermitten
yaitu nyeri yang terjadi dikarenakan sirkulasi darah yang
tidak
lancar dan juga merupakan tanda awal penyakit arteri
perifer yaitu
pembuluh darah arteri mengalami penyempitan yang
menyebabkan penyumbatan alirah darah ke tungkai
3. Stadium III
Nyeri terjadi bukan hanya saat melakukan aktivtitas saja
tetapi setelah berektivitas atau beristirahat nyeri juga tetap
timbul
4. Stadium IV
Mulai terjadi kerusakan jaringan karena anoksia (nekrosis
ulkus)

4) Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Suddarth, 2014), pemeriksaan diagnostik pada
ulkus
diabetikum adalah:
1. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Denervasi kulit menyebabkan produktifitas keringat
menurun,
sehingga kulit kaki kering, pecah, rabut kaki, atau jari kaki
(-),
kalus, claw toe.
Ulkus tergantung saat ditemukan (0-5).
2) Palpasi
a. Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal
b. Klusi arteri dingin, pulsasi (-)
c. Ulkus : kalus keras dan tebal
2. Pemeriksaan radiologis : ga s subcutan, benda asing,
asteomielitis
3. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200mg/dl, gula
darah puasa .
120mg/dl dan dua jam post prandial >200 mg/dl
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.
Pemeriksaan
dilakukan dengan cara benedct ( reduksi ). Hasil dapat
dilihat
memalui perubahan warna urine ( hijau , kuning, merah ,
dan
merah bata )
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan
antibiotic
yang sesuai dengan jenis kuman.

b. Patofisiologi
Awal mula terjadinya masalah kaki atau ulkus diabetikum
karenaterjadipeningkatan hiperglikemia yang menyebabkan
kelainan pada
bagian pembuluh darah dan neuropati. Neuropati, sensorik,
motorik atau pun
autonomik dapat menyebabkan berbagai perubahan pada bagian
kulit dan otot
yang kemudian dapat mengakibatkan terjadinya perubahan
distribusi tekanan
pada bagian telapak kaki lalu akan mempermudah timbulnya ulkus.
Adanya
resiko rentan terhadap infeksi menjadikan infeksi menjadi mudah
melebar dan
semakin luas. Faktor aliran darah yang tidak cukup juga
menjadikan semakin
susahnya pengelolaan pada kaki diabetes (Waspadji, 2009)
Neuropati motorik menyebabkan terjadinya atrofi otot, perubahan
biomekanik, deformitas pada kaki dan redistribusi tekanan pada
kaki hal tesebut
yang dapat mengarah pada terjadinya ulkus. Neuropati sensorik
mempengaruhi
dan terjadi ketidaknyamanan yang membuat trauma berulang pada
kaki. Syaraf
otonom yang mengalami kerusakan menjadi penyebab penurunan
keringat
sehingga kulit menjadi kering, pecah-pecah ditandai dengan
adanya fisura yang
mempermudah masuknya bakteri. Kerusakan pada bagian
persyarafan simpatis
pada kaki membuat timbulnya taut (shunting) arteriovenosa dan
distensi vena.
Kondisi itu memintas bantalan kapiler pada bagian yang terkena
dan
menghambat adanya suplai oksigen dan nutrisi. Penyakit
mikrovaskuler dapat
menggagu terjadinya suplai nutrisi oleh darah ke jaringan kaki
(Bilous, 2014)

c. Penatalaksanaan
Menurut (Maryunani, 2015) untuk penatalaksanaan ulkus
diabetikum dapat dilakukan dengan berbagai usahaseperti
rehabilitasi saat
melakukan perawatan kemudian rehabilitasi untuk mencegah
timbulnya ulkus
yang baru.
1. Manajemen Perawatan Kaki
a. Menjaga kebersihan kaki setiap hari dengan cara sebagai
berikut :
ta mikroorganisme
2) Mekanis dengan menggunakan dressing basah sampai kering,
irigasi luka dan dekstranomer
3) Enzimatik dengan menggunakan enzim kimia seperti
kolagenase,
papain atau tripsin seperti krim, salep
4) Debridement autolitik dengan menggunakan enzim in vivo yang
mampu mencerna sendiri bagian jaringan yang menyimpang
seperti hydrogel atau hidrokolid
k. Dressing
Menurut(Braund, 2013) dressing dipergunakan untuk mempercepat
adanya penyembuhan luka. Dressing bukanlah pengganti dari
debridement. Dressing lebih melibatkan pemeliharaan sekitar luka
seimbang yaitu tidak terlalu lembab maupun kering. Tenaga
kesehatan
harus mempergunakan pembalut luka yang sesuai dengan kondisi
luka
pada kaki diabetik. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan
meliputi lokasi luka, luas atau ukuran, kedalaman luka, jumah dan
jenis eksudat, kondisi kulit kusut,jenis jaringan utama pada bagian
permukaan luka, kompatibilitas dengan menggunakan terapi lain,
dan
kualitas hidup serta kesejahteraan pada diri pasien
23
l. Amputasi
Dalam pedoman International Diabetic Foot, tindakan amputasi
tidak
boleh dilakukan kecuali memang telah dilakukan assessment
vaskular
yang terinci. Amputasi dilakukan ketika dalam kondisi Iskemi
yang
tidak bisa ditangani dengan analgesis atau revaskularisasi, infeksi
kaki
yang kondisinya sudah mengancam jiwa yang tidak bisa diperbaiki
dengan dilakukan tindakan lain, ulkus kaki tanpa adanya proses
penyembuhan disertai dengan beban penyakit lebih tinggi dari pada
akibat amputasi. Pada beberapa kasus yang terjadi, komplikasi
pada
ulkus kaki diabetikum menyebabkan tidak berguna secara
fungsional
dan tindakan amputasi merupakan alternatif terbaik (Braund, 2013)
m.Terapi Antibiotik
Pada ulkus kaki diabetikum apabila terdapat infeksi gabungan dari
bakteri anaerob atau aerob, antibiotik yang disarankan harus sesuai
dengan hasil kultur serta resistensi terhadap antibiotik. Karena itu
untuk melakukan pemilihan antibiotik yang pertama harus
diberikan
antibiotik golongan spektrum supaya infeksinya tidak bertambah
parah. Pemberian entibiotik harus melihat tingkat keparahan
infeksinya
karena hal ini berguna untuk mencegah terjadinya resistensi selama
menjalan terapi(Lipsky, 2012)
d. WOC

2. Tinjauan ASKEP
a. Fokus pengkajian (riwayat keperawatan, pemeriksaan fisik
dan tes diagnostic) (B1-B6)

b. Diagnose keperawatan

c. Intervensi keperawatan dan rasional

3. Daftar pustaka (minimal 5)


Maryunani, A., 2013. Perawatan Luka Modern (Mpdern Woundcare) Terkini dan
Terlengkap. Bogor : In Media.
Mariam, T. G., Alemayehu, A., Tesfaye, E., Mequannt, W., Temesgen, K.,
Yetwale, F., & Limenih, M. A. (2017). Prevalence of Diabetic Foot
Ulcer and Associated Factors among Adult Diabetic Patients Who
Attend the Diabetic Follow-Up Clinic at the University of Gondar
Referral Hospital, North West Ethiopia, 2016: Institutional-Based
Cross-Sectional Study. Journal of Diabetes Research, 2017.
https://doi.org/10.1155/2017/2879249
Robberstad, M., Bentsen, S. B., Berg, T. J., & Iversen, M. M. (2017). Diabetic foot
ulcer teams in Norwegian hospitals. Tidsskrift for Den Norske
Legeforening, 137(17).
https://tidsskriftet.no/sites/default/files/generated_pdfs/49492-
diabetic-foot-ulcer-teams-in-norwegian-hospitals.pdf
Jain, AKC,. (2012). A New Classification Of Diabetic Foot Complications: A Simple
And Effective Teaching Tool. The Journale of Diabetic Foot
Complication Vol.4 No.1. Diunduh tanggal 3 November 2016.
Bilous, R, & Donelly, R. (2014). Buku Pegangan Diabetes. Edisi ke 4. Jakarta; Bumi
Medika.
Tarwoto, dkk, 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin.
Jakarta:Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai