Anda di halaman 1dari 56

TUGAS

RESUME

PATOFISIOLOGI

Di Susun Oleh:
Dira Repuja

2001052

S1-3B

Dosen Pengampu :

Apt. Mira Febrina, M.Sc

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI
RIAU YAYASAN UNIV RIAU
PEKANBARU
2022
Pertemuan 1

Patofisiologi Sistem Pencernaan

A. Pengertian
Patofisiologi adalah gabungan patologi (studi tentang sebab dan akibat
penyakit) dengan fisiologi (studi tentang bagaimana sistem fungsi tubuh).
Patofisiologi dapat diartikan sebagai studi yang mempelajari bagaimana
suatu penyakit mempengauhi sistem tubuh.
Gangguan pada saluran pencernaan (gastrointestinal) merupakan
sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan
medik. Kasus pada sistem gastrointestinal tersebut merupakan penyebab
utama kasus rawat inap di Amerika Serikat, salah satunya adalah
appendisitis. Walaupun gangguan pada saluran pencernaan bukan
merupakan penyebab langsung kematian seperti pada gangguan
kardiovaskuler, tetapi merupakan salah satu penyebab kematian tersering.
Angka kematian yang disebabkan oleh Appendisitis di Amerika Serikat
mencapai 0,2 – 0,8% dari angka kejadiannya
1. Dispepsia
Istilah dispepsia, yang menggambarkan keluhan atau kumpulan
gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di
epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh,
isendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di dada.
Sindrom atau keluhan ini dapat disebabkan atau didasari oleh
berbagai penyakit, tentunya termasuk juga di dalamnya penyakit
yang mengenai lambung, atau yang lebih dikenal sebagai penyakit.
Gejala dispepsia :
• Epigastric pain
Sensasi yang tidak menyenangkan; beberapa pasien merasa terjadi
kerusakan jaringan.
• Postprandiali fullness
Perasaan yang tidak nyaman seperti makanan berkepanjangan di
perut.
• Early satiation
erasaan bahwa perut sudah terlalu penuh segera setelah mulai
makan, tidak sesuai idengan ukuran makanan yang dimakan,
sehingga makan tidak dapat diselesaikan. Sebelumnya, kata “cepat
kenyang” digunakan, tapi kekenyangan adalah istilah yang benar
untuk hilangnya sensasi nafsu iakan selama proses menelan
makanan.
• Epigastrici burning
Terbakar adalah perasaan subjektif yang tidak menyenangkan dari
panas.

Patofisiologi :
a. Sekresi Lambung
b. Dismotilitas Gastrointestinal
c. Helicobacter pylori

2. Gastroenteritis Akut (GEA)


Gastroenteritis adalah buang air besar dengan fases berbentuk
cair atau setengah cair, dengan demikian kandungan air pada feses
lebih banyak dari biasanya .Gastroenteritis didefinisikan sebagai
peningkatan frekuensi, volume, dan kandungan fluida dari tinja.
Propulsi yang cepat dari isi usus melalui hasil usus kecil diare dan
dapat menyebabkan defisit volume cairan serius Penyebab umum
adalah infeksı, sindrom malabsorpsi, obat, alergi, dan penyakit
sistemik.

Jenis-jenis gastroenteritis sebagai berikut:


a. Gastroenteritis akut
b. Gastroenteritis kronik

Etiologi:
a. Factor infeksi
Jenis-jenis infeksi virus dan bakteri sebagai berikut :
a. Infeksi virus
1. Rotavirus
 Penyebab tersering gastroenteritis akut pada bayi, sering
didahului atau disertai dengan muntah.
 Timbul sepanjang tahun, tetapi biasanya pada
musim dingin
 Dapat ditemukan deman atau muntah
 Didapatkan penurunan HCC

2. Enterovirus
 Biasanya timbul pada musim panas

3. Adenovirus
 Timbul sepanjang tahun
 Menyebabkan gejala pada saluran
pencernaan/pernapasan
4. Norwalk
 Epidemic
 Dapat sembuh sendiri dalam 24-48 jam

b. Infeksi bakteri
1.Shingella
2.salmonella
3.Escherichia
coli
4.Campylobacter
5.Yersinia

enterecolitica
b. Factor Makanan
c. Factor lingkungan

Gejala-gejala yang ditunjukkan penderita gastroenteritis


antara lain :
● Anak cengeng dan gelisah
● Nafsu makan berkurang
● Buang air besar menjadi kehijauan, karena
tercampur empedu
● Feses cair, mungkin mengandung darah atau lender
● 5. Suhu badan meningkat

Proses tejadinya gastroenteritis dapat disebabkan oleh berbagai


kemungkinan factor diantaranya pertama factor infeksi, proses ini diawali adanya
mikroorganisme (kuman) yang masuk kedalam saluran pencernaan yang kemudian
berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan
daerah permukaan usus. Kedua, factor malabsorbsi merupakan kegagalan yang
dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotic meningkat
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kerongga usus yang dapat
meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah gastroenteritis. Ketiga, factor
makanan, ini dapat terjadi apabila toksik yang ada tidak mampu diserap dengan
baik. Keempat, factor psikologi dapat mempengaruhi terjadinya penyerapan
makanan yang dapat mengakibatkan gastroenteritis.
3. Konstipasi

Konstipasi adalah persespsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya


frekuensi defekasi, sensasi tidak puas atau tidak lampiasnya buang air besar,
terdapat rasa sakit, perlu ekstra mengejan atau feses yang keras. Proses defekasi
dapat terjadi kurang dari 3 kali seminggu atau lebih dari 3 hari tidak defekasi.
Penderita konstipasi biasanya juga perlu mengejan secara berlebihan sewaktu
defekasi.

a. Klasifikasi Konstipasi
- Konstipasi Kolonik
- Konstipasi dirasakan /persepsi
- Konstipasi Idiopatik

b. Manifestasi Klinik
- Distensi abdomen, borborigimus (gemuruh usus), rasa nyen
dan tekanan,
- penurunan nafsu makan, sakit kepala, kelelahan, tidak dapat
makan, sensasi pengosongan tidak lengkap
- mengejan saat defekasi, serta eliminasi volume feses sedikit, keras
dan kering
c. patofisiologi
Faktor dari Lumen Kolon dan Rektum:
Ada tiga faktor dari dalam lumen yang dapat menyebabkan konstipasi,
yaitu:
• Obstruksi kolon akibat keganasan, volvulus, atau striktur : obstruksi
pada kolon akan menyebabkan kesulitan pasase feses
• Berkurangnya motilitas usus : misalnya pada pasien yang
menggunakan laksatif secara berlebihan dalam waktu lama
• Obstruksi pada jalan keluar : misalnya akibat prolaps rektum, rectocele,
spasme sfingter anal eksternum, atau kerusakan nervus pudendus akibat
komplikasi persalinan spontan
Faktor dari Luar Lumen:
Beberapa faktor dari luar lumen yang dapat menyebabkan
konstipasi adalah :
• Pola makan yang rendah serat, kurang cairan, serta konsumsi alkohol
dan kafein yang berlebihan
• Penggunaan obat yang mempengaruhi neurotransmitter yang mengatur
gerakan kolon
Gangguan sistemik seperti gangguan endokrin dan gangguan neurologi

4. Peptic Ulcer Disease


Definisi lain,ulkus peptikum adalah suatu keadaan hilangnya
lapisan epitelium dari mukosa yang cukup besardan dalam, bahkan
bisa mencapai lapisan muscularis mucosae. Secara klinis ulkus
peptikumterjadi ketika lapisan di saluran cerna (esofagus, lambung
dan duodenum) kehilangan permukaanmukosanya.

a. Gejala :
 Nyeri abdominal sering pada epigastrik, ditandai dengan rasa
terbakar,ketidaknyamanan yang tidak jelas, rasa penuh di
perut atau keram.
 Nyeri dimalam hari (antara jam 12 malam jam 3 subuh),
sehingga pasienterbangun.
 Bervariasi tingkat keparahan nyeri tiap individu, bisa
musiman atau perperiode.
 Perubahan karakteristik nyeri dapat menggambarkan
terjadinya nyerie)
 Heartburn, sendawa dan bloating yang disertai nyerif)
 Mual, muntah dan anoreksia

b. Patofisiologi
 Faktor Agresif Merupakan faktor penyebab terjadi
kerusakan pada saluran cerna dan menimbulkan
penyakit.
 Asam Lambung dan PepsinStress dan makanan dapat
memicu pelepasan asetilkolin, gastrin dan
histaminyang akan berikatan dengan resptornya,
sehingga dapat mengaktifkan pompa H /K ATPase dan
akan mensekresikan Asam (H) ke lumen lambung.
 Infeksi Helicobacter pylori Beberapa faktor resiko yang
berperan terhadap timbulnya ulkus peptikum yaitu
infeksi Helicobacter Pylori, penggunaan NSAID (Non
Steroid Anti Inflamatory Drug’s) tarutama dalam jangka
waktu lama dan faktor-faktor lain sperti stress, kebiasaan
merokok, diet, sindrom Zollinger-Ellison, dll.
5. Gerd
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD/ Penyakit Refluks
Gastroesofageal) adalah suatu keadaan patologis yang disebabkan
oleh kegagalan dari mekanisme antireflux untuk melindungi
mukosa esophagus terhadap refluks asam lambung dengan kadar
yang abnormal dan paparan yang berulang.
1. Manifestasi Klinik
a. Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak
enak di epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa
nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar
(heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala
disfagia (kesulitan menelan makanan), mual atau
regurgitasi dan rasa pahit di lidah.
b. GERD dapat juga menimbulkan manifestasi gejala ekstra
esofageal yang atipik dan sangat bervariasi mulai dari
nyeri dada non-kardiak (non-cardiac chest pain/NCCP),
suara serak, laringitis, batuk karena aspirasi sampai
timbulnya bronkiektasis atau asma.
2. Etiologi
Penyakit refluks gastroesofageal bersifat multifaktorial.
Esofagitis dapat sebagai akibat dari refluks gastroesofageal
apabila:
1). Terjadi kontak – dalam waktuyang cukup lama antara
bahan refluksat dengan mukosa,
2). Terjadi penurunanresistensi jaringan mukosa esofagus,
walaupun waktu kontak antara bahan refluksatdengan
esofagus tidak lama.
Pertemuan II

Patofisiologi Sistem Endokrin

A. Definisi

Sistem endokrin merupakan salah satu sistem pengatur kelenjar yang


terdapat pada tubuh manusia dan berguna melakukan sekresi atau menghasil
kan hormon. Sistem endokrin meliputi sistem dan alat yang mengeluarkan
hormon atau alat yang merangsang keluarnya hormon yang berupa mediator
kimia. Hormon yang diproduksi dalam sistem endokrin dihasilkan oleh
kelenjar endokrin yang nantinya akan disalurkan melalui darah dan
digunakan untuk proses kerja pada tiap organ-organ dalam tubuh.
Sistem endokrin memliki fungsi utama tersendiri, yaitu
melakukan pengontrolan dan menyeimbangkan fungsi tubuh. Pelepasan hor
mon bergantung pada perangsangan atau penghambatan melalui faktor yang
spesifik. Hormon dapat bekerja didalam sel yang menghasilkan hormone itu
sendiri (autokrin), mempengaruhi sel sekirtar (parakrin), atau mencapai sel
target di organ lain melalui darah (endokrin).

1. Diabetes Melitus
Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan ciri-ciri
berupa tingginya kadar gula (glukosa) darah. Glukosa merupakan
sumber energi utama bagi sel tubuh manusia.
Glukosa yang menumpuk di dalam darah akibat tidak diserap
sel tubuh dengan baik dapat menimbulkan berbagai gangguan
organ tubuh. Jika diabetes tidak dikontrol dengan baik, dapat
timbul berbagai komplikasi yang membahayakan nyawa penderita.
Kadar gula dalam darah dikendalikan oleh hormon insulin yang
diproduksi oleh pankreas, yaitu organ yang terletak di belakang
lambung. Pada penderita diabetes, pankreas tidak mampu
memproduksi insulin sesuai kebutuhan tubuh. Tanpa insulin, sel-
sel tubuh tidak dapat menyerap dan mengolah glukosa menjadi
energi.

Beberapa factor penyebab diabetes mellitus yaitu:


a. Genetik atau faktor keturunan
b. Bahan toksik atau beracun
c. Nutrisi
d. Virus dan bakteri

Jenis – jenis penyakit Diabetes yaitu:

a. Dm Tipe 1
Defisiensi insulin secara absolute baik karena proses autoimun
maupun idiopatik.
b. Dm Tipe II
Resistensi insulin disertai defisiensi insulin relative hingga
defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.
c. Dm Tipe Lain
Defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin,
penyakit eksogen pancreas, endokrinopati, drug-induced, infeksi,
sebab imunologi yang jarang, sindrom genetik lain yang berkaitan
dengan DM gestasional.

Kriteria Diabetes Mellitus:


GDP (Gula Darah Puasa) ≥126 mg/dL (puasa adalah kondisi
tidak ada asupan kalori minimal 8 jam). Pemeriksaan glukosa
darah ≥200 mg/dL 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dengan beban glukosa 75 gram. GDS (Gula Darah
Sewaktu) ≥200 mg/dL dengan keluhan klasik (poliuria, polidipsia,
polifagia dan penurunan Bb tanpa sebab). Pemeriksaan HbA1c
≥6,5%.
Komplikasi Akut Diabetes Melitus:
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah gangguan kesehatan yang terjadi ketika
kadar gula di dalam darah berada di bawah kadar normal.
Hipoglikemia adalah komplikasi yang paling umum terjadi
pada individu dengan diabetes.
2. Hiperglikemia-Hiperosmolar
Sindrom hiperglikemi hiperosmolar nonketotik (HHNK)
disebut juga hyperosmolar hyperglycemic syndrome adalah
kondisi yang terjadi ketika kadar gula darah di dalam tubuh
penderita diabetes meningkat terlalu tinggi hingga jauh
melebihi batas normal.
3. Ketoasidosis
Gangguan metabolisme yang mengancam jiwa paling sering
terlihat pada diabetes tak terkontrol.

Komplikasi kronik DM :
1. Hipertensi
2. Infark Jantung
3. Stroke
4. Nefropati
5. Neuropati Otonom Perifer
6. Infeksi
7. Gangreen
8. Retinopati

2. Hipothyroid dan Hipertyroid


Hipotiroid atau kelenjar tiroid yang kurang aktif, terjadi
apabila kelenjar tiroid tidak menghasilkan hormon tiroid yang
cukup. Artinya sel tubuh tidak mendapatkan hormon tiroid yang
cukup untuk bekerja dengan baik dan metabolisme tubuh pun
melambat.
Hipertiroid atau kelenjar tiroid yang terlalu aktif, terjadi ketika
kelenjar tiroid melepaskan terlalu banyak hormon dalam aliran
darah sehingga mempercepat metabolism tubuh. Hipertiroid
cenderung terjadi karena faktor keturunan dalam keluarga, serta
sering terjadi pada perempuan di usia muda.

Pada orang dewasa hormon ini bekerja menjaga homeostatis


dan mempengaruhi berbagai sistem organ. Tiroid (kelenjer
gondok) letaknya dibagian bawah leher. Fungsinya: untuk
membentuk dan mensekresi liotironin (T3) dan tiroksin (T4) serta
calcitonin.

GEJALA HYPOTHYROID:
Kekurangan Hormon ini di sebabkan :
1. RETARDASI METAL DENGAN
PERUBAHAN MORFOLOGI SYARAF
2. CRETINISME (PERTUMBUHAN TAK SEMPURNA)
3. INAKTIV
4. KULIT KEKUNINGAN, KERING DAN DINGAN
5. DENYUT JANTUNG LAMBAT
6. TEMPERATUR TUBUH RENDAH
7. GIGI LAMBAT TUMBUH
8. SELERA MAKAN KURANG
9. KONSTIPASI

Penyebab Hipotiroid:

Penyebab:

Autoimunitas terhadap kelenjar tiroid yang justru menyebabkan


peradangan pada kelenjar tiroid (tiroiditis).
Penyebab Hipertiroid:

Adenoma tiroid: Tumor yang tumbuh didalam jaringan tiroid


dan mensekresikan banyak sekali hormon tiroid.
Tujuan Pengobatan Hipertiroid:

Membatasi produksi hormone tiroid yang berlebihan dengan


cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan
tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi)
Pertemuan III

Patofisiologi Sistem Reproduksi

a. Pengertian
Reproduksi adalah kemampuan makhluk hidup untuk menghasilkan
keturunan yang baru.Sistem reproduksi adalah sistem yang berfungsi untuk
berkembang biak, terdiri dari :
Testis, ovarium dan bagian alat kelamin lainnya Reproduksi
atau perkembangbiakan merupakan bagian dari ilmu
faal(fisiologi).
Secara anatomi, organ kelamin Pria dibedakan menjadi organ kelamin luar
dan organ kelamin dalam.
Organ reproduksi luar terdiri dari :
o Penis merupakan organ kopulasi yaitu hubungan antara alat kelamin
jantandan betina untuk memindahkan semen ke dalam organ
reproduksi betina.Penis diselimuti oleh selaput tipis yang
nantinya akan dioperasi pada saat dikhitan/sunat. Penis sebagai
alat penting dalam hubungan seks baik untuk kreasi atau prokreasi.
o Scrotum merupakan selaput pembungkus testis yang berfungsi
sebagai untuk melindungi testis, skrotum mengandung otot polos
yang mengatur jarak jauh testis ke dinding perut dengan maksud
untuk mengatur suhu testis.

Organ Reproduksi Dalam Terdiri Dari :


o Testis merupakan kelenjar kelamin yang berjumlah sepasang dan
akan menghasilkan sel-sel sperma serta hormone testosterone. Testis
berada didalam skrotum Bersama epididimis, dinding pada rongga
yang memisahkan testis dengan epididimis disebut tunika vaginalis,
Dalam testis banyakterdapat saluran halus yang disebut tubulus
seminiferus.
o Epididimis dibentuk oleh saluran yang berlekuk –lekuk secara tidak
teratur yang disebut ductus epididimis. Berfungsi
untukmenyimpanspermasementara dan mematangkan sperma.
o Vas deferens merupakan lanjutan langsung dari epididimis saluran
panjang dan lurus yang mengarah ke atasdan berujung di kelenjar
prostat. Berfungsi untuk mengangkut sperma menuju vesikula
seminalis.
o Saluran ejakulasi merupakan saluran yangpendek
dan menghubungkanvesikula seminalis dengan
urethra.
o Urethra merupakan saluran panjang terusan dari saluran ejakulasi
dan terdapat di penis.

Fungsi Seks Wanita:


Reproduksi wanita dibagi menjadi dua bagian, yaitu : bagian yang
terlihat dari luar (genitalia eksterna) dan bagian yang berada di dalam
panggul (genitalia interna).
o Genitalia eksterna meliputi bagian yang disebut kemaluan ( vulva
) dan liang sanggama (vagina).
o Genetika interna terdiri dari rahim (uterus), saluran telur (tuba),
dan indung telur (ovarium).
Pada vulva terdapat bagian yang menonjol yang di dalamnya terdiri dari
tulang kemaluan yangditutupi jaringan lemak yang tebal. Di belakang
bibir vulva terdapat kelenjar-kelenjar yang mengeluarkan cairan. Di
ujung atas bibir terdapat bagian yang disebut clitoris, merupakan bagian
yang mengandung banyak urat-urat syaraf. Di bawah clitoris agak
kedalam terdapat lubang kecil yang merupakan lubang saluran air seni
(urethra).
vagina yang merupakan saluran dengan dinding elastis, tidak kaku seperti
dinding pipa. Saluran ini menghubungkan vulva dengan mulut rahim.
Mulut rahim terdapat pada bagian yang disebut leher rahim (serviks),
yaitu bagian ujung rahim yang menyempit. Rahim berbentuk seperti buah
pir gepeng, berukuran panjang 8-9 cm. Letaknya terdapat di belakang
kandung kencing dan di depan saluran pelepasan.

1. INFERTILITAS
Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk memperoleh kehamilan
setelah 12 bulan atau lebih menikah melalui hubungan seksual secara
teratur tanpa menggunakan alat kontrasepsi. Infertilitas
diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu primer dan sekunder.
Infertilitas primer terjadi ketika keadaan istri belum pernah hamil
sama sekali, sedangkan infertilitas sekunder terjadi pada istri yang
pernah hamil.
Faktor penyebab infertilitas yang mendasar, yaitu faktor
pasangan pria, faktor servikal, disfungsi ovulasi, adanya masalah pada
rahim, atau organ pelvis pasangan wanita maupun keduanya dan
penyebab yang tidak dijelaskan. Diperkirakan faktor-faktor menjadi
penyebab infertilitas 40% dari faktor istri, 40% dari faktor suami dan
20% kombinasi keduanya
Pemeriksaan Riwayat infertilitas :
• Anamnesis
• Pemeriksaan fisik
• Penilaian opulasi
• Uji Pasca Senggama (UPS)
Patofisiologi infertilitas wanita dapat disebabkan oleh gangguan
ovulasi, adhesi pelvis atau tuba, endometriosis, atau penyebab uterus
lainnya.
• Gangguan ovulasi menyebabkan infertilitas karena tidak adanya oosit yang
dikeluarkan. Kemungkinan kehamilan dan fertilisasi tidak akan terjadi
apabila tidak terdapat ovulasi. Gangguan ovulasi berdasarkan World
Health Organization (WHO) dapat dibagi menjadi empat subklasifikasi,
yaitu :
a. Anovulasi hipogonadotropik hipogonadal, disebabkan oleh :
• Gangguan makan atau aktivitas yang berlebih.
• Penurunan masukan kalori, penurunan berat badan
• aktivitas berlebih menyebabkan peningkatan kadar kortisol yang
kemudian menyebabkan supresi hormon gonadotropin (GnRH).
• Penurunan GnRH menyebabkan penurunan sekresi gonadotropin, follicle-
stimulating hormone (FSH), dan luteinizing hormone (LH) dari kelenjar
pituitari anterior.
b. Anovulasi normogonadotropik normoestrogenik
• Anovulasi normogonadotropik normoestrogenik umumnya disebabkan
oleh sindrom polikistik ovarium (PCOS). Infertilitas akibat PCOS umumnya
disebabkan oleh tidak terbentuknya folikel matur yang mengakibatkan
anovulasi
c. anovulasi hipergonadotropik hipoestrogenik
d. anovulasi hiperprolaktinemik.
Etiologi
Terdapat beberapa faktor penyebab infertilitas yang mendasar, yaitu
faktor pasangan pria, faktor servikal, disfungsi ovulasi, adanya masalah pada
rahim, atau organ pelvis pasangan wanita maupun keduanya dan penyebab
yang tidak dijelaskan. Diperkirakan faktor-faktor menjadi penyebab
infertilitas 40% dari faktor istri, 40% dari faktor suami dan 20% kombinasi
keduanya.

Pengobatan infertilasi
Saat ini terdapat berbagai opsi pengobatan infertilitas yang dapat
ditawarkan kepada pasien seperti intrauterine insemination (IUI) dan in vitro
fertilization (IVF). Akan tetapi, sebelum memberikan rekomendasi, dokter
perlu mengetahui jenis pengobatan mana yang paling sesuai untuk kondisi
masing-masing pasien.
Pengobatan noninvasif yang dapat dilakukan adalah konseling gaya hidup
yang sehat, tracking siklus ovulasi, induksi ovulasi, dan intrauterine
insemination (IUI). Program donor sperma juga dapat dipertimbangkan bila
diperlukan dan disetujui oleh pasien.

2. Dismenorea
Dismenore dapat diartikan sebagai gangguan aliran darah
menstruasi. Dismenore timbul akibat kontraksi disritmik lapisan
miometrium yang menampilkan satu atau lebih gejala mulai dari nyeri
ringan hingga berat pada abdomen bagian bawah, daerah pinggang
dan sisi medial paha. Jadi dismenore dapat disimpulkan rasa nyeri
pada saat menstruasi yang terasa di perut bagian bawah dan menyebar
ke bagian pinggang dan paha. Intensitas nyeri dapat diukur dengan
menggunakan numerical rating scale (NRS), verbal rating scale
(VRS), visual analog scale (VAS) dan faces rating scale (FRS) .
Gejala Klinis Dismenore primer ditandai dengan kram pada
panggul, nyeri biasanya datang sesaat sebelum atau pada awal
menstruasi yang akan berlangsung 1 sampai 3 hari. Selain dirasakan
pada suprapubik, nyeri juga dapat menjalar ke permukaan dalam paha
dan dirasakan paling berat pada hari pertama atau kedua bersamaan
dengan waktu pelepasan maksimal prostaglandin ke dalam cairan
menstruasi.

Beberapa faktor yang diduga berperan dalam timbulnya


dismenore:
1. Prostaglandin
Prostaglandin adalah hormon yang menyebabkan kontraksi
pada miometrium. Prostaglandin mempunyai efek yang dapat
meningkatkan kontraktilitas dari otot uterus dan mempunyai efek
vasokontriksi yang pada akhirnya dapat menyebabkan iskemi pada 16
otot uterus yang dapat menimbulkan rasa nyeri. Jika hormon
prostaglandin dilepaskan dalam jumlah berlebihan, maka timbul pula
gejala umum lain seperti diare, nausea, muntah, dan flushing.
2. Faktor endokrin
Dismenore terjadi karena dipengaruhi hormon progesteron dari
korpus luteum yang terbentuk saat ovulasi. Ovulasi dan produksi
progesteron berpengaruh miotonik dan vasospastik terhadap arteriol
miometrium dan endometrium.
3. Susunan saraf (neurologik)
Saraf uterus adalah saraf otonom yang memiliki dua reseptor,
yaitu alfa (perangsang) dan beta (penghambat). Hasil penelitian
Taubert (1982) ditemukan bahwa estrogen meningkatkan aktivitas sel
sel saraf pusat sedangkan progesteron menurunkan aktivitas tersebut.
Penurunan kadar estrogen secara cepat sebelum haid memberikan
reaksi simpatikotonik terhadap ambang rangsang sehingga rangsangan
sensibel yang biasanya berambang rendah berkembang menjadi nyeri.
4. Vasopresin
Peningkatan kadar vasopresin selama menstruasi pada wanita
dengan dismenore dapat mengakibatkan kontraksi uterus yang
disritmik sehingga aliran darah di uterus menurun dan menyebebkan
hipoksia pada uterus. 17
5. Psikis
Nyeri berhubungan dengan susunan syaraf pusat (talamus dan
korteks). Banyak wanita yang mengalami dismenore yang dipicu atau
diperberat oleh ketidakmatangan psikis dan kelambatan psikoseksual.
Sering juga terjadi gangguan psikis berupa kecemasan dan tegang
yang sering dijumpai pada remaja.

3. ENDOMETRIOSIS
Endometriosis adalah kondisi ketika jaringan yang
membentuk lapisan dalam dinding rahim tumbuh di luar
rahim. Jaringan yang disebut endometrium ini dapat tumbuh di indung
telur, usus, tuba falopi (saluran telur), vagina, atau di rektum (bagian
akhir usus yang terhubung ke anus).
Penyebab dan Gejala Endometriosis:
Endometriosis diduga terkait dengan gangguan sistem kekebalan
tubuh, atau aliran darah menstruasi yang berbalik arah.Kondisi ini
umumnya ditandai dengan beberapa gejala, seperti:
• Nyeri di perut bagian bawah dan panggul.
• Volume darah yang berlebihan saat menstruasi.
• Sakit saat buang air besar atau buang air kecil.

Pengobatan Endometriosis:
Pemilihan metode pengobatan tergantung tingkat keparahan dan
apakah penderita masih ingin memiliki anak. Pengobatan
endometriosis meliputi:
 Pemberian obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS).
 Terapi hormon untuk menghentikan produksi hormon estrogen.
 Prosedur operasi, seperti laparoskopi kandungan,
laparotomi, histerektomi.

4. Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)


Sindrom polikistik ovarium atau polycystic ovarian
syndrome (PCOS) adalah gangguan hormon yang terjadi pada wanita
di usia subur. Penderita PCOS mengalami gangguan menstruasi
dan memiliki kadar hormon maskulin (hormon androgen) yang
berlebihan.
Hormon androgen yang berlebih pada penderita PCOS dapat
mengakibatkan ovarium atau indung telur memproduksi banyak
kantong-kantong berisi cairan. Akibatnya, sel telur tidak berkembang
sempurna dan gagal dilepaskan secara teratur.
Akibat dari polycystic ovarian syndrome juga dapat
menyebabkan penderitanya tidak subur (mandul), serta lebih rentan
terkena diabetes dan tekanan darah tinggi.

Penyebab Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)


Sampai saat ini, belum diketahui dengan pasti apa yang menyebabkan
PCOS. Namun, ada beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab PCOS,
yaitu:
• Kelebihan hormon insulin
Hormon insulin adalah hormon yang menurunkan kadar gula dalam
darah. Insulin yang berlebih akan membuat tubuh meningkatkan
produksi hormon androgen dan mengurangi sensitivitas tubuh
terhadap insulin.
• Faktor genetik
Hal ini karena sebagian penderita PCOS juga memiliki anggota
keluarga yang menderita PCOS.

Pengobatan Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)


1.Perubahan gaya hidup
Dokter akan merekomendasikan olahraga dan diet rendah kalori
untuk menurunkan berat badan. Hal ini karena gejala sindrom
ovarium polikistik akan mereda seiring penurunan berat badan
penderita. Olahraga juga berguna untuk meningkatkan efektivitas
obat dan membantu meningkatkan kesuburan penderita PCOS.
2.Obat-obatan
Dokter dapat memberikan kombinasi pil KB dengan obat lain untuk
mengontrol siklus menstruasi. Hormon estrogen dan progesteron
dalam pil KB dapat menekan produksi hormon androgen dalam
tubuh.Dokter juga dapat merekomendasikan konsumsi
hormon progesteron saja selama 10-14 hari selama 1-2 bulan.
Penggunaan hormon ini dapat mengatur siklus haid yang
terganggu.Obat-obatan lain yang dapat digunakan untuk menormalkan
kembali siklus haid dan membantu ovulasi adalah:
o Clomifene
o Letrozole
o Metformin

5. BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)


Pembesaran prostat jinak atau benign prostatic hyperplasia
(BPH) adalah kondisi ketika kelenjar prostat membesar. Akibatnya,
aliran urine menjadi tidak lancar dan buang air kecil terasa tidak
tuntas.
Kelenjar prostat hanya dimiliki oleh pria. Oleh karena itu,
penyakit ini hanya dialami oleh pria. Hampir semua pria mengalami
pembesaran prostat, terutama pada usia 60 tahun ke atas. Meski
begitu, tingkat keparahan gejalanya bisa berbeda pada tiap penderita,
dan tidak semua pembesaran prostat menimbulkan masalah.

Gejala Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)


Tingkat keparahan gejala pembesaran prostat jinak bisa berbeda pada
tiap penderita, tetapi umumnya akan memburuk seiring waktu.
Gejala utama penderita benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah
gangguan saat buang air kecil, yang bisa berupa:
 Urine sulit keluar di awal buang air kecil.
 Perlu mengejan saat buang air kecil.
 Aliran urine lemah atau tersendat-sendat.
 Urine menetes di akhir buang air kecil.
 Buang air kecil terasa tidak tuntas.
 Buang air kecil di malam hari menjadi lebih sering.
 Beser atau inkontinensia urine.

Penyebab Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)


Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang terkena
pembesaran prostat jinak, yaitu:
 Berusia di atas 60 tahun
 Kurang berolahraga
 Memiliki berat badan berlebih
 Menderita penyakit jantung atau diabetes
 Rutin mengonsumsi obat hipertensi jenis penghambat beta
 Memiliki keluarga yang mengalami gangguan prostat

Pengobatan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)


Pengobatan pembesaran prostat jinak tergantung pada usia dan kondisi
pasien, ukuran prostat, serta tingkat keparahan gejala. Metode pengobatan
yang dapat dilakukan meliputi:
1. Perawatan mandiri
• Bila gejala yang dirasakan tergolong ringan, pasien bisa
melakukan penanganan secara mandiri untuk meredakan gejala,
yaitu dengan:
• Menghindari minum apapun satu atau dua jam sebelum tidur.
• Membatasi asupan minuman yang mengandung kafein dan alkohol.
• Membatasi konsumsi obat pilek yang mengandung dekongestan
dan antihistamin.
• Tidak menahan atau menunda buang air kecil.
• Membuat jadwal untuk buang air kecil, misalnya tiap 4 atau 6 jam.
• Menjaga berat badan ideal, dengan menjalani pola makan yang sehat.
• Berolahraga secara teratur dan rutin melakukan senam Kegel.
• Mengelola stres dengan baik.
2. Obat-obatan
Bila pengobatan mandiri tidak bisa meredakan gejala, dokter dapat
meresepkan obat-obatan berikut:
• Penghambat alfa, seperti tamsulosin, untuk memudahkan buang
air kecil.
• Penghambat 5-alpha reductase, seperti finasteride atau
dutasteride, untuk menyusutkan ukuran prostat.
• Penelitian menunjukkan bahwa obat untuk menangani disfungsi
ereksi, seperti tadalafil, juga bisa digunakan untuk mengatasi
pembesaran prostat jinak.
Pencegahan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
• Pembesaran prostat jinak tidak dapat dicegah. Upaya pencegahan yang
bisa Anda lakukan adalah mencegah agar gejalanya tidak semakin
memburuk, yaitu dengan perawatan mandiri seperti yang telah dijelaskan
di atas.
• Anda juga dapat mencegah kondisi semakin memburuk dengan segera
memeriksakan diri ke dokter begitu mengalami gejala pembesaran prostat
jinak. Dengan begitu, kondisi Anda dapat segera ditangani sebelum
muncul komplikasi.
Pertemuan IV

Patofisiologi Sistem Kardiovaskular

a. Pengertian
Sistem kardiovaskular merupakan organ sirkulsi darah yang terdiri
dari jantung, komponen darah dan pembuluh darah yang berfungsi
memberikan dan mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan
tubuh yang di perlukan dalam proses metabolisme tubuh. Sistem
kardivaskuler memerlukan banyak mekanisme yang bervariasi agar fungsi
regulasinya dapat merespons aktivitas tubuh, salah satunya adalah
meningkatkan aktivitas suplai darah agar aktivitas jaringan dapat terpenuhi.
Pada keadaan berat, aliran darah tersebut, lebih banyak di arahkan pada
organ-organ vital seperti jantung dan otak yang berfungsi memlihara dan
mempertahankan sistem sirkulasi itu sendiri.

1. Hypertensive Heart Disease (HHD)

Penyakit jantung hipertensi atau Hypertensive Heart Disease (HHD)


adalah istilah yang diterapkan untuk menyebutkan penyakit jantung secara
keseluruhan. Mulai dari left ventriclehyperthrophy (LVH), aritmia jantung,
penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung kronis(CHF), yang
disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik secara langsung
maupuntidak langsung. Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit
yang berkaitan dengan dampak sekunder pada jantung karena hipertensi
sistemik yang lama dan berkepanjangan. Penyakit jantung hipertensi
merujuk kepada suatu keadaan yang disebabkan oleh peningkatan tekanan
darah (hipertensi).
Etiologi Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung
iskemik (menurunnya suplai darah untuk otot jantung sehingga
menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan jantung)
dari peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot
jantung yang menebal. Tekanan darah tinggi juga berpengaruh
terhadap penebalan dinding pembuluh darah yang akan
mendorong terjadinya aterosklerosis (peningkatan kolesterol
yang akan terakumulasi pada dinding pembuluh darah). Hal ini
juga meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke.
Penyakit jantung hipertensi adalah penyebab utama penyakit
dan kematian akibat hipertensi.

Patofisiologi Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal


komplek yang melibatkan banyak faktor yang saling
mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural,
neuroendokrin, seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi,
faktor-faktor ini memegang peranan dalam perkembangan
hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan
darah itu sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut.
Adapun patofisiologi berbagai efek hipertensi terhadap
jantung berbeda-beda, yaitu :
• Hipertrofi ventrikel kiri
• Abnormalitas atrium kiri
• Gangguan katup
• Gagal jantung
• Iskemia miokard

Diagnosa Tekanan darah diukur setelah seseorang duduk atau berbaring


selama 5menit. Angka 140/90 mmHg atau lebih dapat
diartikan sebagai hipertensi, tetapi diagnosis tidak dapat
ditegakkan hanya berdasarkan satu kali pengukuran.
Pengukuran pertama harus pada kedua sisi lengan untuk
menghindarkan kelainan pembuluh darah perifer. Jika pada
pengukuran pertama memberikan hasil yang tinggi, maka
tekanan darah diukur kembali dan kemudian diukur sebanyak
2 kali pada 2 hari berikutnya untuk meyakinkan adanya
hipertensi. Hasil pengukuran bukan hanya menentukan adanya
tekanan darah tinggi, tetapi juga digunakan untuk
menggolongkan beratnya hipertensi. Setelah diagnosis
ditegakkan, dilakukan pemeriksaan terhadap organ utama,
terutama pembuluh darah, jantung, otak dan ginjal.

2. Transient Ischemic Attack (TIA)

Transient ischemic attack (TIA) atau serangan iskemik transien adalah


gangguan sementara dalam fungsi otak akibat penyumbatan aliran darah ke
otak yang sementara.
Etiologi Etiologi serangan iskemik transien (Transient Ischemic
Attack / TIA) tersering adalah akibat tromboemboli dari
atheroma pembuluh darah leher. Penyebab lain adalah
lipohialinosis pembuluh darah kecil intrakranial dan
emboli kardiogenik. Etiologi yang lebih jarang adalah
vaskulitis atau kelainan hematologis.
Patofisiologi TIA ditandai dengan penurunan sementara atau
penghentian aliran darah otak dalam distribusi
neurovaskular tertentu sebagai akibat dari sebagian atau
total oklusi, biasanya dari tromboemboli akut atau
stenosis dari pembuluh darah. Manifestasi klinis akan
bervariasi, tergantung pada pembuluh darah dan wilayah
otak yang terlibat. Hipoksia, karena aliran darah
terganggu, memiliki efek berbahaya pada struktur organ
dan fungsi. Hal ini terutama terjadi pada stroke (iskemia
serebral) dan infark jantung (iskemia miokard). Hipoksia
juga memainkan peran penting dalam mengatur
pertumbuhan tumor dan metastasis. Kebutuhan energi
yang tinggi dibandingkan dengan penghasilan energi
yang rendah membuat otak sangat rentan terhadap kondisi
hipoksia. Meskipun hanya merupakan fraksi total berat
badan yang kecil (2%), itu menyumbang persentase
proporsional besar konsumsi O2 (sekitar 20%).

Gejala Klinis Tanda khas TIA adalah hilangnya fungsi fokal SSP secara
mendadak; gejala sepeti sinkop, bingung, dan pusing
tidak cukup untuk menegakkan diagnosis. TIA umumnya
berlangsung selama beberapa menit saja, jarang berjam-
jam. Daerah arteri yang terkena akan menentukan gejala
yang terjadi :
 Karotis (paling sering) Hemiparesis, hilangnya
sensasi hemisensorik, disfasia, dan kebutaan
monocular (amaurosis fugax) yang disebabkan oleh
iskemia retina
 Vertebrobasillar Paresis atau hilangnya
sensasi bilateral atau alternatif, kebutaan
mendadak bilateral (pada pasien usia lanjut),
dan diplopia,
ataksia, vertigo, disfagia – setidaknya dua dari tiga
gejala ini terjadi secara bersamaan
Diagnosa TIA dikenali berdasarkan riwayat penyakit. Pemeriksaan
penunjang ditujukan untuk mendeteksi penyebabkan
sehingga dapat mencegah rekurensi yang lebih serius
seperti stroke dengan melakukan pemeriksaan darah rutin,
LED, glukosa darah dan kolesterol, serologi sifilis dan
EKG. Dari hasil pemeriksaan dasar dan kondisi pasien,
mungkin diperlukan pemeriksaan lebih lanjut seperti
rontgen toraks dan ekokardiogram jika diduga terdapat
emboli kardiogenik, CT scan kranial mendeteksi penyakit
serebrovaskular yang telah ada sebelumnya, dan
menyingkarkan kemungkinan lesi structural seperti tumor
yang menunjukkan gejala seperti TI, USG karotis atau
angiografi untuk mendeteksi stenosis karotis pada pasien
TIA dengan lokasi lesi karotis (Gambar 11.5), kultur
darah jika terdapat dugaan endokarditis infektif.

3. Stroke Hemoragi dan Non Hemoragi

Stroke Hemoragi Stroke Non Hemoragi


Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun.

Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :


Stroke Hemoragik Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai
dengan adanya perdarahan intra serebral atau
perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah
penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat,
gejala fokal berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku
kuduk
Stroke Non Hemoragik Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi
suatu perdarahan yang ditandai dengan kelemahan
pada satu atau keempat anggota gerak atau
hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan
kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan). Stroke non
haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke
embolik dan stroke trombotik.

Etiologi  Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh


darah otak)
 Embolisme cerebral (bekuan darah atau
material lain)
 Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak)
 Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah
serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak
atau ruang sekitar otak. Akibatnya adalah
penghentian suplai darah ke otak, yang
menyebabkan
kehilangan sementara atau permanen gerakan,
berpikir, memori , bicara atau sensasi
Faktor Resiko Faktor resiko pada penyakit stroke, yaitu
hipertensi, penyakit kardiovaskuler, kolesterol
tinggi, obesitas, peningkatan hematokrit, diabetes,
kontrasepsi oral,
merokok, penyalahgunaan obat, konsumsi alcohol
Patofisiologi Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal
(thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau
oleh karena gangguan umum (Hypoksia karena gangguan
paru dan jantung). Arterosklerosis sering/cenderung
sebagai faktor penting trhadap otak. Thrombus dapat
berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada
area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau
terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral
oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti
thrombosis dan hypertensi pembuluh darah. Perdarahan
intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang
cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat
revensibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan
irreversible dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia
serebtal dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi,
salah satunya cardiac arrest.

4. Decompensasi Cordis atau Gagal Jantung

Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan


fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau
disertai peningkatan pengisian ventrikel kiri.
Gagal jantung sering disebut gagal jantung kongestif, adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.
Gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk memompa
darah yang diperlukan untuk metabolisme tubuh.
Patofisiologi Penyebab decompensasi cordis menurut Smeltzer (2001),
yaitu mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi
gangguan kemampuan kontraktilitas jantung, yang
menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah
jantung normal, bila curah jantung berkurang system saraf
simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai maka
volume sekuncuplah yang harus menyesuaikan diri untuk
mempertahankan curah jantung. Tetapi pada gagal jantung
masalah utamanya adalah kerusakan dan kekakuan serabut
otot jantung dan volume sekuncup itu dipengaruhi tiga
factor yaitu preload, kontraktilitas, dan afterload.
Manifestasi a) Gagal jantung kiri, ditandai dengan edema pulmo
Klinik (penumpukan cairan pada rongga dada), dispnea
(sesak nafas), wheezing (mengi’jawa), mudah lelah,
dan ansietas (perasaan cemas)
b) Gagal jantung kanan, ditandai dengan oedem
depend (penumpukan cairan pada daerah distal
dari jantung), hepatomegali (pembesaran hati),
asites (penumpukan cairan pada rongga
peritoneum), dan
distensi vena jugularis (adanya bendungan pada
vena jugularis)

5. Acute Coronary Syndrom (ACS)

Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan spektrum manifestasi


akut dan berat yang merupakan keadaan kegawatdaruratan dari koroner
akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran
darah.
Bagian dari spektrum Acute Coronary Syndrome (ACS) adalah
Angina Pectoris tak Stabil (Unstable Angina Pectoris = UAP), Infark
Miokard Akut (Acute Myocard Infark = AMI) dengan elevasi segmen ST
(ST elevation myocardial infarction = STEMI ) dan Infark Miokard Akut
tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI).
Faktor Resiko Faktor Resiko dari Acute Coronary Syndrome (ACS)
dapat klasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu faktor
resiko yang dapat diubah seperti hiperlipidemia,
hipertensi, diabetes dan sindrom metabolik lainnya dan
faktor resiko yang tidak dapat diubah seperti usia dan
jenis kelamin. Dimana faktor - faktor resiko tersebut
sangat berpengaruh dalam proses terbentuknya
aterosklerosis pada arteri koroner
Patofisiologi 1. Terbentuknya plak atrosklerosis
Tahapan terbentuknya plak aterosklerosis
dibagi menjadi empat tahapan, dimulai dari
disfungsi endotel sampai tahap akhir berupan
aterotrombosis (Myrtha, 2012).
a) Disfungsi endotel
b) Pembentukan fatty streak
c) Pembentukan plak aterosklerosis lanjut
d) Vulnurable plaques
2. Terbentuknya aterotrombosis
a. Pecahnya plak aterosklerosis
b. Terbentuknya trombus

Diagnosis unstable angina ditegakkan berdasarkan onset, durasi


dan frekuensi dari nyeri dada. Unstable angina dapat
dikatagorikan menjadi rest angina, new-onset severe
angina atau increasing angina. Perubahan EKG pada
angina mungkin tidak ada dan biasanya serum kardiak
marker normal
Pertemuan V

Sistem Urinaria

A. Pengertian

Sistem urinary atau yang biasa disebut dengan sistem urogenital


merupakan sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga
darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap
zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh akan larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin
(air kemih).
1. Ginjal
Satuan structural dan fungsional ginjal yang terkecil disebut nefron.
Tiap-tiap nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen
vascular ssendiri terdiri atas pembuluh darah yaitu glomerulus dan kapiler
peritubular yang mengitari tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat kapsul
bowman, serta tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus
pengumpul dan lengkung henle yang terdapat di medulla.

2. Ureter
Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm Pelvis Renalis adalah
ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar. Sabelum
berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga
disebut kaliks mayor, yang masing – masing bercabang membentuk
beberapa kaliks minor yang langsung menutupi papila renis dari piramid.
Kliks minor ini menampung urine yang terus keluar dari papila. Dari Kaliks
minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di
tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria).
3. Kandung Kemih
Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-
buli, merupakan tempat untuk menampung urine yang berasal dari
ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan
lingkungan eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter.
Bagian vesika urinaria terdiri dari:
 Fundus, bagian yang menghadap ke arah belakang dan bawah,
bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium rectovesikale
yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferen, vesika seminalis
dan prostat.
 Korpus, bagian antara verteks dan fundus.
Verteks, bagian yang mancung ke arah muka dan berhubngan
dengan ligamentum vesika umbilikalis

Gangguan-Gangguan Sistem Urinaria


1. Batu Ginjal
Etiologi Etiologi batu ginjal (nefrolitiasis) awalnya
adalah rendahnya volume urin karena
pemasukan cairan yang rendah. Empat
senyawa kimia yang dapat menjadi batu
ginjal adalah:
a. Batu kalsium (75%).
Dapat disebabkan karena
hiperparatiroidisme, peningkatan
penyerapan kalsium di usus,
hiperurikosuria, hiperoksaluria,
hipositraturia, hipomagnesuria.
b. Batu struvit (magnesium,
amonium, fosfat) (15%).
Disebabkan karena ISK kronik, karena
bakterinya dapat mengubah urea menjadi
amonia dan kemudian bila bergabung
dengan fosfat dan magnesium akan
mengkristal membentuk batu. Bakteri
penyebabnya antara lain adalah Proteus
sp., Pseudomonas sp., dan Klebsiella sp.

Patofisiologi Patofisiologi batu ginjal (nefrolitiasis) didasari


pada dua fenomena, yaitu supersaturasi urin dan
deposisi materi batu pada ginjal. Adanya kalkuli
dalam traktus urinarius disebabkan oleh dua
fenomena dasar. Fenomena pertama adalah
supersaturasi urin oleh konstituen pembentuk
batu, termasuk kalsium, oksalat, dan asam urat.
Kristal atau benda asing dapat bertindak sebagai
matriks kalkuli, dimana ion dari bentuk kristal
super jenuh membentuk struktur kristal
mikroskopis. Kalkuli yang terbentuk
memunculkan gejala saat mereka membentur
ureter waktu menuju vesica urinaria. Fenomena
kedua, yang kemungkinan besar berperan dalam
pembentukan kalkuli kalsium oksalat, adalah
adanya pengendapan bahan kalkuli matriks
kalsium di papilla renalis, yang biasanya
merupakan plakat Randall (yang selalu terdiri
dari kalsium fosfat). Kalsium fosfat mengendap
di membran dasar dari Loop of Henle yang tipis,
mengikis ke interstitium, dan kemudian
terakumulasi di ruang subepitel papilla renalis.
Deposit subepitel, yang telah lama dikenal
sebagai plak Randall, akhirnya terkikis melalui
urothelium papiler. Matriks batu, kalsium fosfat,
dan kalsium oksalat secara bertahap diendapkan
pada substrat untuk membentuk kalkulus pada
traktus urinarius.
Manifestasi 1. Batu di piala ginjal
klinik - Menyebabkan rasa sakit yang dalam
dan terus-menerus di aea kostovertebral
- Nyeri yang berasal dari daerah renal
menyebar secara anterior dan pada wanita
mendekati
kandung kemih sedangkan pada pria
mendekati testis
- Dapat dijumpai hematuria dan pyuria
- Kolik renal : bila nyeri mendadak
menjadi akut, disertai nyeri tekan
diseluruh area kostovertebral, dan muncul
mual muntah.
2. Batu yang terjebak pada ureter
Menyebabkan gelombang nyeri yang luar
biasa, akut dan kolik yang menyebar ke
paha dan genetalia.
Sering merasa ingin berkemih, namun
hanya sedikit urin yang keluar, dan
biasanya mengandung darah akibat aksi
abrasi batu.
3. Batu yang terjebak di kandung kemih
Menyebabkan gejala iritasi dan
berhubungan dengan infeksi traktus
urinarius dan hematuria
Batu menyebabkan obstruksi pada leher
kandung kemih sehingga akan terjadi
retensi urin
Jika infeksi berhubungan dengan adanya
batu, maka kondisi akan lebih serius
disertai sepsis
Tata cara • Pengurangan nyeri
pelaksanaan Morfin atau meperiden untuk mencegah
syok dan sinkop akibat nyeri yang luar
biasa, mandi air panas atau hangat di area
panggul, pemberian cairan kecuali untuk
pasien muntah atau menderita gagal
jantung kongestif.
• Pengangkatan batu
Pemeriksaan sitoskopik dan pasase ureter
kecil untuk menghilangkan batu yang
obstruktif. Jika batu tersnggkat, dapat
dilakukan analisa kimiawi untuk
menentukan kandungan batu.
• Terapi nutrisi dan medikasi
Tujuan terapi adalah membuat
pengenceran dimana batu sering terbentuk
dan membatasi makanan yang
memberikan kontribusi pada
pembentukan batu serta anjurkan klien
untuk bergerak agar mengurangi
pelepasan kalsium dari tulang. Tujuan dari
pemberian terapi diit rendah protein,
rendah garam adalah pembantu
memperlambat pertumbuhan batu ginjal
atau membantu mencegah pembentukan
batu ginjal.
• Lithotripsi gelombang kejut eksternal
ESWL ( Extracorporeal Shock Wave
Lithotripsy ) merupakan prosedur non
invasif yang digunakan untuk
menghancurkan batu dikaliks ginjal.
• Metode endourologi pengangkatan batu

2. Chronic Kidney Disease (CKD)


Etiologi • Infeksi misalnya pielonefritis kronik,
glomerulonefritis
• Penyakit vaskuler hipertensif
misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis
arteria renalis
• Gangguan jaringan penyambung
misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik
progresif
• Gangguan kongenital dan herediter
misalnya penyakit ginjal
polikistik,asidosis tubulus ginjal
• Penyakit metabolik misalnya
DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
• Nefropati toksik misalnya
penyalahgunaan analgesik,nefropati
timbal
• Nefropati obstruktif misalnya saluran
kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma,
fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih
bagian bawah: hipertropi prostat, striktur
uretra, anomali kongenital pada leher
kandung kemih dan uretra.
• Batu saluran kencing yang menyebabkan
hidrolityasis

Patofisiologi Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung


pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam
perkembangan selanjutnya proses yang terjadi
kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal
mengakibatkan hipertrofi structural dan
fungsional nefron yang masih tersisa (surviving
nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti
sitokin dan growth factors. Hal ini
mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang
diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan
aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh
proses maladaptasi berupa sclerosis nefron yang
masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan
penurunan fungsi nefron yang progresif,
walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif
lagi. Adanya peningkatan aktifitas renin-
angiotensin-aldosteron intrarenal , ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sclerosis dan progresifitas tersebut.
Aktivitas jangka panjang aksis renin-
angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai
oleh growth factor seperti transforming growth
factor 𝛽 (TGF- 𝛽). Pada stadium paling dini
CKD, terjadi kehilangan daya cadang ginjal
(renal reserve), pada keadaan mana basal GFR
masih normal atau malah meningkat.
Manifestasi • Gejala dini : lethargi, sakit kepala,
klinik kelelahan fisik dan mental, berat
badan berkurang, mudah tersinggung,
depresi
• Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual
disertai muntah, nafas dangkal atau sesak
nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak,
udem yang disertai lekukan, pruritis
mungkin tidak ada tapi mungkin juga
sangat parah.
• Hipertensi
• Gangguan kardiovaskuler
• Gannguan Pulmoner
• Gangguan gastrointestinal
• Gangguan muskuloskeletal
• Gangguan Integumen
• Gangguan endokrim
• Gangguan cairan elektrolit dan
keseimbangan asam dan basa
• System hematologi
Penatalaksanaan 1. Konservatif\
 Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan
urin
 Observasi balance cairan
 Observasi adanya odema
 Batasi cairan yang masuk
2. Dialysis
 peritoneal dialysis , biasanya dilakukan
pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa
dilakukan dimana saja yang tidak
bersifat akut adalah CAPD ( Continues
Ambulatori Peritonial Dialysis )-
 Hemodialisis, Yaitu dialisis yang
dilakukan melalui tindakan infasif di
vena dengan menggunakan mesin.
Pada awalnya hemodiliasis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk
mempermudah maka dilakukan :
 AV fistule , menggabungkan vena dan
arteri
 Double lumen , langsung pada daerah
jantung ( vaskularisasi ke jantung )
3. Operasi
• Pengambilan batu
• transplantasi ginjal

3. Acute Kidney Injury (AKI)


Etiologi 1. AKI Prarenal
a. Hipovolemia
● Kehilangan cairan pada ruangan ketiga,
ekstravaskular kerusakan jaringan
( pankreatitis), hypoalbuminemia,
obstruksi usus
● Kehilangan darah
● Kehilangan cairan ke luar tubuh
b. Penurunan curah jantung
● Penyebab miokard: Infark,
kardiomiopati
● Penyebab perikard: tamponade
● Penyebab vascular pulmonal: emboli
pulmonal
● Aritmia
● Penyebab katup jantung
c. Perubahan Rasio resitensi vascular ginjal
sistemik
● Penurunan resistensi vascular perifer
sepsis sindrom, hepatorenal, obat dalam
dosis berlebih
2. AKI Renal/intrinsic
a. Obstruksi renovascular
• Obstruksi a.renalis (plak aterosklerosis,
thrombosis, emboli, diseksi aneurisma,
vasculitis), obstruksi v.renalis
(thrombosis, kompresi).
b. Penyakit glomerulus atau mikrovaskular
ginjal
• Glomerulonefritis, vasculitis.
c. Nekrosis tubular akut (Acut Tubular
Necrosis, ATN)
• Iskemia (serupa, AKI Prarenal)
• Toksin
• Eksogen (radiokontras, sikloporin,
antibiotikm kemoterapi, pelarut
organic, asetaminofen), endogen,
rabdomiolisis, hemolisis, asam urat,
oksalat, myelom).
d. Nefritis interstitial
• Alergi (antiobiotik, OAINS, diuretic,
kaptopril), infeksi (bakteri, virus,
jamur), infiltasi (limfoma, ,eukemia,
sarcoidosis), idiopatik.
• Obstruksi dan deposisi intratubular
• Protein meiloma, asam urat, oksalat,
asiklovir, metotreksat, sulfonamide.
3. AKI Pascarenal
a. Obstruksi ureter: Batu, gumpalan darah,
papilla ginjal, keganasan, kompresi
eksternal
b. Obsturksi leher kandung kemih:
Kandung kemih neurogenikm hipertrifi
prostat, batu, keganasan, darah
c. Obstruksi uretra: Struktur, katup,
kngenitalm fimosis.

Patofisiologi Ada tiga patofisiologi utama dari penyebab


acute kidney injury (AKI) :
1. Penurunan perfusi ginjal (pre-renal)
2. Penyakit intrinsik ginjal (renal)
3. Obstruksi renal akut (post renal)
- Bladder outlet obstruction (post renal)
- Batu, trombus atau tumor di ureter
Manifestasi Umumnya manifestasi klinis AKI lebih
Klinik didominasi oleh faktor-faktor presipitasi atau
penyakit utamanya.Manifestasi klinis dari
sepsis dengan AKI bergantung pada banyak
faktor. AKI sebelum sepsis, dibandingkan
sepsis sebelum AKI, atau presentasi simultan
dapat mempengaruhi gejala klinis awal
pasien. Oleh karena itu, seseorang harus
mengenali fitur gejala sepsis ketika
mengevaluasi pasien dengan AKI dan
sebaliknya mengevaluasi untuk AKI ketika
pasien datang dengan sepsis.
• Pneumonia
• Syndrom disfungsi multi-organ berat
(MODS)
• Syok septic

Penatalaksanaan Tujuan pengelolaan AKI yang utama adalah


mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan
mempertahankan pasien tetap hidup sampai
faal ginjalnya kembali ke fungsi normal.
Sampai saat ini belum ada terapi spesifik
dalam penanganan AKI, penatalaksanaan
yang diberikan hanya berupa terapi
konservatif (suportif) dan terapi pengganti
ginjal (renal replacement therapy/RRT).
Terapi suportif dilakukan dengan obat-obatan
atau pemberian cairan dengan tujuan
mencegah atau mengurangi progresivitas
penurunan fungsi ginjal, morbiditas, dan
mortalitas akibat komplikasi AKI. Jika terapi
koservatif gagal, maka perlu dipertimbangkan
Terapi pengganti ginjal (dialisis).

4. Urosepsis

Etiologi Mikroorganisme penyebab sepsis dapat


berupa bakteri, virus, jamur, maupun parasite.
Pada 80% dari seluruh kasus, infeksi bakteri
adalah penyebab terbanyak terjadinya sepsis
dengan 50% diantaranya adalah bakteri gram
positif . Pada penggunaan kateter, infeksi
Staphylococcus aureus dan staphylococci
koagulase negatif mulai meningkat. S. aureus
resisten metisilin menjadi penyebab utama
infeksi yang berhubungandengan rumah sakit.
Kasus yang berhubungan dengan infeksi
Clostridium difficile juga mulai meningkat.
Pada literatur lain,infeksi nosokomial maupun
infeksi yang terdapat pada komunitas paling
banyak disebabkan oleh gram negatif.
Eschericia coli adalah yang terbanyak.
Terbanyak kedua dan ketiga berturut-turut
adalah Klebsiella dan Pseudomonas.

Patofisiologi Stimulus untuk mengaktifkan respon host


terhadap invasi mikroorganisme adalah
adanya mikroorganisme itu sendiri maupun
adanya produk yang dihasilkan: endotoksin
(bakteri gram negatif), peptidoglikan, asam
liphoteicoic (bakteri gram positif) atau toksin
bakteri yang spesifik. Produk mikrobial ini
mempromosikan macam-macam efek dan
reaksi yang berbeda pada sistem tubuh. Dua
perubahan penting yang dihasilkan adalah
pelepasan sitokin dari sistem inflamatori dan
abnormalitas koagulasi (aktivasi koagulasi,
inhibisi fibrinolisis, aktivasi platelet)
Manifestasi Manifestasi klinis klasik sepsis yaitu diawali
Klinik demam dan menggigil diikuti dengan
hipotensi bermanifestasi pada 30% dari pasien
dengan bakteri gram negatif. Sebelum
terjadinya kenaikan suhu dan menggigil
pasien dengan bakteriemia mulai terjadi
hiperfentilasi sehingga menyebabkan alkalosis
respiratori. Pada pasien kritis onset
hiperventilasi yang terjadi secara tiba-tiba
harus dilakukan kultur darah dan evaluasi
yang ketat.

Penatalaksanaan • Isolasi semua pasien yang terinfeksi


dengan organisme multi-resisten untuk
menghindari infeksi silang.
• Penggunaan antimikroba profilaksis
tepat untuk menghindari resistensi.
• Perawatan rumah sakit yang singkat.
• Pelepasan kateter lebih cepat, segera
setelah kondisi pasien memungkinkan.
Penggunaan metode yang tidak invasif
untuk melepaskan hambatan/obstruksi
saluran kemih.
• Menerapkan teknik asepsis pada
tindakan sederhana sehari-hari,
termasuk penggunaan dari sarung
tangan pelindung sekali-pakai,
disinfeksi tangan dan menggunakan
langkah kontrol penyakit menular untuk
mencegah terjadinya infeksi silang

5. Infeksi Saluran Kemih (ISK)


Etiologi Mikroorganisme yang paling umum
menyebabkan infeksi saluran kemih sejauh ini
adalah Escherichia coli yang diperkirakan
bertanggung jawab terhadap 80% kasus
infeksi, 20% sisanya disebabkan oleh bakteri
Gram negatif lain seperti Klebsiella dan
spesies proteus, dan bakteri Gram positif
seperti Cocci, Enterococci, dan
Staphylococcus saprophyticus.
Selain karena bakteri, faktor
lain yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya infeksi saluran kemih antara lain
kehamilan, menopause, batu ginjal, memiliki
banyak pasangan dalam aktivitas seksual,
penggunaan diafragma sebagai alat 5
kontrasepsi, inflamasi atau pembesaran pada
prostat, kelainan pada uretra, immobilitas,
kurang masukan cairan, dan kateterisasi urin.
Patofisiologi Infeksi saluran kemih terjadi ketika bakteri
(kuman) masuk ke dalam saluran kemih dan
berkembang biak. Saluran kemih terdiri dari
kandung kemih, uretra dan dua ureter dan
ginjal. Mikroorganisme penyebab ISK
umumnya berasal dari flora usus dan hidup
secara komensal dalam introitus vagina,
preposium, penis, kulit perinium, dan sekitar
anus Mikroorganisme memasuki saluran
kemih melalui empat cara, yaitu:
1. Ascending, kuman penyebab ISK pada
umumnya adalah kuman yang berasal
dari flora normal usus dan hidup secara
komensal introitus vagina, preposium
penis, kulit perineum, dan sekitar anus.
2. Hematogen (descending) disebut
demikian bila sebelumnya terjadi
infeksi pada ginjal yang akhirnya
menyebar sampai ke dalam saluran
kemih melalui peredaran darah.
3. Limfogen (jalur limfatik) jika
masuknya mikroorganisme melalui
sistem limfatik yang menghubungkan
kandung kemih dengan ginjal namun
yang terakhir ini jarang terjadi
Manifestasi Manifestasi klinis infeksi saluran kemih
Klinik sangat bervariasi, dari tanpa gejala
(asimptomatis) ataupun disertai gejala
(simptom). dari yang ringan (panas, uretritis,
sistitis) hingga cukup berat (pielonefritis akut,
batu saluran kemih dan bakteremia).
• rasa sakit saat buang air kecil
atau setelahnya
• anyang-anyangan
• warna air seni sangat pekat seperti air
the
• nyeri pada bagian pinggang
• hematuria (kencing berdarah)
• perasaan tertekan pada perut bagian
bawah,
• rasa tidak nyaman pada bagian panggul
serta tidak jarang pula penderita
mengalami panas tubuh
Penatalaksaaan 1. Terapi Non Farmakologi :
• Minum air putih dalam jumlah
yang banyak agar urine yang keluar
juga meningkat (merangsang
diuresis)
• Buang air kecil sesuai kebutuhan untuk
membilas mikroorganisme yang
mungkin naik ke uretra.
• Menjaga dengan baik kebersihan sekitar
organ intim dan saluran kencing agar
bakteri tidak mudah berkembang biak
• Diet rendah garam untuk membantu
menurunkan tekanan darah
• Mengkonsumsi jus anggur atau
cranberry untuk mencegah infeksi
saluran kemih berulang
• Mengkonsumsi makanan yang kaya
akan zat besi, misalnya buah-buahan,
daging tanpa lemak dan kacang-
kacangan.
• Tidak menahan bila ingin berkemih.
2. Terapi Farmakologi
 Eradikasi bakteri penyebab dengan
menggunakan antibiotik yang sesuai
 Mengkoreksi kelainan anatomis
yang merupakan faktor predisposisi

6. TB Urogenital

Etiologi Mycobacterium tuberculosis merupakan


mikrobakteri yang bersifat kompleks,memiliki
famili lain yaitu M.bovis (tuberkulosis pada
sapi, yang dapat ditularkan melaluisusu sapi,
dan dapat diperkirakan sebagai penyebab TB
gastrointestinal), M.africanum(terdapat pada
kasus di daerah Afrika), M.microti
(kemampuan lebih rendah
dibandingkankeluarga famili lainnya), dan
M.caneti (sangat jarang).
Patofisiologi TBC saluran kemih dapat mengenai satu atau
lebih organ pada traktus urinarius
danmenyebabkan infeksi granulomatosis kronis
yang menunjukkan karakteristik yang
samadengan TBC di organ lain. Organ yang
dapat terkena antara lain ginjal dan ureter, buli-
buli, prostat dan vesikula seminalis, serta
epididimis dan testis. Bakteri ini mencapai
organurogenital melalui jalur hematogen dari
paru.
Manifestasi • instabilitas buli- buli.
Klinik • hematuria mikroskopik atau gross
• sistitis kronis yang tidak segera
sembuh walaupun telah diberi terapi
yang adekuat
• ditemukannya pus (steril pyuria) tanpa
atau disertai fistel,
• epididimitis kronik dimana epididimis
yang membesar tanpa rasa nyeri dengan
vas deferens yang tebal atau kaku
Penatalaksaan 1. Terapi Obat
Merupakan terapi utama (first line therapy)
untuk infeksi tuberkulosis yang diberikan
selama 6 bulan. Termasuk dalam Kategori 1
pengobatan TB ekstrapulmonal, terdiri dari 2
fase pengobatan :
Fase awal (intensif)
Selama 2 bulan diberikan obat dengan dosis
tiap hari yaitu :
 Isoniazid (H) 5 mg/kg BB
 Rifampisin (R) 10 mg/kg BB
 Pirazinamid (Z) 25 mg/kg BB
 Etambutol (E) 15 mg/kg BB
Fase lanjutan (maintenance) :
 Isonoazid (H) 10 mg/kg BB
 ifampisin (R) 10 mg/kg BB
2. Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan baru dapat dikerjakan
setelah pasien mendapat pengobatan
antituberkulosis 4 minggu (3 – 6
minggu/umbrella therapy), oleh karena setelah
pengobatan minimal 2 minggu lesi dan proses
infeksi tuberkulosis menjadi lebih stabil dan
tidak menular.
Pertemuan VI
Patofisiologi infeksi karena Virus dan protozoa, bakteri dan Jamur

A. Patofisiologi infeksi karena Virus dan Protozoa


1. HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan retrovirus
bersifat limfotropik khas yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan
tubuh, menghancurkan atau merusak sel darah putih spesifik yang disebut
limfosit T-helper atau limfosit pembawa faktor T4 (CD4).
AIDS merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan
oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat virus HIV. Sebagian besar orang
yang terkena HIV, bila tidak dapat tidak mendapat pengobatan, akan
menunjukkan tanda-tanda AIDS dalam waktu 8-10 tahun.
a. Patofisiologi
Dasar utama terinfeksinya HIV adalah berkurangnya jenis limfosit T-helper
yang mengandung marker CD4 (Sel T4).
Setelah virus HIV mengikatkan diri pada molekul CD4, virus masuk ke
dalam target dan melepaskan bungkusnya kemudian dengan enzim reverse
transcriptase virus tersebut merubah bentuk RNA agar dapat bergabung
dengan DNA sel target.
Selanjutnya sel yang berkembang biak dan akan mengandung bahan genetik
virus. Infeksi HIV dengan demikian menjadi irreversible dan berlangsung
seumur hidup.

2. DENGUE FEVER
Demam dengue adalah infeksi akut yang dibawa nyamuk yang
disebabkan oleh virus dengue. Ini ditemukan di wilayah tropis dan sub
tropis di seluruh dunia. Singkatnya, demam dengue adalah [penyakit
endemis di banyak negara di Asia Tenggara. Virus dengue memiliki empat
jenis serotipe, yang setiap jenis itu dapat menyebabkan demam dengue dan
dengue berat (lebih dikenal sebagai demam haemorrhagic dengue).
Gejala – gejala Pada penderita penyakit DBD dapat ditemukan gejala-
gejala klinis sebagai berikut.
 Demam tinggi yang berlangsung dalam waktu
singkat, yakni antara 2-7 hari, yang dapat
mencapai 40◦C disertai gejala tidak spesifik:tidak
nafsu makan(anoreksia), lemah badan (malaise),
nyeri sendi dan tulang, serta rasa sakit di
daerahbelakang bola mata (retro orbita) dan
wajah yang kemerah-merahan (flushing).
 Tanda-tanda perdarahan seperti mimisan
(epistaksis), perdarahan gusi, perdarahan pada
kulit seperti tes Rumpeleede (+), ptekiae dan
ekimosis, serta buang air besar berdarah
berwarna merah kehitaman (melena).
 Adanya pembesaran organ hati (hepatomegali).
 Kegagalan sirkulasi darah, yang ditandai
dengan denyut nadi yang teraba lemah dan
cepta,ujung- ujung jari terasa dingin serta dapat
disertai penurunan kesadaran dan renjatan
(syok)yang dapat menyebabkan kematian.

Patofisiologi DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi


virus dengue pertama kali mendapatkan infeksi kedua
dengan virus dengue serotipe lain dalam waktu 6 bulan
sampai 5 tahun. Pada infeksi dengue terbentuk antibodi
yang terdiri atas imunoglobulin G yang berfungsi
menghambat peningkatan replikasi virus dalam
monosit, yaitu enhancing antibody dan neutralising
antibody. Dikenal 2 tipe antibodi berdasarkan virion
determinant specificity yaitu kelompok monoklonal
reaktif yang mempunyai sifat menetralisasi tetapi
memacu replikasi virus dan antibodi yang dapat
menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya
memacu replikasi virus. Antibodi non-netralisasi yang
dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan
terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder
dengan akibat memacu replikasi virus. Dasar utama
hipotesis ialah meningkatnya reaksi immunologis.
Limfosit T juga memegang peran penting dalam
patogenesis DBD. Oleh rangsang monosit yang telah
terinfeksi virus dengue atau antigen virus dengue,
limfosit manusia dapat mengeluarkan interferon (IFN)
alfa dan gamma. Pada infeksi sekunder oleh virus
dengue serotipe berbeda dengan infeksi pertama,
limfosit T CD4 berproliferasi dan menghasilkan IFN
alfa. IFN alfa itu merangsang sel yang terinfeksi virus
dengue dan mengakibatkan monosit memproduksi
mediator yang menyebabkan kebocoran plasma dan
perdarahan.

3. HEPATITIS
Hepatitis adalah penyakit yang menyebabkan peradangan pada hati
karena toxin/racun, seperti bahan kimia atau obatobatan ataupun agent
penyebab infeksi seperti Virus. Berdasarkan dari jenisnya penyebab
terjadinya Hepatitis dibagi menjadi 2 jenis yakni Infeksi dan Hepatitis non
infeksi. Pada Hepatitis non infeksi terjadi adanya radang pada hati yang
diakibatkan oleh penyebab yang bukan sumber infeksi, seperti bahan kimia,
minuman alkohol, dan penyalahgunaan obat obatan. Hepatitis jenis non
infeksi termasuk drug induced Hepatitis, tidak tergolong dalam penyakit
menular, karena penyebab terjadi Hepatitis karena radang bukan oleh agen
infeksi seperti jamur, bakteri, mikoorganisme dan virus.
Ada beberapa jenis penyakit Hepatitis :
Hepatitis A
Hepatitis B
Hepatitis C
Hepatitis D
Hepatitis E
Patofisiologi 1. Gangguan pada prehepatic : Pada ikterik
prehepatik, penyakit dan kondisi tertentu, seperti
reaksi transfuse dan anemia sel sabit,
menyebabkan hemolysis massif. Sel darah
merah pecah lebih cepat, sebelum hati
mengonjugasi bilirubin, sehingga sejumlah besar
bilirubin yang tak terkonjugasi masuk ke dalam
darah, menyebabkan peningkatan konversi
bilirubin di usus menjadi urobilinogen yang larut
dalam air untuk dieksresikan melalui urin dan
feses.
(Bilirubin tak terkonjugasui tidak larut dalam air,
sehingga tidak bisa di eksresikan melalui urin).
2. Gangguan pada hepatic :Terjadi akibat
ketidakmampuan hati untuk mengunjungi lokasi
atau mengekskresi bilirubin, meningkatkan kadar
bilirubin terkonjugasi dan tak terkonjugasi di
dalam darah. Hal ini terjadi pada beberapa
kelainan seperti hepatitis, sirosis, dan metastasis
kanker, dan penggunaan obat yang
dimetabolisme di hati dalam jangka panjang.
3. Gangguan pada pasca hepatic : Terjadi pada
kelainan billiar dan pankreas, bilirubin terbentuk
dengan laju yang normal, tetapi inflamasi,
jaringan perut, tumor, batu empedu menyumbat
aliran empedu ke dalam usus. Hal ini
menyebabkan akumulasi bilirubin terkonjugasi di
dalam darah. Bilirubin terkonjugasi yang larut
dalam air diekskresikan melalui air.

4. MALARIA
Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium
yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi.
Gejala umumnya muncul 10 hingga 15 hari setelah tergigit nyamuk
Anopheles berupa demam ringan yang hilang-timbul, sakit kepala, sakit
otot dan menggigil bersamaan dengan perasaan tidak enak badan
(malaise).
Etiologi 1. Ras atau suku bangsa. Di Afrika, apabila
prevalens hemoglobin S (HbS) cukup tinggi,
penduduk lebih tahan terhadap infeksi P.
falciparum
2. Menghambat perkembangbiakan P. falciparum
baik sewaktu invasi maupun sewaktu
pertumbuhannya
3. Kekebalan. Adanya kemampuan tubuh manusia
untuk menghancurkan plasmodium yang masuk
atau menghalangi perkembangbiakan
4. Kurangnya suatu enzim tertentu. Ex :
Kurangnya enzim GPD (Glucose 6 Phosfat
Dehidrogenase)
Manifestasi klinik 1. Splenomegali adalah pembesaran limpa yang
merupakan gejala khas Malaria Kronik. Limpa
mengalami kongesti, menghitam dan menjadi
keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit
dan jaringan ikat bertambah. Pembesaran limpa
terjadi pada beberapa infeksi ketika membesar
sekitar 3 kali lipat.
2. Demam periodik yang berkaitan dengan saat
pecahnya skizon matang (sporolasi). Gejala
umum yaitu terjadinya “Trias Malaria” (malaria
proxysm) secara berurutan yaitu Periode dingin.
(berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti
dengan meningkatnya temperatur.), Periode
panas (berlangsung 15 menit sampai 1 jam
diikuti dengan meningkatnya temperatur.) dan
Periode berkeringat (Bila penderita bangun akan
merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan
biasa)
3. Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit
dan skIera mata akibat kelebihan bilirubin
dalam darah. Bilirubin adalah produk
penguraian sel darah merah. Terdapat tiga jenis
ikterus antara lain :
a. Ikterus hemolitik
Disebabkan oleh lisisnya (penguraian) sel darah
merah yang berlebihan.
b. Ikterus hepatoseluler
Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin
oleh hati terjadi pada disfungsi hepatosit dan di
sebut dengan hepatoseluler.
c. Ikterus Obstruktif
Sumbatan terhadap aliran darah ke empedu
keluar hati atau melalui duktus biliaris
Patofisiologi Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yang
mengandung parasit. Demam mulai timbul bersamaan
pecahnya skizon darah yang mengeluarkan macam-
macam antigen. Antigen ini akan merangsang
makrofag, monosit atau limfosit yang selanjutnya
menjadi sporozoit ini bersifat infektif dan siap
ditularkan ke manusia
5. COVID-19
Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19) adalah infeksi saluran
pernapasan yang disebabkan oleh coronavirus yang baru muncul yang
pertama dikenali muncul di Wuhan, Tiongkok, pada bulan Desember 2019.
Pengurutan genetika virus ini mengindikasikan bahwa virus ini berjenis
betacoronavirus yang terkait erat dengan virus SARS. Menurut (Garcés
Villalá et al.2020), COVID-19 adalah penyakit infeksi sistemik akut
menular yang mempengaruhi sistem pernafasan yang disebabkan oleh
virus SARS-CoV-2.
Etiologi Coronavirus adalah virus RNA dengan ukuran partikel
120-160 nm. Virus ini utamanya menginfeksi hewan,
termasuk di antaranya adalah kelelawar dan unta.
Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk
dalam genus betacoronavirus. Hasil analisis filogenetik
menunjukkan bahwa virus ini masuk dalam subgenus
yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan
wabah Severe Acute Respiratory Illness (SARS) pada
2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas dasar ini,
International Committee on Taxonomy of Viruses
mengajukan nama SARS-CoV-2
Patofisiologi Patofisiologi COVID-19 diawali dengan interaksi
protein spike virus dengan sel manusia. Setelah
memasuki sel, encoding genome akan terjadi dan
memfasilitasi ekspresi gen yang membantu adaptasi
virus SARS-CoV-2 (severe acute respiratory syndrome
virus corona 2) pada inang. Rekombinasi, pertukaran
gen, insersi gen, atau delesi, akan menyebabkan
perubahan
genom yang menyebabkan outbreak di kemudian hari.
Manifestasi Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan
klinik infeksi akut saluran napas atas tanpa komplikasi, bisa
disertai dengan demam,fatigue, batuk (dengan atau tanpa
sputum), anoreksia, malaise,nyeri tenggorokan, kongesti
nasal, atau sakit kepala. Pasien tidak membutuhkan
suplementasi oksigen. Pada beberapa kasus pasien
juga mengeluhkan diare dan muntah. Pasien COVID-
19 dengan pneumonia berat ditandai dengan demam,
ditambah salah satu dari gejala: frekuensi pernapasan
>30x/menit, distres pernapasan berat, atau saturasi
oksigen 93% tanpa bantuan oksigen. Pada pasien
geriatri dapat muncul gejala-gejala yang atipikal.
Sebagian besar pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2
menunjukkan gejala- gejala pada sistem pernapasan
seperti demam, batuk, bersin dan sesak napas.

B. Patofisiologi penyakit infeksi karena bakteri dan jamur


1. TBC
Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman Mycrobacterium Tuberculosis. Sebagian bersar
kuman tuberculosis menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ
tubuh lainnya.
Etiologi Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Ada
dua macam mikobakterium tuberculosis yaitu tipe
human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam
susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosis usus.
Basil tipe human bisa berada di bercak ludah
(droplet) di udara yang berasal dari penderita TBC
terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TBC ini bila
menghirup bercak ini.

2. Demam Typoid
Typus abdominalis atau demam thypoid adalah penyakit infeksi
akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam
yang lebih dari 7 hari, gangguan pencernaan dan dan gangguan
kesadaran (Mansjoer, 2000). Demam tifoid adalah penyakit menular
yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada
sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses
dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum.
Etiologi Etiologi penyebab demam tifoid adalah infeksi
organisme Salmonella enterica serovar Typhi (yang
umum dikenal sebagai Salmonella Typhi) melalui jalur
fekal-oral dari konsumsi makanan atau minuman yang
telah terkontaminasi bakteri Salmonella Typhi. Bakteri
ini hanya menyebar dari manusia ke manusia karena
hanya manusia yang mampu menjadi inangnya.
Manifestasi 1. Nyeri kepala, lemah dan lesu
klinik 2. Penurunan kesadaran ; apatis atau somnolen
3. Bintik kemerahan pada kulit (roseola) akibat
emboli bakteri pada kapiler kulit.
4. Gangguan pada saluran cerna ; holitosis, bibir
ker ing dan pecah, lidah kotor (coated tongue),
meteorismus, mual, tidak nafsu
5. Demam tidak terlalu tinggi berlangsung selama
3 minggu, minggu pertama peningkatan suhu
tubuh berpluktuasi biasanya suhu meningkat
pada malam hari dan turun pada pagi hari.
Minggu kedua suhu tubuh terus meningkat.
Minggu ketiga suhu mulai turun dan dapat
kembali normal
6. Epistaksis

3. Candidiasis
Candidiasis atau kandidiasis adalah infeksi jamur yang disebabkan
oleh jamur Candida albicans. Infeksi jamur ini biasanya terjadi di kulit,
mulut, dan organ intim. Jika tidak mendapatkan penanganan, infeksi
akibat jamur ini bisa menyebar ke bagian tubuh lain, seperti usus, ginjal,
jantung, dan otak. Candidiasis dapat dialami oleh siapa saja. Namun,
orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah lebih berisiko terkena
infeksi ini. Beberapa penyakit yang bisa menyebabkan turunnya
kekebalan tubuh adalah diabetes, kanker, dan HIV/AIDS.
Etiologi Pada keadaan normal, jamur candida memang hidup di
kulit dan beberapa bagian tubuh, seperti mulut,
tenggorokan, saluran cerna, dan vagina, tanpa
menyebabkan gangguan kesehatan. Namun, jika jamur
candida berkembang biak tanpa terkontrol atau masuk
aliran darah, ginjal, jantung, dan otak, hal ini dapat
berbahaya bagi tubuh. Pertumbuhan dan perkembangan
jamur candida yang tidak terkendali paling sering
disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang lemah
Faktor 1. Cuaca yang hangat dan lembap
Resiko 2. Kebiasaan jarang mengganti pakaian dalam
3. Kebersihan pribadi yang buruk
4. Kebiasaan menggunakan pakaian yang tidak
menyerap keringat.

Anda mungkin juga menyukai