Anda di halaman 1dari 15

Dispepsia

Definisi
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan atau gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak
enak atau sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Keluhan refluks
gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini
tidak lagi termasuk dispepsia.

Klasifikasi
Pengertian dispepsia tebagi dua, yaitu:
1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya
2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispepsia nonulkus (DNU), bila tidak
jelas penyebabnya.

Tabel 2.1 Diagnosis banding nyeri atau ketidaknyamanan abdomen atas


Dispepsia organic Dispepsia fungsional

Ulkus peptikum kronik (ulkus Disfungsi sensorik motorik


ventrikuli, ulkus duodeni) gastroduodenum
Gastroesophageal reflux disease Gastroparesis idiopatik atau
(GERD), dengan atau tanpa esofagitits hipomotilitas antrum
Obat: OAINS, aspirin Disritmia gaster
Kolelitiasis simptomatik Hipersensitivitas gaster atau duodenum
Pankreatitis kronik Faktor psikososial
Gangguan metabolic (uremia, Gastriris H. pylori
hiperkalsemia, gastroparesis DM) Idiopatik
Keganasan (gaster, pancreas, kolon)
Insufisiensi vaskular mesenteric
Nyeri dinding perut

Etiologi
Etiologi sindroma dispepsi antara lain:
1. Obat-obatan
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), Antibiotik (makrolides, metronidazole), Besi,
KCl, Digitalis, Estrogen, Etanol (alkohol), Kortikosteroid, Levodopa, Niacin, Gemfibrozil,
Narkotik, Quinidine, Theophiline
2. Idiosinkrasi makanan (intoleransi makanan)
a. Alergi
Susu sapi, putih telur, kacang, makanan laut, beberapa jenis produk kedelai dan beberapa
jenis buah-buahan
b. Non-alergi
Produk alam: laktosa, sucrosa, galactosa, gluten, kafein, dll.
Bahan kimia: monosodium glutamate (vetsin), asam benzoat, nitrit, nitrat, dll.
Perlu diingat beberapa intoleransi makanan diakibatkan oleh penyakit dasarnya, misalnya
pada penyakit pankreas dan empedu tidak bisa mentoleransi makanan berlemak, jeruk
dengan PH yang relatif rendah sering memprovokasi gejala pada pasien ulkus peptikum atau
esophagitis.
3. Kelainan struktural
a. Penyakit oesophagus
Refluks gastroesofageal dengan atau tanpa hernia
Akhalasia
Obstruksi esophagus
b. Penyakit gaster dan duodenum
Gastritis erosif dan hemorhagik; sering disebabkan oleh OAINS dan sakit keras (stres
fisik) seperti luka bakar, sepsis, pembedahan, trauma, shock
Ulkus gaster dan duodenum
Karsinoma gaster
c. Penyakit saluran empedu
Kholelitiaasis dan Kholedokolitiasis
Kholesistitis
d. Penyakit pankreas
Pankreatitis
Karsinoma pankreas
e. Penyakit usus
Malabsorbsi
Obstruksi intestinal intermiten
Sindrom kolon iritatif
Angina abdominal
Karsinoma kolon
4. Penyakit metabolik / sistemik
a. Tuberculosis
b. Gagal ginjal
c. Hepatitis, sirosis hepatis, tumor hepar
d. Diabetes melitius
e. Hipertiroid, hipotiroid, hiperparatiroid
f. Ketidakseimbangan elektrolit
g. Penyakit jantung kongestif
5. Lain-lain
a. Penyakit jantung iskemik
b. Penyakit kolagen
Dispepsia biasanya diderita sudah beberapa minggu atau bulan yang sifatnya hilang
timbul atau terus menerus. Dispepsia disebabkan oleh : Menelan udara (aerofagi), Regurgitasi
(alir balik, refluks) asam dari lambung, iritasi lambung (gastritis), Ulkus gastrikum atau Ulkus
duodenalis, kanker lambung, peradangan kandung empedu (kolesistitis), intoleransi laktosa
(ketidakmampuan mencerna susu dan produknya), kelainan gerakan usus, pengeluaran asam
lambung berlebih pertahanan dinding lambung yang lemah, infeksi Helicobacter pylori ( sejenis
bakteri yang hidup di dalam lambung, dalam jumlah kecil ) ketika asam lambung yang
dihasilkan keluar lebih banyak kemudian pertahanan dinding lambung menjadi lemah, bakteri ini
bisa bertambah banyak jumlahnya, apalagi disertai kebersihan makanan yang kurang, gangguan
gerakan saluran cerna dan strees psikologis.
Patofisiologi
Patofisiologi dari sindroma dyspepsia diantaranya:
1. Abnormalitas Motorik Gaster
Dengan studi Scintigraphic Nuklear dibuktikan lebih dari 50% pasien dispepsia fungsional
mempunyai keterlambatan pengosongan makanan dalam gaster. Demikian pula pada studi
monometrik didapatkan gangguan motilitas antrum postprandial, tetapi hubungan antara
kelainan tersebut dengan gejala-gejala dyspepsia tidak jelas.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa fundus gaster yang "kaku" bertanggung jawab
terhadap sindrom dispepsia. Pada keadaan normal seharusnya fundus relaksasi, baik saat
mencerna makanan maupun bila terjadi distensi duodenum. Pengosongan makanan bertahap
dari corpus gaster menuju ke bagian fundus dan duodenum diatur oleh refleks vagal. Pada
beberapa pasien dispepsia fungsional, refleks ini tidak berfungsi dengan baik sehingga
pengisian bagian antrum terlalu cepat.

