Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“ASUHAN KEPERAWATAN CHF”

KELOMPOK 3

Dosen pengampu : Ns.Diah Tika Anggraeni,M.Kep

Disusun oleh :

1. Isniani Vidianti Risha (2010701001)


2. Amelia Eka Putri (2010701006)
3. Nursefa Gusti Ayu (2010701026)
4. Novita Fitriani (2010701022)
5. Apriliana (2010701032)
6. Athifah Dinda Fitriyah (2010701038)

UNIVERSITAS PEMBAGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

FALKULTAS ILMU KESEHATAN

PRODI D-III KEPERAWATAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu yaitu, Ns.Diah Tika
Anggraeni,M.Kep. Selaku dosen dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
karena telah membantu kelancaran dalam pembuatan makalah ini.

Penulis dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal


Bedah makalah ini dibuat dengan judul “Asuhan Keperawatan CHF”. Penulis
berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan informasi tentang
“Asuhan Keperawatan CHF”.
Penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
Selain itu, penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
dan tercapainya tujuan dari penulisan makalah ini.

Depok, 20 Agustus 2021

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................................


DAFTAR ISI....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................
B. Tujuan.........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Klasifikasi CHF………………………………………..2


B. Prevelensi CHF…………………………………………………………..2
C. Etiologi dan Factor Risiko CHF………………………………………..4
D. Patofisiologi CHF………………………………………………………..6
E. Tanda dan Gejala (DS dan DO) CHF…………………………………10
F. Komplikasi CHF………………………………………………………..10
G. Pemeriksaan Penunjang CHF…………………………………………12
H. Penatalaksanaan Medis CHF………………………………………….13
I. Asuhan Keperawatan CHF……………………………………………14

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.........................................................................................................
B. Saran...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Gagal jantung kongestif merupakan keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Gejala yang muncul
sesuai dengan gejala gagal jantung kiri diikuti gagal jantung kanan, terjadi
di dada karena peningkatan kebutuhan oksigen (Mansjoer, 2009).
Menurut Brashers dalam Syandi (2008) masalah kesehatan dengan
penyakit Congestive Heart Failure (CHF) masih menduduki peringkat
yang tinggi. CHF merupakan salah satu penyebab mortalitas dan
morbiditas yang tinggi. WHO (2013) melaporkan bahwa sekitar 3000
penduduk Amerika menderita CHF. Kajian epidemiologi menunjukkan
bahwa ada 1,5% sampai 2% orang dewasa di Amerika Serikat menderita
Congestive Heart Failure (CHF) terjadi 700.000 perawatan di rumah sakit
pertahun. Sedangkan di Eropa dan Jepang masing-masing terdapat sekitar
6 juta dan 2,5 juta kasus dan hampir 1 juta kasus baru didiagnosa tiap
tahunnya di seluruh dunia. Gagal jantung merupakan salah satu penyakit
jantung yang angka kejadiannya di Indonesia dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Berdasarkan Hasil Riskesdas Kemenkes RI (2013), prevalensi
penyakit jantung coroner di Indonesia mencapai 0,5% dan gagal jantung
sebesar 0,13% dari total penduduk berusia 18 tahun keatas.

B. Tujuan
1. Memberikan gambaran asuhan keperawatan pada pasien CHF
2. Memberikan gambaran pemberian oksigen pada pasien CHF
dengan gangguan kebutuhan oksigenasi
3. Mahsiswa mampu mengetahui definisi CHF
4. Mahsiswa mampu mengetahui Penatalaksanaan Medis CHF

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Klasifikasi CHF


Congestive Heart Failure (CHF) adalah ketidakmampuan otot
jantung memompakan sejumlah darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolik tubuh. CHF adalah sebuah kondisi dari kardiovaskuler
dimana jantung tidak bisa memompa darah secara adekuat untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme dari jaringan tubuh (Desai, Lewis,
Li, & Solomon, 2012).
Beberapa faktor resiko gagal jantung adalah kebiasaan merokok,
kurang aktivitas fisik, perubahan pola diet, kelebihan berat badan,
hiperlipidemia, diabetes, hipertensi, usia, jenis kelamin dan keturunan.
Berdasarkan penelitian diketahui penyebab utama CHF adalah
hipertensi dan penyakit arteri koronaria (Savage et al., 1998). CHF
merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan
penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.
Berdasarkan data World Health Organisations (WHO) risiko kematian
akibat gagal jantung berkisar antara 5-10% pertahun pada gagal
jantung ringan yang akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal
jantung berat (World Health Organization (WHO), 2015).

B. Prevelensi CHF
Prevalensi Congestive Heart Failure (CHF) di Indonesia
menurut Riskesdas (2016) sebesar 0,3% dari total jumlah penduduk di
Indonesia.
Data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO) tahun
2016 menunjukkan bahwa pada tahun 2015 terdapat 23 juta atau
sekitar 54% dari total kematian disebabkan oleh Congestive Heart

2
Failure (CHF). Penelitian yang telah dilakukandi Amerika Serikat
menunjukkan bahwa resiko berkembangnya Congestive Heart Failure
(CHF) adalah 20% untuk usia ≥ 40 tahun dengan kejadian > 650.000
kasus baru yang diagnosis Congestive Heart Failure (CHF) selama
beberapa dekade terakhir. Kejadian Congestive Heart Failure (CHF)
meningkat dengan bertambahnya umur. Tingkat kematian untuk
Congestive Heart Failure (CHF) sekitar 50% dalam kurun waktu lima
tahun (Arini, 2015).
Congestive Heart Failure (CHF) telah meningkat dan menjadi
peringkat pertama sebagai penyebab utama kematian di Indonesia.
Prevalensi Congestive Heart Failure (CHF) di Indonesia menurut
Riskesdas (2016) sebesar 0,3% dari total jumlah penduduk di
Indonesia. Data prevalensi penyakit ditentukan berdasarkan hasil
wawancara pada responden umur ≥ 15 tahun berupa gabungan kasus
penyakit yang pernah di diagnosis dokter atau kasus yang mempunyai
gejala penyakit gagal jantung (Riskesdas, 2016). Prevalensi
Congestive Heart Failure (CHF) di Nusa Tenggara Barat mencapai
(0,4%) untuk yang terdiagnosis dan (0,14%) untuk prevalensi gejala.
Penyakit Congestive Heart Failure (CHF) meningkat seiring dengan
bertambahnya umur, tertinggi pada umur 65-74 tahun (0,5%) untuk
yang terdiagnosis, menurun sedikit pada umur ≥ 75 tahun (0,4%) tetapi
untuk gejala tertinggi pada umur ≥ 75 tahun (1,1%) (Riskesdas, 2016).
Berdasarkan data RSUP Mataram, sebanyak 3.820 pasien dengan
keluhan jantung dan penyakit pembuluh darah lainnya yang datang
berkunjung pada tahun 2018. Jumlah ini cenderung meningkat setiap
tahunnya antara sekitar 5-15% (RSUP NTB, 2018). RSUP Mataram
pada tahun 2018 memiliki 1.174 pasien dengan kasus penyakit jantung
dan pembuluh darah. Pada ruangan khusus penyakit jantung (poli
jantung dan ICU), jumlah pasien jantung setiap tahunnya semakin
meningkat dimana pada tahun 2017 sebanyak 470 orang dan tahun
2018 jumlah pasien jantung meningkat kembali menjadi 522 orang.

