Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


ULKUS PEDIS
DI RUANG EDELWEIS

Nama : Enda Maimia Taesa Allison


Nim : 1810033013

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2021
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus
adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya
kuman saprofittersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga
merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati
perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai
sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL
yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Diabetik
melaluipembentukan plak athero sklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah
2005). Gangrene adalah kondisi jaringan tubuh yang mati akibat tidak mendapat
pasokan darah yang cukup atau akibat infeksi bakteri yang berat. Kondisi serius ini
umumnya terjadi di tungkai, jari kaki, atau jari tangan, namun juga bisa terjadi pada
otot serta organ dalam. (https://www.alodokter.com/gangrene diakses tanggal 27
maret 2021)

2. Etiologi
Gas gangren terjadi akibat infeksi oleh bakteri klostridium, yang merupakan
Bakterian-aerob (tumbuh bila tidak ada oksigen). Selama pertumbuhannya,
klostridium menghasilkan gas,sehingga infeksinya disebut gas gangren. Gas
gangren biasanya terjadi di bagian tubuh yang mengalami cedera atau pada luka
operasi. Sekitar 30% kasus terjadi secara spontan. Bakteri klostridium
menghasilkan berbagai racun, 4 diantaranya (alfa, beta, epsilon, iota)
menyebabkan gejala-gejala yang bisa berakibat fatal. Selain itu, terjadi kematian
jaringan (nekrosis), penghancuran sel darah (hemolisis), vasokonstriksi dan
kebocoran pembuluh darah. Racun tersebut menyebabkan penghancuran jaringan
lokal dan gejala-gejala sistemik.
Penyebab DM dibagi menjadi dua diantaranya yaitu:
a. DM Tipe I
Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pada
pangkreas. Kombinasi dari faktor genetik, imunologi dan pada lingkungan
menimbulkan estruksi sel beta.
1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi
suatu predispose atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes mellitus
tipe I.
2) Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat adanya suatu respons autoimun. Respons ini
merupakan respons abnormal karena antibodi terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap seolah-olah
sebagai jaringan asing.
3) Faktor lingkungan
a. Virus dan bakteri penyebab DM adalah rubella, mumps, dan human
coxsackievirus B4. Virus mengakibatkan destruksi atau perusakan sel yang
menyerang melalui reaksi autoimunitas dalam sel beta.
b. Bahan toksik atau beracun mampu merusak sel beta secara langsung adalah
alloxan, pirinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur)
(Maulana Mirza, 2009).

b. Diabetes Tipe II (NIDDM)


Diabetes Tipe II disebabkan oleh kombinasi faktor genetik yang
berhubungan dengan gangguan sekresi insulin dan faktor-faktor seperti (Smeltzer
& Bare, 2011) :
1) Usia (resistensi cendrung meningkat diusia 65 tahun)
2) Obesitas, kurang olahraga, dan stress serta penuaan
3) Riwayat keluarga dengan diabetes

3. Klasifikasi
Ganggren adalah akibat dari kematian sel dalam jumlah besar, ganggren
dapat diklasifikasikan sebagai kering atau basah. Ganggren kering meluas secara
lambat dengan hanya sedikit gejala, ganggren kering sering dijumpai di
ekstremitas umumnya terjadi akibat hipoksia lama. Gangren basah adalah suatu
daerah dimana terdapat jaringan mati yang cepat peluasannya, sering ditemukan
di oragan-organ dalam, dan berkaitan dengan infasi bakteri kedalam jaringan
yang mati tersebut. Ganggren ini menimbulkan bau yang kuat dan biasanya
disertai oleh manifestasi sistemik.Ganggren basah dapat timbul dari ganggren
kering. Ganggren gas adalah jenis ganggren khusus yang terjadi sebagai respon
terhadap infeksi jaringan oleh suatu jenis bakteri aerob yang di sebut klostridium
ganggren jenis ini paling sering terjadi setelah trauma, ganggren gas cepat meluas
ke jaringan di sekitarnya sebagai akibat di keluarkan nya toksin-toksin oleh
bakteri yang membunuh sel-sel di sekitarnya. Sel-sel otot sangat rentan terhadap
toksin ini dan apabila terkena akan mengeluarkan gas hydrogen sulfide yang
khas, ganggren jenis ini dapat mematikan.Infeksi dan luka sukar sembuh dan
mudah mengalami nekrosis.
1) Angiopati arteriol menyebabkan perfusi jaringan kaki kurang baik sehingga
mekarisme radang menjadi tidak efektif
2) Lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan bakteri pathogen
3) Terbukanya pintas arteri-vena di sukkutif, aliran nutriyen akan memintas
tempat infeksi.
Kaki diabetik adalah kaki yang perfusi jaringannya kurang baik karena
angiopati dan neuropati selain itu terdapat pintas arteri-vena di ruang subkutis
sehingga kaki tampak merah dan mungkin panas tetapi perdarahan kaki tetap
kurang.