2. Perubahan sensitivitas gaster


Lebih 50% pasien dispepsia fungsional menunjukkan sensitivitas terhadap distensi gaster
atau intestinum, oleh karena itu mungkin akibat: makanan yang sedikit mengiritasi seperti
makanan pedas, distensi udara, gangguan kontraksi gaster intestinum atau distensi dini
bagian antrum postprandial dapat menginduksi nyeri pada bagian ini.

3. Stres dan faktor psikososial


Penelitian menunjukkan bahwa didapatkan gangguan neurotik dan morbiditas psikiatri lebih
tinggi secara bermakna pada pasien dispepsia fungsional dari pada subyek kontrol yang
sehat.
Banyak pasien mengatakan bahwa stres mencetuskan keluhan dispepsia. Beberapa studi
mengatakan stres yang lama menyebabkan perubahan aktifitas vagal, berakibat gangguan
akomodasi dan motilitas gaster.
Kepribadian dispepsia fungsional menyerupai pasien Sindrom Kolon Iritatif dan dispepsia
organik, tetapi disertai dengan tanda neurotik, ansietas dan depresi yang lebih nyata dan
sering disertai dengan keluhan non-gastrointestinal seperti nyeri muskuloskletal, sakit kepala
dan mudah letih. Mereka cenderung tiba-tiba menghentikan kegiatan sehari-harinya akibat
nyeri dan mempunyai fungsi sosial lebih buruk dibanding pasien dispepsia organik.
Demikian pula bila dibandingkan orang normal. Gambaran psikologik dispepsia fungsional
ditemukan lebih banyak ansietas, depresi dan neurotik.

4. Gastritis Helicobacter pylori


Gambaran gastritis Helicobacter pylori secara histologik biasanya gastritis non-erosif non-
spesifik. Di sini ditambahkan non-spesifik karena gambaran histologik yang ada tidak dapat
meramalkan penyebabnya dan keadaan klinik yang bersangkutan. Diagnosa endoskopik
gastrtitis akibat infeksi Helicobacter pylori sangat sulit karena sering kali gambarannya tidak
khas. Tidak jarang suatu gastritis secara histologik tampak berat tetapi gambaran endoskopik
yang tampak tidak jelas dan bahkan normal. Beberapa gambaran endoskopik yang sering
dihubungkan dengan adanya infeksi Helicobacter pylori adalah:
a. Erosi kronik di daerah antrum.
b. Nodularitas pada mukosa antrum.
c. Bercak-bercak eritema di antrum.
d. Area gastrika yang menonjol dengan bintik-bintik eritema di daerah korpus.
Peranan infeksi Helicobacter pylori pada gastritis dan ulkus peptikum sudah diakui, tetapi
apakah Helicobacter pylori dapat menyebabkan dispepsia fungsional masih kontroversi.
Pravelensi Helicobacter pylori pada pasien dispepsia fungsional tidak berbeda dengan
kontrol. Di negara maju, hanya 50% pasien dispepsia fungsional menderita infeksi
Helicobacter pylori, sehingga penyebab dispepsia pada dispepsia fungsional dengan
Helicobacter pylori negatif dapat juga menjadi penyebab dari beberapa dispepsia fungsional
dengan Helicobacter pylori positif.

5. Kelainan fungsional gastrointestinal


Dispepsia fungsional cenderung dimasukkan sebagai bagian kelainan fungsional
gastrointestinal, termasuk di sini Sindrom Kolon Iritatif, nyeri dada non-kardiak dan nyeri
ulu hati fungsional. Lebih dari 80% dengan Sindrom Kolon Iritatif menderita dispepsia dan
lebih dari sepertiga pasien dengan dispepsia kronis juga mempunyai gejala Sindrom Kolon
Iritatif. Pasien dengan kelainan seperti ini sering ada gejala ekstra gastrointestinal seperti
migrain, myalgia dan disfungsi kencing dan ginekologi.
Pada anamnesis dispepsia jangan lupa menanyakan gejala Sindrom Kolon Iritatif seperti
nyeri abdomen mereda setelah defekasi, perubahan frekuensi buang air besar atau bentuknya
mengalami perubahan, perut tegang, tidak dapat menahan buang air besar dan perut
kembung. Beberapa pasien juga mengalami aerophagia,yaitu perut kembung diikuti oleh
masuknya udara untuk menginduksi sendawa, diikuti oleh kembung yang lebih parah.
Abnormalitas di atas belum semua diidentifikasi oleh semua peneliti dan tidak selalu muncul
pada semua penderita.

Manifestasi klinis
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan atau gejala yang dominan, membagi
dipepsia menjadi tiga tipe:
1. Dispepsia dengan keluahan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia), dengan gejala:
Nyeri epigastrium terlokalisasi
Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid
Nyeri saat lapar
Nyeri episodik
2. Dispepsia degan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia), dengan gejal:
Mudah kenyang
Perut cepat terasa penuh saat makan
Mual
Muntah
Upper abdominal bloating
Rasa tidak nyaman bertambah saat makan
3. Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas).
Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.

Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis dispepsia diperlukan data anamnesis yang baik,
pemeriksaan fisis yang akurat, disertai pemeriksaan penunjang untuk mengeksklusi penyakit
organik/struktural.
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol dan jamu yang dijual
bebas di masyarakat perlu ditanyakan dan kalau mungkin harus dihentikan. Hubungan dengan
jenis makanan tertentu perlu diperhatikan.
Tanda dan gejala "alarm"(peringatan) seperti disfagia, berat badan turun, nyeri menetap dan
hebat, nyeri yang menjalar ke punggung, muntah yang sangat sering, hematemesis, melena atau
jaudice kemungkinan besar adalah merupakan penyakit serius yang memerlukan pemeriksaan
seperti endoskopi dan / atau "USG" atau "CT Scan" untuk mendeteksi struktur peptik,
adenokarsinoma gaster atau esophagus, penyakit ulkus, pankreatitis kronis atau keganasan
pankreas empedu.
Perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan stresor psikososial misalnya: masalah anak,
hubungan antar manusia, hubungan suami-istri, pekerjaan dan pendidikan. Hal ini berakibat
eksaserbasi gejala pada beberapa orang.
Harus diingat gambaran khas dari beberapa penyebab dyspepsia:
i. Pasien ulkus peptikum biasanya berumur lebih dari 45 tahun, merokok dan nyeri
berkurang dengan mencerna makanan tertentu atau antasid.
ii. Nyeri sering membangunkan pasien pada malam hari banyak ditemukan pada ulkus
duodenum.
iii. Gejala esofagitis sering timbul pada saat berbaring dan membungkuk setelah makan
kenyang yaitu perasan terbakar pada dada, nyeri dada yang tidak spesifik (bedakan
dengan pasien jantung koroner), regurgitasi dengan gejala perasaan asam pada mulut.
iv. Bila gejala dispepsia timbul segera setelah makan biasanya didapatkan pada penyakit
esofagus, gastritis erosif dan karsinoma.
v. Sebaliknya, bila muncul setelah beberapa jam setelah makan sering terjadi pada ulkus
duodenum.
vi. Pasien dispepsia fungsional lebih sering mengeluhkan gejala di luar gastrointestinal, ada
tanda kecemasan atau depresi, atau mempunyai riwayat pemakaian psikotropik.
Pemeriksaan fisik untuk menemukan organomegali, tumor abdomen, ascites, jaundice
tetap penting dikerjakan untuk menyingkirkan penyakit organik.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea
breath test (belum tersedia di Indonesia). Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain
diagnostik sekaligus terapeutik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:
CLO (rapid urea test)
Patologi anatomi (PA)
Kultur mikoorganisme (MO) jaringan
PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian.
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, setidak-tidaknya perlu diperiksa darah, urine dan
tinja secara rutin. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan lekositosis berarti ada tanda
tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung
lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita
dispepsi tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu
diperiksa pertanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan
kearah karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9 . Dan lain lain pemeriksaan laboratorium
yang ada relevansi terhadap penyakit yang menimbulkan sindroma dispepsia.
2. Radiologi
Pemeriksaan radiologi banyak menunjang diagnosis sesuatu penyakit di saluran makan.
Setidak tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologi terhadap saluran makan bagian atas,
dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.
Pada refluks gastroesofageal akan tampak peristaltik di esophagus yang menurun terutama
dibagian distal, tampak antiperistaltik di antrum yang meninggi serta sering menutupnya
pylorus, sehingga sedikit barium yang masuk ke intestine.
Pada tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang disebut niche,
yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak
umumnya regular, semisirkuler, dengan dasar licin.
Kanker di lambung secara radiologi, akan tampak massa yang ireguler tidak terlihat
peristaltic di daerah kanker, bentukdari lambung berubah.
Pankreatitis akuta perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat ganda seperti
terpotongnya usus besar, atau tampak dilatasi dari intestine terutama di yeyenum yang
disebut Sentinel loops.
3. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi dari saluran makan bagian atas akan banyak membantu menentukan
diagnosis. Yang perlu diperhatikan ada tidaknya kelainan di esofagus, lambung, dan
duodenum. Di tempat tersebut perlu diperhatikan warna mukosa , lesi tumor jinak atau ganas.
Kelainan di esofagus yang sering ditemukan dan perlu diperhatikan di antaranya ialah:
esofagitis, tukak esofagus, varises esofagus, tumor jinak atau ganas yang umumnya lokasinya
di bagian distal esofagus. Lokasi kelainan di lambung yang terbanyak ialah disekitar angulus,
antrum, dan prepilorus, diantaranya berupa gastritis, tukak lambung, tumor jinak atau ganas.
Kelaianan di duodenum yang sering ditemukan ialah tanda peradangan (duodenitis), tukak
yang lokasinya terbanyak di bulbus dan pars desenden.
Bila pada endoskopi ditemukan tukak baik di esofagus , lambung maupun di duodenum,
maka dapat dibuat diagnosis dispepsi tukak. Sedangkan bila tidak ditemukan tukak tetapi
hanya tanda peradangan maka dapat dibuat diagnosis dispepsia bukan tukak.
4. Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) merupakan sarana diagnostik yang tidak invasif, akhir akhir ini makin
banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostic dari sesuatu penyakit. Apalagi
alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi
pasien yang beratpun dapat dimanfaatkan.
Pemanfaatan alat USG pada sindroma dispepsia terutama bila ada dugaan kearah kelainan di
traktus biliaris , pankreas, kelainan di tiroid, bahkan juga ada dugaan tumor di esofagus dan
lambung.
5. Sidik abdomen
Juga dipakai sebagai pemeriksaan untuk mengeksklusi penyebab organik.
6. Manometri Esofago-gastro-duodenum
Sampai saat ini merupakan sarana penunjang diagnosis yang banyak dikembangkan. Dapat
ditemukan kelainan manometrik berupa gangguan fase III migrating motor complex. Banyak
ahli yang berpendapat bahwa saat ini dispepsia merupakan gangguan pengosongan lambung.
7. Waktu Pengosongan Lambung
Dapat dilakukan dengan scintigrafi atau dengan pellet radioopak. Pada dispepsia terdapat
perlambatan pengosongan lambung 30-40%.

Penatalaksanaan Umum
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996, ditetapkan
skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan dengan tenaga ahli
(gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan
dispepsia di masyarakat.
Gambar 2.1 Skema penatalaksanaan pasien dispepsia di masyarakat
Gambar 2.2 Skema penatalaksanaan pasien dispepsia oleh gastroenterology/internis atau
dokter anak dengan fasilitas endoskopi

Pengobatan dispepsia antara lain:


1. Diet
Merupakan peranan yang terpenting. Pada garis besarnya yang dipakai adalah cara
pemberian diet seperti yang diajukan oleh Sippy 1915 hingga dikenal pula Sippy Diet.
Sekarang lebih dikenal dengan diit lambung yang sudah disesuaikan dengan masyarakat
Indonesia. Dasar diet ialah makan sedikit berulang kali, makanan yang banyak mengandung
susu dalam porsi kecil. Jadi makanan yang
dimakan harus lembek, mudah dicerna, tidak merangsang dan kemungkinan dapat
menetralisir asam HCl. Pemberiannya dalam porsi kecil dan berulang kali. Dilarang makan
pedas, masam, alkohol.
2. Antasida 20-150ml/hari
Antasida akan menetralisir sekresi asam HCl. Obat ini biasa digunakan untuk sindroma
dyspepsia. Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi
asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH) 3, Mg(OH)2, dan Mg
triksilat. Pemberian antasid jangan terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk
mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat
sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan
diare karena terbentuk senyawa MgCl2.
3. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu
pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asam
lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.
4. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti
tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis respetor H2 antara lain simetidin,
roksatidin, ranitidin, dan famotidin.

Tabel Golongan obat antagonis reseptor H2


Obat Indikasi Dosis Cara, waktu, Efek samping
dan lama
pemberian

Simetidin Tukak peptic akut san 3x200 mg, Selama 4 Penekanan


kronik ditambah minggu eritrospoesis,
Gastritis kronik dengan
200mg sebelum sampai
hipersekresi HCl
tidur Lanjutan, pansitopenia atau
200mg
setiap malam neutropenia
Gangguan SSP
seperti konfusi
mental, somnolen,
letargi, halusinasi
Gangguan endokrin
yaitu impotensi,
ginekomastia

Roksatidi Gastritis akut dan 75mg/hari, Oral, malam -


n kronik, dengan daya disesuaikan hari, selama 1
selektif reseptor H2 dengan minggu
enam kali lebih baik bersihan
daripada simetidin, kreatinin
setara ranitidine

Ranitidin Dispepsia akut dan 2x150mg Selama 4-6 -


kronik, khususnya tukak minggu
Lanjutan:
Malam hari
duodenum aktif
1x150mg

5. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)


Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi
asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan
pantoprazol.

Tabel Golongan obat penghambat pompa proton


Obat Indikasi Dosis Pemberian Efek samping

Omeprazol Tukak peptik 1x20 mg/hari Setiap pagi, Sakit kepala,


selama 1-2 nausea, diare,
minggu, oral mabuk, lemas,
nyeri epigastrik,
Selama 2-4
banyak gas
Tukak duodenum 1x20-50mg/hari minggu, oral
Lansoprazol Tukak peptik 1x30mg/hari 4 minggu, oral Idem
Pantoprazol Tukak peptik, 1x40mg/hari Oral Idem
inhibitor pompa
proton yang
ireversibel

6. Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain bersifat
sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi
meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi,
meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta
membentuk lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi
mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA).
7. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid. Golongan
ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan
mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance)

Pencegahan
Pencegahan dispepsia antara lain:
Atur pola makan seteratur mungkin.
Olahraga teratur.
Hindari makanan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi lambung (coklat,
keju, dan lain-lain).
Hindari makanan yang menimbulkan gas di lambung (kol, kubis, kentang, melon,
semangka, dan lain-lain).
Hindari makanan yang terlalu pedas.
Hindari minuman dengan kadar caffeine dan alkohol.
Hindari obat yang mengiritasi dinding lambung, seperti obat anti-inflammatory, misalnya
yang mengandung ibuprofen, aspirin, naproxen, dan ketoprofen. Acetaminophen adalah
pilihan yang tepat untuk mengobati nyeri karena tidak mengakibatkan iritasi pada dinding
lambung.
Kelola stres psikologi se-efisien mungkin.
Prognosis
Dyspepsia fungsional yang
ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat, mempunyai prognosis yang
baik.
Sumber :
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi ke-5. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2009.
Rani A, Soegondo S, Nasir A, Wijaya I. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta : Interna Publishing ; 2009.
Mansjoer, Triyani, Savitri, Wardhani, Setiowulan. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi
Ke-3. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 1999.

Anda mungkin juga menyukai