3
Jumlah pasien Congestive Heart Failure (CHF) pada tahun 2017
menempati urutan pertama pada kasus penyakit jantung dengan jumlah
sebanyak 149 orang dan lebih dari 75% pasien Congestive Heart
Failure (CHF) tersebut mengalami rawat inap ulang (kekambuhan).
Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan pasien Congestive
Heart Failure (CHF) tentang diet jantung selama perawatan di rumah
(RSUP NTB, 2017).
Dari data di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan penyakit
jantung, sehingga aspek pengetahuan tentang diet jantung masih
minim. Diet jantung yang dianjurkan pada seperti tujuan dilakukannya
diet jantung, syarat-syarat yang harus dipenuhi pada saat menjalani
diet jantung, makanan yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi selama
menjalani diet jantung, dan aturan yang harus diperhatikan selama
menjalani diet jantung. Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan
bahwa tingkat pengetahuan pasien Congestive Heart Failure (CHF)
tentang diet jantung tergolong masih rendah. Berdasarkan wawancara
terhadap perawat poli, bahwa upaya penyuluhan yang sudah dilakukan
hasilnya belum optimal.

C. Etiologi dan Faktor Risiko CHF


Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis
koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung)
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan

4
penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas
menurun.
5. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi
darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis
AV), peningkatan mendadak afterload.
6. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme (misal: demam), hipoksia dan anemia diperlukan
peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen
sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen
ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas
elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

Faktor Resiko

a. Faktor resiko mayor meliputi usia, jenis kelamin, hipertensi,


hipertrofi pada LV, infark miokard, obesitas, diabetes.
b. Faktor resiko minor meliputi merokok, dislipidemia, gagal ginjal
kronik, albuminuria, anemia, stress, lifestyle yang buruk.

5
c. Sistem imun, yaitu adanya hipersensitifitas.
d. Infeksi yang disebabkan oleh virus, parasit, bakteri.
e. Toksik yang disebabkan karena pemberian agen kemoterapi
(antrasiklin, siklofosfamid, 5 FU), terapi target kanker
(transtuzumab, tyrosine kinase inhibitor), NSAID, kokain, alkohol.
f. Faktor genetik seperti riwayat dari keluarga.
(Ford et al., 2015)

D. Patofisiologi CHF

Secara patofisiologi CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk


menyalurkan darah, termasuk oksigen yang sesuai dengan kebutuhan
metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut
menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik (selain saraf,
hormonal, ginjal dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas.

6
Congestive Heart Failure (CHF) terjadi karena interaksi kompleks
antara factor-faktor yang memengaruhi kontraktilitas, after load, preload,
atau fungsi lusitropik (fungsi relaksasi) jantung, dan respons
neurohormonal dan hemodinamik yang diperlukan untuk menciptakan
kompensasi sirkulasi. Meskipun konsekuensi hemodinamik CHF
berespons terhadap intervensi farmakologis standar, terdapat interaksi
neurohormonal kritis yang efek gabungannya memperberat dan
memperlama sindrom yang ada. Sistem renin angiotensin aldosteron
(RAA): Selain untuk meningkatkan tahanan perifer dan volume darah
sirkulasi, angiotensin dan aldosteron berimplikasi pada perubahan
struktural miokardium yang terlihat pada cedera iskemik dan
kardiomiopati hipertropik hipertensif. Perubahan ini meliputi remodeling
miokard dan kematian sarkomer, kehilangan matriks kolagen normal, dan
fibrosis interstisial. Terjadinya miosit dan sarkomer yang tidak dapat
mentransmisikan kekuatannya, dilatasi jantung, dan pembentukan jaringan
parut dengan kehilangan komplians miokard normal turut memberikan
gambaran hemodinamik dan simtomatik pada Congestive Heart Failure
(CHF). Sistem saraf simpatis (SNS): Epinefrin dan norepinefrin
menyebabkan peningkatan tahanan perifer dengan peningkatan kerja
jantung, takikardia, peningkatan konsumsi oksigen oleh miokardium, dan
peningkatan risiko aritmia. Katekolamin juga turut menyebabkan
remodeling ventrikel melalui toksisitas langsung terhadap miosit, induksi
apoptosis miosit, dan peningkatan respons autoimun.

Disfungsi ventrikel kiri sistolik

1. Penurunan curah jantung akibat penurunan kontraktilitas, peningkatan


afterload, atau peningkatan preload yang mengakibatkan penurunan fraksi
ejeksi dan peningkatan volume akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDV). Ini
meningkatkan tekanan akhir diastolik pada ventrikel kiri (I-VEDP) dan
menyebabkan kongesti vena pulmonal dan edema paru.

7
2. Penurunan kontraktilitas (inotropi) terjadi akibat fungsi miokard yang
tidak adekuat atau tidak terkoordinasi sehingga ventrikel kiri tidak dapat
melakukan ejeksi lebih dari 60% dari volume akhir diastoliknya
(LVEDV). lni menyebabkan peningkatan bertahap LVEDV ( Left
Ventricular End-Diastolic Volume) (juga

dinamakan preload) mengakibatkan peningkatan LVEDP dan kongesti


vena pulmonalis. Penyebab penurunan kontraktilitas yang tersering adalah
penyakit jantung iskemik, yang tidak hanya mengakibatkan nekrosis
jaringan miokard sesungguhnya, tetapi juga menyebabkan remodeling
ventrikel iskemik. Remodeling iskemik adalah sebuah proses yang
sebagian dimediasi oleh angiotensin II (ANG II) yang menyebabkan
jaringan parut dan disfungsi sarkomer di jantung sekitar daerah cedera
iskemik. Aritmia jantung dan kardiomiopati primer seperti yang
disebabkan oleh alkohol, infeksi, hemakromatosis, hipertiroidisme,
toksisitas obat dan amiloidosis juga menyebabkan penurunan
kontraktilitas. Penurunan curah jantung mengakibatkan kekurangan
perfusi pada sirkulasi sistemik dan aktivasi sistem saraf simpatis dan
sistem RAA, menyebabkan peningkatan tahanan perifer dan peningkatan
afterload.

3. Peningkatan afterload berarti terdapat peningkatan tahananterhadap


ejeksi LV. Biasanya disebabkan oleh peningkatan tahanan vaskular perifer
yang umum terlihat pada hipertensi. Bisa juga diakibatkan oleh stenosis
katup aorta. Ventrikel kiri berespon terhadap peningkatan beban kerja ini
dengan hipertrofi miokard, suatu respon yang meningkatkan massa otot
ventrikel kiri tetapi pada saat yang sama meningkatkan kebutuhan perfusi
koroner pada ventrikel kiri. Suatu keadaan kelaparan energi tercipta
sehingga berpadu dengan ANG II dan respons neuroendokrin lain,
menyebabkan perubahan buruk dalam miosit, seperti semakin sedikitnya
mitokondria untuk produksi energi, perubahan ekspresi gen dengan
produksi protein kontraktil yang abnormal (aktin, miosin, dan

8
tropomiosin), fibrosis interstisial, dan penurunan daya tahan hidup miosit.
Dengan berjalannya waktu, kontraktilitas mulai menurun dengan
penurunan curah jantung dan fraksi ejeksi, peningkatan LVEDV, dan
kongesti paru.

4. Peningkatan preload berarti peningkatan LVEDV, yang dapat


disebabkan langsung oleh kelebihan volume intravaskular sama seperti
yang terlihat pada infus cairan intra vena atau gagal ginjal. Selain itu,
penurunan fraksi ejeksi yang disebabkan oleh perubahan kontraktilitas
atau afterload menyebabkan peningkatan LVEDV sehingga meningkatkan
preload. Pada saat LVEDV meningkat, ia akan meregangkan jantung,
menjadikan sarkomer berada pada posisi mekanis yang tidak
menguntungkan sehingga terjadi penurunan kontraktilitas. Penurunan
kontraktilitas ini yang menyebabkan penurunan fraksi ejeksi,
menyebabkan peningkatan LVEDV yang lebih lanjut, sehingga
menciptakan lingkaran setan perburukan Congestive Heart Failure (CHF).
5. Pasien dapat memasuki lingkaran penurunan kontraktilitas, peningkatan
afterload, dan peningkatan preload akibat berbagai macam alasan (mis.,
infark miokard [MI], hipertensi, kelebihan cairan) dan kemudian akhimya
mengalami semua keadaanhemodinamik dan neuro-hormonal. CHF
sebagai sebuah mekanisme yang menuju mekanisme lainnya.

Disfungsi ventrikel kiri diastolik

1. Penyebab dari 90% kasus

2. Didefinisikan sebagai kondisi dengan temuan klasik gagal kongestif


dengan fungsi diastolik abnormal tetapi fungsi sistolik normal; disfungsi
diastolik mumi akan dicirikan dengan tahanan terhadap pengisian ventrikel
dengan peningkatan LVEDP tanpa peningkatan LVEDV atau penurunan
curah jantung.

9
3. Tahanan terhadap pengisian ventrikel kiri terjadi akibat relaksasi
abnormal (lusitropik) ventrikel kiri dan dapat disebabkan oleh setiap
kondisi yang membuat kaku miokard ventrikel seperti penyakit jantung
iskemik yang menyebabkan jaringan parut, hipertensi yang mengakibatkan
kardiomiopati hipertrofi, kardiomiopati restriktif, penyakit katup atau
penyakit perikardium.

4. Peningkatan denyut jantung menyebabkan waktu pengisian diastolik


menjadi berkurang dan memperberat gejala disfungsi diastolik. Oleh
karena itu, intoleransi terhadap olahraga sudah menjadi umum.

5. Karena penanganan biasanya memerlukan perubahan komplians


miokard yang sesungguhnya, efektivitas obat yang kini tersedia masih
sangat terbatas. Penatalaksanaan terkini paling berhasil dengan penyekat
beta yang meningkatkan fungsi lusitropik, menurunkan denyut jantung,
dan mengatasi gejala. Inhibitor ACE dapat membantu memperbaiki
hipertrofi dan membantu perubahan struktural di tingkat jaringan pada
pasien dengan remodeling iskemik atau hipertensi. Sumber : (Elizabeth,
2009).

E. Tanda dan Gejala (DS dan DO) CHF

ada tiga tahapan gejala yang bisa dilihat pada seorang pengidap
gagal jantung kongestif. Yang pertama adalah gejala tahap awal. Pada
tahap ini, pasien mengalami :

1. Pembengkakan kaki dan pergelangan kaki.


2. Mudah lelah.
3. Kenaikan berat badan yang signifikan.
4. Makin sering ingin buang air kecil, terutama saat malam hari.

10
Jika kondisi penderita terus memburuk, muncul beberapa gejala seperti di
bawah ini.

1. Denyut jantung tidak teratur.


2. Paru-paru sesak sehingga menyebabkan batuk.
3. Napas berbunyi.
4. Sesak napas karena paru-paru dipenuhi cairan.

Selanjutnya, jika penderita mengalami gejala seperti di bawah ini, maka


gagal jantung kongestif bisa dikatakan sudah mencapai kondisi parah.

1. Menjalarnya rasa nyeri di dada melalui tubuh bagian atas, kondisi


ini bisa juga menandakan adanya serangan jantung.
2. Kulit menjadi kebiru-biruan karena paru-paru mengalami
kekurangan oksigen.
3. Tarikan napas yang pendek dan cepat.
4. Mengalami pingsan.

F. Komplikasi CHF

1. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena


dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan
emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan
dengan pemberian warfarin.
2. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa
menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan
denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker dan pemberian
warfarin).
3. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik
dengan dosis ditinggikan.
4. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau
sudden cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang

11
berhasil diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang
ditanam mungkin turut mempunyai peranan.

G. Pemeriksaan Penunjang CHF

Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus g


agal jantung kongestive di antaranya sebagai berikut :

a. Elektrokardiogram : Hiperatropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan


aksis, iskemia, disaritmia, takikardia, fibrilasi atrial.

b. Uji stress : Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk


menentukan kemungkinan iskemia atau infeksi yang terjadi sebelummnya.

c. Ekokardiografi

1) Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume balik


dan kelainan regional, model M paling sering diapakai dan ditanyakan
bersama EKG)

2) Ekokardiografi dua dimensi (CT scan)

3) Ekokardiografi dopoler (memberikan pencitraan dan pendekatan


transesofageal terhadap jantung)

d. Katerisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan


membantu membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis katup
atau insufisiensi

e. Radiografi dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan


mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam
pembuluh darah abnormal

f. Elektrolit : Mungkin beruban karena perpindahan cairan/penurunan


fungsi ginjal terapi diuretik

12
g. Oksimetrinadi : Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal
jantung kongestif akut menjadi kronis.

h. Analisa gas darah : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis


respiratory ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2
(akhir).

i. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin : Peningkatan BUN


menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin
merupakan indikasi.

j. Pemeriksaan tiroid : Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan


hiperaktifitas tiroid sebagai pencetus gagal jantung.

 Pencegahan Chf
1. Mengonsumsi makanan sehat, seperti sayur-sayuran, buah-buahan,
biji-bijian utuh, ikan, dan daging.
2. Batasi asupan gula dan garam.
3. Batasi konsumsi minuman keras.
4. Jika kamu memiliki tingkat tekanan darah dan kolesterol yang tinggi,
segera lakukan penanganan. Kedua kondisi ini bisa meningkatkan
risiko terkena gagal jantung.
5. Jaga berat badan pada batasan sehat dan lakukan langkah-langkah
penurunan berat badan jika diperlukan.
6. Berhenti merokok jika kamu seorang perokok. Jika kamu bukan
perokok, jauhi asap rokok agar tidak menjadi perokok pasif.
7. Lakukan aktivitas atau olahraga yang dapat membuat jantung sehat,
seperti bersepeda atau berjalan kaki, minimal dua setengah jam per
minggu.

H. Penatalaksanaan Medis CHF

13
1. Penggunaan penyekat beta dan penghambat enzim pengubah
angiotensin ( inhibitor ACE ) sebagai terapi yang paling efektif untuk CHF
kecuali ada kontraindikasi khusus. Inhibitor ACE menurunkan afterload
(TPR) dan volume plasma ( preload ). Penyekat reseptor angiotensin dapat
digunakan sebagai inhibitor ACE.

2. Diberikan diuretik untuk menurunkan volume plasma sehingga aliran


balik vena dan peregangan serabut otot jantung berkurang.

3. Terapi oksigen mungkin digunakan untuk mengurangi kebutuhan


jantung.

4. Nitrat mungkin diberikan untuk mengurangi after load dan preload.

5. Uji coba nitric oxide boosting drug (BiDil) .

6. Penyekat aldosteron ( epleronon ) telah terbukti mengobati gagal


jantung kongestif setelah serangan jantung.

7. Digoksin (digitalis) mungkin diberikan untuk meningkatkan


kontraktilitas. Digoksin bekerja secara langsung pada serabut otot jantung
untuk meningkatkan kekuatan setiap kontraksi tanpa bergantung panjang
serabut otot. Hal ini akan menyebabkan peningkatan curah jantung
sehingga volume dan peregangan ruang ventrikel berkurang. Saat ini
digitalis lebih jarang digunakan untuk mengatasi CHF dibandingkan masa
sebelumnya. Sumber : ( Elizabeth, 2009 ).

J. Asuhan Keperawatan CHF

KASUS

Seorang pasien berusia 63 tahun dirawat diruangan ICU dirumah sakit


pemerintah. Pasien dirawat dengan keluhan sesak nafas berat sejak 4 jam
SMRS disertai dengan batuk berdahak. Seorang perawat melakukan

14
anamnesa, didapatkan hasil sebagai berikut pasien mengatakan cepat
capek bila melakukan aktivitas yang ringan, pasien mempunyai riwayat
hipertensi tidak terkontrol sejak 4 tahun yang lalu, pasien terlihat gelisah,
terdapat edema ektremitas (+), pitting edema (+), akral dingin, PND (+).
TTV : TD : 155/100 mmHg, HR : 120x/menit, RR : 32 x/menit. Hasil
Pemeriksaan lab diperoleh BNP 150 g/ml, AGD : pH : 7, 50, PO2 : 85 %,
PCO2 : 30 %, HCO3 : 26. Hasil Rongten thorax menandakan terjadinya
overload dan kardiomegali. Hasil Echokardiografi menunjukan fraksi
ejeksi : 30 % dengan status volume berlebih. Pasien mendapatkan diuretik
dan terapi oksigen dengan menggunakan NRM 10 liter/menit. Pasien
mendapatkan terapi cairan asering 10 tetes/menit Pasien dan keluarga
bertanya kenapa bisa terkena penyakit ini.
Diagnosa medis pasien CHF, perawat dan dokter serta paramedic lainnya
yang terkait melakukan perawatan secara integrasi untuk menghindari /
mengurangi resiko komplikasi lebih lanjut.

A. ANALISA DATA

No. Data Fokus Masalah Etiologi


1. DS : Bersihan jalan nafas tidak Allergen
|
- Pasie mengatakan sesak efektif
Merangsang
nafas serta batuk pembentukan
antibody 1 gE
berdahak
|
Bersama reseptor
melekat pata reseptor
sel most
DO : |
- klien terlihat gelisah, terdapat Pelepasan mediator
inflamasi
edema ekstermitas |
- sesak nafas berat selama 4 jam Peningkatan

15
SMRS permeabilitas
|
TTV :
Cairan keluar ke
TD : 155/100 mmHg ekstavaskuler sel
|
HR : 120x/menit
Terjadi edema
RR : 32 x/menit |
Penyempitan jalan
Pemeriksaan lab :
nafas
BNP 150 g/ml, |
Bersihan jalan nafas
AGD : pH : 7, 50,
tidak efektif
PO2 : 85 %,
PCO2 : 30 %,
HCO3 : 26

2. DS : Intoleransi aktivitas Gagal jantung


- pasien mempunyai kongestif
riwayat hipertensi tidak ↓
terkontrol sejak 4 tahun Suplai darah ke
yang lalu jaringan menurun
- pasien mengatakan cepat ↓
cape bila melalukan Metabolisme anaerob
aktifitas ringan ↓
Asidosis metabolik
DO : ↓
TTV : Pembentukan ATP
TD : 155/100 mmHg menurun
HR : 120x/menit ↓
RR : 32 x/menit Kontraksi otot
menurun

Kelemahan

16

Intoleransi aktivitas

B. Prioritas Masalah

NOMOR MASALAH
1. Masalah aktual (Bersihan Jalan Nafas tidak efektif)
2. Masalah aktual (Intoleransi aktivitas)

C. Pernyataan diagnose keperawatan


NOMOR DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan nafas d.d batuk tidak efektif,
sputum berlebih
(SDKI Hal 18 Kode D.0001)

2. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen


d.d mengeluh lelah
(SDKI Hal 128 Kode D.0058)

D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


NO.D Luaran dan kriteria hasil Rencana Tindakan
X (SLKI) (SIKI)
1. Setelah dilakukan I.01011 Manajemen jalan
perawatan selama 2x24
nafas
jam maka bersihan jalan
nafas meningkat dengan Observasi
kriteria hasil :
- Monitor pola nafas
- Batuk efektif
meningkat (frekuensi,
- Produksi sputum
kedalaman, usaha
menurun
- Pola nafas nafas).
membaik
- Monitor sputum
( jumlah warna

17
aroma)
Terapeutik
- Posisikan semi
fowler/fowler
- Memberikan
oksigen
Edukasi
- Anjurkan Teknik
batuk efektif

2. Setelah dilakukan I.05178 Manajemen energi


perawatan selama 2x24 Observasi
jam maka toleransi - Identifikasi gangguan
aktivitas meningkat, fungsi tubuh yang
dengan kriteria hasil : mengakibatkan
- Kemudahan dalam kelelahan
melakukan aktivitas Terapeutik
sehari-hari menigkat - Lakukan latihan rentang
- Dispnea saat aktivitas gerak pasif atau aktif
menurun - Berikan aktivitas distraksi
- Dispnea setelah yang menenangkan
aktivitas menurun Edukasi
- Tekanan darah - Anjurkan melakukan
membaik aktivitas secara bertahap
- Frekuensi napas
membaiks

IMPLEMENTASI
N Tanggal/jam Diangnosa Tindakan Hasil Paraf
O keperawatan

18
1. 27/08/2021 Bersihan jalan Observasi S:
nafas tidak
- Memonitor pola nafas Pasien
efektif b.d
spasme jalan (frekuensi kedalaman mengatakan
nafas
usaha nafas) sesak nafas
berat sejak 4
jam setelah
masuk rumah
sakit

- Memonitor sputum S:
Pasien
mengatakan
batuk disertai
dahak
Terapeutik O:
- Memposisikan semi Pasien diajarkan
fowler/fowler posisi semi
fowler
- Memberikan oksigen O:
Pasien diberikan
terapi oksigen
dengan
menggunakan
NRM 10
liter/menit.

Edukasi O:
- Mengajarkan Teknik Pasien diajarkan
batuk efektif dengan cara
batuk efektif
2. 27/08/2021 Observasi S:

19
- mengidentifikasi gangguan Pasien
fungsi tubuh yang mengatakan
mengakibatkan kelelahan sesak nafas
setelah
melakukan
aktifitas ringan
Terapeutik O:
- Melakukan latihan rentang Mengajarkan
gerak pasif atau aktif pasien
melakukan
Latihan rentang
gerak pasif atau
aktif

Memberikan aktivitas distraksi O :


yang menenangkan Menganjurkan
pasien untuk
melakukan
Teknik Tarik
nafas dalam dan
melakukan hal
yg
menyenangkan
Edukasi O:
- menganjurkan melakukan Megedukasi
aktivitas secara bertahap pasien untuk
melakukan
aktifitas secara
bertahap dan
tidak berlebihan.

20
E. EVALUASI
Hari/Tanggal Diagnosa Evaluasi Paraf
27/08/2021 1 S : klien mengatakan masih sesak namun sudah
lebih baik dibanding saat hari pertama dirawat
O:
- klien tampak agak kesulitan bernafas saat
oksigennya tidak dipakai
- TTV:
TD : 155/100 mmHg
RR : 32 x/menit
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan.
- Lakukan Latihan dengan cara batuk efektif
- Berikan terapi oksigen
- Lakukan posisi semi flower
27/08/2021 2 S : klien mengatakan mudah lelah, bila
melakukan aktivitas yang ringan.
O:
terdapat perubahan TD, RR, dan nadi sesudah
melakukan aktivitas
TD : 155/100 mmHg
HR : 120x/menit
RR : 32 x/menit
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
- Lakukan latihan rentang gerak pasif
dan/atau aktif
- Berikan aktivitas distraksi yang

21
menyenangkan
Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulannya CHF adalah ketidakefektifan jantung dalam memompa
darah sehingga kebutuhan darah bagi tubuh kurang terpenuhi dan
menimbulkan berbagai gejala klinis.
B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat berguna bagi pembaca dan dapat
memahami CHF dan menjadi salah satu bentuk pembelajaran bagi
mahasisawa-mahasiswi.

22
DAFTAR PUSTAKA

Samasi, B. (2018). “Pendahuluan CHF”


http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1367/3/3.%20chapter%201.pdf

Tri Yulianit, (2017). “CHF” http://repository.ump.ac.id/3984/3/Tri%20Yulianti


%20BAB%20II.pdf

Heny Rispawati. (2019). “CHF Real In Nursing Journal (RNJ)”


http://ojs.fdk.ac.id/indeks.php/nursing/indeks . Diakses pada (2 Agustus 2019).

EY, Kumalasari. (2013). “BAB II Tinjauan Pustaka CHF”


http://eprints.undip.ac.id/43854/3/Etha_Yosy_K_Lap.KTI_Bab2.pdf

23
24

Anda mungkin juga menyukai