Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

DISPEPSIA

Disusun oleh :

Linda Wulandari 2010701054

PROGRAM STUDI D-3 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

OKTOBER, TAHUN 2021


A. Pengertian

Dispepsia merupakan istilah yang digambarkan sebagai suatu kumpulan gejala atau
sindrom yang meliputi nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah,
sendawa, terasa cepat kenyang, perut terasa penuh atau begah. Hal ini akan mengakibatkan
terjadinya ketidakseimbangan proses metabolisme yang mengacu pada semua reaksi biokimia
tubuh termasuk kebutuhan akan nutrisi (Ristianingsih, 2017).

Dispepsia merupakan istilah yang di gunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan gejala /
keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah,
sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh / begah (Djojoningrat,2009). Gejala-gejala
yang timbul disebabkan oleh berbagai faktor seperti gaya hidup merokok, alkohol, berat
badan berlebih, stress, kecemasan, dan depresi yang relevan dengan terjadinya dispepsia.
( Gunawan, 2012).

Dispepsia adalah ketidaknyamanan perut bagian atas yang terkait dengan makan
(biasa disebut gangguan pencernaan), adalah gejala yang paling umum dari pasien dengan
disfungsi gastrointestinal. Biasanya, makanan berlemak menyebabkan ketidaknyamanan
karena membutuhkan proses pencernaan lebih lama dari pada protein atau karbohidrat. Salad
dan sayuran hijau serta makanan berbumbu tinggi juga dapat menyebabkan gangguan
pencernaan (Kardiyudiani, 2019).

B. Etiologi

Menurut Fithriyana (2018) Dispepsia disebabkan karena makan yang tidak teratur
sehingga memicu timbulnya masalah lambung dan pencernaannya menjadi terganggu.
Ketidakteraturan ini berhubungan dengan waktu makan, seperti berada dalam kondisi terlalu
lapar namun kadang-kadang terlalu kenyang. Selain itu kondisi faktor lainnya yang memicu
produksi asam lambung berlebihan, diantaranya beberapa zat kimia, seperti alcohol,
umumnya obat penahan nyeri, asam cuka, makanan dan minuman yang bersifat asam,
makanan yang pedas serta bumbu yang merangsang.

a. Penyebab medis
1. Kolelitiasis.
Dispepsia dapata terjadi pada batu empedu biasanya sesudah makan makanan berlemak.
Kolik barialis, gejala umum batu empedu, biasanya menyebabkan sakit akut yang menyebar
ke punggung bahu dan dada. Pasien juga mengalami takikardia, menggigil, demam derajat
rendah, petekie, urine berwarna gelap dan tinja berwarna dempul.

2. Sirosis.

Pada sirosis, dispepsia bisa sembuh dengan konsumsi antasid. Efeknya adalah mual,
muntah, buang angin, sembelit, diare, begah perut, dan sakit perut kuadran atas kanan.
Penurunan berat badan, asites dan kelemahan otot juga umum.

3. Tukak duodenum.

Sebagai gejala primer dari tukak duodenum, dispepsia berkisar dari rasa kembung atau
tertekan yang samara atau sensasi berdenyut atau dibor di bagian tengah atau kanan
epigastrium. Biasanya terjadi 1,5-3 jam setelah makan, dan bisa diredakan dengan konsumsi
antasid.

4. Dilatasi lambung ( akut ).

Rasa kenyang epigastrik adalah gejala awal dari dilatasi lambung, suatu kelainan yang
membahayakan jiwa. Selalin dispepsia, juga terjadi mual dan muntah, begah perut bagian
atas, dan apatis. Pasien menunjukan tanda gejala seperti turgor kulit menurun, membran
mukosa kering, dan lemah otot.

5. Tukak lambung.

Tipikal, dispepsia nyeri ulu hati sesudah makan terjadi awal pada tukak lambung gejala
awal adalah sakit epigastrik yang terjadi bersama muntah, rasa kenyang dan begah perut.
Penurunan berat badan dan perdarahan GI juga menjadi karakteristiknya.

6. Kanker GI.

Kanker GI biasanyan menimbulkan dispepsia kronis. Ciri lain mencakup anoreksia, lelah,
ikterus, melena, hematemasis, sembelit, dan sakit perut.

7. Hiatus hernia.

Dispepsia adalah adalah akibat naiknya bagian bawah esofagus dan bagian atas lambung
ke dada saat tekanan lambung meningkat.

8. Tuberkulosis paru.
Dispepsia samar dapat terjadi bersama anoreksia, lemas dan penurunan berat badan..

b. Penyebab lain

1. Obat. Obat anti peradangan nonsteroid, khususnya aspirin, umumnya menyebabkan


dispepsia. Diuretik, antibiotik, antihipertensi, kortikosteroid juga dapat menyebabkan
dispepsia, tergantung pada toleransi pasien terhadap dosisnya.

2. Operasi. Sesudah operasi GI atau operasi lain, gastritis pasca operasi dapat
menyebabkan dispepsia, yang biasanya hilang dalam beberapa minggu. (Arif & Sari, 2011)

Etiologi Berdasarkan penyebabnya, dispepsia dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu dispepsia


organik dan dispepsia fungsional.

a. Dispepsia organik
 Dispepsia tukak.
Gejala yang ditemukan biasanya nyeri ulu hati pada waktu tidak makan / perut
kosong.
 Dispepsia tidak tukak.
Gejalanya sama dengan dispepsia tukak, bisa pada pasien gastritis, deudenis,
tetapi pada pemeriksaan tidak di temukan tanda-tanda tukak.
 Rufluks gastroesofagus.
Gejala berupa rasa panas di dada dan regurgitasi terutama setelah makan.
 Penyakit saluran empedu.
Keluhan berupa nyeri mulai dari perut kanan atas atau ulu hati yang menjalar ke
bahu kanan dan punggung.
 Karsinoma.
Kanker esofagus, kanker lambung, kanker pankreas, kanker hepar. 6) Pankreatitis.
Keluhan berupa nyeri mendadak yang menjalar ke punggung, perut terasa makin
tegang dan kencang.
 Sindrom malabsorpsi.
Keluhan berupa nyeri perut, nausea, anoreksia, sering flatus, dan perut kembung.
 Gangguan metabolisme.
Sebagai contoh diabetes dengan neuropatisering timbul komplikasi pengosongan
lambung yang lambat sehingga menimbulkan nausea, perasaan lekas kenyang.
Hipertiroid menimbulka rasa nyeri di perut, nausea, dan anoreksia.
b. Dispepsia fungsional
 Faktor asam lambung pasien.
Pasien biasanya sensitif terhadap kenaikan produksi asam lambung dan hal
tersebut menimbulkan nyeri.
 Kelainan psikis, stres, dan faktor lingkungan.
Stres dan faktor lingkungan diduga berperan pada kelainan fungsional saluran
cerna, menimbulkan gangguan sirkulasi, motilitas, klan vaskularisasi.
 Gangguan motilitas.
Mekanisme timbulnya gejala dyspepsia mungkin di pengaruhi oleh susunan saraf
pusat, gangguan motilitas di antaranya pengosongan lambung lambat,
abnormalitas kontraktif, refluks gastroduodenal.
 Penyebab lain-lain, seperti adanya kuman helicobacterpylori,gangguan motilitas
atau gerak mukosa lambung, konsumsi banyak makanan berlemak, kopi, alkohol,
rokok, perubahan pola makan dan pngaruh obat-obatan yang dimakan secara
berlebihan dan dalam waktu lama ( Arif dan Sari, 2011).

C. Patofisiologi

Patofisiologi dispepsia hingga kini masih belum sepenuhnya jelas dan penelitian-
penelitian masih terus dilakukan terhadap faktor-faktor yang dicurigai memiliki peranan
bermakna, seperti Abnormalitas fungsi motorik lambung (khususnya keterlambatan
pengosongan lambung, hipomotilitas antrum, hubungan antara volume lambung saat puasa
yang rendah dengan pengosongan lambung yang lebih cepat, serta gastric compliance yang
lebih rendah), infeksi Helicobacter pylori dan faktor-faktor psikososial, khususnya terkait
dengan gangguan cemas dan depresi.

a. Sekresi lambung
Peningkatan sensitivitas mukosa lambung dapat terjadi akibat pola makan yang tidak
teratur. Pola makan yang tidak teratur akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi
dalam pengeluaran sekresi asam lambung. Jika hal ini berlangsung dalam waktu yang
lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding
mukosa pada lambung (Rani, 2011).
b. Dismotilitas Gastrointestinal
Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional terjadi perlambatan
pengosongan lambung, adanya hipomotilitas antrum (sampai 50% kasus), gangguan
akomodasi lambung saat makan, dan hipersensitivitas gaster. Salah satu dari keadaan ini
dapat ditemukan pada setengah atau dua pertiga kasus dispepsia fungsional. Perlambatan
pengosongan lambung terjadi pada 25-80% kasus dispepsia fungsional dengan keluhan
seperti mual, muntah, dan rasa penuh di ulu hati (Djojoningrat, 2009).
c. Helicobacter pylori
Peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum sepenuhnya
dimengerti dan diterima. Kekerapan infeksi H. pylori terdapat sekitar 50% pada dispepsia
fungsional dan tidak berbeda pada kelompok orang sehat. Mulai terdapat kecenderungan
untuk melakukan eradikasi H. pylori pada dispepsia fungsional dengan H. pylori positif
yang gagal dengan pengobatan konservatif baku (Djojoningrat, 2009).