4. Patofisiologi
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM
yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot yang kemudian
menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
selanjutnya akan mempermuda terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap
infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor
aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan
kaki diabetes.
5. Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis pasien diabetes mellitus adalah sebagai berikut :

1) peningkatan frekuensi urin (poliuria)


2) peningkatan rasa haus (polidipsia)
3) peningkatan masukan makanan dengan penurunan berat badan
(polifagia)(Black & Hawks, 2009).
Biasanya di manifestasikan dengan nyeri berat tiba-tiba yang terjadi
1 sampai 4 hari setelah cedera, nyeri disebabkan oleh gas dan edema pada
jaringan cedera. Di sekeliling luka tampak normal berwarna terang dan
tegang tapi kemudian menjadi gelap, bau busuk cairan keluar dari luka.
Gas dan cairan yang tertahan meningkatnya tekanan setempat dan
mengganggu pasokan darah dab drainase otot yang trlihat menjadi dan
nekrotik.

6. Komplikasi

Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM


digolongkan sebagai akut dan kronik :
1) Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari
ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah.
a. Hipoglikemia.
b. Ketoasidosis diabetic (DKA)
c. sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).
2) Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar),
mengenai sirkulasi koroner, vaskular perifer dan
vaskular selebral.

b.Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil),


mengenai mata (retinopati) dan ginjal (nefropati).
Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat
atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular
maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik
dan autonomi serta menunjang masalah seperti
impotensi dan ulkus pada kaki.
d.Ulkus/gangrene
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1) Grade 0 : tidak ada luka
2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada
permukaan kulit
3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4) Grade III : terjadi abses
5) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
6) GradeV : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai

7. Pemeriksaan penunjang

Diagnosa gangren diabetik ditegakkan dengan cara :

 Anamnesis / gejala klinik

 Pemeriksaan fisik “Physis diagnostic”

 Pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan laboratorium dengan cara yaitu:


 Pemeriksaandarah meliputi :
GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post
prandial > 200 mg/dl.

 Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.


Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil
dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ),
kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ). Kultur
pusuntuk mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan
antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
8. Penatalaksanaan

Dalam pengelolahan dan pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011, dititik

beratkan pada 5 pilar penatalaksanaan DM, yaitu:

1) Edukasi
Tujuan pemberian edukasi adalah mendukung usaha pasien DM
untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya dan pengelolaanya,
mengenali masalah komplikasi yang timbul secara dini, meliputi
pemantauan glukosa darah, perawatan kaki, ketaatan penggunaan
obat, berhenti merokok, meningkatkan aktifitas fisik, mengurangi
asupan kalori dan diet tinggi lemak.
2) Terapi gizi medis
Prinsip pengaturan makanan pada penderita DM yaitu dengan
makanan yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-
masing individu, dengan memperhatikan keteraturan jadwal makan,
jenis dan jumlah makanan.
3) Latihan jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, kurang lebih 30
menit seperti jalan santai, jogging, bersepeda dan berenang. Selain
untuk menjaga kebugaran tubuh juga dapat menurunkan berat badan
dan meningkatkan sensitifitas insulin.
4) Intervensi farmakologis
Terapi farmakologis yang diberikan bersama dengan peningkatan
pengetahuan pasien, pengaturan makanan, latihan jasmani dan
monitoring kadar glukosa. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral
dan bentuk suntikan. Penyuntikan insulin dilakukan 1-4 kali per hari
untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan
dan pada malam hari. Dosis insulin ditentukan oleh kadar glukosa
darah (smeltzer dan bare, 2003). Kebanyakan penyakit diabetes tipe I
harus ditangani dengan suntikan Multiple Document Interface/MDI
(3-4 suntikan perhari) atau infus insulin kontiyu secara subkutan
(CSII).Dan harus diajari bagaimana mencocokkan dosis insulin
setelah makan karbohidrat, glukosa darah sebelum makan, dan
aktivitas (ADA, 2014).Metformin adalah agen farmakologis awal
yang efektif untuk DM tipe II, bila tidak ada kontraindikasi dan
toleransi.Dan jika monoterapi non insulin pada dosis maksimum tidak
mencapai toleransi atau mempertahankan target lebih dari 3 bulan,
maka dapat ditambahkan agen kedua yaitu glucagon-like peptide 1
(GLP-1) agonis reseptor, atau insulin.
Penatalaksanaan terhadap pencegahan komplikasi diabetes
mellitus juga bisa dilakukan dengan intervensi non farmakologis
berupa rendam kaki air hangat atau yang sering disebut juga dengan
hydrotherapy. Air hangat mempunyai dampak positif bagi pembuluh
darah dan memicu saraf yang ada pada telapak kaki untuk bekerja
sehinga membuat sirkulasi darah menjadi lancar (Umah, 2010).
5) Monitoring kadar glukosa
Monitoring glukosa pada penderita DM dilakukan dengan
pemeriksaan glukosa puasa, glukosa 2 jam setelah makan untuk
monitoring 2 jenis pemeriksaan dilakukan setiap bulan sedangkan
untuk kadar glukosa HB A1C dilakukan setiap 3 bulan sekali.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat
dalam melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data
dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan klien tersebut.
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan
dalam perumusan diagnosa keperawatan (Marilynn E. Doenges, 2014).

2. Diagnosa Keperawatan
Berikut adalah masalah yang timbul bagi klien ulkus diabetikum
menurut dengan (Nanda NIC NOC, 2013) menggunakan Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI, 2017) :
1) Nyeri Akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera
fisiologis,
2) Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009) berhubungan dengan
hiperglikemia,
3) Defisit Nutrisi (D.0019) berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolisme,
4) Risiko Hipovolemia (D.0034) berhubungan dengan kehilangan
cairan secara aktif,
5) Intoleransi Aktivitas (D.0056) berhubungan dengan kelemahan,
6) Gangguan Integritas Kulit (D.0129) berhubungan dengan
neuropati perifer,
7) Risiko Infeksi (D.0142) berhubungan dengan penyakit kronis
(mis. Diabetes Mellitus),
8) Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah (D.0027) berhubungan
dengan resistensi insulin, Defisit Pengetahuan (D.0111)
berhubungan dengan kurang terpapar informasi

3. Intervensi Keperawatan
1) Dx 1 : Manajemen Nyeri (I.08238)
Observasi :
- identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
intensitas nyeri
- identifikasi skala nyeri
- identifikasi respons nyeri non verbal
- identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- identifikasi pengetahuan dan keyaninan tentang nyeri
- identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
- berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
- kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
- fasilitasi istirahat dan tidur
- pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri.
2) Dx 2 : Manajemen sensasi perifer
Observasi :
- identifikasi penyebab perubahan sensasi
- identifikasi penggunaan alat pengikat, protesis, sepatu, dan
pakaian
- periksa perbedaan sensasi tajam atau tumpul
- periksa perbedaan sensasi panas atau dingin
- periksa kemampuan mengidentifikasi lokasi dan tekstur benda
- monitor terjadinya parestesia
- monitor perubahan kulit
- monitor adanya tromboflebitis dan tromboemboli vena
Terapeutik
- hindari pemakaian benda - benda yang berlebihan suhunya
Edukasi :
- anjurkan penggunaan termometer untuk menguji suhu air
- anjurkan penggunaan sarung tangan termal saat memasak
- anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian analgesik
- kolaborasi pemberian kortikosteroid
3) Dx 3 : manajemen nutrisi
Observasi :
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
- Identifikasi makanan yang disukai
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
- Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
4) Dx 4 : Mnajemen Hipovolemia
Observasi :
- periksa tanda dan gejala hipovolemia (misalnya frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume urin
menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
- monitor intake dan output cairan
Terapeutik :
- hitung kebutuhan cairan
- Berikan posisi modifield Trendelenburg
- berikan asupan cairan oral
Edukasi :
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi :
- kolaborasi pemberian cairan IV isotonis
- kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis
- kolaborasi pemeberian cairan koloid
- kolaborasi pemberian produk darah
5) Dx 5 : Manajemen Energi
Observasi :
- identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
- monitor kelelahan fisik dan emosional
- monitor pola dan jam tidur
- monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik :
- sediakan lingkungan nyaman dan rencah stimulus
- lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
- berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
- Fasilitasi duduk di tempat tidur, jika tidak dapat berpindan atau berjalan
Edukasi :
- anjurkan tirah baring
- anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
- anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
- ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan.
6) Dx 6 : Perawatan Integritas kulit
Observasi
- Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis.
Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, peneurunan
kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
Terapeutik
- Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring
- Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
- Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode
diare
- Gunakan produk berbahan petrolium  atau minyak pada kulit
kering
- Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada
kulit sensitif
- Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Edukasi
- Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotin, serum)
- Anjurkan minum air yang cukup
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkat asupan buah dan saur
- Anjurkan menghindari terpapar suhu ektrime
- Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat
berada diluar rumah
7) Dx 7 : Pencegahan Infeksi
Observasi
- Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi
- Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi
- Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke pelayanan
kesehatan
Terapeutik
- Berikan suntikan pada pada bayi dibagian paha anterolateral
- Dokumentasikan informasi vaksinasi
- Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepa
Edukasi
- Jelaskan tujuan, manfaat, resiko yang terjadi, jadwal dan efek
samping
- Informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah
- Informasikan imunisasi yang melindungiterhadap penyakit
namun saat ini tidak diwajibkan pemerintah
- Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus
- Informasikan penundaan pemberian imunisasi tidak berarti
mengulang jadwal imunisasi kembali
- Informasikan penyedia layanan pekan imunisasi nasional yang
menyediakan vaksin gratis
8) Dx 8 : Mnajemen Hiperglikemia
Observasi
- Identifkasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
- Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin
meningkat (mis. penyakit kambuhan)
- Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
- Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis. poliuri, polidipsia,
polivagia, kelemahan, malaise, pandangan kabur, sakit kepala)
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor keton urine, kadar analisa gas darah, elektrolit, tekanan
darah ortostatik dan frekuensi nadi
Terapeutik
- Berikan asupan cairan oral
- Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia
tetap ada atau memburuk
- Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
Edukasi
- Anjurkan olahraga saat kadar glukosa darah lebih dari 250
mg/dL
- Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
- Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
- Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urine, jika
perlu
- Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. penggunaan insulin, obat
oral, monitor asupan cairan, penggantian karbohidrat, dan bantuan
professional kesehatan)
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
- Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
- Kolaborasipemberian kalium, jika perlu

4. Evalausi
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan
intervensi keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah
diberikan (Deswani, 2009). Bentuk evaluasi menurut Deswani (2009) sebagai
berikut:

a) Evaluasi struktur.
Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau
keadaan sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek
lingkungan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi dalam
pemberian pelayanan.
b) Evaluasi proses.
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah
perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa
tekanan, dan sesuai wewenang.
c) Evaluasi hasil.
Evaluasi hasil berfokus pada respon dan fungsi pasien. Respon
perilaku pasien merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan
akan terlihat pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil.

DAFTAR PUSTAKA
Andyagreeni. (2010). Tanda Klinis Penyakit Diabetes Mellitus.
Jakarta: CV.Trans Info Media.
https://www.alodokter.com/gangrene#:~:text=Gangrene%20adalah
%20kondisi%20jaringan%20tubuh,pada%20otot%20serta%20organ
%20dalam. diakses tanggal 27 maret 2021
Maulana, Mirza. 2012. Mengenal Diabetes: Panduan Praktis
Menangani Penyakit Kencing Manis. Jogjakarta: Katahati. 44, 45

Sjamsu Hidayat R. De Jong Wim 2004, Buku Ajar Ilmu Bedah,


Ediasi 2 Jakarta, EGC

Sudoyo, Aru.W, dkk, 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi
IV, Jakarta, FKUI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (I). Jakarta. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id
Zaidah 2005. Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum. Jakarta: EGC.
2011. Determinan ketidakpatuhan diet penderita diabetes mellitus tipe 2

Anda mungkin juga menyukai