ORYZA
DR. REZA | DR. RESTHIE | DR. CEMARA
OFFICE ADDRESS:
Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan Medan :
(belakang pasaraya manggarai) Jl. Setiabudi no. 65 G, medan
phone number : 021 8317064 Phone number : 061 8229229
pin BB D3506D3E / 5F35C3C2 Pin BB : 24BF7CD2
WA 081380385694 / 081314412212 Www.Optimaprep.Com
1. Penyakit Paru
Definisi PPOK
Ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel
Bersifat progresif & berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya
Disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat
penyakit
Gejala eksaserbasi :
Sesak bertambah
Produksi sputum meningkat
Perubahan warna sputum
Indikasi PRC:
Pengganti sel darah merah pada anemia
Anemia karena perdarahan akut (setelah
resusitasi cairan kristaloid atau koloid)
Indikasi washed erythrocyte:
Transfusi masif pada neonatus sampai usia < 1 tahun
Penderita dengan anti-IgA atau defisiensi IgA dengan
riwayat alergi transfusi berat
Riwayat reaksi transfusi berat yang tidak membaik
dengan pemberian premedikasi
Penderita dengan reaksi terhadap protein plasma
darah transfusi (pada pasien dengan Coombs test
positif)
Indikasi FFP:
Defisiensi faktor koagulasi (penyakit hati, overdosis
antikoagulan-warfarin, kehilangan faktor koagulasi
pada penerima transfusi dalam jumlah besar)
DIC
TTP
Indikasi trombosit konsentrat:
Perdarahan akibat trombositopenia atau gangguan
fungsi trombosit
Pencegahan perdarahan karena trombositopenia
(gangguan sumsum tulang) kurang dari 10.000 /micro
liter
Indikasi Cryoprecipitate:
Alternatif terapi F VIII konsentrat pada defisiensi :
Faktor von Willebrand (von Willebrands disease)
Faktor VIII (hemofilia A)
Faktor XIII
Sumber fibrinogen pada gangguan koagulopati dapatan
misalnya DIC
3. Limfadenopati
Gejala dan tanda limfoma
Limfadenopati
B symptoms (systemic symptoms):
Demam
Keringat malam
Penurunan berat badan
Gejala lain:
Penurunan nafsu makan
Lemah
Sesak nafas
Pruritus
Nyeri punggung/tulang
Splenomegali dan/atau hepatomegali
Sindrom vena kava superior bila terdapat limfadenopati mediastinal masif
LDH yang meningkat menandakan turn over cell yang meningkat pada
keganasan.
3. Limfadenopati
Hepatoma:
Riwayat hepatitis kronik, ikterus, massa nodul di hepar
TB kelenjar
Bengkak, tidak nyeri, nodul, ulserasi
Mieloma multipel
Pansitopenia, hipergammaglobulinemia
Organomegali
Nyeri tulang
Hodgkin Non-hodgkin
Sel Reed Sternberg Ada Tidak ada
Usia Dewasa muda Sering usia 40-70 tahun
B symptoms (demam >38o 40% Bervariasi tergantung
C, keringat, turun BB >10% tipe, 20%
dalam 6 bulan)
Keterlibatan & penyebaran Superfisial, biasanya Difus, nodal &
ke nodus limf servikal/supraservikal + ekstranodal, penyebaran
mediastinal nonkontinyu
limfadenopati,
penyebaran kontinyu ke
nodus sebalah
Pernyakit ekstranodal: Relatif jarang Lebih sering
1. SSP 1. <1% 1. 2%
2. GI tract 2. <1% 2. 5-15%
3. Genitourinary tract 3. <1% 3. 1-5%
4. Bone marrow 4. 5% 4. 20-40%
5. Lung parenchyma 5. 8-12% 5. 3-6%
6. Bone 6. <1% 6. 1-2%
Keterlibatan hepar Jarang Sering
Stage saat datang >80% early stage I, II >85% late stage III, IV
Hodgkin
lymphoma
4. Pneumonia
Pulmonary infiltrate, with/without
signs of infection (e.g., fever)
one of the most common &
serious complications in patients
whose immune defenses are
suppressed by:
disease,
immunosuppressive therapy for
organ transplants,
chemotherapy for tumors, or
irradiation.
http://emedicine.medscape.com/article/1941994-clinical
5. Farmakologi obat angina
Aspirin merupakan obat
golongan antiplatelet, yang
menyebabkan gangguan
agregasi trombosit.
Aspirin menghambat produksi
tromboxane. Tromboxane
berfungsi untuk berikatan
dengan platelet lain untuk
menambal dinding pembuluh
darah yang rusak.
Mekanisme hemostasis
5. Farmakologi obat angina
Nitrogliserin relaksasi otot polos pembuluh darah vasodilatasi
6. Idiopathic (Immune) Thrombocytopenic Purpura
Purpura trombositopenia imun merupakan penyakit autoimun yang
ditandai dengan trombositopenia menetap (angka trombosit darah
tepi <150.000 ml/dl) akibat autoantibodi yang mengikat antigen
trombosit menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem
retikuloendotelial terutama di limpa
10% ITP + anemia hemolitik autoimun Evans syndrome
Etiologi
Primer: dx eksklusi
Sekunder: virus (HIV, HCV, HBV, EBV), H. Pylori, ANA
Anak: akut pasca infeksi
Dewasa: kronik
Manifestasi klinis: perdarahan mukokutan, petechiae, purpura.
Perdarahan spontan bila Tr <20,000/mm3
Pemeriksaan lab
BT, CT
Hapus darah tepi: megakariosit
Biopsi sumsum tulang: megakariosit
Patofisiologi
Diawali dari adanya autoantibodi (sebagian besar
merupakan IgG) melawan membran trombosit
glikoprotein IIb-IIIa atau Ib-IX.
Antibodi antiplatelet berkerja sebagai opsonin yang
dikenali oleh reseptor IgG Fc pada makrofag apabila ia
melekat pada trombosit, makrofag akan mengenali
kompleks tersebut sebagai substansi yang harus
dihancurkan terjadi peningkatan destruksi platelet.
ITP ringan
hanya trombosit yang diserang, dan megakariosit mampu
mengkompensasi kondisi itu dengan jalan meningkatkan
produksi trombosit.
ITP berat
autoantibodi juga menyerang megakariosit, sehingga
produksi trombosit juga menurun.
Manifestasi Klinis
Onset pendarahan : ITP akut atau kronik.
Ada tidaknya gejala sistemik: ITP primer atau
sekunder.
Obat-obat pemacu kekambuhan: heparin,
sulfonamid, kuinin, dan aspirin
Spleenomegali ringan tanpa limfadenopati
dapat dijumpai pada kedua ITP, namun hanya
10-20% kasus.
Manifestasi Klinis
Trombositopenia.
Morfologi eritrosit, leukosit, dan retikulosit biasanya
normal, kadang dapat dijumpai adanya megatrombosit
Bleeding time memanjang.
Pemeriksaan aspirasi sum-sum tulang hanya dilakukan
pada dewasa tua (>40 tahun), gambaran klinis tidak
khas, atau pasien yang tidak berespon baik terhadap
terapi.
Kecurigaan ITP sekunder pemeriksaan laboratoris
diperlukan untuk menginvestigasi penyakit dasarnya.
ITP akut ITP kronik
trombositopenia terjadi 1-3 fluktuatif, episode
minggu setelah infeksi virus pendarahan dapat
atau bakteri, biasanya pada berlangsung beberapa hari
anak-anak. sampai minggu, dapat
umumnya ringan dan lebih intermiten atau bahkan
dari 90% penderita sembuh terus-menerus
dalam 3-6 bulan karena Umumnya pada usia 18-40
merupakan self-limited tahun dan 2-3 kali lebih
disease, bentuk sering terjadi pada wanita.
pendarahannya adalah pendarahannya dapat
purpura pada kulit dan berupa ekimosis, peteki,
mukosa (hidung, gusi, purpura; umumnya berat.
saluran cerna dan traktus Traktus urogenital
urogenital). merupakan tempat
pendarahan paling sering.
Tatalaksana
Pasien dengan angka trombosit (AT) >30.000/L, asimptomatik atau
purpura minimal
tidak diterapi rutin.
Pengobatan dengan kortikosteroid:
Diberikan pada:
Pendarahan mukosa dengan AT <20.000/L
pendarahan ringan dengan AT <10.000/L
Prednison 1-2 mg/kgBB/hari, dievaluasi 1-2 minggu
Bila responsif, dosi diturunkan perlahan hingga AT stabil atau dipertahankan 30.000-
50.000/ L
Prednison juga dapat diberikan dosis tinggi 4 mg/kgBB/hari selama 4 hari
bila tidak ada respon maka pengobatan yang diberikan hanya suportif.
Pemberian suspensi trombosit bila:
AT <20.000/L dengan pendarahan mukosa berulang; pendarahan retina;
pendarahan berat;
AT <50.000/L dengan kecurigaan pendarahan intrakranial
menjalani operasi dengan AT <150.000/L.
7. Penyakit Ginjal
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/640/treatment/step-by-step.html
Kapan perlu dilakukan pembedahan
pada abses hepar?
Bila disertai ruptur abses dan peritonitis
Dengan abses multiloculated dan diameter
abses >5 cm
Tidak respons dengan antibiotik atau drainase
perkutan
Dengan kelainan pada saluran bilier
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/640/treatment/step-by-step.html
9. Nyeri Sendi
Gout:
Transient attacks of acute
arthritis initiated by
crystallization of urates
within & about joints,
leading eventually to
chronic gouty arthritis &
the appearance of tophi.
Tubex TF
Deteksi IgM anti lipopolisakarida O9 dari Salmonella serogroup D (salah satunya
S. typhi).
Positif setelah hari ke 3-4.
A Comparative Study of Typhidot and Widal Test in Patients of Typhoid Fever. JIACM 2004; 5(3): 244-6.
Tatalaksana
Kloramfenikol 4x500 mg PO atau IV diberikan
sampai 7 hari bebas demam
Kotrimoksazol 2x2 tabley (1 tablet :
Sulfametoksazol 400mg dan Trimetoprim 80 mg)
diberikan selama 2 minggu.
Ampisilin dan Amoksisilin 50-150mg/KgBB selama
2 minggu
Sefalosporin generasi ketiga IV 4 gr dalam
dekstrosa 100cc diberikan selama jam sekali
sehari selama 3-5 hari.
58
Golongan Fluorokionolon:
- Norfloksasin 2x400mg/hari selama 14 hari
- Siprofloksasin 2x500mg selama 6 hari
- Ofloksasin 2x400 mg/hari selama 7 hari
- Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
- Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
59
11. Aritmia
Atrial fibrilasi
Ventricular tachycardia:
The rate >100 bpm
Broad QRS complex (>120 ms)
Regular or may be slightly irregular
11. Aritmia
AF berpotensi berbahaya karena:
1. HR yang terlalu cepat menurunkan preload sehingga curah jantung
menurun,
2. Kontraksi atrium yang ireguler mengakibatkan stasis di atrium trombus
embolisasi stroke
Klasifikasi AF:
Paroksismal:
Episode < 48 jam.
Sekitar 50% kembali normal dalam 24 jam.
Persisten:
Episode 48 jam s.d. 7 hari
Diperlukan kardioversi untuk kembali ke irama sinus
Kronik/permanen
Berlangsung lebih dari 7 hari
Dengan kardioversi pun sulit kembali ke irama sinus.
The only ECG book you ever need.
11. Aritmia
Prinsip tatalaksana AF:
1. Pengontrolan laju irama jantung,
Target 60-80 x/menit saat istirahat, 90-115 kali/menit saat
aktivitas.
2. Pengembalian ke irama sinus (kardioversi),
Kardioversi farmakologis
Pasien AF episode pertama tanpa gangguan hemodinamik bermakna
tidak perlu terapi spesifik.
Pasien AF persisten rekuren dengan gejala mengganggu diberikan
antiaritmia.
Electric cardioversion:
Untuk pasien tidak stabil (penurunan kesadaran, hipotensi, nyeri dada,
sinkop), bifasik 120-200 J, monofasik 200 J.
3. Pencegahan tromboemboli
Warfarin diberikan untuk pasien dengan risiko tinggi terjadi stroke (usia
>65, hipertensi, penyakit jantung reumatik, DM, CHF, riwayat stroke/TIA).
Target INR of 2.0 to 3.0
Pseudomonas aeruginosa
Bronkiektasis
Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir
Gizi kurang
Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2014.
Pneumonia
Petunjuk terapi empiris menurut PDPI
Rawat jalan
Sebelumnya sehat atau tanpa riwayat antibiotik 3 bulan sebelumnya:
laktam atau laktam + anti laktamase
Makrolid baru (klaritromisin, azitromisin)
Dengan komorbid atau riwayat antibiotik 3 bulan sebelumnya:
Fluorokuinolon respirasi: levofloksasin 750 mg, moksifloksasin
laktam + anti laktamase
laktam ditambah makrolid
HbA1C >9%
HbA1C <7% HbA1C 7-9%
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
17. Sindrom Koroner Akut
Gejala khas
Rasa tertekan/berat di bawah dada, menjalar ke lengan
kiri/leher/rahang/bahu/ulu hati.
Dapat disertai berkeringat, mual/muntah, nyeri perut, sesak napas, &
pingsan.
Angina stabil:
Umumnya dicetuskan aktivtas fisik atau emosi (stres, marah, takut),
berlangsung 2-5 menit,
Angina karena aktivitas fisik reda dalam 1-5 menit dengan beristirahat &
nitrogliserin sublingual.
Penatalaksanaan STEMI, PERKI
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
17. Sindrom Koroner Akut
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
18. Diare Berdarah
IBD: a chronic condition
resulting from inappropriate
mucosal immune activation.
Ulcerative colitis
a severe ulcerating
inflammatory disease that is
limited to the colon and rectum
and extends only into the
mucosa and submucosa.
Crohn disease
Also been referred to as
regional enteritis (because of
frequent ileal involvement) may
involve any area of the GI tract
and is typically transmural.
Since stool becomes more formed as it passes into the transverse &
descending colon, tumors of the left colon tend to impede the passage
of stool, resulting in the development of abdominal cramping,
occasional obstruction, & even perforation.
Diverticulosis Uncomplicated Diverticular Disease75% : abdominal pain, fever,
leukocytosis, anorexia, obstipation.
Complicated Diverticular Disease25%: abscess, perforation, stricture,
fistula.
Polyp Mostly asymptomatic, some can cause bleeding.
19. Amiodaron
Class I drugs block the fast Class III drugs block potassium
sodium channel responsible channels responsible for
for phase 0 depolarization of repolarization, prolonging the
the action potential. action potential with little effect
on the rise of phase 0
Class II drugs are -adrenergic depolarization.
receptor antagonists (- Class IV drugs block the L-type
blockers). calcium channel.
Pathophysiology of Heart Disease 5th Edition Lilly
Amiodarone menurunkan konduksi SA dan
AV node
Drugs for the heart. 6th Edition
Digoxin meningkatkan kontraktilitas jantung,
memperpanjang periode refrakter AV node pada
pasien takikardia supraventrikel.
Verapamil vasodilatasi, inotropik negatif,
menurunkan konduksi nodus AV
Esmolol penyekat beta
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
20. Penyakit katup Jantung
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
21. Steroid pada DM
pH asam
meningkatkan
absorbsi besi dengan
membantu mereduksi
Fe3+ menjadi Fe2+
Antasida, phytate,
tannin menghambat
absorbsi besi
Askorbat, sitrat, asam
amino memfasilitasi
absorbsi besi
25. Ikterus
Pathophysiology of disease
25. Ikterus
Cholangiocarcinoma
Jaundice
Fungsi hati:
albumin,
ChE,
PT
Kolestasis:
GGT,
Alkali Fosfatase
26. Malaria
Siklus hidup plasmodium
Pengobatan Malaria
Pengobatan Malaria
27. IBS
Irritable Bowel Syndrome (IBS)
kelainan fungsional usus kronik berulang dengan
nyeri atau rasa tidak nyaman pada abdomen yang
berkaitan dengan defekasi atau perubahan
kebiasaan buang air besar setidaknya selama 3
bulan.
Rasa kembung, distensi, dan gangguan
defekasi merupakan ciri-ciri umum dari IBS.
Tidak ada bukti kelainan organik.
Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013
27. IBS
Menurut kriteria Roma III, IBS dibagi menjadi 3 subkelas
yaitu:
IBS dengan diare (IBD-D):
Feses lembek/cair 25% waktu dan feses padat/bergumpal <25% waktu
Ditemukan pada sepertiga kasus
Lebih umum ditemui pada laki-laki
IBS dengan konstipasi (IBS-C):
Feses padat/bergumpal 25% waktu dan feses lembek/cair <25% waktu
Ditemukan pada sepertiga kasus
Lebih umum ditemui pada wanita
IBS dengan campuran kebiasaan buang air besar atau pola
siklik (IBS-M)
Feses padat/bergumpal dan lembek/cair 25% waktu
Ditemukan pada sepertiga kasus
Catatan : yang dimaksud dengan 25% waktu adalah 3 minggu
dalam 3 bulan.
Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013
27. IBS
Kriteria diagnostik
Nyeri abdomen atau rasa tidak nyaman berulang
selama 3 hari dalam sebulan pada 3 bulan
terakhir dengan 2 atau lebih gejala berikut
Perbaikan dengan defekasi
Onset terkait dengan perubahan frekuensi BAB
Onset terkait dengan perubahan bentuk dan tampilan
feses
Kriteria diagnostik terpenuhi selama 3 bulan
terakhir dengan onset gejala setidaknya 6 bulan.
http://www.google.co.id/imgres?im
gurl=http://www.cancer.gov/images
/cdr/live/CDR763079750.jpg
29. Keganasan
American College of Rheumatology 1990 criteria for the diagnosis of Takayasus arteritis. Arth Rheum 1990;330:1129
Aneurisma aorta Dilatasi aorta true & pseudo
Root, thoraksik, thorako-abdominal, abdominal
Asimptomatik nyeri dada/punggung
Aorta thoraksik: ro thoraks
Aorta abdomen: pulsasi (+)
Tromboangitis obliterans Rx inflamasi non-ateromatosa (vasospasme) pada arteri & vena kecil
ulkus atau gangren digiti
Laki-laki muda, perokok
Giant cell arteritis Vaskulitis pada percabangan kranial arkus aorta, terutama a.
Temporalis (temporal arteritis) + demam, fatigue, BB turun,
anoreksia
Arteri-arteri wajah klaudikasio mandibula
Chronic limb ischemia Terutama arteri ekstremitas bawah setelah keluar dari percabangan
aortoiliaka (a. Iliaka, a. Femoralis, a. Tibialis, a. Dorsalis pedis)
Dx: ABI <0.9
31. Penanganan Fraktur
1. Fraktur terbuka
3. Dislokasi sendi
Pertolongan Pertama (First Aid)
Life Saving ABCD
Obstructed Airway
Shock : Perdarahan Interna /External
Balut tekan, IV fluid
Limb Saving
Reliave pain Splint & analgetic
Pergerakan fragmen fr
Spasme otot
Udema yang progresif.
Transportasi penderita Dont do harm
Pengelolaan Fraktur di RS
Prinsip : 4 R
R 1 = Recognizing = Diagnosa
Anamnesa, PE, Penunjang
R 2 = Reduction = Reposisi
Mengembalikan posisi fraktur keposisi sebelum fraktur
R 3 = Retaining = Fiksasi /imobilisasi
Mempertahankan hasil fragmen yg direposisi
R 4 = Rehabilitation
Mengembalikan fungsi kesemula
Retaining (Imobilisasi)
Mempertahankan hasil reposisi sampai tulang menyambung
Menghilangkan nyeri
Cara Retaining (Imobilisasi)
Isitrahat
Casting / Gips
Splint/ Pembidaian
Cara Imobilisasi
Casting / Gips
Hemispica gip
Umbrical slab
Retaining (Imobilisasi)
Traksi
terus menerus.
1. Kulit
2. Tulang
Retaining (Imobilisasi)
Fiksasi pakai inplant
Internal fikasasi
Plate/ skrew
Ekternal fiksasi
31. Fraktur Tibia
Fraktur tulang panjang Klasifikasi menurut OTA
yang paling sering (Orthopaedic Trauma
terjadi adalah fraktur Association) :
pada tibia. Tipe Simple : spiral,
Insiden di negara barat oblik, transversal
melaporkan 77.000 Tipe Wedge : spiral,
orang/ tahun. bending, fragmen
Pada fraktur tibia, dapat Tipe Kompleks :
terjadi fraktur pada spiral,segmental,irregul
bagian diafisis,kondiler, ar
dan pergelangan kaki.
ANATOMI OS.TIBIA FIBULA
MEKANISME TRAUMA FRAKTUR TIBIA
Sindroma
kompartement
1. Pain
Bengkak nyeri deformitas 2. Pallor
3. Paralysis
4. Parasthesia
5. pulseness
PENATALAKSANAAN
Non
Operatif
Operatif
Reduksi INDIKASI
Immobilisasi
ABSOLUT RELATIF
1. Pemendekan
1. Fraktur terbuka
Pemeriksaan 2. Cedera vaskular
2. Fraktur tibia+fibula intak
3. Fraktur tibia dan fibula
dalam Proses 3. Fraktur dengan sindroma
dengan level yang sama
Penyembuhan kompartemen
4. Cedera Multiple
PENATALAKSANAAN
NON OPERATIF
1. Reduksi
Reduksi adalah terapi fraktur dengan cara
mengantungkan kaki dengan tarikan atau traksi.
2. Imobilisasi
Imobilisasi dengan menggunakan bidai. Bidai
dapat dirubah dengan gips, dalam 7-10 hari, atau
dibiarkan selama 3-4 minggu.
a. Absolut
Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga memerlukan operasi
dalam penyembuhan dan perawatan lukanya.
Cidera vaskuler sehingga memerlukan operasi untuk memperbaiki jalannya
darah di tungkai
Fraktur dengan sindroma kompartemen
Cidera multipel, yang diindikasikan untuk memperbaiki mobilitas pasien, juga
mengurangi nyeri.
Malunion
Nonunion
Infeksi
kerusakan jaringan lunak
Compartment syndrome
32. Caustic Ingestion
Merupakan tertelannya zat korosif.
Beberapa zat korosif yang dapat membakar
mulut, kerongkongan, esofagus, lambung
antara lain: asam sulfat, kaustik soda, atau
beberapa zat desinfektans yang mengandung
bahan fenol.
Beberapa zat korosif yang dapat membakar
saluran cerna bila terminum, terutama bagian
atas dari esofagusesofagitis korosif
Gejala Esofagitis Erosif
FREQUENT SIGNS AND SYMPTOMS
Tiba-tiba tidak dapat menelan atau secara
perlahan-lahan menjadi sulit menelan.
Disfagia secara gradual, awalnya terhadap
makanan padat, kemudian cairan.
Nyeri pada mulut dan dada saat makan.
Hipersalivasi.
Takipnea.
Muntah, kadang disertai lendir atau darah
Derajat Luka
Tingkat I: terjadinya edem pada mukosa dan
penderita akan dapat menelan kembali dalam
waktu singkat secara normal.
Tingkat II adalah terjadinya erosi pada
mukosa, dan
Tingkat III terjadi nikrose pada mukosa
submukosa s/d otot.
Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi adalah striktur
esofagus. Hal ini bergantung pada beratnya
jejas yang dapat dilihat melalui endoskopi.4
Grade I = tidak ada risiko striktur esofagus
Grade IIB = 75% akan terjadi striktur
Grade III = 100% akan terjadi striktur
Esophageal Stricture
Causes: Sign and Symptoms:
1) intrinsic diseases that narrow Progressive dysphagia for
the esophageal lumen through
inflammation, fibrosis, or solids, may progress to
neoplasia (eg peptic stricture) liquids
2) extrinsic diseases that Heartburn
compromise the esophageal
Food impaction
lumen by direct invasion or
lymph node enlargement (e.g. Weight loss
caustic material ingestion) Chest pain.
3) diseases that disrupt
esophageal peristalsis and/or
lower esophageal sphincter
Esophageal stricture
diagnostic
Contrast esophagography (barium
swallowing)
Fibroesophagoscopy
Biopsy
Esophageal stricture treatment
Dilation Esophageal bypass
The esophagus is grafting
stretched by passing a (Esophagoplasty)
dilator or air-filled Total
balloon is passed colonoesophagoplasty
through a endoscope.
Total
Repeated dilation may gastroesophagoplasty
be necessary to prevent Total
the stricture from jejunoesophagoplasty
returning.
Diagnosis Banding
Term Definition
erosive esophagitis when the esophagus is repeatedly exposed to refluxed
material for prolonged periods. It is erosions of squamous
epithelium
barrets esophagus replacement of the normal squamous epithelial lining of the
esophagus by specialized columnar type epithelium
Eophageal stricture narrowing or stenosis of the esophagus that requires
corrective surgery
erosive gastritis result from the exposure to a variety of agents or factors:
NSAIDs, alcohol, cocaine, stress, radiation, bile reflux, and
ischemia
Esofagitis Korosif Peradangan dan kerusakan pada esofagus setelah menelan
cairan kimia kaustik. komplikasistriktur esofagus sementara
atau permanen
179
1. Testis retraktil,
2. Inguinal, dan
3. Abdominal,
4. Inguinal superfisial,
5. Penil,
6. Femoral
180
1. Hernia
Komplikasi
Sekitar 90% penderita kriptorkismus menderita hernia inguinalis ipsilateral yang disebabkan oleh
kegagalan penutupan prosesus vaginalis.
2. Torsi
Terjadi karena abnormalnya jaringan yang menjangga testis yang kriptorkismus dan tingginya
mobilitas testis16 serta sering terjadi setelah pubertas.
3. Trauma
Testis yang terletak di atas pubic tubercle mudah terjadi injuri oleh trauma.
4. Neoplasma
Testis yang mengalami kriptorkismus pada dekade ke-3 atau ke-4, mempunyai kemungkinan
keganasan 2030 kali lebih besar daripada testis yang normal
Kejadian neoplasma lebih besar terhadap testis intra abdominal yang tidak diterapi, atau yang
dikoreksi secara bedah saat/setelah pubertas, bila dibandingkan dengan yang intra kanalikular
Neoplasma umumnya jenis seminoma
Namun, ada laporan bahwa biopsi testis saat orchiopexy akan meningkatkan risiko keganasan.
5. Infertilitas
Kriptorkismus bilateral yang tidak diterapi akan mengalami infertilitas lebih dari 90% kasus,
sedangkan yang unilateral 50% kasus7. Testis yang berlokasi di intra abdominal dan di dalam kanalis
inguinalis, akan mengurangi spermatogenik, merusak epitel germinal20.
6. Psikologis
Perasaan rendah diri terhadap fisik atau seksual akibat tidak adanya testis di skrotum1
34. Fraktur Antebrachii
Fraktur Galeazzi: adalah fraktur radius distal disertai
dislokasi atau subluksasi sendi radioulnar distal.
Fraktur Monteggia: adalah fraktur ulna sepertiga
proksimal disertai dislokasi ke anterior dari kapitulum
radius.
Fraktur Colles: fraktur melintang pada radius tepat diatas
pergelangan tangan dengan pergeseran dorsal fragmen
distal.
Fraktur Smith: Fraktur smith merupakan fraktur dislokasi
ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut reverse
Colles fracture.
Fraktur Monteggia
Fraktur Galeazzi
Fraktur Colles
Fraktur Smith
35. Intussusepsi
36. Penyakit arteri oklusif (Aterosklerosis)
Kerusakan endotel
iskemi
ADAPTASI:
perubahan pada Nekrosis
struktur dan jaringan dan
fungsi otot gangren
1.Libby: Braunwald's Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th ed. 2007
2. Inter-Society Consensus for the Ma nagement of Peripheral Arterial Disease. (TASC II). 2007
3. Mos ta ghimi A, Cra ger MA. Disease of the peripheral vasculatureLilly LS. Pa thophysiology of Heart Disease. 2010
Tidak nyaman,
lelah, nyeri pada
sekelompok otot
Klaudikasio saat beraktivitas
intermiten dan membaik saat
Tanda Nyeri saat istirahat
kardinal istirahat
Iskemi tungkai
Iskemi tungkai Iskemi Tungkai
kronis non
kronis kritis Akut
kritis
Gambaran radiologi yang khas pada osteoporis adalah penipisan korteks dan
daerah trabekular yang lebih lusen (sumsum meluas).
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
40. Spondylolisthesis
Spondylolisthesis, pergeseran vertebra kedepan
terhadap segment yang lebih rendah,yang biasa
terjadi pada lumbal vertebra ke 4 atau ke 5 akibat
kelainan pada pars interartikularis.
Spondylolisy, interupsi yang terjadi dibagian pars
interarticularis, namun dapat terjadi juga
dibagian lateral.
Spondilitis adalah Inflamasi pada tulang
vertebrae yang bisa disebabkan oleh beberapa
hal, misalnya proses infeksi, imunitas.
Vookshoor A, Spondilolisthesis, spondilosis and spondilysis
Spondylolisthesis
Spondylolisthesis
Klasifikasi
Dysplastic spondylolisthesis, merupakan kelainan kongenital.
Sangat jarang terjadi.
Isthmic spondylolisthesis
Sub tipe A, paling sering ditemukan usai <50thn. Aktivitas repetitive
saat melakukan pekerjaan berat atau olahraga menyebabkan fatigue
fracture pars interarticularis.
Sub tipe B, karakteristikelongasi pars interarticularis, sub akut stress
fracture,
Sub tipe C, sangat jarang. Akibat fraktur akut pars vertebrae. Traumatic
lumbar hyperextenion injury.
DEGENERATIVE SPONDYLOLISTHESIS, sering terjadi usia>50thn.
TRAUMATIC SPONDYLOLISTHESIS, sangat jarang. Terjadi akibat
fraktur arkus neural, misal pada hangmans fracture.
PATHOLOGICAL SPONDYLOLISTHESIS, akibat adanya penyakit
sistemik yang mendasari Osteoperosis, Paget's disease , Metastatic
carcinoma
IATROGENIC SPONDYLOLISTHESIS, merupakan komplikasi dari
lumbar anterior interbody fusion (LAIF).
Gejala
Nyeri radikuler, seperti tersengat listrik yang
menjalar dari punggung ke tungkai.
Baal, kesemutan
Kelemahan otot tungkai bawah
Inkontinensia urin/ alvi, dapat merupakan
gejala cauda equina syndrome
Modalitas
X-ray lumbal, tidak dapat mendeteksi reaksi
stress yg diterima pars interarcularis yg tidak
menunjukan prograsifitas fraktur komplit.
CT scan lumbal, tidak sensitif untuk mendeteksi
reaksi stress akut.
MRI lumbal, sensitif untuk mendeteksi reaksi
stress akut, namun untuk Old stress bisa lebih
sulit dibandingkan CT scan.
Bone scan, sensitif untuk mendeteksi reaksi stress
akut, tidak dapat mendeteksi Old stress.
Tatalaksana
Jika pergeseran yang terjadi minimal dan
gejala dapat diatasi, tatalaksana yang
dilakukan adalah observasi dengan
pembatasan aktivitas gerak.
Jika tulang bergeser secara signifikan dan
tampak progresifitas gejala, tindakan operasi
mungkin disarankan. Pasien dengan gejala
kompresi saraf direkomendasikan
menjalankan operasi.
41. Fraktur Mandibula
Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang
mandibula.
Etiologitrauma
Klasifikasi:
Berdasarkan regio: badan, simfisis, sudut, ramus, prosesus
koronoid, prosesus kondilar, prosesus alveolar.
Berdasarkan ada atau tidaknya gigi yang terlibat.
Fraktur kelas 1 : gigi terdapat di 2 sisi fraktur, penanganan pada fraktur
kelas 1 ini dapat melalui interdental wiring (memasang kawat pada
gigi)
Fraktur kelas 2 : gigi hanya terdapat di salah satu fraktur
Fraktur kelas 3 : tidak terdapat gigi di kedua sisi fraktur, pada keadaan
ini dilakukn melalui open reduction, kemudian dipasangkan plate and
screw, atau bisa juga dengan cara intermaxillary fixatio.n
Ajmal S, Khan M. A, Jadoon H, Malik S. A. (2007). Management protocol of mandibular ractures at Pakistan
Institute of Medical sciences, Islamabad, Pakistan. J Ayub Med Coll Abbottabad.
Gejala
Dislokasi sendi
rahangmaloklusi
Nyeri
Bengkak
Krepitasi
Diskolorasi
Penyempitan bukaan mulut
Hipersalivasi dan halitosis
Cedera berat Regio mandibula dan Frekuensi
Gangguan jalan napas, akibat fraktur mandibula berdasarkan
trismus, hematom, edema
pada jaringan lunak. regio
Anestesi, kerusakan pada
nervus alveolaris inferior
Diagnosis
Diagnosis fraktur mandibula dapat
ditunjukkan dengan adanya : rasa sakit,
pembengkaan, nyeri tekan, dan maloklusi.
Patahnya gigi, adanya gap, tidak ratanya gigi,
tidak simetrisnya arcus dentalis, adanya
laserasi intra oral, gigi yang longgar dan
krepitasi atau adanya trismus menunjukkan
kemungkinan adanya fraktur mandibula
Modalitas
Ct-scanpaling baik, dapat
menentukan lokasi serta luas
fraktur.
Foto polos
Pandangan lateral-obliq membantu
mendiagnosis ramus, angel, fraktur
pada corpus posterior. Tampilan oklusal
mandibula menunjukkan perbedaan di
posisi tengah dan lateral fraktur body.
Tampilan Caldwell posteroanterior
menunjukkan setiap perpindahan
medial ataulateral ra mus, sudut, tubuh,
atau fraktur simfisis. CT Scan koronal menunjukkan
fraktur bilateral condylar
Pemeriksaan panoramik.
Panoramik menyediakan kemampuan
untuk melihat seluruh mandibula dalam
satu radiograf.
Pasien harus kooperatif
Tatalaksana
Pasien dengan fraktur non-displaced atau minimal displace fraktur
condilar dapat diobati dengan analgesik, diet lunak, dan observasi.
Reduksi secara tertutup digunakan pada kondisi kondisi sebagai
berikut:
fraktur non displace
fraktur kommunitive yang sangat nyata
Edentulous fraktur (menggunakan prostesis mandibula)
fraktur pada anak dalam masa pertumbuhan gigi
fraktur coronoid dan fraktur condilar
Indikasi untuk reduksi secara terbuka
Displace yang tidak baik pada angle, body, atau fraktur parasimfisis.
fraktur multiple pada wajah.
Fraktur Condylar Bilateral.
Fraktur pada edentulous mandibula
Imobilisasi interdental: bida menggunakan kawat atau batang
lengkung karet
42. Paronikia
Reaksi inflamasi mengenai lipatan kulit disekitar
kuku
Paronikia dapat akut atau kronik
Paronikia akut oleh staphylococcus aureus, ditandai
timbulnya nyeri atau eritema diposterior atau lateral
lipatan kuku,diikuti oleh pembentukan abses superfisial
Paronikia kronik oleh candida albicans, sering oleh
pemisahan abnormal lipatan kuku proximal dari
lempeng kuku yg memungkinkan kolonisasi
Paronikia bakteri akut sering bersamaan dengan
bakteri jamur kronik
ANATOMI KUKU
Infeksi synovium
dan cairan synovial
Ditemukan pada semua umur
Sendi panggul (anak-anak)
Sendi lutut (dewasa) Sering }
https://medicine.med.unc.edu
Etiologi
S. aureus pada semua umur
H. influenzae 6 bulan 5 thn
N. gonorrhoeae >10 tahun, dewasa (populasi barat)
Gram negative bacilli imunodefisiensi, prosedur invasif
pada sistem gastrointestinal dan saluran kemih, geriatri,
pasien dengan gagal ginjal, kelainan sendi kronik, dan
diabetes.
S. epidermidis Prosthetic joint
S. aureus/Pseudomonas i.v. drug use
S. pneumoniae Alcoholism, pneumonia, meningitis
L. monocytogenes Immune deficiency
Atypical mycobacteria Chronic infection
https://medicine.med.unc.edu
Patogenesis
Penyebaran hematogen
Penyebaran melalui jaringan sekitar
Inokulasi langsung (aspirasi/arthrotomy)
*Penyakit rematik dapat menjadi penyakit
yang mendasari septik arttritis
-Struktur sendi abnormal
-Penggunaan steroid (abnormal phagocytosis)
*DM, immune def, hematological diseases, trauma,
systemic infections
https://medicine.med.unc.edu
Gejala Klinis
Riwayat trauma atau infeksi sebelumnya
Sering mengenai sendi panggul dan lutut
Sendi sakroiliaka dapat terinfeksi pada
brucellosis
Interphalangeal joints: human and animal bites
https://medicine.med.unc.edu
Pemeriksaan Penunjang
Synovial fluid sampling:
>50.000 leukocytes/ml, (crystal arthropathies and RA)
Leukocytes <50.000/ml (Malignancy, steroid use)
Gram staining and culture: Gram-positive bacteria
60%, Gram-negative bacteria 40%
Blood culture / urethral discharge culture
Yield rate of microorganism 70%
Antigen detection (S. pyogenes, S. pneumoniae, H.
influenzae)
PCR (B. burgdorferi, N. gonorrhoeae)
Leukocytosis, ESR, and CRP increase
Diagnosis Banding
Rheumatic fever
Acute juvenile arthritis
RA, gout, reactive arthritis
Viral arthritis
Fungal arthritis
Tuberculous arthritis
Osteomyelitis
Cellulitis
Bleeding into the joint (hemarthrosis)
Tatalaksana
<5 year-old: 2nd and 3rd generation cephalosporins
>5 year-old and adults: cefazolin, 2nd gen. cephalosporins
S. aureuscefazolin/vancomycin
Adults: ciprofloxacin+rifampin
N. gonorrhoeaecefriaxone,
Gram-negative bacilli3rd gen. cephalosporin+ aminoglycoside
Gram-positive
Streptococcus, methicillin-sensitive staphylococcus
Cefazolin 3x2 gram, Sulbactam/ampicillin 4x2 gram
Meticillin-resistant staphylococcus
Vancomycin 2x1 gram
Gram-negative
Ceftriaxone 1x2 gram
Tatalaksana
Pembahagian
2. Dis.Posterior (2 %)
3. Dis. Inferior
Mekanisme Trauma
1. Puntiran sendi bahu tiba-tiba
Rontgen Foto
CT Scan
Penanganan
Reduction, as quickly and gently as possible
1. Tarikan langsung
2. Teknik Hippokrates
2. Teknik Milch
3. Teknik Kocher
1.Teknik Tarikan langsung
Reposisi dengan penarikan langsung
Teknik Hipokrates
Penderita tidur telentang
Tangan ditarik dan kaki mendorong
diketiak
Teknik Traksi & Kounter Traksi
Penderita duduk
Tangan ditarik kebawah dan ketiak
ditarik keatas
Keduanya sangat traumatis n axilaris
2.Teknik Sesuai Arah Trauma
Teknik Stimson
Reposisi oleh berat tangan & gravitasi
Telungkup dipinggir meja, Beban 2,5 kg
selama 15- 20 min
Teknik Milch
Teknik Kocher
Komplikasi
1. Ggn ligament & kapsul sendi
Weakness in
plantarflexion
Gap in tendon
Palpable swelling
Positive Thompson test
Pemeriksaan Fisik Ruptur Tendon
Achilles
Obrien test/
Copeland test
test jarum
OBrien test
Jarum 25G, ditusukan pada otot
tungkai bawah 10cm di atas
tonjolan calcaneus.
Gerakan pangkal jarum
berlawanan arah saat dilakukan
gerakan pasif plantar fleksi dan
dorso fleksi menandakan
tendon achilles yang intak.
Copeland test
Pasien dalam posisi prone, cuff
sphygmomanometer diletakan
pada bagian tungkai yang paling
besar, kaki pasien diminta plantar
fleksi, kemudian
sphygmomanometer di pompa
hingga 100mmHg.
Jika tendon achilles intak, tekanan
akan meningkat menjadi 140mmHg
saat pasien diminta dorsofleksi
Pemeriksaan Penunjang
Magnetic Resonance Image (MRI)
Foto Rontgen
Tatalaksana Ruptur Tendo Achilles
Terapi fisik
Pengobatan konservatif Boot
orthosis
Percutaneous Surgery
Open Surgical Repair
CT-Scan:
Mucoepidermoid
carcinoma
48. Cedera Saraf Perifer
Humeral Shaft Fractures
Clinical evaluation
Thorough history and
physical
Patients typically present
with pain, swelling, and
deformity of the upper arm
Careful NV exam important
as the radial nerve is in close
proximity to the humerus
and can be injured
Humeral Shaft Fractures
Holstein-Lewis Fractures
Distal 1/3 fractures
May entrap or lacerate radial nerve as the fracture passes
through the intermuscular septum
Anatomical snuffbox
Cupula sign
Komplikasi
Anoksia otak
fraktur vertebra
Aspirasi, penumonia
Low intake, Dehidrasi
Disfungsi otonom: hiper/hipotensi, hiperhidrosis
Kematian
Manajemen Luka Tetanus
Dosis Profilaksis:
HTIG250-500 IU
ATS 1500 IU
Tatalaksana Tetanus
1. Pemberian antitoksin tetanus
2. Penatalaksanaan luka
3. Pemberian antibiotika
4. Penanggulangan kejang
5. Perawatan penunjang
6. Pencegahan komplikasi
Pemberian antitoksin tetanus. selama 2 5 hari berturut turut
ATS : 10.000 20.000 IU IM (dewasa) dan 10.000 IU IM (anak),
HTIG : 3.000 IU 6000 IU IM (dewasa) dan 3000 IU IM (anak).
Penatalaksanaan luka.
Cross Incision dan debridemen luka segera.
Rawat terbuka untuk mencegah keadaan anaerob.
Bila perlu di sekitar luka dapat disuntikan ATS.
Pemberian antibiotika.
Penisilin Penisilin sebesar 1,2 juta IU/8 jam IM (dewasa) selama 5 hari.
50.000 IU/kg BB/hari (anak), dilanjutkan hingga 3 hari bebas panas.
Tetrasiklin 4x 500 mg/hari (dewasa). 40 mg/KgBB/hari (anak), dibagi
dalam 4 dosis.
Metronidazol 3 x 1 gram IV.
Penaggulangan Kejang.
Ruang isolasi karena suara dan cahaya dapat menimbulkan
serangan kejang.
Pemberian anti kejang
Fenobarbital (Luminal) A: Mula mula 60 100 mg IM,
kemudian 6 x 30 mg per oral. Maksimum 200 mg/hari. D: 3 x
100 mg IM
Klorpromazin (Largactil) A: 4 6 mg/kg BB/hari, mula mula IM,
kemudian per oral. D: 3 x 25 mg IM
Diazepam (Valium) A: Mula mula 0,5 1 mg/kg BB IM,
kemudian per oral 1,5 4 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 6 dosis. 3
x 10 mg IM Atau 0,2-0,5 mg/kg BB IV bila kejang.
Klorhidrat. A: 3 x 500 100 mg per rectal
midazolam 2-3 mg / jam
Bila belum teratasi, muscle relaxant + ventilator ICU
Perawatan penunjang.
Tirah baring,
Oksigen, bersihkan jalan nafas secara teratur,
Cairan infus dan diet per sonde
Monitoring kesadaran, TTV, trismus, asupan /
keluaran, elektrolit
Konsultasikan ke bagian lain bila perlu.
Pencegahan komplikasi
Anoksia otak dengan
Pemberian antikejang, sekaligus mencegah
laringospasme,
Jalan napas yang memadai, bila perlu lakukan intubasi
(pemasangan tuba endotrakheal) atau lakukan
rakheotomi berencana, pemberian oksigen.
Pneumonia
membersihkan jalan napas yang teratur, pengaturan
posisi penderita berbaring, pemberian antibiotika.
Fraktur vertebra: pemberian antikejang yang
memadai.
51.
52. Open Pneumothorax
53. Ewings Sarcoma
Ditemukan oleh James Ewing (1921)
Tumor tulang tersering kedua pada anak-anak
Ewings Sarcoma Family of tumors:
Ewings sarcoma (Bone 87%)
Extraosseous Ewings sarcoma (8%)
Peripheral PNET(5%)
Askins tumor
Epidemiologi
Meliputi 2% kejadian kanker malignansi pada anak
Terjadi pada dekade kedua (80% udia 5-25thn)
Laki-laki:Perempuan 1,3:1 <10thn, 1,6:1 >10thn
Jarang pada ras Afro-amerika dan asia
307
Patologi dan sitogenetik
Satu dari sekian banyak tumor
small round blue cell tumors
yang terlihat pada anak-anak.
Tidak berdiferensiasi dengan
baik
Tidak diketahui asalnya,
kemungkinan dari sel
progenitor neural crest
Abnormalitas sitogenetik
t(11;22) (q24;q12) tampak pada
90-95% kasus
Gejala Klinis
Nyeri dan Bengkak pada area yang
terkena
Fraktur patologis
Skull(3.8%)
Ekstrimitas (53%)
CSMMU, Lucknow
Tatalaksana Umum
Virchow Triads:
(1) venous stasis
(2) activation of blood coagulation
(3) vein damage
negative
Venous duplex scan Low clinical probability observe
No
pregnancy LMWH
OPD LMWH
hospitalisation + warfarin
UFH
Compression treatment
Color duplex scan of DVT
KONJUNGTIVITIS VERNAL
Akibat reaksi hipersensitivitis Terapi :
Steroid topikal: digunakan pada
yang mengenai kedua mata keadaan akut berat dan jika
dan rekuren perlu dapat ditambahkan steroid
sistemik. Hanya digunakan dalam
Terutama pada musim panas jangka pendek untuk
mengurangi gejala
Pasien usia muda Antihistamin
Tanda : Sodium kromolin 4%: sel mast
stabilizer, sebagai pengganti
Papil besar dengan permukaan steroid bila gejala sudah dapat
rata pada konjungtiva tarsal dikontrol
(coble stone) Desensitisasi
Rasa gatal berat Kompres dingin
Sekret gelatin berisi oesinofil
atau granula eosinofil
Benjolan di daerah limbus
dengan bercak Horner Trantas
Table. Major Differentiating Factors Between VKC and AKC
60. Cataract
Any opacity of the lens or loss of transparency of the lens that causes
diminution or impairment of vision
Classification : based on etiological, morphological, stage of maturity
Etiological classification :
Senile
Traumatic (penetrating, concussion, infrared irradiation, electrocution)
Metabolic (diabetes, hypoglicemia, galactosemia, galactokinase deficiency,
hypocalcemia)
Toxic (corticosteroids, chlorpromazine, miotics, gold, amiodarone)
Complicated (anterior uveitis, hereditary retinal and vitreoretinal disorder, high myopia,
intraocular neoplasia
Maternal infections (rubella, toxoplasmosis, CMV)
Maternal drug ingestion (thalidomide, corticosteroids)
Presenile cataract (myotonic dystrophy, atopic dermatitis)
Syndromes with cataract (downs syndrome, werners syndrome, lowes syndrome)
Hereditary
Secondary cataract
Morphological classification : Sign & symptoms:
Capsular Near-sightedness (myopia
Subcapsular shift) Early in the
Nuclear development of age-related
cataract, the power of the
Cortical lens may be increased
Lamellar Reduce the perception of
Sutural blue colorsgradual
Chronological classification: yellowing and opacification of
Congenital (since birth) the lens
Infantile ( first year of life) Gradual vision loss
Juvenile (1-13years) Almost always one eye is
Presenile (13-35 years) affected earlier than the
other
Senile
Shadow test +
Klasifikasi morfologi katarak
KATARAK-SENILIS
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa
4 stadium: insipien, imatur (In some patients,
yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia
di atas 50 tahun at this stage, lens may become swollen due to
continued hydration intumescent
Epidemiologi : 90% dari semua jenis cataract), matur, hipermatur
katarak
Gejala : distorsi penglihatan, penglihatan
Etiologi :belum diketahui secara pasti kabur/seperti berkabut/berasap, mata tenang
multifaktorial:
Penyulit : Glaukoma, uveitis
Faktor biologi, yaitu karena usia tua
dan pengaruh genetik Tatalaksana : operasi (ICCE/ECCE)
Faktor fungsional, yaitu akibat
akomodasi yang sangat kuat
mempunyai efek buruk terhadap
serabu-serabut lensa.
Faktor imunologik
Gangguan yang bersifat lokal pada
lensa, seperti gangguan nutrisi,
gangguan permeabilitas kapsul lensa,
efek radiasi cahaya matahari.
Gangguan metabolisme umum
Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan
Lokasi
Katarak nuklear
kekeruhan terutama pada nukleus Akibat myiopic shift,individu dengan
dibagian sentral lensa. presbiopia dapat membaca tanpa
Terjadi akibat sklerosis nuklear; kacamata (disebut penglihatan
nukleus cenderung menjadi gelap kedua/second sight).
dan keras (sklerosis), berubah dari Menyebabkan gangguan yang lebih besar
jernih menjadi kuning sampai coklat. pada penglihatan jauh daripada
Biasanya mulai timbul sekitar usia 60- penglihatan dekat
70 tahun dan progresivitasnya Bisa terjadi pada pasien diabetes melitus
lambat. dan miopia tinggi
Pengerasan yang progresif dari Bisa timbul diplopia monokular (akbibat
nukleus lensa peningkatan indeks perubahan mendadak indeks refraksi
refraksi lensa terjadi perpindahan antara korteks dan nuklear) dan
miopik (myopic shift), dikenal sbg gangguan diskriminasi warna (terutama
miopia lentikularis. biru dan ungu, akibat kuningnya lensa)
Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan
Lokasi
Katarak kortikal
Kekeruhan pada korteks lensa ( bisa di Gejala katarak kortikal adalah
daerah anterior, posterior dan equatorial fotofobia dari sumber cahaya
korteks) fokal yang terus-menerus dan
Muncul pada usia 40-60 tahun dan diplopia monokular
progresivitasnya lambat. Kekeruhan dimulai dari celah dan
Terdapat wedge-shape opacities/cortical vakoula antara serabut lensa oleh
spokes atau gambaran seperti ruji. karena hidrasi oleh korteks.
Efeknya terhadap fungsi penglihatan Disebabkan oleh berkurangnya
bervariasi, tergantung dari jarak protein total, asam amnio, dan
kekeruhan terhadap aksial penglihatan
kalium yang dihubungkan dengan
Katarak kortikal umumnya tidak memberi peningkatan konsentrasi natrium
gejala sampai tingkat progresifitas lanjut dan hidrasi lensa, diikuti oleh
ketika jari-jari korteks membahayakan axis koagulasi protein.
penglihatan (penglihatan dirasakan lebih
baik pada cahaya terang ketika pupil
miosis.)
Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan
Lokasi
Katarak subkapsular posterior
(katarak cupuliformis)
Terdapat pada korteks di dekat kapsul Kadang mengalami diplopia
posterior bagian sentral dan biasanya di monokular.
aksial.
Sering terlihat pada pasien
Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60
tahun dan progresivitasnya cepat.
yang lebih muda dibandingkan
dengan pasien katarak nuklear
Sejak awal, menimbulkan gangguan
/ kortikal.
penglihatan karena adanya keterlibatan
sumbu penglihatan. Sering ditemukan pada pasien
Gejala yang timbul adalah fotofobia dan DM, miopia tinggi dan retinitis
penurunan visus dibawah kondisi cahaya pigmentosa, akibat trauma,
terang, akomodasi, atau miotikum. penggunaan kortikosteroid
Penglihatan dirasakan lebih baik ketika sistemik atau topikal,
pupil midriasis pada malam hari dengan inflamasi, dan paparan radiasi
cahaya yang suram (day blindness) ion.
Ketajaman penglihatan dekat menjadi
lebih berkurang daripada penglihatan
jauh.
BEDAH KATARAK
Lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau
ekstrakapsular:
Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK) :
Mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsulnya
Tidak boleh dilakukan pada pasien usia <40thn, yang masih mempunyai
ligamen hialoidea kapsular
Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK):
Dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dapat keluar melalui robekan tersebut
Dilakukan pada pasien muda, dengan kelainan endotel, bersama-sama
keratoplasti, implantasi lensa intraokuler posterior, perencanaan implastasi
sekunder lensa intraokuler, kemungkinan akan dilakukan bedah glaukoma,
mata dengan predisposisi terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya pasien
mengalami ablasio retina, mata dengan makular edema, pasca bedah ablasi.
Fakofragmentasi dan Fakoemulsifikasi : teknik ekstrakapsular menggunakan
getaran ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi
lumbus yang kecil
Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Etiologi
Barkan suggested incomplete Primary congenital glaucoma appears
resorption of mesodermal tissue led to result from developmental
to formation of a membrane across
the anterior chamber angle anomaly of the anterior segment
Barkan's membrane. structures derived from the
The existence of such a membrane embryonic neural crest cells causing
has not been proved by light or outflow obstruction to aqueous by
electron microscopy.
Maumenee & Anderson several mechanisms.
demonstrated abnormal anterior Developmental arrest may result in
insertion (high insertion) of ciliary anterior insertion of iris, direct
muscle over the scleral spur in eyes
with infantile glaucoma. insertion of the ciliary body onto the
Longitudinal and circular fibers of the trabecular meshwork and poor
ciliary muscles inserted directly onto structural development of the scleral
the trabecular meshwork rather than spur.
the scleral spur and root of the iris
inserts directly to trabecular
meshwork.
due to a development arrest in the
normal migration of anterior uvea
across the meshwork in the third
trimester of gestation.
Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Gejala & Diagnosis
Tanda dini: fotofobia, Diagnosis glaukoma
epifora, dan blefarospasme
kongenital tahap lanjut
Terjadi pengeruhan kornea
dengan mendapati:
Penambahan diameter
kornea (megalokornea; Megalokornea
diameter 13 mm) Robekan membran
Penambahan diameter bola descement
mata (buphtalmos/ ox eye) Pengeruhan difus kornea
Peningkatan tekanan
intraokuler
Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Glaukoma kongenital, perhatikan
Megalocornea adanya pengeruhan kornea dan
buftalmos
http://www.pediatricsconsultant360.com/content/buphthalmos
http://emedicine.medscape.com/article/1196299-overview
Tatalaksana
Medikamentosa hingga Operasi:
TIO normal Goniotomi (memotong
Acetazolamide jaringan yg menutup
pilokarpin trabekula atau memotong
iris yg berinsersi pada
trabekula
Goniopuncture: membuat
fistula antara bilik depan
dan jaringan
subkonjungtiva (dilakukan
bila goniotomi tidak
berhasil)
Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
63. Dakrioadenitis
Peradangan dari kelenjar Gejala: nyeri, kemerahan, dan
lakrimalis gejala penekanan pada
Kelenjar lakrimalis berada di unilateral supratemporal orbita
supratemporal orbita + Tanda: Khemosis
lobus palpebral Injeksi konjungtiva
Patofisiologi masih belum Sekret mukopurulent
dimengerti, diperkirakan Kelopak merah
Limfadenopati submandibular
akibat ascending infection
Bengkak pada 1/3 lateral kelopak
kuman dari duktus mata (S-shaped lid)
lakrimalis ke dalam kelenjar Proptosis
Lobus palpebral biasanya Gangguan gerak bola mata
juga ikut terkena Pembesaran kelenjar parotis
Demam
Penyebab: mumps, EBV, ISPA
stafilokokus, GO Malaise
DAKRIOSISTITIS ANATOMI DUKTUS LAKRIMALIS
Tatalaksana
Viral (paling sering) - Self-
limiting, tx suportif
(kompres hangat, NSAID
oral)
Bacterial 1st generation
cephalosporins
Protozoa / fungal
antiamoebic/ antifungal
Inflammatory
(noninfectious) cek
penyebab sistemik,
tatalaksana berdasarkan
penyebabnya.
DAKRIOSISTITIS
Partial or complete obstruction of the nasolacrimal duct
with inflammation due to infection (Staphylococcus aureus
or Streptococcus B-hemolyticus), tumor, foreign bodies,
after trauma or due to granulomatous diseases.
Clinical features : epiphora, acute, unilateral, painful
inflammation of lacrimal sac, pus from lacrimal punctum,
fever, general malaise, pain radiates to forehead and teeth
Diagnosis : Anel test(+) :not dacryocystitis, probably skin
abcess; (-) or regurgitation (+) : dacryocystitis. Swab and
culture
Treatment : Systemic and topical antibiotic, irrigation of
lacrimal sac, Dacryocystorhinotomy
DAKRIOSISTITIS ANATOMI DUKTUS LAKRIMALIS
64. AMBLIOPIA
Ambliopia/ "lazy eye" hilangnya kemampuan salah satu mata untuk
melihat detail.
Terjadi ketika jalur saraf dari salah satu mata menuju otak tidak
berkembang semasa kanak-kanak.
Hal ini terjadi karena mata yg rusak mengirimkan gambar yang
kabur/salah ke otak otak mjd bingung akhirnya otak
mengacuhkan gambar dr mata yg rusak itu.
Biasanya muncul sebelum usia 6 tahun
Penyebab :
Strabismus (paling sering)
Katarak kongenital
Kelainan refraksi, terutama jika perbedaanantara kedua mata terlalu besar
Tatalaksana:
Koreksi penyebab: kacamata, kontak lens
Menutup mata yang lebih baik (part-time or full-time) utk menstimulasi mata
yg ambliopia.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001014.htm
http://www.aoa.org/patients-and-public/eye-and-vision-problems/glossary-of-eye-and-vision-conditions/amblyopia
Anisometropia
Def: a difference in refractive error between
their two eyes
Children who have anisometropia are known
to be at risk of amblyopia.
However there is considerable variability
among professional groups and clinician
investigators as to which aspects of refractive
error should be used to define anisometropia
Associations between Anisometropia, Amblyopia, and Reduced Stereoacuity in a School-Aged Population with a High Prevalence of Astigmatism
Dobson et al. Investigative Ophthalmology & Visual Science, October 2008, Vol. 49, No. 10. 4427-4436
Anisometropic & Amblyopia
When the magnitude of anisometropia exceeded 1.75 D,
the more myopic eye was almost always the sighting
dominant eye.
Anisometropic amblyopia is the second most common
cause of amblyopia (present as single cause in 37% of cases
and present concomitantly with strabismus in an additional
24% of clinical populations.)
Anisometropic amblyopia occurs when unequal focus
between the two eyes causes chronic blur on one retina.
Anisometropic amblyopia can occur with relatively small
amounts of asymmetric hyperopia or astigmatism.
Larger amounts of anisomyopia are necessary for
amblyopia to develop.
Ocular characteristics of anisometropia Stephen J Vincent. Institute of Health and Biomedical Innovation School of Optometry Queensland University of Technology &
http://eyewiki.aao.org/Anisometropic_Amblyopia & Treatment of Anisometropic Amblyopia in Children with Refractive Correction . Pediatric Eye Disease Investigator Group. Ophthalmology
2006;113:895903
Interocular acuity difference criteria in anisometropia
Interocular
Acuity
Difference
Criteria in
Anisometropia
Blefaritis superfisial Infeksi kelopak superfisial Terdapat krusta dan bila Salep antibiotik
yang diakibatkan menahun disertai dengan (sulfasetamid dan
Staphylococcus meibomianitis sulfisoksazol),
pengeluaran pus
Hordeolum Peradangan supuratif Kelopak bengkak, sakit, Kompres hangat,
kelenjar kelopak mata rasa mengganjal, merah, drainase nanah,
nyeri bila ditekan antibiotik topikal
Blefaritis Blefaritis diseratai skuama Etiologi: kelainan Membersihkan tepi
skuamosa/seboroik atau krusta pada pangkal metabolik atau jamur. kelopak dengan sampo
bulu mata yang bila dikupas Gejala: panas, gatal, sisik bayi, salep mata, dan
tidak terjadi luka pada kulit, halus dan penebalan topikal steroid
berjalan bersamaan dengan margo palpebra disertai
dermatitis sebore madarosis
Meibomianitis Infeksi pada kelenjar Tanda peradangan lokal Kompres hangat,
(blefaritis posterior) meibom pada kelenjar tersebut penekanan dan
pengeluaran pus,
antibiotik topikal
Blefaritis Angularis Infeksi Staphyllococcus pada Gangguan pada fungsi Dengan sulfa, tetrasiklin,
tepi kelopak di sudut kelopak pungtum lakrimal, sengsulfat
atau kantus rekuren, dapat
menyumbat duktus
lakrimal sehingga
mengganggu fungsi
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
lakrimalis
68. OKLUSI VENA RETINA SENTRALIS
(CENTRAL RETINA VEIN OCCLUSION)
Kelainan retina akibat Predisposisi :
sumbatan akut vena Usia diatas 50 thn
retina sentral yang Hipertensi sistemik 61%
ditandai dengan DM 7% -Kolestrolemia
penglihatan hilang TIO meningkat
mendadak. Periphlebitis (Sarcouidosis,
Behset disease)
Sumbatan trombus vena
retina sentralis pada
daerah posterior lamina
cribrosa)
Gejala Klinis
1. Tipe Noniskemik : 2. Tipe Iskemik :
FFA (Fundus Fluorescein FFA area nonperfusi diatas
Angiography) area nonperfusi 10 disc
kecil 10 disc - Gejala lebih ringan.
Vena dilatasi ringan dan Vena dilatasi lebih nyata
sedikit berkelok Perdarahan masif pada ke 4
Perdarahan dot dan flame kuadran
shaped Cotton wool spot
dapat disertai dengan atau Rubeosis iridis
tanpa edama papil Marcus Gunn +
Perdarahan vitreous
Edama retina dan edama
makula
Pemeriksaan : Penatalaksanaan :
FFA (Fundus Fluorescein Memperbaiki
Angiography) underlying disease
ERG
(Electroretinogram)
Fotokoagulasi laser
Tonometri Vitrektomi
Kortikosteroid belum
terbuti efektivitasnya
Anti koagulasi sistemik
tidak direkomendasikan
Amaurosis fugax
Amaurosis fugax (from the Greek "amaurosis," meaning
dark, and the Latin "fugax," meaning fleeting) refers to a
transient loss of vision in one or both eyes
Oklusi arteri Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan
sentral emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant
retina cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara
oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang
memperlihatkan bercak merah cherry (cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang
timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus
mendadak biasanya disebabkan oleh emboli
Oklusi vena Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan
sentral penglihatan hilang mendadak.
retina Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke
4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil
Ablatio suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Gejala:floaters,
retina photopsia/light flashes, penurunan tajam penglihatan, ada semacam tirai tipis berbentuk
parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah hingga menutup
Retinopati suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang
hipertensi menderita hipertensi. Mata tenang visus turun perlahan dengan tanda AV crossing
cotton wol spot- hingga edema papil; copperwire; silverwire
69. RETINOPATI HIPERTENSI
Kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah tinggi arteri
besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, edema retina, perdarahan retina
Kelainan pembuluh darah dapat berupa : penyempitan umum/setempat, percabangan
yang tajam, fenomena crossing, sklerose
Pada retina tampak :
warna pembuluh darah lebih pucat
kaliber pembuluh lebih kecil
akibat sklerose (refleks copper wire/silver wire, lumen pembuluh irreguler, fenomena crossing)
perdarahan atau eksudat retina (gambaran seperti bintang, cotton wool patches)
perdarahan vena (flame shaped)
http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v3/ch013/005f.html
http://www.theeyepractice.com.au/optometrist-sydney/high_blook_pressure_and_eye_disease
70. KATARAK KONGENITAL
Perubahan pada kebeningan struktur lensa mata yang muncul pada
saat kelahiran bayi atau segera setelah bayi lahir dengan usia < 1
tahun
Unilateral/Bilateral
Faktor resiko: kelainan kromosom, atau gangguan penyakit maternal
selama masa kehamilan seperti penyakit metabolis (galaktosemia),
infeksi intraurin (rubella pada trimester pertama), pemakaian obat
selama kehamilan, toksoplasmosis, DM, hipoparatiroidism
Penyulit : makula lutea tidak cukup mendapat rangsangan tidak
berkembang sempurna ambliopia sensoris; nistagmus; strabismus
Pengobatan : operasi.
Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
GEJALA KATARAK KONGENITAL
Pengeruhan lensa, sering terlihat sejak lahir,
tampak sebagai warna putih di dalam pupil
yang gelap.
Kegagalan bayi untuk menunjukkan adanya
visual awareness
Nistagmus
Bisa tanpa gejala
http://www.lighthouse.org/about-low-vision-blindness/childrens-vision/pediatric-eye-disorders/congenital-cataracts/
Operasi Katarak Kongenital
Tindakan
disisio lensa, ekstraksi linier, ekstraksi dengan aspirasi
Prinsipnya adalah dilakukan pembedahan sedini mungkin, baik pada
katarak unilateral maupun bilateral sebelum terjadi ambliopia
Fovea sentralis harus berkembang sejak lahir sampai usia 7 bulan
syaratnya fovea harus mendapat rangsangan cahaya yg cukup jika
katarak dibiarkan lbh dr usia 7 bln, fovea tdk berkembang ambliopia
sensoris
Katarak total unilateral
prognosis buruk karena mudah sekali terjadi ambliopia sehingga harus
dibedah sesegera mungkin dibandingkan katarak bilateral yang bisa ditunda
(tapi tetap harus dioperasi sblm terjadi ambliopia)
Usia yang optimal untuk dilakukan pembedahan, biasanya dilakukan
sebelum bayi berusia 17 minggu, dengan sebagian ahli memilih untuk
melakukan operasi pada usia kurang dari 2 bulan. (emedicine)
Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Kelainan Kongenital
Generalised seizures
(include absance
type)
Unclassified seizures
Pemilihan OAE pada Remaja dan Dewasa
Tipe Bangkitan Lini 1 Lini 2 Lini 3
CBZ: carbamazepine,
Lena VPA ESM LEV
LTG ZNS CLB: clobazam
Mioklonik VPA TPM LTG CZP: clonazepam
LEV CLB ESM: ethosuximide
ZNS CZP
PB FBM: falbamate
Tonik Klonik VPA LTG TPM GBP: gabapentine
CBZ OXC LEV LEV: Levetiracetam
PHT ZMS
PB PRM
LTG: lamotrigine
Atonik VPA LTG FBM
OXC: oxcarbamazepine
TPM PB: phenobarbital
Parsial CBZ VPA TGB PGB: pregabalin
PHT LEV VGB PHT: phenytoin
PB ZNS FBM
OXC PGB PRM PRM: pirimidon
LTG TGB: tiagabine
TPM
GBP VGB: vigabatrine
Unclassified VPA LTG TPM VPA: sodium valproate
LEV ZNS: zonisamide
ZNS
Pemilihan OAE pada Anak
Tipe Bangkitan Lini 1 Lini 2 Lini 3
ACTH: adrenocorticotropic hormone
Lena VPA ESM LEV
LTG ZNS
CBZ: carbamazepine,
CLB: clobazam
Mioklonik VPA TPM LTG
ZNS CLB CZP: clonazepam
PB ESM: ethosuximide
Tonik Klonik VPA LTG ZMS FBM: falbamate
CBZ TPM OXC GBP: gabapentine
PB PHT LEV LEV: Levetiracetam
Parsial CBZ LTG CLB LTG: lamotrigine
VPA TPM PHT
PB OXC GBP
NTZ: nitrazepam
ZNS LEV OXC: oxcarbamazepine
Spasme Infantil VGB VPA LTG PB: phenobarbital
ACTH NTZ ZNS PGB: pregabalin
TPM PHT: phenytoin
Lennox-gastaut VPA LTG CLB PRM: pirimidon
TPM FBM TGB: tiagabine
Unclassified VPA LTG TPM VGB: vigabatrine
LEV
ZNS
VPA: sodium valproate
ZNS: zonisamide
Penghentian OAE
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan
tanpa kekambuhan. Pada anak-anak dengan epilepsi, pengehntian sebaiknya
dilakukan secara bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Sedangkan
pada orang dewasa penghentian membutuhkan waktu lebih lama yakni sekitar 5
tahun. Ada 2 syarat yang penting diperhatika ketika hendak menghentikan OAE
yakni,
Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia, amnestic and
cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
75. Afasia
Kelainan yang terjadi Afasia menimbulkan
karena kerusakan dari problem dalam bahasa
bagian otak yang lisan (bicara dan
mengurus bahasa. pengertian) dan bahasa
yaitu kehilangan tulisan (membaca dan
kemampuan untuk menulis). Biasanya
membentuk kata-kata membaca dan menulis
atau kehilangan lebih terganggu dari pada
kemampuan untuk bicara dan pengertian.
menangkap arti kata-kata Afasia bisa ringan atau
sehingga pembicaraan berat. Beratnya gangguan
tidak dapat berlangsung tergantung besar dan
dengan baik. lokasi kerusakan di otak.
Pembagian Afasia :
1. Afasia Motorik (Broca)
2. Afasia Sensorik (Wernicke)
3. Afasia Global
Afasia Motorik :
- Terjadi karena rusaknya area Broca di
gyrus frontalis inferior.
- Mengerti isi pembicaraan, namun tidak
bisa menjawab atau mengemukakan
pendapat
- Disebut juga Afasia Expressif atau Afasia
Broca
- Bisa mengeluarkan 1 2 kata(nonfluent)
Afasia Sensorik
- Terjadi karena rusaknya area Wernicke di
girus temporal superior.
- Tidak mengerti isi pembicaraan, tapi bisa
mengeluarkan kata-kata(fluent)
- Disebut juga Afasia reseptif atau Afasia
Wernicke
Afasia Global
- Mengenai area Broca dan Wernicke
- Tidak mengerti dan tida bisa
mengeluarkan kata kata
Afasia transkortikal, disebabkan lesi di sekitar
pinggiran area pengaturan bahasa.
Transcortical
Nonfluent - Good Good Poor
motor
Wernickes
Fluent + Poor Poor Poor
Aphasia
Transcortical
Fluent + Poor Good Poor
sensory
4. Distonia
Kerusakan besar ekstrapiramidal melibatkan ganglia
basal. Gejalanya kompleks, dimulai dgn gerak otot
(atetose) pada lengan / anggota gerak lain, dapat
terjadi jg di otot leher dan punggung.
5. Balismus (hemibalismus)
Gerak otot yg datang tiba-tiba, kasar, cepat. Terjadi pada otot
proksimal
6. Tik (tic)
Tik merupakan suatu gerakan terkoordinir, berulang, dan melibatkan
sekelompok otot dalam hubungan yang sinergistik. Ada tik yang
menyerupai spasme klonik, dan disebutkan sebagai spasme-kebiasaan
(habit spasm).
7. Fasikulasi
Merupakan gerakan halus, cepat, dan berkedut dari 1 berkas (fasikulus)
serabut otot / 1 unit motorik (kedutan kulit)
8. Spasme
Gerakan abnormal tjd karena kontraksi otot-otot yg dipersarafi satu
saraf
Tjd karena iritasi saraf perifer / otot atau iritasi di suatu tempat (dari
korteks serabut otot)
Klonik; tiba-tiba, sebentar dan dapat berulang-ulang
Tonik ; lama dan terus menerus
9. Miokloni
Gerakan timbul karena kontraksi otot secara cepat,
sekonyong2, sebentar aritmik, asinergik atau tidak
terkendali
Meliputi sebagian satu otot, seluruh otot / sekelompok otot
Pada otot2 ekstemitas dan badan, pada otot muka, rahang,
lidah faring dan laring
Miokloni hebat; rangsang emosional, mental, taktil, visual /
auditorial
Berkurang; gerakan volunter bertambah, dapat timbul pada
saat pasien tidur dan hilang saat setelah tidur
80. SUBDURAL HEMATOM
Perdrhan yg mengumpul diantra korteks serebri dan
duramater regangan dan robekan vena-vena drainase
yg tdpt di rongga subdural ant. Permk. Otak dg sinus
duramater.
Gjl klinik biasany tdk terlalu hebat kecuali bila terdapat
efek massa.
Berdsrkan kronologis SDH dibagi mjd :
1. SDH akut : 1- 3 hr pasca trauma.
2. SDH subakut : 4-21 hr pasca trauma.
3. SDH khronis : > 21 hari.
gamb. CT scan kepala tdp lesi hiperdens bbtk bulan sabit yg
srg tjd pada daerah yg berseberangan dg trauma (Counter
Coup)
Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Migren: nyeri kepala primer dengan kualitas vaskular (berdenyut), diawali
unilateral yang diikuti oleh mual, fotofobia, fonofobia, gangguan tidur dan
depresi
Penyebab Idiopatik (belum diketahui hingga saat ini) :
Gangguan neurobiologis
Perubahan sensitivitas sistem saraf
Avikasi sistem trigeminalvaskular
Pada wanita migren lebih banyak ditemukan dibanding pria dengan skala 2:1.
Faktor Predisposisi
Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/
perubahan hormonal.
Puasa dan terlambat makan
Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buahbuahan.
Cahaya kilat atau berkelip
Banyak tidur atau kurang tidur
Faktor herediter
Faktor kepribadian
Kriteria Diagnosis Migrain
Alur Tatalaksana Migrain Akut
Gilmore B, Michael B. Treatment of Acute Migrain. AAFP Volume 83, Number 3 . 2011
Penatalaksanaan Migrain
Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi
sensoris berlebihan.
Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan
dikompres dingin
Pengobatan Abortif :
1. Analgesik spesifik analgesik khusus untuk nyeri kepala.
Lebih bermanfaat untuk kasus yang berat atau respon buruk dengan NSAID.
Contoh: Ergotamin, Dihydroergotamin, dan golongan Triptan (agonis selektif
reseptor serotonin / 5-HT1)
Ergotamin dan DHE migren sedang sampai berat apabila analgesik non
spesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi efek samping.
Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi
ergotamin sebagai analgesik. Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak
terkendali, penyakit serebrovaskuler serta gagal ginjal.
IDI. Panduan praktik klinis bagia dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Ed I.2013
2. Analgesik non-spesifik
Yakni: analgesik yang dapat digunakan pada nyeri selain nyeri kepala
Respon terapi dalam 2 jam (nyeri kepala residual ringan atau hilang
dalam 2 jam)
Aspirin 600-900 mg + metoclopramide
Asetaminofen 1000 mg
Ibuprofen 200-400 mg
PPDGJ
Diagnosis Karakteristik
Amnesia Gangguan Disosiatif
Hilang daya ingat mengenai kejadian stressful atau traumatik yang
baru terjadi (selektif)
Fugue Melakukan perjalanan tertentu ke tempat di luar kebiasaan, tapi
tidak mengingat perjalanan tersebut.
Stupor Sangat berkurangnya atau hilangnya gerakan volunter & respons
normal terhadap rangsangan luar (cahay, suara, raba)
Trans Kehilangan sementara penghayatan akan identitias diri &
kesadaran, berperilaku seakan-akan dikuasai kepribadian lain.
Motorik Tidak mampu menggerakkan seluruh/sebagian anggota gerak.
Konvulsi Sangat mirip kejang epileptik, tapi tidak dijumpai kehilangan
kesadaran, mengompol, atau jatuh.
Anestesi & Anestesi pada kulit yang tidak sesuai dermatom.
kehilangan Penurunan tajam penglihatan atau tunnel vision (area lapang
sensorik pandang sama, tidak tergantung jarak). Contoh: buta konversi dan
tuli konversi
PPDGJ
Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition.
Bedanya dengan Psikosomatis, Gangguan
Konversi, Malingering, Factitious disorder
Kelainan Karakteristik
Psikosomatis Pada gangguan psikosomatis, ada keluhan dan ditemukan
keabnormalan pada pemeriksaan. Namun penyebabnya adalah
masalah psikis.
Gangguan Konversi Adanya satu atau beberapa gejala neurologis (misalnya buta, lumpuh
anestesi, amnesia, dll) yang tidak dapat dijelaskan dengan penjelasan
medis maupun neurologis yang ada.
Malingering Berpura-pura sakit atau melebih-lebihkan kondisi fisik yang sudah ada
sebelumnya dengan tujuan untuk mendapatkan kompensasi tertentu
(misalnya untuk mendapatkan cuti kerja).
Factitious disorder/ Berpura-pura sakit atau membuat dirinya sakit. Namun hal ini
Munchhausen dilakukan semata-mata untuk mendapatkan perhatian/ simpati dari
syndrome orang lain saja.
86. TILIKAN
Tilikan adalah kemampuan seseorang untuk memahami sebab
sesungguhnya dan arti dari suatu situasi (termasuk di
dalamnya gejala yang dialaminya sendiri).
Derajat Deskripsi
4 menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan tetapi tidak memahami penyebab
sakitnya
5 menyadari penyakitnya dari faktor-faktor yang berhubungan dengan
penyakitnya namun tidak menerapkan dalam perilaku praktisnya
6 menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya disertai motivasi untuk
mencapai perbaikan
87. GANGGUAN PERSEPSI
Gangguan Persepsi Definisi
Depersonalisasi satu kondisi patologis yang muncul sebagai akibat dari perasaan
subyektif dengan gambaran seseorang mengalami atau
merasakan diri sendiri (atau tubuhnya) sebagai tidak nyata atau
khayali (asing, tidak dikenali).
Derealisasi perasaan subyektif bahwa lingkungannya menjadi asing, tidak
nyata.
Gangguan
bentuk pikir
Gangguan Gangguan
proses pikir isi pikir
Gangguan
arus pikir
Gangguan Bentuk Pikir
Jenis Karakteristik
Autistik Pikiran yang timbul dari fantasi, berokupasi pada sebuah ide.
Secara emosional terlepas dari orang lain.
Pikiran konkrit Pikiran terbatas pada satu dimensi arti, pasien mengartikan
kata/kalimat apa adanya, tidak mampu berpikir secara metafora.
Contoh: meja hijau = meja yang berwarna hijau.
Gangguan Isi Pikir
Jenis Karakteristik
Waham Keyakinan yang salah, tidak dapat dikoreksi, dihayati oleh penderita
sebagai hal yang nyata, tidak sesuai dengan sosiokultural di mana
penderita tinggal.
Obsesi Gagasan (ide), bayangan, atau impuls yang berulang dan persisten.
Kompulsi Perilaku/perbuatan berulang yang bersifat stereotipik, biasanya
menyertai obsesi.
Fobia Ketakutan irasional yang menetap dan tidak rasional terhadap suatu
objek, aktifitas, atau situasi spesifik yang menimbulkan keinginan yang
mendesak untuk menghindarinya.
Anosognosis Pasien menolak kenyataan bahwa ia mengalami gangguan fisik, hal ini
terjadi pada pasien yang mengalami luka/trauma dan kerusakan otak
yang luas. Contoh: penderita buta mengatakan bahwa ia dapat
melihat.
Gangguan Arus Pikir
Jenis Karakteristik
Neologisme Pembentukan kata-kata baru yang memiliki arti khusus bagi
penderita, sering terdapat pada pasien skizofrenia. Neologisme
dapat pula akibat halusinasi akustik sehingga sering merupakan
kata yang diulang
Sirkumstansial Gangguan asosiasi karena terlalu banyak ide yang disampaikan.
Pada umumnya pasien dapat mencapai tujuannya, tetapi harus
secara bertahap.
Tangensial Pembicaraan pasien terlepas sama sekali dari pokok pembicaraan
dan tidak kembali ke pokok pembicaraan tersebut, sehingga tujuan
tidak pernah tercapai
Asosiasi longgar Pasien berbicara dengan kalimat-kalimat yang tidak berhubungan,
namun masih dapat dimengerti.
Flight of ideas Melompat-lompat dari satu topik ke topik lain tanpa terputus,
dimana masih terdapat benang merah.
Inkoherensi/ asosiasi longgar yang berat, kata yang satu tidak berhubungan
word salad dengan kata yang lain.
89. HIPERPROLAKTINEMIA PADA
PENGGUNAAN ANTIPSIKOTIK
Anxiety Depression
Adaptive Debilitating
Future-oriented Past-oriented
Helplessness Hopelessness
Worse in night Worse in morning/ noon
Blame external factors Blame internal factors
Trouble falling asleep Early morning awakening
91. GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR
1 atau lebih
1 atau lebih Gangguan
Gangguan episode
episode afektif
mood mania atau
depresi bipolar
hipomania
Gangguan bipolar
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17696573
Bipolar tipe I dan II
Keterangan:
Pada bipolar tipe II,
episode peningkatan
mood lebih ke arah
hipomanik.
http://www.medscape.com/viewarticle/754573
92. GANGGUAN SOMATOFORM
Diagnosis Karakteristik
Gangguan somatisasi Banyak keluhan fisik (4 tempat nyeri, 2 GI tract, 1
seksual, 1 pseudoneurologis).
Hipokondriasis Keyakinan ada penyakit fisik.
PPDGJ
Kriteria Diagnosis Somatisasi
A. Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode beberapa tahun
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan:
4 gejala (G) nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung,
sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi)
2 G gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama
kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
1 G seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi,
menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).
1 G pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau deficit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak
terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi urin, halusinasi,
hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau
hilangnya kesadaran selain pingsan).
C. Salah satu (1)atau (2):
Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah
kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau
alkohol)
Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya
adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan
buatan atau pura-pura).
Referensi: PPDGJ-III
93.DEFENSE MECHANISM
S
Almost always
pathological
Appears insane and
irrational
These are the psychotic
defense
Found in dreams and
throughout childhood
Acting Out
Projection
94. GANGGUAN KEPRIBADIAN
95. TATALAKSANA GANGGUAN BIPOLAR
SGASecond Generation
Antipsychotic
Mood Stabilizer
Generasi lama: Generasi Baru:
Lithium Gabapentin
Asam valproat Lamotrigine
Carbamazepine Topiramate
Levetiracitam
Zonizamide
96. GANGGUAN PERSEPSI
Gangguan Persepsi Definisi
Depersonalisasi satu kondisi patologis yang muncul sebagai akibat dari perasaan
subyektif dengan gambaran seseorang mengalami atau
merasakan diri sendiri (atau tubuhnya) sebagai tidak nyata atau
khayali (asing, tidak dikenali).
Derealisasi perasaan subyektif bahwa lingkungannya menjadi asing, tidak
nyata.
http://pedsinreview.aappublications.org/content/27/6/204.full
PPDGJ-III
Ketentuan subtipe retardasi mental meliputi:
F70: Ringan (IQ 50-69)
F71: Sedang (IQ 35-49)
F72: Berat (IQ 20-34)
F73: Sangat Berat (<20)
99. Herpes genitalis
Infeksi akut yang disebabkan oleh HSV yang ditandai dengan
adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa di
daerah dekat mukokutan
Predileksi HSV tipe I di daerah pinggang ke atas, predileksi HSV tipe II di daerah
pinggang ke bawah terutama genital
Gejala klinis
Infeksi primer: vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa,
berisi cairan jernih yang kemudian seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang
mengalami ulserasi dangkal, tidak terdapat indurasi, sering disertai gejala sistemik
Fase laten: tidak ditemukan gejala klinis, HSV dapat ditemukan dalam keadaan tidak
aktif di ganglion dorsalis
Infeksi rekuren: gejala lebih ringan dari infeksi primer, akibat HSV yang sebelumnya
tidak aktif mencpai kulit dan menimbulkan gejala klinis
Pemeriksaan
Ditemukan pada sel dan dibiak, antibodi, percobaan Tzanck (ditemukan sel datia berinti banyak
dan badan inklusi intranuklear)
Pengobatan
Idoksuridin topikal (pada lesi dini), asiklovir 5 x 200 mg PO selama 5 hari
Komplikasi: meningkatkan morbiditas/mortalitas pada janin dengan ibu herpes
genitalis Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
100. Urethritis GO
Etiologi
Neisseria gonnorrhoeae
Jenis Infeksi
Pada Pria
Urethritis, tysonitis, paraurethritis, littritis, cowperitis, prostatitis,
veikulitis, funikulitis, epididimitis, trigonitis
Pada Wanita
Urethritis, paraurethritis, servisitis, bartholinitis, salpingitis, proktitis,
orofaringitis, konjungtivitis infant, gonorea diseminata
Gambaran urethritis
Gatal, panas di uretra distal, disusul disuria, polakisuria, keluar duh
kadang disertai darah, nyeri saat ereksi
Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5 th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Urethritis GO
Pemeriksaan
Sediaan langsung: diplokokus gram
negatif
Kultur: Agar Thayer Martin
Diagnosis Pilihan Pengobatan
Infeksi GO tanpa komplikasi pada serviks, urethra, Lini pertama: Ceftriaxone (250 IM, SD) atau
faring, atau rektum Cefixim (400 mg PO, SD)
Ditambah
Terapi untuk Klamidia bila infeksi klamidia tidak
dapat disingkirkan: Azitromisin (1 g, PO, SD) atau
Soksisiklin (100 mg PO bid selama 7 hari)
Alternatif:
Ceftizoxime (500 mg IM, SD) atau
Cefotaxime (500 mg IM, SD) atau
Spectinomycin (2 g IM, SD)
Atau Cefotetan (1 g IM, SD) + probenecid (1 g PO,
SD) atau
Cefoxitin (2 g IM, SD) + probenecid (1 g PO, SD)
Longo DL. Harrisons principles of internal medicine, 18th ed. McGraw-Hill;2012.
101. Erupsi Kulit Akibat Obat
101. Sindrom Stevens-Johnson TEN
Sindrom yang mengenai kulit, selaputlendir di orifisium,
dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan
sampai berat
Penyebab: alergi obat (>50%), infeksi, vaksinasi, graft vs
host disease, neoplasma, radiasi
Reaksi hipersensitivitas tipe 2
Trias kelainan
Kelainan kulit: eritema, vesikel, bula
Kelainan mukosa orifisium: vesikel/bula/pseudomembran pada
mukosa mulut (100%), genitalia (50%). Berkembang menjadi
krusta kehitaman
Kelainan mata: konjungtivitis
Komplikasi: bronkopneumonia, gangguan elektrolit, syok
Pengobatan: KS sistemik-oral, antibiotik, suportif
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
TEN Definitions
SJS/TEN:
Lesions: Small blisters on dusky purpuric macules or atypical
targets
Mucosal involvement common
Prodrome of fever and malaise common
Stevens-Johnson Syndrome:
Rare areas of confluence.
Detachment </= 10% BSA
Toxic Epidermal Necrolysis:
Confluent erythema is common.
Outer layer of epidermis separates easily from basal layer with
lateral pressure.
Large sheet of necrotic epidermis often present.
>30% BSA involved.
Presentation
Fever (often >39) and flu-like illness 1-3 days before
mucocutaneous lesions appear
Confluent erythema
Facial edema or central facial involvement
Lesions are painful
Palpable purpura
Skin necrosis, blisters and/or epidermal detachment
Mucous membrane erosions/crusting, sore throat
Visual Impairment (secondary to ocular involvement)
Rash 1-3 weeks after exposure, or days after 2 nd exposure
Eritema multiforme Nekrolisis epidermal toksik
Erupsi mendadak dan rekuren Bentuk parah SSJ
pada kulit dan kadang-kadang
pada mukosa dengan gambaran Gejala:
bermacam-macam spektrum Mirip SSJ namun lebih berat
Penyebab pasti belum diketahui Hampir seluruh tubuh
Gejala:
Tipe makula-eritema
Epidermolisis: tanda Nikolsky
Mendadak, simetrik, predileksi di (+)
punggung tangan, telapak tangan,
ekstensor ekstremitas, mukosa. Obat:
Gejala khas: bentuk iris
KS sistemik dosis tinggi
Tipe vesikobulosa
Makula, papula, urtika yang Sulfadiazin perak topikal
kemudian timbul lesi vesikobulosa (sama seperti luka bakar)
di tengah
Obat: simtomatik, KS oral Suportif
Erupsi Kulit ec Obat: Fixed Drug Eruption
Merupakan reaksi alergi tipe IV (lambat)
Tanda patognomonis
Lesi khas:
Vesikel, bercak
Eritema
Lesi target berbentuk bulat lonjong atau numular
Kadang-kadang disertai erosi
Bercak hiperpigmentasi dengan kemerahan di tepinya,
terutama pada lesi berulang
Pemfigoid bulosa
Selulitis
Herpes simpleks
Komplikasi : Infeksi
sekunder
TEN: Terapi
Kortikosteroid sistemik: prednison tab 30 mg/hari dibagi dalam 3x/
hari
Pengobatan topikal
Erosi atau madidans dapat dilakukan kompres NaCl 0,9% atau
Larutan Permanganas kalikus 1/10.000 dengan 3 lapis kasa
selama 10-15 menit. Kompres dilakukan 3 kali sehari sampai lesi
kering.
Terapi dilanjutkan dengan pemakaian topikal kortikosteroid
potensi ringan-sedang, misalnya hidrokortison krim 2.5% atau
mometason furoat krim 0.1%
102. DKI vs DKA: Perbedaan
Terapi Terapi
Topikal Sistemik: Kortikosteroid
Akut & eksudatif: kompres Prednison 5-10 mg/ dosis,
NaCl 0.9% 2-3x/hari
Kronik & kering: krim Deksametason 0.5-1 mg, 2-
hidrokortison 3x/hari
DKI vs DKA: Patch Test
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
104. Pioderma
Folikulitis (Staph. Aureus): peradangan folikel rambut yang
ditandai dengan papul eritema perifolikuler dan rasa gatal atau
perih.
Terapi:
Antibiotika topikal:
DOC: mupirocin (Bactroban), basitrasin, asam fusidat (Fucidin) dan
retapamulin (Altargo) 2x/hari selama 7 hari
Alternatif: salep/krim klindamisin, gentamisin
Antibiotika oral:
Sefalosforin, amoxiclav, cloxacillin, dicloxaxillin, alternatif: eritromisin,
klindamisin
DOC anak: Cephalexin http://emedicine.medscape.com/article/965254-overview
105. Pemfigoid Bulosa
Pemfigus vulgaris vs Pemfigus Bulosa
Kelainan Penjelasan
Pemfigus vulgaris Penyakit kulit autoimun berbula kronik, menyerang kulit dan
membran mukosa yang secara histologik ditandai dengan bula
intraepidermal akibat proses akantolisis dan secara
imunopatologik ditemukan antibodi terhadap komponen
desmosom pada permukaan keratinosit jenis IgG, baik terikat
maupun beredar dalam darah. Khas: bula kendur, bila pecah
menjadi krusta yang bertahan lama, nikolsky sign (+)
Pemfigoid bulosa Perbedaan dengan pemfigus vulgaris: keadaan umum baik,
dinding bula tegang , bula subepidermal, terdapat IgG linear
Pemfigus
http://www.dermnetnz.org/immune/pemphigoid.html
106. Morbus Hansen
Etiologi: M. Leprae
Pemeriksaan Fisik
Bercak mati rasa, tidak gatal, parastesia
Wasting dan kelemahan otot
Foot drop or clawed hands
Ulserasi pada tungkai atas atau bawah yang tidak nyeri
Lagophthalmos, iridocyclitis, ulserasi kornea, dan/atau katarak sekunder
akibat kerusakan saraf atau invasi bakteri secara langsung
Pemeriksaan Imunologi
Imunoglobulin: IgM dan IgG
Lepromin Skin test
Morbus Hansen: Reaksi Kusta
REAKSI LESI
Eritema nodosum Pada tipe MB (BL,LL)
leprosum Nodus eritema dan nyeri
Predileksi : lengan dan tungkai
Tidak terjadi perubahan tipe
Reaksi Pada tipe borderline (Li,BL,BB,BT,Ti)
reversal/borderline/u Terjadi perubahan tipe
pgrading Lesi menjadi lebih aktif/timbul lesi baru
Peradangan pada saraf dan kulit
Pada pengobatan 6 bulan pertama
Fenomena lucio Reaksi kusta yang sangat berat
Pada tipe lepromatosa non-nodular difus
Plak/infiltrat difus, merah muda, bentuk tidak teratur,
nyeri (+). Jika lebih berat dapat disertai purpura dan bula
Dimulai dari ekstremitas lalu menyebar ke seluruh tubuh
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 82-83
E.N.L
Lucios phenomenone
Reversal reaction of leprosy
Kusta tipe MB berdasarkan Jopling
Kusta tipe PB berdasarkan Jopling
Tipe Kusta Menurut WHO
Flowchart Diagnosis & Classification
7th WHO Expert Committee on Leprosy June 1997
Pengobatan Kusta
107. Pedikulosis
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pedikulosis kapitis
Infeksi kulit dan rambut kepala
Banyak menyerang anak-anak dan higiene buruk
Gejala
Mula-mula gatal di oksiput dan temporal, karena garukan terjadi
erosi, ekskoriasi, infeksi sekunder
Diagnosis
Menemukan kutu/telur, telur berwarna abu-abu/mengkilat
Pengobatan: malathion 0.5%- 1%, gameksan 1%, benzil
benzoat 25%, Permetrin 1%
Permethrin 1% lotion or shampoo (Nix) is first-line
treatment for pediculosis, except in places with known
permethrin resistance.
Topical therapies should be used twice, at day 0 and again at
day 7 to 10, to fully eradicate lice.
Permethrin 1% lotion (Nix) Apply to damp hair and First-choice treatment per
leave on for 10 minutes, guidelines
then rinse; repeat in seven
days (per package insert
Malathion 0.5% lotion Apply to dry hair enough to Flammable; do not use hair
(Ovide) sufficiently wet the hair dryer, cigarettes, or open
and scalp; allow to dry flame while hair is wet
naturally
Shampoo eight to 12 hours
later, rinse, and use lice
comb
Repeat after seven to nine
days if live lice still are
present
http://www.aafp.org/afp/2012/0915/p535.html
Pedikulosis korporis
Biasanya menyerang orang dewasa dengan higiene buruk
(jarang mencuci pakaian)
Kutu melekat pada serat kapas dan hanya transien ke kulit
untuk menghisap darah
Gejala
Hanya bekas garukan di badan
Diagnosis
Menemukan kutu/telur pada serat kapas pakaian
Pengobatan
Gameksan 1%, benzil benzoat 25%,
malathion 2%, pakaian direbus/setrika
Pedikulosis pubis
Infeksi rambut di daerah pubis dan sekitarnya
Menyerang dewasa (tergolong PMS), dapat
menyerang jenggot/kumis
Dapat menyerang anak-anak, seperti di alis/bulu
mata dan pada tepi batas rambut kepala
Gejala
Gatal di daerah pubis dan sekitarnya, dapat meluas ke
abdomen/dada, makula serulae (sky blue spot), black
dot pada celana dalam
Pengobatan
Gameksan 1%, benzil benzoat 25%
108. Malaria
Malaria the disease
Malaria malariae
ACT 1x/hari selama 3 hari
Malaria Mix
ACT
Dosis primakuin hari pertama 0.75 mg/kgBB
Hari 2-14 primakuin dosis 0.25 mg/kgBB
MALARIA
BERAT
Cerebral Malaria
Possible cause:
Binding of
parasitized red cells
in cerebral capillaries
sekuestrasi
severe malaria
permeability of the
blood brain barrier
Excessive induction
ofcytokines
http://www.microbiol.unimelb.edu.au
Pilihan utama Malaria Berat di RS:
Artesunat
Artesunate parenteral Artesunat (AS) diberikan
dengan dosis 2,4 mg/kgBB
tersedia dalam vial yang per-iv, sebanyak 3 kali jam ke
berisi 60 mg serbuk kering 0, 12, 24. Selanjutnya
dan pelarut dalam ampul diberikan 2,4 mg/kgbb per-iv
setiap 24 jam sampai
yang berisi 0,6 ml natrium penderita mampu minum
bikarbonat 5%. obat.
Larutan artesunat bisa
Untuk membuat larutan diberikan secara intramuskular
artesunat dengan dengan dosis yang sama.
mencampur 60 mg serbuk Apabila sudah dapat minum
kering dengan larutan 0,6 obat, pengobatan dilanjutkan
dengan dihydroartemisinin-
ml biknat 5%. Kemudian piperakuin atau ACT lainnya
ditambah larutan Dextrose selama 3 hari + primakuin
5% sebanyak 3-5 cc.
Pilihan lainnya: Artemeter
Artemeter intramuskular Apabila sudah dapat
tersedia dalam ampul minum obat, pengobatan
yang berisi 80 mg dilanjutkan dengan
artemeter dalam larutan dihydroartemisinin-
minyak. piperakuin atau ACT
Artemeter diberikan lainnya selama 3 hari +
dengan dosis 3,2 primakuin
mg/kgBB intramuskular.
Selanjutnya artemeter
diberikan 1,6 mg/kgBB
intramuskular satu kali
sehari sampai penderita
mampu minum obat.
Pilihan lainnya: Kina
Kina per-infus masih Dosis anak-anak : Kina HCl 25
merupakan obat alternatif % (per-infus) dosis 10
untuk malaria berat pada mg/kgBB (jika umur <2 bulan :
daerah yang tidak tersedia 6-8 mg/kgBB) diencerkan
derivat artemisinin parenteral dengan dekstrosa 5% atau
dan pada ibu hamil trimester NaCl 0,9% sebanyak 5-10
pertama. cc/kgBB diberikan selama 4
Dalam bentuk ampul kina jam, diulang setiap 8 jam
hidroklorida 25%. sampai penderita sadar dan
Satu ampul berisi 500 mg/2 dapat minum obat.
ml. Kina tidak boleh diberikan
secara bolus intra vena, karena
toksik bagi jantung dan dapat
menimbulkan kematian.
Pengobatan malaria berat di tingkat Puskesmas dilakukan dengan memberikan artemeter ataupun kina hidroklorida
intramuscular sebagai dosis awal sebelum merujuk ke RS rujukan.
109. Helicobacter Pylori
Bakteri batang gram negatif, berbentuk spiral, memiliki
flagela jamak pada salah satu kutub, motil
CT scan
http://www.webmd.com/digestive-disorders/h-pylori-helicobacter-pylori?page=2
Helicobacter Pylori: Tatalaksana
1-2 minggu pengobatan
Antibiotik (setidaknya 2 jenis): amoxicillin, clarithromycin,
metronidazole, tetracyclin
Bismuth subsalicylate
PPI: omeprazol, lansoprazol, rabeprazol
Anti histamin: cimetidine, ranitidine
Setelah pengobatan: cek urea breath test atau tinja
kembali
Pedoman Pengobatan
Lini Pertama (Triple Therapy)
PPI dengan 2 antibiotik (amoxicillin, klaritomisin, atau metronidazol)
selama 7-14 hari
Lini Kedua (Quadruple Therapy)
PPI, bismuth subsalisilat, tetrasiklin, dan metronidazol
Dragon Kho. Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Infeksi Helicobacter pylori. FKUntar.Jakarta. Indonesia Digital Journals.
110. Pemeriksaan Penunjang Lesi Kulit
Lampu Wood
Sumber sinar UV yang difilter nikel oksida
Untuk memperjelas 3 gambaran penyakit kulit
Organisme tertentu penyebab jamur
Organisme penyebab eritrasma (coral red)
Beberapa kelainan pigmen
Kerokan
Bila dicurigai ada infeksi janur atau skabies
Biopsi Kulit
Biopsi insisi/eksisi
Punch biopsy
Tes Tempel: untuk dermatitis kontak
Mikroskopik
Pewarnaan gram untuk bakteri
Pewarnaan Tzank (Giemsa) untuk lesi akibat virus: didapatkan sel
datia berinti banyak
Pe m e r i k s a a n Diagnosis
Gejala
Gatal di sekitar dubur
(terutama pada malam hari
pada saat cacing betina
meletakkan telurnya), gelisah
dan sukar tidur
Pemeriksaan: perianal swab
dengan Scotch adhesive tape
Askariasis (Cacing Gelang)
Gejala
Rasa tidak enak pada
perut (gangguan
lambung); kejang perut,
diselingi diare;
kehilangan berat badan;
dan demam.
Nekatoriasis & Ancylostomiasis
(Cacing Tambang)
Gejala:
Mual, muntah,
diare & nyeri ulu
hati; pusing,
nyeri kepala;
lemas dan lelah;
anemia
Trikuriasis (Cacing Cambuk)
Gejala:
nyeri ulu hati, kehilangan
nafsu makan, diare,
anemia, prolaps rektum
Taeniasis (Cacing Pita)
Gejala:
mual, konstipasi, diare;
sakit perut; lemah;
kehilangan nafsu makan;
sakit kepala; berat badan
turun, benjolan pada
jaringan tubuh
(sistiserkosis)
DOC Antihelmintik
JENIS CACING DOC ANTIHELMINTIK Keterangan
http://emedicine.medscape.com/article/996482-medication#2
Nama cacing Cacing dewasa Telur Obat
Ascaris Mebendazole,
lumbricoides pirantel pamoat
Trichuris Mebendazole,
trichiura albendazole
Brooks GF. Jawetz, Melnick & Adelbergs medical microbiology, 23rd ed. McGraw-Hill; 2004.
112.
Difteri
Penyebab : toksin Corynebacterium diphteriae
Organisme:
Basil batang gram positif
Pembesaran ireguler pada salah satu ujung (club shaped)
Setelah pembelahan sel, membentuk formasi seperti huruf cina
atau palisade
Gejala:
Gejala awal nyeri tenggorok
Bull-neck (bengkak pada leher)
Pseudomembran purulen berwarna putih keabuan di faring,
tonsil, uvula, palatum. Pseudomembran sulit dilepaskan. Jaringan
sekitarnya edema.
Edema dapat menyebabkan stridor dan penyumbatan sal.napas
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Melanoma Maligna SCC
Etiologi
Belum pasti. Mungkin faktor
herediter atau iritasi berulang
pada tahi lalat
Usia 30-60 tahun
Bentuk: BCC
Superfisial: Bercak dengan
warna bervariasi, tidak teratur,
berbatas tegas, sedikit
penonjolan
Nodular: nodus berwarna biru
kehitaman dengan batas tegas
Lentigo melanoma maligna:
plakat berbatas tegas, coklat
kehitaman, meliputi muka
Prognosis buruk MM
114. PITIRIASIS ROSEA
Dermatitis eritroskuamosa yang disebabkan
oleh infeksi virus (self limiting disease)
Dimulai dengan lesi inisial berbentuk eritema
berskuama halus dengan kolaret (herald
patch)
Disusul oleh lesi yang lebih kecil di badan,
lengan dan paha atas, tersusun sesuai lipatan
kulit (inverted chrismas tree appearance)
Th/ simptomatik
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 197
Studberg DL, et al. Pityriasis Rosea. American Family Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91
Herald patch with collarette of scale at the margin
Studberg DL, et al. Pityriasis Rosea. American Family Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91
115. Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal akut (GGA) ialah penurunan fungsi ginjal mendadak
yang mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk
mempertahankan homeostasis
Terdapat peningkatan kadar kreatinin darah secara progresif 0,5
mg/dL per hari dan peningkatan ureum sekitar 10-20 mg/dL per
hari.
GGA dapat bersifat oligurik dan non-oligurik.
Oliguria ialah produksi urin <1 ml/kgBB/ jam untuk neonatus dan <0,8
ml/kgBB/jam untuk bayi dan anak.
Jenis GGA
GGA prarenal: dehidrasi, syok, perdarahan, gagal jantung, sepsis
GGA renal: pielonefritis, glomerulonefritis, nefrotoksisitas karena obat
atau kemoterapi, lupus nefritis, nekrosis tubular akut, SHU, HSP
GGA pascarenal: keracunan jengkol, batu saluran kemih, obstruksi
saluran kemih, sindrom tumor lisis, buli-buli neurogenik
Tatalaksana Medikamentosa GGA
Terapi sesuai penyakit primer Pemberian diuretik pada GGA
Bila terdapat infeksi, dosis renal dengan furosemid 1-2
antibiotik disesuaikan dengan mg/kgBB dua kali sehari dan
beratnya penurunan fungsi dapat dinaikkan secara
ginjal bertahap sampai maksimum
Pemberian cairan disesuaikan 10 mg/kgBB/kali. (pastikan
dengan keadaan hidrasi kecukupan sirkulasi dan bukan
merupakan GGA pascarenal).
