Definisi
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan atau gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak
enak atau sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Keluhan refluks
gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini
tidak lagi termasuk dispepsia.
Klasifikasi
Pengertian dispepsia tebagi dua, yaitu:
1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya
2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispepsia nonulkus (DNU), bila tidak
jelas penyebabnya.
Etiologi
Etiologi sindroma dispepsi antara lain:
1. Obat-obatan
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), Antibiotik (makrolides, metronidazole), Besi,
KCl, Digitalis, Estrogen, Etanol (alkohol), Kortikosteroid, Levodopa, Niacin, Gemfibrozil,
Narkotik, Quinidine, Theophiline
2. Idiosinkrasi makanan (intoleransi makanan)
a. Alergi
Susu sapi, putih telur, kacang, makanan laut, beberapa jenis produk kedelai dan beberapa
jenis buah-buahan
b. Non-alergi
Produk alam: laktosa, sucrosa, galactosa, gluten, kafein, dll.
Bahan kimia: monosodium glutamate (vetsin), asam benzoat, nitrit, nitrat, dll.
Perlu diingat beberapa intoleransi makanan diakibatkan oleh penyakit dasarnya, misalnya
pada penyakit pankreas dan empedu tidak bisa mentoleransi makanan berlemak, jeruk
dengan PH yang relatif rendah sering memprovokasi gejala pada pasien ulkus peptikum atau
esophagitis.
3. Kelainan struktural
a. Penyakit oesophagus
Refluks gastroesofageal dengan atau tanpa hernia
Akhalasia
Obstruksi esophagus
b. Penyakit gaster dan duodenum
Gastritis erosif dan hemorhagik; sering disebabkan oleh OAINS dan sakit keras (stres
fisik) seperti luka bakar, sepsis, pembedahan, trauma, shock
Ulkus gaster dan duodenum
Karsinoma gaster
c. Penyakit saluran empedu
Kholelitiaasis dan Kholedokolitiasis
Kholesistitis
d. Penyakit pankreas
Pankreatitis
Karsinoma pankreas
e. Penyakit usus
Malabsorbsi
Obstruksi intestinal intermiten
Sindrom kolon iritatif
Angina abdominal
Karsinoma kolon
4. Penyakit metabolik / sistemik
a. Tuberculosis
b. Gagal ginjal
c. Hepatitis, sirosis hepatis, tumor hepar
d. Diabetes melitius
e. Hipertiroid, hipotiroid, hiperparatiroid
f. Ketidakseimbangan elektrolit
g. Penyakit jantung kongestif
5. Lain-lain
a. Penyakit jantung iskemik
b. Penyakit kolagen
Dispepsia biasanya diderita sudah beberapa minggu atau bulan yang sifatnya hilang
timbul atau terus menerus. Dispepsia disebabkan oleh : Menelan udara (aerofagi), Regurgitasi
(alir balik, refluks) asam dari lambung, iritasi lambung (gastritis), Ulkus gastrikum atau Ulkus
duodenalis, kanker lambung, peradangan kandung empedu (kolesistitis), intoleransi laktosa
(ketidakmampuan mencerna susu dan produknya), kelainan gerakan usus, pengeluaran asam
lambung berlebih pertahanan dinding lambung yang lemah, infeksi Helicobacter pylori ( sejenis
bakteri yang hidup di dalam lambung, dalam jumlah kecil ) ketika asam lambung yang
dihasilkan keluar lebih banyak kemudian pertahanan dinding lambung menjadi lemah, bakteri ini
bisa bertambah banyak jumlahnya, apalagi disertai kebersihan makanan yang kurang, gangguan
gerakan saluran cerna dan strees psikologis.
Patofisiologi
Patofisiologi dari sindroma dyspepsia diantaranya:
1. Abnormalitas Motorik Gaster
Dengan studi Scintigraphic Nuklear dibuktikan lebih dari 50% pasien dispepsia fungsional
mempunyai keterlambatan pengosongan makanan dalam gaster. Demikian pula pada studi
monometrik didapatkan gangguan motilitas antrum postprandial, tetapi hubungan antara
kelainan tersebut dengan gejala-gejala dyspepsia tidak jelas.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa fundus gaster yang "kaku" bertanggung jawab
terhadap sindrom dispepsia. Pada keadaan normal seharusnya fundus relaksasi, baik saat
mencerna makanan maupun bila terjadi distensi duodenum. Pengosongan makanan bertahap
dari corpus gaster menuju ke bagian fundus dan duodenum diatur oleh refleks vagal. Pada
beberapa pasien dispepsia fungsional, refleks ini tidak berfungsi dengan baik sehingga
pengisian bagian antrum terlalu cepat.
Manifestasi klinis
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan atau gejala yang dominan, membagi
dipepsia menjadi tiga tipe:
1. Dispepsia dengan keluahan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia), dengan gejala:
Nyeri epigastrium terlokalisasi
Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid
Nyeri saat lapar
Nyeri episodik
2. Dispepsia degan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia), dengan gejal:
Mudah kenyang
Perut cepat terasa penuh saat makan
Mual
Muntah
Upper abdominal bloating
Rasa tidak nyaman bertambah saat makan
3. Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas).
Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis dispepsia diperlukan data anamnesis yang baik,
pemeriksaan fisis yang akurat, disertai pemeriksaan penunjang untuk mengeksklusi penyakit
organik/struktural.
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol dan jamu yang dijual
bebas di masyarakat perlu ditanyakan dan kalau mungkin harus dihentikan. Hubungan dengan
jenis makanan tertentu perlu diperhatikan.
Tanda dan gejala "alarm"(peringatan) seperti disfagia, berat badan turun, nyeri menetap dan
hebat, nyeri yang menjalar ke punggung, muntah yang sangat sering, hematemesis, melena atau
jaudice kemungkinan besar adalah merupakan penyakit serius yang memerlukan pemeriksaan
seperti endoskopi dan / atau "USG" atau "CT Scan" untuk mendeteksi struktur peptik,
adenokarsinoma gaster atau esophagus, penyakit ulkus, pankreatitis kronis atau keganasan
pankreas empedu.
Perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan stresor psikososial misalnya: masalah anak,
hubungan antar manusia, hubungan suami-istri, pekerjaan dan pendidikan. Hal ini berakibat
eksaserbasi gejala pada beberapa orang.
Harus diingat gambaran khas dari beberapa penyebab dyspepsia:
i. Pasien ulkus peptikum biasanya berumur lebih dari 45 tahun, merokok dan nyeri
berkurang dengan mencerna makanan tertentu atau antasid.
ii. Nyeri sering membangunkan pasien pada malam hari banyak ditemukan pada ulkus
duodenum.
iii. Gejala esofagitis sering timbul pada saat berbaring dan membungkuk setelah makan
kenyang yaitu perasan terbakar pada dada, nyeri dada yang tidak spesifik (bedakan
dengan pasien jantung koroner), regurgitasi dengan gejala perasaan asam pada mulut.
iv. Bila gejala dispepsia timbul segera setelah makan biasanya didapatkan pada penyakit
esofagus, gastritis erosif dan karsinoma.
v. Sebaliknya, bila muncul setelah beberapa jam setelah makan sering terjadi pada ulkus
duodenum.
vi. Pasien dispepsia fungsional lebih sering mengeluhkan gejala di luar gastrointestinal, ada
tanda kecemasan atau depresi, atau mempunyai riwayat pemakaian psikotropik.
Pemeriksaan fisik untuk menemukan organomegali, tumor abdomen, ascites, jaundice
tetap penting dikerjakan untuk menyingkirkan penyakit organik.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea
breath test (belum tersedia di Indonesia). Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain
diagnostik sekaligus terapeutik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:
CLO (rapid urea test)
Patologi anatomi (PA)
Kultur mikoorganisme (MO) jaringan
PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian.
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, setidak-tidaknya perlu diperiksa darah, urine dan
tinja secara rutin. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan lekositosis berarti ada tanda
tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung
lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita
dispepsi tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu
diperiksa pertanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan
kearah karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9 . Dan lain lain pemeriksaan laboratorium
yang ada relevansi terhadap penyakit yang menimbulkan sindroma dispepsia.
2. Radiologi
Pemeriksaan radiologi banyak menunjang diagnosis sesuatu penyakit di saluran makan.
Setidak tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologi terhadap saluran makan bagian atas,
dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.
Pada refluks gastroesofageal akan tampak peristaltik di esophagus yang menurun terutama
dibagian distal, tampak antiperistaltik di antrum yang meninggi serta sering menutupnya
pylorus, sehingga sedikit barium yang masuk ke intestine.
Pada tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang disebut niche,
yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak
umumnya regular, semisirkuler, dengan dasar licin.
