Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

Nama Mahasiswa : Widia Cyntia Bela


NIM : I1032191016
Tgl Praktek : 1 November 2021
Judul Kasus : Diabetes Melitus Tipe 2
Ruangan : VIP Esti Tri Brata 11

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Diabetes adalah penyakit menahun (kronis) berupa gangguan
metabolic yang ditandai dengan kadar gula darah yang melebihi batas
normal. Diabetes tipe 2 yang disebabkan kenaikan gula darah karena
penurunan sekresi insulin yang rendah oleh kelenjar pankreas
(InfoDATIN, 2020).
Diabetes mellitus klinis adalah sindroma gangguan metabolisme
dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu
defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin
atau keduanya (M. Clevo Rendy dan Margareth Th, 2019).
Diabetes mellitus (DM) Tipe II adalah penyakit Hiperglikemia
akibat insensitivitas sel-sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit
menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap
dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II
dianggap sebagai non insulin (PERKENI, 2015 dan ADA, 2017).
Diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2) atau disebut sebagai Non
Insulin-Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) merupakan salah satu tipe
DM akibat dari insensitivitas sel terhadap insulin (resistensi insulin) serta
defisiensi insulin relatif yang menyebabkan hiperglikemia (American
Diabetes Association, 2017).

2. Etiologi
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor
genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Resistensi ini ditingkatkan oleh kegemukan, tidak beraktivitas,
penyakit, obat-obatan dan pertambahan usia. Pada kegemukan, insulin
mengalami penurunan kemampuan untuk mempengaruhi absorpsi dan
metabolisme glukosa oleh hati, otot rangka, dan jaringan adiposa. DM tipe
II yang baru didiagnosis sudah mengalami komplikasi (Rendy &
Margareth, 2019).
Diabetes Mellitus tipe II disebabkan oleh kegagalan relatif sel dan
resistensi insulin. Resisten Insulin adalah turunnya kemampuan insulin
untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperglikemia kronik dan dalam jangka panjang dapat terjadi komplikasi
yang serius. Secara keseluruhan gangguan ini bersifat merusak dan
memburuk secara progresif dengan berjalannya waktu (Raymond, 2016).
Sel ᵦ yang tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini
sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini
terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada ransangan glukosa, keadaan
inilah yang menyebabkan adanya keterlambatan sekresi insulin yang
cukup untuk menurunkan kadar glukosa postprandial pada jaringan perifer
seperti jaringan lemak dan jaringan otot (Raymond, 2016).

3. Patofisiologi

Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang

berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan

sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus

pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor

tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di

dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan

penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak


efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan

(Simamora, 2020).

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya

glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan insulin yang

disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini

terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan

dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun

demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan

kebutuhan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi

diabetes tipe II.

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas

diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin yang mencegah pemecahan

lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu,

ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II.


4. Pathway
5. Manifestasi Kliinis

Tanda dan gejala DM Tipe II antara lain:

a. Poliuri (Peningkatan pengeluaran urin) Peningkatan pengeluaran urine


mengakibatkan glikosuria karena glukosa darah sudah mencapai kadar
“ambang ginjal”, yaitu 180 mg/dL
pada ginjal yang normal. Dengan kadar glukosa darah 180 mg/dL,
ginjal sudah tidak bisa mereabsobsi glukosa dari filtrat glomerulus
sehingga timbul glikosuria. Karena glukosa menarik air, osmotik
diuresis akan terjadi mengakibatkan poliuria (Anggit, 2017).
b. Polidipsia (Peningkatan rasa haus) Peningkatan pengeluaran urine
yang sangat besar dapat menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi
intrasel mengikuti ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel
mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik
(sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH
(Antidiuretic Hormone) dan menimbulkan rasa haus (Anggit, 2017).
c. Polifagia (Peningkatan rasa lapar) Sel tubuh mengalami kekurangan
bahan bakar sehingga pasien merasa sering lapar dan lemas, hal
tersebut disebabkan karena glukosa dalam tubuh semakin habis
sedangkan kadar glukosa dalam darah cukup tinggi (PERKENI, 2015).
d. Rasa lelah dan kelemahan otot Rasa lelah dan kelemahan otot terjadi
karena katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan organ tubuh
untuk menggunakan glukosa sebagai energysehingga hal ini membuat
pasien dengan diabetes mellitus sering merasa lelah (Anggit, 2017). e)
Berat badan turun Turunnya berat badan pada pasien dengan diabetes
melitus disebabkan karena tubuh terpaksa mengambil dan membakar
lemak dan protein sebagai energi (Anggit, 2017).

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah Pemeriksaan gula darah terkait DM Tipe II
menurut Black & Jane (2014) adalah sebagai berikut:
a. Kadar Glukosa Darah Puasa
Sampel kadar glukosa darah puasa diambil saat klien tidak makan
makanan selain minum air paling tidak 8 jam. Sampel darah ini secara
umum mencerminkan kadar glukosa dari produksi hati. Jika klien
mendapatkan cairan dektrosa intravena (IV), hasil pemeriksaan darah
harus di analisis dengan hati-hati. Pada klien yang diketahui memiliki
DM Tipe II, makanan dan insulin tidak diberikan sampai sampel
diperoleh. Nilai normal antara 110-125 mg/d1 mengindikasikan
intoleransi glukosa puasa, pengukuran kadar glukosa darah puasa
memberikan indikasi paling baik dari keseluruhan homoestatis glukosa
dan metode terpilih.
b. Kadar Glukosa Darah Sewaktu
Klien mungkin juga juga didiagnosis DM Tipe II berdasarkan
manifestasi klinis dan kadar glukosa darah sewaktu >200mg/d1.
Sampel glukosa darah sewaktu-waktu tanpa puasa, peningkatan kadar
glukosa darah mungkin terjadi setelah makan, situasi penuh stress, dan
dalam sampel yang diambil dari lokasi IV atau dalam kasus DM.
c. Kadar Glukosa Darah Setelah Puasa
Kadar glukosa darah setelah makan dapat juga diambil dan digunakan
untuk mendiagnosis DM Tipe II. Kadar glukosa darah setelah makan
diambil setelah 2 jam makan standar dan mencerminkan efisiensi
glukosa yang diperantarai insulin oleh jaringan perifer. Secara normal,
kadar glukosa darah seharusnya kembali ke kadar puasa setelah 2 jam.
Kadar glukosa darah 2 jam setelah makan >200mg/d1 selama tes
toleransi glukosa oral (OGTT) memperkuat diagnosis DM.
1.) Uji Laboratorium Terkait DM
a) Kadar Hemoglobin Glikosilase
Glukosa secara normal melekat dengan sendirinya pada
molekul hemoglobin dalam sel darah merah. Sekali melekat,
glukosa ini tidak dapat dipisahkan, oleh karena itu lebih tinggi
kadar glukosa darah, kadar hemoglobin glikosilase juga lebih
tinggi rendah palsu. Kadar Albumin Glikosilase.
 Kadar Connecting Peptide (C-Peptide)
Ketika proinsulin diproduksi oleh sel beta pankreas
sebagian dipecah oleh enzim, 2 produk terbentuk, insulin
dan C-peptide.
 Ketonuria
Kadar keton urine dapat dites dengan tablet atau dipstrip
oleh klien. Adanya keton dalam urine disebut ketonuria.
 Proteinuria
Mikroalbuminuria mengukur jumlah protein di dalam urine
(proteinuria) secara mikroskopis. Adanya protein
(mikroalbuminuria) dalam urine adalah gejala awal dari
penyakit ginjal.
 Pemeriksaan Gula Darah Sendiri (PGDS) Kunci
manajemen DM adalah menjaga kadar glukosa darah
sedekat mungkin ke normal atau dengan jarak target yang
disepakati oleh klien dan penyedia pelayanan kesehatan.
Pemantauan glukosa darah sendiri memberikan umpan
balik segera dan data pada kadar glukosa darah. Tes
seharusnya dilakukan sebelum tidur dan sebelum makan
dan mungkin pada pertengahan malam (jam 3 pagi). Bagi
DM tipe 2, fekuensi dan waktu PGDS. disepakati bersama
antara klien dan penyedia pelayanan kesehatan. Jika klien
dengan DM tipe 2 mendapat obat-obatan oral, PGDS tidak
dimonitor sesering klien DM tipe 1 yang mendapat insulin.

7. Penatalaksanaan

Menurut Aceh (2020) penatalaksanaan bertujuan untuk


mengurangi gejala-gejala, mengusahakan keadaan gizi dimana berat badan
ideal dan mencegah terjadinya komplikasi. Secara garis besar
penatalaksanaan dilakukan dengan :

a. Pengelolaan makan
Diet yng dianjurkan yaitu diet rendah kalori, rendah lemak, rendah
lemak jenuh, dan tinggi serat. Jumlah asupan kalori ditujukan untuk
mencapai berat badan ideal. Selain itu, karbohidrat kompleks
merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi dan seimbang sehingga
tidak menimbulkan puncak glukosa darah yang tinggi setelah makan.
Pengaturan pola makan dapat dilakukan berdasarkan 3J yaitu jumlah,
jadwal dan jenis diet.
b. Latihan Fisik
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani teratur (3-4 kali
seminggu kurang lebih selama 30 menit), jeda antar latihan jasmani
tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan jasmani merupakan salah
satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe II. Latihan jasmani dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap
insulin, sehingga memperbaiki kendali glukosa darah. Apabila kadar
glukosa darah <100 mg/dL pasien harus mengkonsumsi karbohidrat
terlebih dahulu dan bila >250 mg/dL dianjurkan untuk menunda
latihan jasmani.
c. Monitor Kadar Gula Darah
Pemantauan DM merupakan pengendalian kadar gula darah mencapai
kondisi senormal mungkin. Dengan terkendalinya kadar glukosa darah
maka akan terhindar dari keadaan hiperglikemia dan hipoglikemia
serta mencegah terjadinya komplikasi. Hasil Diabetes Control And
Complication Trial (DCCT) menunjukkan bahwa pengendalian
diabetes yang baik dapat mengurangi komplikasi diabetes antara 20-
30%. Prosedur pemantauan glukosa darah adalah:
1.) Tergantung dari tujuan pemeriksaan tes dilakukan pada waktu:
Sebelum makan, 2 jam sesudah makan (postpradial), Sebelum tidur
malam (pada jam 22.00).
2.) Pasien dengan kendali buruk atau tidak stabil dilakukan tes setiap
hari.
3.) Pasien dengan kendali baik atau stabil sebaiknya tes tetap
dilakukan secara rutin. Pemantauan dapat dilakukan lebih jarang
(minggu sampai bulan) apabila pasien terkontrol baik secara
konsisten.
4.) Pemantauan glukosa darah pada pasien yang mendapat terapi
insulin, ditujukan juga untuk penyesuaian dosis insulin dan
memantau timbulnya hipoglikemia.
5.) Tes lebih sering dilakukan pada pasien yang melakukan aktivitas
tinggi, pada keadaan krisis atau pada pasien yang sulit mencapai
target terapi (selalu tinggi atau sering mengalami hipoglikemia),
juga pada saat perubahan dosis terapi (PERKENI, 2015).
6.) Terapi Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang
utama dalam penatalaksanaan DM, namun bila diperlukan dapat
dilakukan bersamaan dengan pemberian obat antihiperglikemia
oral tunggal atau kombinasi. Pemberian obat antihiperglikemia oral
maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar
glukosa darah (PERKENI, 2015).

8. Komplikasi
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit yang dapat
menimbulkan berbagai macam komplikasi. Diabetes Mellitus Tipe II
mengakibatkan komplikasi yang terbagi dalam 2 bagian berdasarkan dari
proses terjadinya yaitu: komplikasi akut dan komplikasi kronik (Smeltzer
dan Bare, 2015; PERKENI, 2015).
a. Komplikasi Akut
Kompikasi metabolik akut pada penyakit diabetes mellitus terdapat
tiga macam yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar
glukosa darah jangka pendek, diantaranya:
1.) Hipoglikemia
Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul sebagai
komplikasi diabetes yang disebabkan karena pengobatan yang
kurang tepat. Pasien yang tidak sadarkan diri kemungkinan
mengalami hipokglikemia. Gejala hipoglikemia yaitu banyak
keringat, gemetar, rasa lapar, pusing, gelisah, rasa berdebar-debar
dan penurunan kesadaran bahkan sampai koma.
2.) Ketoasidosis diabetic
Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan kadar
glukosa dalam darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh sangat
menurun sehingga mengakibatkan kekacauan metabolic yang
ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis.
b. Komplikasi kronik
Komplikasi metabolik kronik pada pasien DM dapat berupa kerusakan
pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) dan komplikasi pada
pembuluh darah besar (makrovaskuler) diantaranya:
1.) Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) (1) Kerusakan
retina mata (Retinopati) Kerusakan retina mata (Retinopati) adalah
suatu mikroangiopati ditandai dengan kerusakan dan sumbatan
pembuluh darah kecil.
2.) Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik) Kerusakan ginjal pada
pasien DM ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24jam
atau >200 ih/menit) minimal 2 kali pemeriksaan dalam kurun
waktu 3-6 bulan. Nefropati diabetik merupakan penyebab utama
terjadinya gagal ginjal.
3.) Kerusakan syaraf (Neuropati diabetik) Neuropati diabetik
merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada pasien
DM. Neuropati pada DM mengacau pada sekelompok penyakit
yang menyerang semua tipe saraf.
4.) Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler) Komplikasi
makrovaskuler pada penderita DM Tipe II terjadi akibat
aterosklerosis dari pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya
arteri akibat timbunan plak ateroma berbagai studi epidemiologis
menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit
kardiovaskular dan penderita DM meningkat 4-5 kali dibandingkan
orang normal.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
I. Identitas Klien
a. Identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, agama, suku, alamat, status, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, diagnosa medis).
b. Identitas penanggung jawab (nama, umur, pekerjaan, alamat,
hubungan dengan pasien).
II. Keluhan utama
Pengkajian pada riwayat kesehatan sekarang meliputi 2 hal yaitu :
a. Keluhan utama saat masuk rumah sakit
Dalam penulisannya keluhan utama disampaikan dengan jelas dan
padat, dua atau tiga suku kata yang merupakan keluhan yang
mendasari klien meminta bantuan pelayanan kesehatan atau alasan
klien masuk rumah sakit. Keluhan utama yang sering muncul pada
pasien Diabetes Mellitus tipe II ini yaitu : sering kencing (poliuria),
sering haus (polidipsia), mudah lapar (polifagia), dan berat badan
menurun.
b. Keluhan saat dikaji
Berbeda dengan keluhan utama saat masuk rumah sakit, keluhan saat
dikaji didapat dari hasil pengkajian pada saat itu juga. penjelasan
meliputi PQRST:
P : Palliative merupakan faktor yang mencetus terjadinya penyakit, hal
yang meringankan atau memperberat gejala, klien dengan diabetes
mellitus mengeluh mual muntah, diare dan adanya luka gangren.
Q : Qualiative suatu keluhan atau penyakit yang dirasakan. Rasa mual
meningkat akan membuat klien merasa tidak nafsu makan.
R : Region sejauh mana lokasi penyebaran daerah yang di keluhkan. Mual
dirasakan di ulu hati, bila terjadi gangrene sering dibagian ektremitas atas
dan bawah.
S : Severity drajat keganasan atau intensitas dari keluhan tersebut. Mual
yang dirasakan dapat mengganggu aktivitas klien.
T : Time waktu dimana keluhan yang dirasakan, lamanya dan
frekuensinya, waktu tidak menentu, biasanya dirasakan secara terus-
menerus. (Bararah, 2012). Adanya riwayat penyakit Diabetes Mellitus atau
penyakit-penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin.
Misalnya penyakit pankreas, hipertensi dan ISK berulang, adanya riwayat
penyakit.

III. Riwayat penyakit sekarang


Berisi tentang riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya.
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi medis apa saja, mendapatkan pengobatan apa saja, bagaimanakah
cara penggunaan obatnya apakah teratur atau tidak (Padila,2012).
IV. Riwayat penyakit sebelumnya
Adanya riwayat penyakit Diabetes Mellitus atau penyakit-penyakit lain
yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin. Misalnya penyakit pankreas,
hipertensi dan ISK berulang, adanya riwayat penyakit
V. Riwayat penyakit keluarga
Dapat dilihat di riwayat kesehatan keluarga apakah ada genogram keluarga
yang juga menderita Diabetes Mellitus. Diabetes mellitus mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya Diabetes
Mellitus (Padila, 2012).
VI. Riwayat psiko,sosio, dan spiritual
Meliputi insformasi tentang penyakit mengenai prilaku perasaan dan
emosi yang dialami penderita berhubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
VII. Aktivitas/istirahat
Dikaji apakah aktivitas yang dilakukan klien dirumah dan dirumah sakit
dibantu atau secara mandiri. Karena pasien DM biasanya letih, lemah, sulit
bergerak, kram otot (Padila, 2012).
VIII. Pola nutrisi
Pola aspek ini dikaji mengenai kebiasaan makan klien sebelum sakit dan
sesudah masuk rumah sakit. Peningkatan nafsu makan, mual, muntah,
penurunan atau peningkatan berat badan, banyak minum dan perasaan
haus (Tarwoto dkk, 2017).
IX. Eliminasi
Dikaji mengenai frekuensi, konsistensi, warna dan kelainan eliminasi,
kesulitan-kesulitan eliminasi dan keluhan-keluhan yang dirasakan klien
pada saat BAB dan BAK. Perubahan pola berkemih (polyuria), nokturia,
kesulitan berkemih, diare (Tarwoto dkk, 2017).
X. Istirahat tidur
Pada pasien diabetes mellitus sering mengalami gangguan tidur, keletihan,
lemah, sulit bergerak maupun berjalan, kram otot dan tonus otot menurun,
takikardi dan takipnea pada saat istirahat (Doenges, 2010). Kurangnya
aktivitas dapat memicu timbulnya obesitas dan menyebabkan kurangnya
sensitifnya insulin dalam tubuh sehingga menimbulkan penyakit Diabetes
mellitus. Pada penderita yang jarang berolahraga dan beraktivitas, zat
makanan yang masuk kedalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun dalam
tubuh sebagai lemak dan gula (Kemenkes, 2010).
XI. Personal Higiane
Pada pasien diabetes mellitus ditemukan penyakit periodental dan
dilakukan perawatan gigi. Juga menjaga kulitnya selalu bersih dan kering
khususnya didaerah lipatan seperti paha, aksila, dibawah payudara karena
cenderung terjadi luka akibat gesekan dan infeksi jamur (Smeltzer, 2011).

2. Pemeriksaan fisik
I. Keadaan umum
Pada pasien diabetes mellitus biasanya kesadarannya composmetis.
Namun pada pasien dengan kondisi hiperglikemia dan hipoglikemi berat
dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran. Selain itu pasien
akan mengalami badan lemah, mengalami polidipsi, polifagi dan poliuri
dan kadar gula darah tidak stabil (Rendy, 2012).
II. TTV
Tekanan darah tinggi jika disertai hipertensi. Pernapasan reguler ataukah
ireguler, adanya bunyi napas tambahan, respiration rate (RR) normal 16-
20
kali/menit, pernapasan dalam atau dangkal. Denyut nadi reguler atau
ireguler, adanya takikardia, denyutan kuat atau lemah. Suhu tubuh
meningkat apabila terjadi infeksi.
III. Sistem penglihatan
Retinopati atau kerusakan pada retina karena tidak mendapatkan oksigen.
Retina adalah jaringan sangat aktif bermetabolisme dan pada hipoksia
kronis akan mengalami kerusakan secara progresif dalam struktur
kapilernya, membentuk mikroanuerima, dan memperlihatkan bercak
bercak perdarahan (Corwin, 2010).
IV. Sistem persarafan
Menurunnya kesadaran, kehilangan memori, neuropati pada ekstermitas,
penurunan sensasi, peretasi pada jari-jari tangan dan kaki (Tarwoto dkk,
2017)
V. Sistem Pernapasan
Pada pasien Diabetes Melitus biasanya terdapat gejala nafas bau keton,
dan terjadi perubahan pola nafas (Tarwoto dkk,2017)
VI. Sistem Kardiovaskuler
Pada pasien Diabetes Melitus pada system kardiovaskuler terdapat
hipotensi atau hipertensi, takikardi, palpitasi (Tarwoto dkk, 2017)
VII. Sistem integument
Pada pasien Diabetes Mellitus kulit kering dan kasar, gatal-gatal pada kulit
dan sekitar alat kelamin, luka gangrene (Tarwoto dkk, 2017)
VIII. Sistem endokrin
Tidak ada kelainan pada kelenjar tiroid dan kelenjar paratiroid. Adanya
peningkatan kadar glukosa dalam darah akibat terganggunya produksi
insulin (Barara, 2013).
IX. Sistem pencernaan/gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrasi,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen (Tarwoto dkk, 2017)
X. Sistem muskuloskletal
Kelemhan otot, nyeri tulang, kelainan bentuk tulang, adanya kesemutan,
paratasia, dank ram ekstermitas, osteomilitis (Tarwoto dkk, 2017)
XI. Ekstremitas
Adanya edem di seluruh ekstremitas bawah dan atas.
XII. Genetalia
Terdapat perubahan pola berkemih (polyuria), nokturia, kesulitan
berkemih, diare (Tarwoto dkk, 2017).

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium, darah yaitu Hb, leukosit, trombosit,
hematokrit, AGD, data penunjang untuk klien dengan Diabetes Mellitus.
Laboratorium :
Adanya peningkatan gula darah puasa lebih dari nilai normal nya
(> 126mg/Dl) (Sulistianingsih, 2016).

4. Diagnosa Medis

Diabetes mellitus type 2

5. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul berdasarka Buku SDKI (2017) yaitu:
1.) Ketidakstabilan kadar glukosa darah (D.0027) b.d resistensi insulin d.d
kadar glukosa dalam darah/urin tinggi, lelah atau lesu (SDKI;
Fisiologis; Nutrisi/cairan; hal 71)
2.) Hipervolemia (D.0022) b.d gangguan mekanisme regulasi d.d edema
seluruh tubuh (SDKI; Fisiologis; Nutrisi/Cairan; hal 62)
3.) Gangguan mobilitas fisik (D.0054) b.d penurunan kekuatan massa otot
d.d kekuatan otot menurun, gerakan terbatas, fisik lemah (SDKI;
Fisiologis; Aktivitas/Istirahat; hal 124).
7. Evaluasi Secara Teoritis

No DIAGNOSA EVALUASI SOAP


.
1. Ketidakstabilan kadar S: klien mengatakan tidak mengalami pusing, lelah/lesu,
glukosa darah (D.0027) b.d keluhan lapar dan jumlah makan membaik. BB klien mulai
stabil dan tidak naik ataupun turun terus
resistensi insulin d.d kadar
O: jumlah glukosa dalam darah dan glukosa dalam urin
glukosa dalam darah/urin dalam batas normal
tinggi, lelaah atau lesu A: masalah keperawatan teratasi
P: intervensi dihentikan
2. Hipervolemia (D.0022) b.d S: klien mengatakan tubuhnya tidak bengkak lagi dan
gangguan mekanisme mulai merasa ringan serta haluan urinnya kembaloi normal
regulasi d.d edema seluruh seperti hari biasanya
tubuh O: edema klien tampak mengecil atau membaik dan tidak
ada tanda luka tekan atau kulit bermasalah
A: masalah keperawatan teratasi
P: intervensi dihentikan
3. Gangguan mobilitas fisik S: klien mengatakan mulai mampu dan mandiri untuk
(D.0054) b.d penurunan melakukan aktivitas dasar seperti biasa
O: klien tampak beraktivitas mandiri dan tidak dibantu
kekuatan massa otot d.d
keluarga
kekuatan otot menurun, A: masalah keperawatan teratasi
gerakan terbatas, fisik lemah P: intervensi dihentikan

Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses


keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang
telah dilakukan tercapai (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017). Evaluasi
disusun menggunakan SOAP yaitu (Suprajitno dalam Wardani, 2013):
S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif
oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat
menggunakan pengamatan yang objektif.
A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.

II. Analisa Data

No Data Fokus Etiologi Masalah


1. DS: Resistensi Ketidakstabilan
 Keluarga klien mengatakan klien insulin kadar glukosa
menderita diabetes mellitus sejak 9 tahun darah
yang lalu
 Klien mengatakan dulu sering
mengkonsumsi makanan tinggi gula
 Klien dulu tidak rutin mengecek gula
darah
 Klien mengatakan tidak rutin berobat di
medis tapi lebih rutin berobat herbal jika
gula darah hingga >200mg/dl

DO:
 28-10-2021 jam 0812 GDS: 198 mg/dl
 29-10-2021 jam 08.08 GDS: 184 mg/dl
 30-10-2021 jam 06.11 GDS: 159 mg/dl
 31-10-2021 jam 07.34 GDS: 99 mg/dl
 01-11-2021 jam 06.03 GDS: 237 mg/dl
 02-11-2021 jam 06.22 GDS: 102 mg/dl
 03-11-2021 jam 06.22 GDS: 162 mg/dl
 GCSA: 4-5-6 Komposmentis
 TTV 02-11-2021:
TD: 135/95 mmHg
N: 93x.menit
S: 36,4’C
RR: 20x/menit

2. DS: Gangguan Hipervolemia


 Klien mengeluhkan bengkak dibagian mekanisme
perut, wajah dan kaki regulasi
 Klien mengatakan bengkak di penis dan
skrotum
 Klien mengeluhkan setelah dirawat di rs
badan seluruhnya bengkak

DO:
 Klien tampak bengkak diseluruh tubuh
 Saat palpasi bagian ekstremitas atas dan
bawah terasa lunak atau kenyal

3. DS: Penurunan Gangguan


 Klien mengatakan gerak terbatas kekuatan massa mobilitas fisik
 Klien mengeluhkan lemah untuk otot
beraktivitas
 Klien mengeluhkan lelah
 Klien mengatakan lebih mudah
beraktivitas di atas tempat tidur karena
tidak berpindah tempat

DO:
 Klien tampak banyak tirah baring
 Klien tampak lemah
 Klien tampak aktivitas dibantu keluarga
 Massa otot klien menurun

III. Diagnosa Keperawatan

1.) Ketidakstabilan kadar glukosa darah (D.0027) b.d resistensi insulin d.d
kadar glukosa dalam darah/urin tinggi, lelaah atau lesu (SDKI;
Fisiologis; Nutrisi/cairan; hal 71)
2.) Hipervolemia (D.0022) b.d gangguan mekanisme regulasi d.d edema
seluruh tubuh (SDKI; Fisiologis; Nutrisi/Cairan; hal 62)
3.) Gangguan mobilitas fisik (D.0054) b.d penurunan kekuatan massa otot
d.d kekuatan otot menurun, gerakan terbatas, fisik lemah (SDKI;
Fisiologis; Aktivitas/Istirahat; hal 124).
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

CDC. (2017). National Diabetes Statistics Report 2017: Estimates of Diabetes and Its

Burden in the United States. United States: CDC.

Damayanti, S. (2015). Diabetes Mellitus & Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta:

Nuha Medika.

Gunawan, W. F., Yuswar, M. A., & Robiyanto. (2018). PROFIL PENGOBATAN PADA

PASIEN DIABETES MELITUS TIPE-II YANG MENGALAMI KOMPLIKASI

GANGREN, NEFROPATI DAN NEUROPATI DI RSUD DR SOEDARSO

PONTIANAK. 74(4), 55–61.

Guyton, & Hall. (2016). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Singapore: Elsevier.

Khaerunnisa, N., & Rahmawati. (2019). PENERAPAN SENAM KAKI PADA PASIEN

DIABETES MELLITUS TIPE 2 DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN

KEAMANAN DAN PROTEKSI (INTEGRITAS KULIT/JARINGAN) DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAMAJANG. 09(02), 46–54.


Monica, S., Rahmawati, I., & Triwibowo, H. (2018). Gambaran Dukungan Keluarga Pada

Perawat Luka Diabetes Mellitus di RSUD Bangil Pasuruan. Jurnal S1

Keperawatan Stikes Bina Sehat PPNI Mojokerto, 53(9), 2–5.

https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

NANDA. (2018a). NANDA-I Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2018-

2020. Jakarta: EGC.

NANDA. (2018b). NANDA-I Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2018-

2020 (11th ed.). Jakarta: EGC.

Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis. Jakarta:

Salemba Medika.

Priyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif. Ziftama Publishing: Ziftama Publishing.

Riskesdas, K. (2018). Hasil Utama Riset Kesehata Dasar (RISKESDAS). Journal of

Physics A: Mathematical and Theoretical, 44(8), 1–200.

https://doi.org/10.1088/1751-8113/44/8/085201

Setyosari, P. (2016). Metode Penelitian Pendidikan & Pengembangan. Prenadamedia

Group: Prenadamedia Group.

Simanjuntak, M. S., Br.Kaban, K., Satria, M. Y., Waruwu, D. S., & Fandu, B. A. . (2019).

PENGARUH THEURAPETIC EXERCISE WALKING TERHADAP

SIRKULASI DARAH PERIFER PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE

2 DI RUMAH SAKIT ROYAL PRIMA MEDAN TAHUN 2019. 190–194.

Soelistijo, S., Novida, A., Rudijanto, H., Soewando, P., Suastika, K., & Manaf, A. (2015).

Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia 2015. Jakarta:

PB Perkeni.

Anda mungkin juga menyukai