Perubahan pola makan yang tidak teratur, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta
adanya kondisi kejiwaan stress, pemasukan makanan akan berkurang sehingga lambung
akan kosong sehingga dapat menyebabkan erosi pada lambung akibat gesekan-gesekan
antara dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi
HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan
di medula oblongata membawa implus muntah sehingga intake tidak adekuat baik
makanan maupun cairan.
D. Tanda dan Gejala

Menurut (Arif dan Sari, 2011) :

a. Adanya gas di perut, nyeri perut, rasa penuh setelah makan, perut menonjol, cepat
kenyang, mual, tidak nafsu makan, dan perut terasa panas.
b. Rasa penuh, cepat kenyang, kembung setelah makan, mual, muntah, sering bersendawa,
tidak nafsu makan, nyeri ulu hati dan dada atau regurgitasi asam lambung ke mulut.
c. Gejala dispepsia akut dan kronis berdasarkan jangka waktu tiga bulan meliputi:
 Rasa sakit dan tidak enak di ulu hati.
 Perih, mual, sering bersendawa, dan regurgitasi.
 Keluhan dirasakan terutama berhubungan dengan timbulnya stres.
 Berlangsung lama dan seringkambuh.
 Sering disertai ansietas dan depresi.

Gejala dispepsia : (Suzuki, 2017; Rahmayanti, 2016)

 Epigastric pain
Sensasi yang tidak menyenangkan; beberapa pasieni merasa terjadi kerusakan
jaringan.
 Postprandiali fullness
Perasaan yang tidak nyaman seperti makanan berkepanjangan di iperut.
 Early satiation
Perasaan bahwa perut sudah terlalu penuh segera isetelah mulai makan, tidak sesuai
idengan ukuran makanan yang dimakan, sehingga makan tidak dapat diselesaikan.
iSebelumnya, kata “cepat kenyang” digunakan, itapi kekenyangan adalah istilah yang
ibenar untuk hilangnya sensasi nafsu imakan selama proses menelan makanan.
 Epigastrici burning
Terbakar adalah perasaan isubjektif yang tidak menyenangkan dari panas.

E. Komplikasi

Komplikasi dari dispepsia yaitu luka pada lambung yang dalam atau melebar tergantung
berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung dan dapat mengakibatkan kanker pada
lambung (Djojoningrat, 2009).

F. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan
penyebab organik lainnya seperti, pankreatitis kronik, diabetes milutus. Pada dispepsia
biasanya hasil laboratorium dalam batas normal.
b. Radiologis
Pemeriksaan radiologis banyak menunjang diagnostik suatu penyakit di saluran makan.
Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran makan bagian
atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.
c. Endoskopi
Sesuai dengan definisi bahwa dispepsia fungsional gambaran endoskopiny normal atau
sangan tidak spessifik
d. USG
Merupakan pemeriksaan yang tidak invasif, akhir-akhir ini banyak dimanfaatkan untuk
membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak menimbulkan
efek samping, dapat digunakan setiap saatdan pada kondisi klien yang beratpun daapat
dimanfaatkan.
e. Waktu Pengosongan Lambung
Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak. Pada dispepsia
fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 – 40 % kasus.

G. Pemeriksaan Medis

Penatalaksanaan dispesia menurut Arimbi (2012) mecakup pengaturan diet dan


pengobatan medis, antara lain sebagai berikut:

 Membatasi konsumsi makanan yang dapat menyebabkan terjadinya dispepsia seperti


mengkonsumsi makanan pedas, minuman kafein dan beralkohol
 Makan dalam porsi kecil tetapi sering dan dianjurkan untuk makan 5-6 kali dalam
sehari
 Menghindari penggunaan atau konsumsi anti nyeri seperti aspirin dan ibu profen.
Gunakan anti nyeri lain yang lebih aman bagi lambung seperti parasetamol
 Mengontrol stres dan rasa cemas
 Antasida
 Penghambat pompa proton (PPI). Golongan obat ini dapat mengurangi produksi asam
lambung
 Penyekat H2 reseptor antagonists (H2RAs)
 Prokinetik dapat membantu proses pengosongan lambung
 Antibiotik.
Pemberian dilakukan jika dyspepsia disebabkan oleh infeksi
 Anti-depressants atau anti-anxiety dapat digunakan untuk menghilangkan rasa tidak
nyaman yang disebabkan oleh dispesia dengan menurunkan sensasi nyeri yang
dialami
 Psikoterapi
DAFTAR PUSTAKA

Aptaria. (2019). Dispepsia. Retrieved from Poltekkes: http://repository.poltekkes-


tjk.ac.id/916/4/6.%20BAB%20II-dikonversi.pdf
Malang, U. M. (2017). Dispepsia. Retrieved from umm:
https://eprints.umm.ac.id/58450/3/BAB%202.pdf
Rohmawati, E. (2020). Dispepsia. Retrieved from repository:
http://repository.pkr.ac.id/815/7/BAB%20II%20KAJIAN%20PUSTAKA.pdf
Supriono, T. (2018). DISPEPSIA. Retrieved from poltekkes: http://repository.poltekkes-
tjk.ac.id/801/5/BAB%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai