Disusun Oleh:
Widia Cyntia Bela
(I1032191016)
B. Etiologi
Menurut Kartia 2017, Berikut etiologi persalinan normal :
1) Teori Penurunan Kadar Hormon Progesteron
Pada akhir kehamilan terjadi penurunan kadar progesteron yang
mengakibatkan peningkatan kontraksi uterus karena sintesa prostaglandin
di chorioamnion.
2) Teori Rangsangan Estrogen
Estrogen menyebabkan iritability miometrium, estrogen memungkinkan
sintesa prostaglandin pada decidua dan selaput ketuban sehingga
menyebabkan kontraksi uterus (miometrium).
3) Teori Reseptor Oksitosin dan Kontraksi Braxton Hiks
Kontraksi persalinan tidak terjadi secara mendadak, tetapi berlangsung
lama dengan persiapan semakin meningkatnya reseptor oksitosin.
Oksitosin adalah hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst
posterior. Distribusi reseptor oksitosin, dominan pada fundus dan korpus
uteri, ia makin berkurang jumlahnya di segmen bawah rahim dan praktis
tidak banyak dijumpai pada serviks uteri.
4) Teori Ketegangan
Rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemia otot –
otot rahim, sehingga menganggu sirkulasi utero plasenter.
5) Teori Fetal Membran
Meningkatnya hormon estrogen menyebabkan terjadinya esterified yang
menghasilkan arachnoid acid, arachnoid acid bekerja untuk pembentukan
prostaglandin yang mengakibatkan kontraksi miometrium.
6) Teori Plasenta Sudah Tua
Pada umur kehamilan 40 minggu mengakibatkan sirkulasi pada plasenta
menurun segera terjadi degenerasi trofoblast maka akan terjadi penurunan
produksi hormone.
7) Teori Tekanan Serviks
Fetus yang berpresentasi baik dapat merangsang akhiran syaraf sehingga
serviks menjadi lunak dan terjadi dilatasi internum yang mengakibatkan
SAR (Segemen Atas Rahim) dan SBR (Segemen Bawah Rahim) bekerja
berlawanan sehingga terjadi kontraksi dan retraksi (Oktarina M, 2016).
Kadar Reseptor
hormone oksitosin serta Tekanan Fetal Plasenta
Estrogen ketegangan
progesterone kontraksi serviks membran sudah tua
merangsang
menurun Braxton hiks
Janin keluar
Trauma jalan Post partum nifas
lahir
Gangguan Trauma
aktivitas episiotomi
kandungan
Pengeluaran
plasenta
Edema &
Penurunan Jaringan
memar di Proteksi
peristaltik terputus
uretra kurang
Penurunan
progesterone
Konstipasi & estrogen
Penurunan Merangsang Invasi
sensitivitas area sensorik bakteri
Resiko
Sensasi infeksi
kandung Gangguan
kemih rasa nyaman
Adekuat Non
Perdarahan Risisko
Lochea Perdarahan
F. Perubahan Fisiologis Masa Nifas
a. Perubahan Sistem Reproduksi
1) Lokhea
Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas.
Lokhea mengadung darah dan sisa jaringan desidua yang necrotic
dari dalam uterus. Lokhea mempunyai reaksi basa/alkalis yang
dapat membuat organisme berkembang lebih cepat daripada
kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lokhea berbau amis
atau anyir dengan volume yang berbeda-beda pada setiap wanita.
Lokhea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi.
Lokhea mempunyai perubahan warna dan volume karena adanya
proses involusi (Sulistyawati, 2015).
Lokhea dibedakan menjadi 4 jenis berdasarkan warna dan
waktu keluarnya:
a.) Lokhea rubra/merah
Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa
nifas. Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah
segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi,
lanugo (rambut bayi), dan mekonium.
b.) Lokhea sanguinolenta
Lokhea ini berwarna merah kecoklatan dan berlendir, serta
berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 masa nifas.
c.) Lokhea serosa
Lokhea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung
serum, leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar
pada hari ke-7 sampai hari ke-14 masa nifas.
d.) Lokhea alba/putih
Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput
lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lokhea alba ini
dapat berlangsung selama minggu ke 2-6 masa nifas
(Sulistyawati, 2015).
Lokhea yang menetap pada awal periode masa nifas
menunjukkan adanya tanda-tanda perdarahan sekunder yang
mungkin disebabkan oleh tertinggalnya sisa atau selaput plasenta.
Lokhea alba atau serosa yang berlanjut dapat menandakan adanya
endometritis, terutama bila disertai dengan nyeri pada abdomen
dan demam. Bila terjadi infeksi, akan keluar cairan nanah berbau
busuk yang disebut dengan lokhea purulenta. Pengeluaran lokhea
yang tidak lancar disebut dengan lokhea statis (Sulistyawati, 2015).
2) Uterus
Involusi uterus merupakan suatu proses kembalinya uterus
pada kondisi sebelum hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan
luar dari decidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi
necrotic(layu/mati). Perubahan ini dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan palpasi untuk meraba dimana tinggi
fundus uteri (TFU) (Sulistyawati, 2015).
Pada saat bayi lahir, fundus uteri setinggi pusat dengan
berat dengan berat 1000 gram. Pada akhir kala III, TFU teraba 2
jari dibawah pusat. Pada 1 minggu postpartum, TFU teraba
pertengahan pusat simpisis dengan berat 500 gram. Pada 2 minggu
postpartum, TFU teraba diatas simpisis dengan berat 350 gram.
Pada 6 minggu postpartum, fundus uteri mengecil (tak teraba)
dengan berat 50 gram. Perubahan ini berhubungan erat dengan
perubahan miometrium yang bersifat proteolysis (Sulistyawati,
2015).
b. Fisiologis Laktasi
Pelepasan ASI berada dibawah kendali neuro-endokrin.
Rangsangan sentuhan pada payudara (bayi menghisap) akan
merangsang produksi oksitosin yang menyebabkan kontraksi sel-sel
myoepithel. Proses ini disebut sebagai “refleks prolaktin”. Hisapan
bayi memicu pelepasan ASI dari alveolus mammae melalui ductus ke
sinus lactiferous. Hisapan merangsang produksi oksitosin oleh kelenjar
hypofise posterior. Oksitosin memasuki darah dan menyebabkan
kontraksi sel-sel myoepithel yang mengelilingi alveolus mammae dan
ductus lactiferous. Kontraksi sel-sel myoepithel ini mendorong ASI
keluar dari alveoli melalui ductus lactiferous menuju sinus lactiferous
tempat ASI akan disimpan. Pada saat bayi menghisap, ASI didalam
sinus tertekan keluar ke mulut bayi. Gerakan ASI dari sinus ini
dinamakan let down refleks atau “pelepasan”. Pada akhirnya, let down
dapat dipacu tanpa rangsangan hisapan. Pelepasan dapat terjadi bila
ibu mendengar bayi menangis atau sekedar memikirkan tentang
bayinya. (Sulistyawati, 2015)
G. Menifestasi Klinis
Manifestasi klinis post partum antara lain sebagai berikut (Putri, 2019):
1. Organ reproduksi kembali pada posisi normal sebagaimana sebelum
kehamilan.
2. Perubahan psikologis lain yang terjadi sepanjang kehamilan dan masa
nifas
3. Mulai menyusui
4. Penyembuhan ibu dari stress yang dialami selama kehamilan dan
persalinan diartikan sebagai tanggung jawab untuk melindungi serta
mengurus bayinya.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik dilakukan umutk pemantauan janin
terhadap kesehatan janin seperti pemantauan EKG, JDL dengan
diferensial, elektrolit, hemoglobin/ hematokrit, golongan darah, urinalisis,
amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi, pemeriksaan
sinar X sesuai indikasi, dan ltrasound sesuai pesananan (Jitowiyono &
Kristiyanasari, dlm Rahmadenti, 2020).
I. Penatalaksanaan
Menurut Rahmadenti (2020), penatalaksanaan sebagai berikut:
1. Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi perdarahan)
2. 6-8 jam pasca persalinan : istirahat dan tidur tenang, usahakan miring
kanan kiri
3. Hari ke- 1-2 : memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang
benar dan perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada
masa nifas, pemberian informasi tentang senam nifas.
4. Hari ke- 2 : mulai latihan duduk
5. Hari ke- 3 : diperkenankan latihan berdiri dan berjalan
J. Komplikasi
Perempuan tidak diidentifikasi sebagai “beresiko tinggi” dapat
mengembangkan komplikasi obstetric. Kebanyakan komplikasi obstetrik
terjadi pada wanita tanpa faktor resiko (Rahmadenti, 2020).
Berikut komplikasi yang mungkin terjadi pada persalinan normal :
2. Retensio plasenta
Retensio Plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta
hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir (Rahmadenti, 2020).
Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan
oleh gangguan kontraksi uterus. Retensio plasenta terdiri dari beberapa
jenis yaitu :
1.) Plasenta adhesiva, adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion
plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi
fisiologis.
2.) Plasenta akreta, adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai sebagian lapisan miometrium.
3.) Plasenta inkreta, adlah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai/melewati lapisan miometrium.
4.) Plasenta pekreta, adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan miometrium hingga mencapai lapisan serosa
dinding uterus.
5.) Plasenta inkarserata, adalah tertahannya plasenta di dalam kavum
uteri, disebabkan oleh kontriksi ostium uteri (Rahmadenti, 2020).
K. Pengkajian Keperawatan
Menurut pengkajian dari Kartika Rahmadenti (2020) :
a. Identitas dan penanggung jawab
Terdiri dari nama, usia, alamat, nomor rekam medic, diagnosa, tanggal
masuk rumah sakit, dan sebagainya terkait klien dan penanggung
jawab (Mansyur & Dahlan; Rahmadenti 2020).
b. Riwayat kesehatan
1.) Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang menyebabkan klien dibawa
kerumah sakit dan penanganan pertama yang dilakukan. Keluhan
utama yang biasa dirasakan klien post partum adalah nyeri seperti
di tusuk-tusuk/ di iris – iris, panas, perih, mules dan sakit pada
jahitan perineum.
2.) Riwayat kesehatan sekarang
Apa yang menyebabkan klien mengalami gangguan nyeri. Hal
tersebut dapat diuraikan dengan metode PQRST:
P = Paliatif/propokatif
Yaitu segala sesuatu yang memperberat dan memperingan
keluhan. Pada postpartum spontan biasanya klien mengeluh nyeri
dirasakan bertambah apabila klien banyak bergerak dan diraskan
berkurang apabila klien istirahat atau berbaring.
Q = Quality/quantity
Yaitu dengan memperhatikan bagaimana rasanya dan
kelihatannya. Pada postpartum spontan denganepisiotomi biasanya
klien mengeluh nyeri pada luka jahitan yangsangat perih seperti
diiris iris pisau.
R = Region/radiasi
Yaitu menunjukkan lokasi nyeri, dan penyebaranya. Pada
postpartum spontan dengan episiotomy biasanya klien mengeluh
nyeri pada daerah luka jahitan pada derah perineum biasanya tidak
ada penyebaran ke daerah lain.
S = severity, scale
Yaitu menunjukkan dampak dari keluhan nyeri yang
dirasakan klien, dan besar gangguannya yang di ukur dengan skala
nyeri 0-5.
T = Timing
Yaitu menunjukan waktu terjadinya dan frekuensinya
kejadian keluhan tersebut.
d. Aktivitas sehari-hari
Dalam aktifitas sehari-hari dikaji pola aktivitas, selama
dirumah dan selama dirumah sakit, antara lain yaitu:
a) Pola nutrisi
1.) Makan : meliputi frekuensi dan jenis makanan, porsi makan
yang dihabiskan, cara dan keluhan saat makan. Pada klien
postpartum terdapat peningkatan nafsu makan dan sering
merasa lapar karena banyak mengeluarkan energi pada
prosespersalinan.
2.) Minum : meliputi jenis dan jumlah minuman yang dihabiskan,
cara dan keluhan saat minum. Padaklien postpartum terdapat
peningkatan pemasukancairan.
b) Pola eliminasi
1.) Buang Air Besar (BAB) : Frekuensi BAB, waktu, konsistensi
feses, warna feses, cara dan keluhan saat BAB. Pada klien
postpartum BAB terjadi 2-3 hari kemudian.
2.) Buang Air Kecil (BAK) : Frekuensi BAK, warna kuning jernih,
jumlah, cara dan keluhan saat BAK. Pada klien postpartum hari
pertama BAK sering sakit atau sering terjadi kesulitan kencing.
3.) Pola istirahat dan tidur
Kaji kuantitas, kualitas dan keluhan mengenai tidur siang dan
malam. Pada klien postpartum terkadang pola istirahat
terganggu karena rasa nyeri padaperineum.
4.) Personal Hygiene
Kaji frekuensi mandi, gosok gigi, keramas dan menggunting
kuku, ganti pakaian dan cara melakukannya. Pada klien
postpartum personal hygiene tidak terawat dikarenakan rasa
kelelahan sehabis proses melahirkan
5.) Pola aktivitas
Kaji kegiatan mobilisasi. Pada klien postpartum jarang terjadi
gangguan aktivitas dan jika terjadi gangguan aktivitas lebih
biasanya terjadi pada klien dengan episiotomi.
e. Pemeriksaan fisik
Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah,
denyut nadi cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah keluar
melalui vagina terus menerus (Whyuningsih, 2019).
a) Keadaan umum, meliputi tentang kesadaran, nilai glasgow coma
scale (GCS) yang berisi penilaian eye, movement, verbal.
Mencakup juga penampilan ibu seperti baik, kotor, lusuh.
b) Tanda-tanda vital, meliputi pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu
dan respirasi.
c) Antropometri, meliputi tinggi badan, berat badan sebelum hamil,
berat badan saat hamil dan berat badan setelah melahirkan.
d) Pemeriksaan Fisik Head to Toe
Kepala, Wajah, Mata, Telinga, Hidung, Mulut, Leher, Dada,
Abdomen, Genetalia, Anus, Ekstremitas
f. Data psikologis
a) Adaptasi psikologis post partum
Klien telah berada pada tahap taking in, fase dimana yang
berlangsung pada hari pertama dan kedua setelah melahirkan,
periode ketergantungan dimana klien masih membutuhkan bantuan
keluarga atau perawat untuk mendekatkan bayinya saat klien ingin
menyusui.
b) Konsep diri
Gambaran diri kaji klien bagaimana dengan perubahan badanya
selama kehamilan dan setelah persalinan. Peran diri care,
perawatan luka perineum, perawatan luka dirumah, senam nifas,
KB dan lain lain.
g. Data sosial
Hubungan dan pola interaksi klien dengan keluarga, masyarakat dan
lingkungan saat sakit.
h. kebutuhan Bounding Attachment mengidentifikasi kebutuhan klien
terhadap interaksi dengan bayi secara nyata, baik fisik, emosi, maupun
sensori.
i. Kebutuhan pemenuhan seksual
Mengidentifikasi kebutuhan klien terhadap pemenuhan seksual pada
masa postpartum/nifas.
j. Data spiritual
Menghidentifikasi tentang keyakinan hidup, optimism kesembuhan
penyakit, gangguan dalam melaksanakan ibadah.
k. Pengetahuan tentang perawatan diri
Mengidentifikasi pengetahuan tentang perawatan diri; breast
l. Pemeriksaan penunjang (Nurarif & Kusuma, 2015).
1. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
2. Pemantauan EKG
3. JDL dengan diferensial
4. Pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, elektrolit
5. Golongan darah
6. Urinalisis
7. Ultrasonogafi
m. Analisa data
Melakukan interprestasi data data senjang yang dapat membantu
mengidentidikasi masalah keperawatan.
L. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko perdarahan (D.0012) d.d komplikasi pasca partum (SDKI;
Fisiologis; Sirkulasi; hal 96)
2. Nyeri akut D.0077 b.d agen pencedera fisik d.d tanpak meringis,
mengeluh nyeri (SDKI; Psikologis; Nyeri dan Kenyamanan; hal 172)
3. Gangguan eliminasi urin (D.0040) b.d Efek tindakan medis dan
diasnotik d.d distensi kandung kemih (SDKI; Fisikologis; Eliminasi;
hal 96)
4. Risiko infeksi (D.0142) d.d kemerahan dan bengkak diarea genital
(SDKI; Lingkungan; Keamanan dan proteksi; hal 304)
M. Analisa Data
No Data Fokus Etiologi Masalah
1 DS: Risiko perdarahan
Klien mengeluh darahnya
tetap banyak di pembalutnya
Klien merasa tidak nyaman
Klien merasa cemas
DO:
Perdahan melebihi 500 cc
Darah merah tua/kecoklatan
Perdarahan hingga 15 hari
pasca partum
Payudara bengkak
berkeringat berlebih
Menangis/merintih
2 DS: Agen pencedera Nyeri akut
Mengeluh nyeri fisik
Skala nyeri >3
Mengeluh kedinginan atau
kepanasan
DO:
Tampak meringis
Bersikap protektif
Gelisah
Frekuensi nadi meningkat
Sulit tidur
Tekanan darah menurun
Nafsu makan berubah
Berfokus pada diri sendiri
3 DS: Efek tindakan Gangguan eliminasi
Desakan berkemih medis dan diasnotik urin
Klien berkata urine menetes
Mengeluh ingin buang air kecil
Mengompol
DO:
Ditensi kandung kemih
Berkemih tidak tuntas
Volume residu urin meningkat
4 DS: Risiko Infeksi
Klien merasa gatal
Klien mengeluh tidak nyaman
Klien tampak gelisah
DO:
Terlihat kemerahan dan
timbul benjolan kecil
Luka episiotomi
Keluar cairan berlebih
Berbau tidak sedap
N. Rencana Keperawatan
N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (SIKI) Rasional
o
Keperawatan Hasil (SLKI)
1 Risiko Tujuan: Pencegahan perdarahan
perdarahan Setelah dilakukan (I.02067)
(D.0012) d.d intervensi selama 1 x 24 Observasi: Observasi:
komplikasi jam diharapkan Risiko Monitor tanda dan gejala Agar dapat mengetahui
pasca partum perdarahan dapat perdarahan tanda dan gejala
(SDKI; teratasi dengan Monitor nilai hemoglobin perdarahan yang dialami
Fisiologis; kriteria hasil : sebelum dan setelah klien sehingga bisa
Sirkulasi; hal Tingkat perdarahan kehilangan darah dilakukan penanganan
96) (L.02017) yang tepat
Agar dapat mengetahui
nilai hemoglobin klien
Terapeutik: Terapeutik:
Hindari pengukuran suhu Pengukuran suhu rektal
rektal dapat membuat klien
merasa tidak nyaman
mengingat pasca
melahirkan klien
mungkin mengalami
nyeri disekitar perineum
Edukasi: Edukasi:
Jelaskan tanda dan gejala Agar klien dan keluarga
perdarahan mengetahui tanda dan
Anjurkan segera melapor gejala perdarahan
jika terjadi perdarahan Agar dapat dilakukan
penanganan yang tepat
dan cepat pada klien
Kolaborasi: Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian Jika tanda perdarahan
obat pengontrol terjadi, pemberian obat
perdarahan, jika perlu pengontrol perdarahan
Kolaborasi pemberian perlu dipertimbangkan
pelunak tinja, jika perlu Pelunak tinja bisa
diperlukan jika klien
mengejan saat BAB
sehingga berisiko
perdarahan