Kanker di lambung secara radiologi, akan tampak massa yang ireguler tidak terlihat
peristaltic di daerah kanker, bentukdari lambung berubah.
Pankreatitis akuta perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat ganda seperti
terpotongnya usus besar, atau tampak dilatasi dari intestine terutama di yeyenum yang
disebut Sentinel loops.
3. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi dari saluran makan bagian atas akan banyak membantu menentukan
diagnosis. Yang perlu diperhatikan ada tidaknya kelainan di esofagus, lambung, dan
duodenum. Di tempat tersebut perlu diperhatikan warna mukosa , lesi tumor jinak atau ganas.
Kelainan di esofagus yang sering ditemukan dan perlu diperhatikan di antaranya ialah:
esofagitis, tukak esofagus, varises esofagus, tumor jinak atau ganas yang umumnya lokasinya
di bagian distal esofagus. Lokasi kelainan di lambung yang terbanyak ialah disekitar angulus,
antrum, dan prepilorus, diantaranya berupa gastritis, tukak lambung, tumor jinak atau ganas.
Kelaianan di duodenum yang sering ditemukan ialah tanda peradangan (duodenitis), tukak
yang lokasinya terbanyak di bulbus dan pars desenden.
Bila pada endoskopi ditemukan tukak baik di esofagus , lambung maupun di duodenum,
maka dapat dibuat diagnosis dispepsi tukak. Sedangkan bila tidak ditemukan tukak tetapi
hanya tanda peradangan maka dapat dibuat diagnosis dispepsia bukan tukak.
4. Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) merupakan sarana diagnostik yang tidak invasif, akhir akhir ini makin
banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostic dari sesuatu penyakit. Apalagi
alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi
pasien yang beratpun dapat dimanfaatkan.
Pemanfaatan alat USG pada sindroma dispepsia terutama bila ada dugaan kearah kelainan di
traktus biliaris , pankreas, kelainan di tiroid, bahkan juga ada dugaan tumor di esofagus dan
lambung.
5. Sidik abdomen
Juga dipakai sebagai pemeriksaan untuk mengeksklusi penyebab organik.
6. Manometri Esofago-gastro-duodenum
Sampai saat ini merupakan sarana penunjang diagnosis yang banyak dikembangkan. Dapat
ditemukan kelainan manometrik berupa gangguan fase III migrating motor complex. Banyak
ahli yang berpendapat bahwa saat ini dispepsia merupakan gangguan pengosongan lambung.
7. Waktu Pengosongan Lambung
Dapat dilakukan dengan scintigrafi atau dengan pellet radioopak. Pada dispepsia terdapat
perlambatan pengosongan lambung 30-40%.
Penatalaksanaan Umum
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996, ditetapkan
skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan dengan tenaga ahli
(gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan
dispepsia di masyarakat.
Gambar 2.1 Skema penatalaksanaan pasien dispepsia di masyarakat
Gambar 2.2 Skema penatalaksanaan pasien dispepsia oleh gastroenterology/internis atau
dokter anak dengan fasilitas endoskopi
6. Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain bersifat
sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi
meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi,
meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta
membentuk lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi
mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA).
7. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid. Golongan
ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan
mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance)
Pencegahan
Pencegahan dispepsia antara lain:
Atur pola makan seteratur mungkin.
Olahraga teratur.
Hindari makanan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi lambung (coklat,
keju, dan lain-lain).
Hindari makanan yang menimbulkan gas di lambung (kol, kubis, kentang, melon,
semangka, dan lain-lain).
Hindari makanan yang terlalu pedas.
Hindari minuman dengan kadar caffeine dan alkohol.
Hindari obat yang mengiritasi dinding lambung, seperti obat anti-inflammatory, misalnya
yang mengandung ibuprofen, aspirin, naproxen, dan ketoprofen. Acetaminophen adalah
pilihan yang tepat untuk mengobati nyeri karena tidak mengakibatkan iritasi pada dinding
lambung.
Kelola stres psikologi se-efisien mungkin.
Prognosis
Dyspepsia fungsional yang
ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat, mempunyai prognosis yang
baik.
Sumber :
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi ke-5. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2009.
Rani A, Soegondo S, Nasir A, Wijaya I. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta : Interna Publishing ; 2009.
Mansjoer, Triyani, Savitri, Wardhani, Setiowulan. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi
Ke-3. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 1999.