“Gagal Jantung”
Dosen Pengampu
Disusun Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2019
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam, yang telah
memberikan kesehatan dan kesempatan sehingga makalah Keperawayan
Medikal Bedah ini dapat kami selesaikan.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya.
Oleh karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi
para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki
makalah ini.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
BAB 1
BAB 2
BAB 3
3
BAB I
LATAR BELAKANG
1.1 Pendahuluan
Jantung merupakan salah satu organ vital dalam tubuh manusia yang terletak
dalam mediastinum di antara kedua paru-paru. Jantung memiliki fungsi utama sebagai
pemompa darah.Jantung merupakan salah satu organ yang tidak pernah beristirahat
Dalam keadaan fisiologis, pembentukan rangsang irama denyut jantung berawal dari
nodus sinoatrial (nodus SA) dan menyebar ke serat otot lainnya sehingga menimbulkan
kontraksi jantung. Jika rangsang irama ini mengalami gangguan dalam
pembentukannya dan penghantarannya, maka dapat terjadi gangguan pada kinerja
jantung.
Gangguan pada sistem kardiovaskuler merupakan masalah kesehatan utama
yang dialami masyarakat pada umumnya. Hal ini dikarenakan, jantung mempunyai
suatu sistem pembentukan rangsang tersendiri. Pada zaman modern ini.penyebab yang
sering ditemukan adalah gaya hidup misalnya, diet yang salah, stress, kondisi
lingkungan yang buruk, kurang olahraga, kurang istirahat dan lain-lain. Diet yang salah,
seperti terlalu banyak mengkonsumsi junk food yang notabene banyak mengandung
kolesterol jahat, yang berujung pada kegagalan jantung. Terjadi pergeseran jenis
penyakit, pada awalnya jenis penyakit infeksi yang mendominasi, akan tetapi pada saat
ini penyakit non infeksi semakin meningkat salah satunya yaitu penyakit Congestive
Heart Failure (CHF) (Depkes RI, 2012).
Gagal jantung menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh
dunia,resiko nya gagal jantung semangkin meningkat sepanjang waktu.Menurut data
WHO 2013,17,3 juta orang meninggal akibat gangguan kadiovaskular (
WHO,2013).Lebih dari 80% kematian akibat gangguan kardiovaskular terjadi di
negara-negara berpenghasilan rendah dan menegah (yancy,2013).
Congestive Heart Failure (CHF) telah meningkat dan menjadi peringkat
pertama sebagai penyebab utama kematian di Indonesia. Prevalensi Congestive Heart
Failure (CHF) di Indonesia menurut Riskesdas (2016) sebesar 0,3% dari total jumlah
penduduk di Indonesia. Data prevalensi penyakit ditentukan berdasarkan hasil
wawancara pada responden umur ≥ 15 tahun berupa gabungan kasus penyakit yang
4
pernah di diagnosis dokter atau kasus yang mempunyai gejala penyakit gagal jantung
(Riskesdas, 2016).
Prevalensi Congestive Heart Failure (CHF) di Nusa Tenggara Barat mencapai
(0,4%) untuk yang terdiagnosis dan (0,14%) untuk prevalensi gejala. Penyakit
Congestive Heart Failure (CHF) meningkat seiring dengan bertambahnya umur,
tertinggi pada umur 65-74 tahun (0,5%) untuk yang terdiagnosis, menurun sedikit pada
umur ≥ 75 tahun (0,4%) tetapi untuk gejala tertinggi pada umur ≥ 75 tahun (1,1%)
(Riskesdas, 2016).
Dari survei registrasi rumah sakit penderita gagal jantung perempuan mencapai
4,7% dan laki-laki mencapai 5,1% yang terdiri dari sebagian berupa manifestasi klinis
dari gagal jantung akut, dan sebagian besar gagal jantung akut eksterbasi. Dan
berdasarkan data perawatan di rumah populasi medicare di Amerika Serikat, penyakit
yang merupakan penyebab perawatan medicare paling banyak adalah penyakit gagal
jantung (Panggabean, 2007).
Penyakit gagal jantung di Indonesia untuk pasien bergejala juga masih cukup
tinggi, yakni mencapai 25 persen pada satu tahun, dan 50 persen pada lima tahun
pertama paska diagnosis. Tahun 2016 menunjukkan pada tahun 2015 terdapat 23 juta
atau sekitar 54% kematian yang disebabkan oleh Congestive Heart Failure (CHF).
(WHO, 2016)
Data dari pengalaman klinis di Pusat Jantung Nasional dan beberapa pusat
layanan jantung daerah di Indonesia menunjukkan bahwa tingkat kematian akibat gagal
jantung pada pasien yang dirawat di rumah sakit mencapai 6,7 persen dan angka
tersebut lebih tinggi dibandingkan estimasi tingkat kematian akibat gagal jantung di
rumah sakit di kawasan Asia Pasifik 4,8 persen dan Amerika Serikat 3,0 persen.
Faktor penyebab tingginya angka penderita sakit gagal jantung di Kalimantan
Barat ini dikarenakan kesadaran akan hidup sehat di masyarakat masih kurang.Untuk
itu, dengan adanya senam jantung sehat ini, kita harapkan masyarakat Kalbar bisa lebih
sadar untuk menjaga pola hidup sehat demi kesehatan jantung mereka,Ia melanjutkan,
mens sana in corpore sano merupakan ungkapan bahwa dalam tubuh yang sehat
terdapat jiwa yang sehat. Berdasarkan ungkapan kalimat inilah Senam Jantung Sehat
dilaksanakan.Senam jantung sehat adalah olah raga yang disusun dengan selalu
mengutamakan kemampuan jantung, gerakan otot besar dan kelenturan sendi, serta
upaya memasukkan oksigen sebanyak mungkin.(Artikel KALBAR)
5
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Apa yang di maksud dengan Gagal Jantung?
2. Bagaimana etiologi dari Gagal Jantung?
3. Bagaimana tanda dan gejala dari Gagal Jantung?
4. Bagaimana Patofisiologi dari Gagal Jantung?
5. Apa saja farmakologi dan nonfarmakologi dari Gagal Jantung?
6. Bagaimana Asuhan Keperawatan dari Gagal Jantung?
1.3 Tujuan
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
2.2 Etiologi
Menurut Black (2014) melemahnya miokardium dapat menyebabkan terjadinya
gagal jantung, selain itu ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan penyakit gagal
jantung baik yang berasal dari jantung itu sendiri (interinsik) atau faktor dari luar
jantung (eksternal).
1.) Faktor intrinsik Factor terumah sakitering terjadinya gagal jantung adalah penyakit
arterikoroner (penyakit jantung koroner), dimana penyakit ini dapat mengakibatkan
berkurangnya hantaran oksigen ke miokardium, dengan berkurangnya oksigen sel
otot tidak dapat berfungsi. Penyebab lain faktor instrinsik infark miokardium,
penyakit katup jantung, pericarditis, tamponade jantung.
2.) Factor ekstrinsik Yaitu faktor yang meningkatkan afterload seperti hipertensi
pulmonal atau sistemik, stenosis pulmonal atau aorta, peningkatan volume
sekuncup jantung, preload yang diakibatkan regurgitasi katup mitral atau
trikuspidalis, hypervolemia, defek septum atau defek ventrikel.
Decompensasi pada gagal jantung sudah ada : (Manurung, 2007; Price & Anderson,
2006)
8
dengan anoreksia, nausea, dan perut kembung, edema pitting, edema ektermitas
bahkan dapat terjadi edema anasarka.
2.) Gagal ventrikel kiri Akibat peningkatan tekanan ventrikel dan atrium kiri, ditandai
dengan tekanan arteri pulmonal meningkat, takikardi akan berlanjut bila gagal
ventrikel kiri berlanjut, terdengarnya bunyi gallop atau S3, dyspnea (sulit bernafas),
ortopnea terjadi saat posisi terlentang, sehingga pasien duduk dengan kedua lengan
dilutut dan condong kedepan, menyokong dada dan kepala dengan bantal dan
beristirahat dengan posisi duduk dikurumah sakiti, batuk, pernafasan Chyne-
Stokes.
Gagal ventrikel kiri dapat mengakibatkan edema paru, merupakan keadaan
darurat yang menyebabkan kesulitan bernafas membuat ketakutan pada pasien,
takut akibat sesak takut juga akan kematian. Paroxyismal Noktural Dyspnea (PND),
kesulitan bernafas dan terdengar wheezing, tiba-tiba terbangun dari tidur dan akan
berkurang dengan duduk tegak, pulsasi melebar/bergeser kekiri. Fatigue otot akibat
hypoxia jaringan dan melambatnya pembuangan sampah metabolik.
Penurunan perfusi ginjal mengakibatkan peningkatan kadar urea tetapi kreatinin
tidak berpengaruh dan peningkatan urine pada malam hari (Black, 2014), selain itu
ada beberapa kasus mengalami low output yang dapat menimbulkan vasokontriksi,
tetapi jarang mengalami high output menyebabkan terjadinya vasodilatasi,
mengakibatkan tidak adekuatnya cardiac output (Crawford, 2009).
Mekanisme kompensasi untuk meningkatkan cardiac output menurut Lily
(2011), yaitu mekanisme Frank-Starling meningkatkan stroke volum dan
mempengaruhi kontraksi, membantu pengosongan ventrikel dan mempertahankan
Forward cardiac output. Perubahaan neurohormonal, melibatkan adrenergik
nervous sistem, renin angiotensin, dan peningkatan produksi ADH (Lilly, 2011),
bila hal ini tidak segera diatasi akan berdampak perburukan (Kabo dan Karim,
2008). Selain itu ada juga mekanisme Hipertrofi ventrikel dan remodeling,
mekanisme remodeling terjadi sesaat pada stadium satu NYHA (Silbernagl & Lang,
2007).
2.4 Patofisiologi
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu sistem
tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga jantung tidak
9
mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai
dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu
keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu respon hemodinamik
yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung
atau preload. Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi
yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan
pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan
aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam
oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.
Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump
function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada beberapa
keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa
tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi
otot jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena
beban jantung yang ringan. Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam
tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin
aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat.
Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang
selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang
efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral.
Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan
darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung
melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload,
peninggian preload dan hipertrofi dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung
sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. Dilatasi ventrikel
menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan
meningkatkan volume ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara
mekanis (hukum Laplace). Jika persediaan energi terbatas (misal pada penyakit
koroner) selanjutnya bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas.20 Selain itu kekakuan
ventrikel akan menyebabkan terjadinya disfungsi ventrikel.14 Pada gagal jantung
kongestif terjadi stagnasi aliran darah, embolisasi sistemik dari trombus mural, dan
disritmia ventrikel refrakter.24 Disamping itu keadaan penyakit jantung koroner
sebagai salah satu etiologi CHF akan menurunkan aliran darah ke miokard yang akan
10
menyebabkan iskemik miokard dengan komplikasi gangguan irama dan sistem
konduksi kelistrikan jantung.4,10 Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan
penurunan aktivitas listrik menunjukan peningkatan presentase kematian jantung
mendadak, karena frekuensi takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel menurun.11
WHO menyebutkan kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat penurunan fungsi
mekanis jantung, seperti penurunan aktivitas listrik, ataupun keadaan seperti emboli
sistemik (emboli pulmo, jantung) dan keadaan yang telah disebutkan diatas.
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah
jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO=
HR X SV dimana curah jantung adalah fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup.
Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis akan
mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung, bila mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume
sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah
jantung. Tapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan
serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih
dapat dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada
tiga faktor yaitu:
1.) Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi jantung
berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan
serabut jantung.
2.) Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada
tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar
kalsium.
3.) Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh tekanan
arteriole.
11
2.) Meningkatkankekuatandanefisiensikontraksijantungdenganbahan-bahan
farmakologis.
3.) Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik diet dan
istirahat.9
FARMAKOLOGI
1.) Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik)
Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi
gejala volume berlebihan seperti ortopnea dan dispnea noktural peroksimal,
menurunkan volume plasma selanjutnya menurunkan preload untuk mengurangi
beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan juga menurunkan afterload agar
tekanan darah menurun.
2.) Antagonisaldosteron
Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang
sampai berat.
3.) Obat inotropik
Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung.
4.) Glikosidadigitalis
Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan volume
distribusi.
5.) Vasodilator(Captopril,isosorbitdinitrat)
Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah vena
menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan kapasitas vena.
6.) InhibitorACE
Mengurangi kadar angiostensin II dalam sirkulasi dan mengurangi sekresi
aldosteron sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air. Inhibitor ini
juga menurunkan retensi vaskuler vena dan tekanan darah yg menyebabkan
peningkatan curah jantung.
NON FARMAKOLOGI
Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan seperti:
diet rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak, mengurangi stress
psikis, menghindari rokok, olahraga teratur.
12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
E. Kesehatan Fungsional
1.) Aktivitas
13
3.2 Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan Umum
Pasien sesak yang semakin memberat, batuk sesekali dan batuk berdahak yang
sulit keluar.
B. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium :
10^6/μL
C. Terapi Medis
Terapi Medikasi:
Nebu combivent 3x1
P.o OMZ 2x1
P.o Vectrin 2x1
Inj. Ceftriaxone 2x1 mg
Inj. Furosemid 3x1 amp (TD sistolik > 110)
D. Tanda-tanda Vital
TD: 116/70 mmHg
Frekuensi napas : 22 x/menit
Frekuensi nadi: 80 x/menit
suhu : 36,5°C
14
- Mukosa : Inspeksi bibir lembab
- Leher : Palpasi tidak adanya pembesaran kelenjar tiroid
2.) Pemeriksaan dada:
- Inspeksi : dada tampak simetris
- Palpasi : tidak tampak lesi dan pembesaran pada daerah dada, tidak adanya
otot bantu nafas
- Auskultasi : bunyi nafas ronchi kedua lapang paru,
- Perkusi : redup.
3.) Pemeriksaan jantung
- Auskultasi : Bunyi jantung regular S1 dan S2 tunggal
- Inspeksi : Tidak tampak adanya pembesaran pada jantung
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
4.) Pemeriksaan abdomen
- Inspeksi : Perut supel, tampak simetris, tidak ada lesi dan kemerahan
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
5.) Ekstermitas
- Palpasi : Akral teraba hangat, CRT < 2 detik, terasa kaku
- Inspeksi : Tidak ada edema.
Eritrosit 3,11x〖10^6/μL
15
2 DS : Risiko penurunan
DO :
Klien tanpak sesak napas
Frekuensi napas : 22 x/menit
Bunyi nafas ronchi kedua lapang
paru
Perkusi redup
Batuk berdahak
DO :
3.4 Diagnosa
1. Penurunan curah jantung (00029) berhubungan dengan penurunan curah
jantung ditandai dengan batuk,, penurunan indeks jantung, perubahan
tekanan darah, penurunan nadi perifer, keletihan ( Domain 4
Aktivitas/Istirahat ; Kelas 4. Respon kardiovaskuler/pulmonal ; hal 229 )
16
3. Intolenran aktivitas (00092) berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan dyspnea setelah
beraktivitas, keletihan, kelemahan umum, ketidaknyamanan setelah
beraktivitas ( Domain 4 ; Aktivitas/Istirahat ; kelas 4. Respons
kardiovaskular/pulmonal ; hal hal 226 )
3.5 Intervensi
17
040023 5 - Dorong peningkatan
Dyspnea pada aktivitas bertahap ketika
saat istirahat kondisi pasien ssudah
- Instruksikan pasien
tentang pentingnya untuk
segera melaporkan bila
merasakan nyeri dada
18
310601 5 obesitas, gaya hidup yang
19
- Prioritaskan hal-hal yang
mengurangi risiko jantung
dengan kolaborasi
bersama pasien dan
keluarga
20
040032 Pucat 5 terkait dengan aktivitas
sehari-hari (misalnya,
pembatasan aktivitas dan
meluangkan waktu
istirahat) jika memang
tepat
21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasar pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Gagal jantung
adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat
jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan
pengisian ventrikel kiri.
Ada pengaruh kesesuaian antara diagnosis antara NANDA, NIC dan NOC pada
pasien gagal jantung dalam menentukan ketepatan intervensi pada proses
keperawatan selanjutnya untuk mendapatkan kesesuaian asuhan keperawatan.
4.2 Saran
Demikian atas ulasan dari makalah ini untuk memperjelas dalam pembahasan
dalam pemberian Asuhan Keperawatan pada pasien Gagal Jantung. Apabila ada
kekeliruan atau tidak jelasnya dalam membuat makalah ini dapat menghubungi
kami, dan apabila ada kekurangan dari materi ini diharapkan pembaca dapat
membantu dalam memperbaiki makalah ini.
22
Untuk institusi terkait dapat membantu mahasiswa dalam mengerjakan Asuhan
Keperawatan dengan memberikan fasilitas dan dukungan. Agar Asuhan
Keperawatan yang dibuat dapat digunakan dan dimanfaatkan kedepannya.
23
DAFTAR PUSTAKA
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen
International. H 172-178
McMurray JJ V, Adamopoulos S, Anker SD, et al. (2012) ESC Guidelines for the
NANDA. (2017). Keliat, A,n., Mediani, S., Tahlil, T (editor). Diagnosis Keperawatan
NOC. (2013). Nurjihan, I., Tumanggor, D,R (editor). Nursing Outcomes Classification
Rydén L, Grant PJ, Anker SD, et al.(2013) ESC guidelines on diabetes, pre-
24