Koreksi gangguan Bila gagal dengan
ketidakseimbangan cairan medikamentosa, maka
elektrolit dilakukan dialisis peritoneal
Natrium bikarbonat untuk atau hemodialisis.
mengatasi asidosis metabolik
sebanyak 1-2 mEq/kgBB/ hari
sesuai dengan beratnya
asidosis
116. Glomerulonefritis akut Pasca
Streptokokus
Glomerulonefritis akut ditandai dengan edema, hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (sindrom nefritik) di mana
terjadi inflamasi pada glomerulus
Acute poststreptococcal glomerulonephritis is the archetype of
acute GN
GNA pasca streptokokus terjadi setelah infeksi GABHS nefritogenik
deposit kompleks imun di glomerulus
Diagnosis
Anamnesis: Riwayat ISPA atau infeksi kulit 1-2 minggu sebelumnya,
hematuri nyata, kejang atau penurunan kesadaran, oliguri/anuri
PF: Edema di kedua kelopak mata dan tungkai, hipertensi, lesi bekas
infeksi, gejala hipervolemia seperti gagal jantung atau edema paru
Penunjang: Fungsi ginjal, komplemen C3, urinalisis, ASTO
Terapi: Antibiotik (penisilin, eritromisin), antihipertensi, diuretik
WHO. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. WHO; 2008.
119. Newborn Baby
USIA GESTASI BERAT BADAN
Neonatus Kurang Bulan (Pre-term
infant) : Usia gestasi < 37 minggu BBL rendah: berat badan <
Neonatus Lebih Bulan (Post-term 2500
infant) : Usia gestasi > 42 minggu BBL sangat rendah : berat
Neonatus Cukup Bulan (Term-infant) : badan bayi baru lahir kurang
Usia gestasi 37 s/d 42
dari 1500 gram.
BERAT LAHIR BERDASARKAN USIA GESTASI BBL sangat-sangat rendah :
Small for Gestational Age (SGA, Kecil berat badan bayi baru lahir
Masa Kehamilan) : Berat lahir dibawah kurang dari 1000 gram.
2SD / persentil 10th dari populasi usia
gestasi yang sama
Large for Gestational Age (LGA, Besar
Masa Kehamilan) : Berat lahir diatas
persentil 90 untuk populasi usia gestasi
yang sama
Appropriate for Gestational Age (Sesuai
Masa Kehamilan) : Diantaranya
The Fetus and the Neonatal Infant. Nelson
Textbook of Pediatrics 17 th ed
Lubchenco Intrauterine Growth Curve
http://emedicine.medscape.com/article/967822
Patologi Pneumonia
Basil yang masuk bersama sekret Akan tampak 4 zona pada
bronkus ke dalam alveoli daerah parasitik terset yaitu
menyebabkan reaksi radang :
edema seluruh alveoli disusul Zona luar : alveoli yang tersisi
dengan bakteri dan cairan
dengan infiltrasi sel-sel PMN dan edema.
diapedesis eritrosit terjadi Zona permulaan konsolidasi :
permulaan fagositosis sebelum terdiri dari PMN dan beberapa
eksudasi sel darah merah.
terbentuknya antibodi.
Zona konsolidasi yang luas :
Sel-sel PMN mendesak bakteri ke daerah tempat terjadi fagositosis
permukaan alveoli dan dengan yang aktif dengan jumlah PMN
yang banyak.
bantuan leukosit yang lain Zona resolusi : daerah tempat
melalui psedopodosis sitoplasmik terjadi resolusi dengan banyak
mengelilingi bakteri tersebut bakteri yang mati, leukosit
danalveolar makrofag.
kemudian dimakan.
Pneumonia. PDPI
Klasifikasi berdasarkan predileksi
Pneumonia lobaris
pada satu lobus atau segmen
Bronkopneumonia.
Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada
lapangan paru.
Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus.
Sering pada bayi dan orang tua.
Pneumonia interstisial
Item Lobar pneumonia Bronchopneumonia
Age Lobar pneumonia Occurs in Extremes of ages
otherwise infants, olds and those
healthy individuals between 30 - 50 suffering
years of age (Young and adults) from chronic debilitating illness
or immuno-suppression.
Organism Mostly pneumococci (strep. Mixed organisms: viral,
Pneumonia) Staphylococci, Streptococci,
H. influenzae, Proteus and
Pseudomonas
Grossly Lobar or segmental consolidation Patchy, bilateral of both
lungs
Pneumonia
Tanda utama menurut WHO: fast breathing & lower chest indrawing
Signs and symptoms :
Non respiratory: fever, headache, fatigue, anorexia, lethargy, vomiting and
diarrhea, abdominal pain
Respiratory: cough, chest pain, tachypnea , grunting, nasal flaring,
subcostal retraction (chest indrawing), cyanosis, crackles and rales (ronchi)
SEVERE PNEUMONIA
Etiology:
Pneumococcus
Mycoplasma
Gram negative organisms
Legionella
Bronchiolitis
The x-ray shows lung hyperinflation with a flattened diaphragm and opacification in the right lung apex (red
circle) and left lung base (blue circle) from atelectasis. Obviously, the same changes can be seen in the x-ray
of a child with acute asthma. This is one reason why children with acute asthma are often misdiagnosed as
having pneumonia.
121. Demam rematik
Penyakit sistemik yang terjadi setelah faringitis akibat
GABHS (Streptococcus pyogenes)
Usia rerata penderita: 10 tahun
Komplikasi: penyakit jantung reumatik
Demam rematik terjadi pada sedikit kasus faringitis
GABHS setelah 1-5 minggu
Pengobatan:
Pencegahan dalam kasus faringitis GABHS: penisilin/
ampisilin/ amoksisilin/ eritromisin/ sefalosporin generasi I
Dalam kasus demam rematik:
Antibiotik: penisilin/eritromisin
Antiinflamasi: aspirin/kortikosteroid
Untuk kasus korea: fenobarbital/haloperidol/klorpromazin
Chin TK. Pediatric rheumatic fever. http://emedicine.medscape.com/article/1007946-overview
Behrman RE. Nelsons textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011.
Ket: ASO=ASTO
Physical Findings
Migratory Polyarthritis Characteristic murmurs of
is the most common symptom acute carditis include
(polyarticular, fleeting, and the high-pitched, blowing,
involves the large joints) holosystolic, apical murmur of
frequently the earliest mitral regurgitation;
manifestation of acute the low-pitched, apical, mid-
rheumatic fever (70-75%). diastolic, flow murmur (Carey-
Carditis: Coombs murmur);
and a high-pitched,
(40% of patients) decrescendo, diastolic murmur
and may include cardiomegaly, of aortic regurgitation heard at
new murmur, congestive heart the aortic area.
failure, and pericarditis, with or Murmurs of mitral and aortic
without a rub and valvular stenosis are observed in
disease. chronic valvular heart disease.
Physical Findings
Subcutaneous nodules (ie, Aschoff bodies):
10% of patients and are edematous, fragmented collagen fibers.
They are firm, painless nodules on the extensor surfaces of the wrists,
elbows, and knees.
Erythema marginatum:
5% of patients.
The rash is serpiginous and long lasting.
Chorea (also known as Sydenham chorea and "St Vitus dance"):
occurs in 5-10% of cases
consists of rapid, purposeless movements of the face and upper
extremities.
Onset may be delayed for several months and may cease when the
patient is asleep.
Rheumatic fever-treatment
Bed rest 2-6 weeks(till inflammation subsided)
Supportive therapy - treatment of heart failure
Anti-streptococcal therapy - Benzathine penicillin(long acting) 1.2
million units once(IM injection) or oral penicillin V 10 days, if allergic
to penicillin erythromycin 10 days (antibiotic is given even if throat
culture is negative)
Anti-inflammatory agents
Aspirin in anti-inflammatory doses effectively reduces all
manifestations of the disease except chorea, and the response
typically is dramatic.
Aspirin 100 mg/kg per day for arthritis and in the absence of carditis- for 4-6 weeks
to be tapered off
Corticosteroids If moderate to severe carditis is present as indicated by cardiomegaly,
third-degree heart block, or CHF, add PO prednisone to salicylate therapy -2 mg/kg per day
for 2-6 weeks to be tapered off
Rheumatic fever- prevention
Secondary prevention prevention of recurrent
attacks
Benzathine penicillin G 1.2 million units IM SD
Penicillin V 250 mg twice daily orally
Or If allergic Erythromycin 250 mg twice
daily orally
Rheumatic fever- prevention
Duration of secondary rheumatic fever prophylaxis
Rheumatic fever + carditis + persistent valve
disease - 10 years since last episode or until 40
years of age, sometimes life long
Rheumatic fever + carditis + no valvar disease
10 years or well into adulthood whichever is
longer
Rheumatic fever without carditis - 5 years or until
21 years whichever is longer
(Continous prophylaxis is important since patient may have
asymptomatic GAS infection)
122. Resusitasi Neonatus
Kattwinkel J, Perlman JM. Part 15: neonatal resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for
Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909 S919
Rekomendasi utama untuk resusitasi
neonatus:
Penilaian setelah langkah awal ditentukan oleh penilaian simultan
dua tanda vital yaitu frekuensi denyut jantung dan pernapasan.
Oksimeter digunakan untuk menilai oksigenasi karena penilaian
warna kulit tidak dapat diandalkan.
Untuk bayi yang lahir cukup bulan sebaiknya resusitasi dilakukan
dengan udara dibanding dengan oksigen 100%.
Oksigen tambahan diberikan dengan mencampur oksigen dan udara
(blended oxygen , dan pangaturan konsentrasi dipandu berdasarkan
oksimetri.
Bukti yang ada tidak cukup mendukung atau menolak dilakukannya
pengisapan trakea secara rutin pada bayi dengan air ketuban
bercampur mekonium, bahkan pada bayi dalam keadaan depresi.
Penjepitan talipusat harus ditunda sedikitnya sampai satu menit
untuk bayi yang tidak membutuhkan resusitasi. Bukti tidak cukup
untuk merekomendasikan lama waktu untuk penjepitan talipusat
pada bayi yang memerlukan resusitasi.
Pemberian Oksigen
Target saturasi oksigen dapat dicapai dengan memulai
resusitasi dengan udara atau oksigen campuran
(blended oxygen) dan dilakukan titrasi konsentrasi
oksigen untuk mencapai SpO2 sesuai target.
Jika oksigen campuran tidak tersedia, resusitasi
dimulai dengan udara kamar.
Jika bayi bradikardia (kurang dari 60 per menit) setelah
90 detik resusitasi dengan oksigen konsentrasi rendah,
konsentrasi oksigen ditingkatkan sampai 100% hingga
didapatkan frekuensi denyut jantung normal.
Teknik Ventilasi dan Kompresi
Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
Jika bayi tetap apnu atau megap-megap, atau jika
frekuensi denyut jantung kurang dari 100 per menit
setelah langkah awal resusitasi, VTP dimulai.
Pernapasan awal dan bantuan ventilasi
Bantuan ventilasi harus diberikan dengan frekuensi
napas 40 60 kali per menit untuk mencapai dan
mempertahankan frekuensi denyut jantung lebih dari
100 per menit. Penilaian ventilasi awal yang adekuat
ialah perbaikan cepat dari frekuensi denyut jantung.
Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation a nd
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909S919.
Teknik Ventilasi dan Kompresi
Kompresi dada
Indikasi kompresi dada ialah jika frekuensi denyut jantung kurang dari 60
per menit setelah ventilasi adekuat dengan oksigen selama 30 detik.
Untuk neonatus, rasio kompresi: ventilasi = 3:1 (1/2 detik untuk masing-
masing).
Pernapasan, frekuensi denyut jantung, dan oksigenasi harus dinilai secara
periodik dan kompresi ventilasi tetap dilakukan sampai frekuensi denyut
jantung sama atau lebih dari 60 per menit.
Kompresi dada dilakukan pada 1/3 bawah sternum dengan kedalaman 1/3
dari diameter antero-posterior dada.
Teknik kompresi: (1) teknik kompresi dua ibu jari dengan jari-jari
melingkari dada dan menyokong bagian punggung, (2) teknik kompresi
dengan dua jari dimana tangan lain menahan bagian punggung
Pada kompresi, dada harus dapat berekspansi penuh sebelum kompresi
berikutnya, namun jari yang melakukan kompresi tidak boleh
meninggalkan posisi di dada.
Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation a nd
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909S919.
Indicator of Successful Resuscitation
A prompt increase in heart rate remains the most sensitive
indicator of resuscitation efficacy (LOE 5 5).
Of the clinical assessments, auscultation of the heart is the most
accurate, with palpation of the umbilical cord less so.
There is clear evidence that an increase in oxygenation and
improvement in color may take many minutes to achieve, even in
uncompromised babies.
Furthermore, there is increasing evidence that exposure of the
newly born to hyperoxia is detrimental to many organs at a cellular
and functional level.
For this reason color has been removed as an indicator of
oxygenation or resuscitation efficacy.
Respirations, heart rate, and oxygenation should be reassessed
periodically, and coordinated chest compressions and ventilations
should continue until the spontaneous heart rate is 60 per
minute
Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation a nd
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909S919.
Kapan menghentikan resusitasi?
Pada bayi baru lahir tanpa adanya denyut
jantung, dianggap layak untuk menghentikan
resusitasi jika detak jantung tetap tidak terdeteksi
setelah dilakukan resusitasi selama 10 menit
(kelas IIb, LOE C).
Keputusan untuk tetap meneruskan usaha
resusitasi bisa dipertimbangkan setelah
memperhatikan beberapa faktor seperti etiologi
dari henti hantung pasien, usia gestasi, adanya
komplikasi, dan pertimbangan dari orangtua
mengenai risiko morbiditas.
Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation a nd
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909S919.
123. Keracunan Sianida
Sianida (CN) merupakan racun yang sangat toksik
garam sianida dosis kecil dapat menyebabkan kematian
dengan cepat
Kematian akibat keracunan CN umumnya pada
pembunuhan atau bunuh diri
Adanya racun dalam umbi gadung sudah sejak lama
diketahui. Jenis racun yang ada antara lain:
Dioscorin: Dioskorin dilaporkan memiliki sifat sebagai
antioksidan, antiinflamatori, anti serangga, antipatogen
serta memperlihatkan aktivitas inhibisi terhadap tripsin.
HCN (sianida) dikenal sebagai racun yang mematikan. HCN
akan menyerang langsung dan menghambat sistem antar
ruang sel, yaitu menghambat sistem cytochroom oxidase
dalam sel-sel, hal ini menyebabkan zat pembakaran
(oksigen) tidak dapat beredar ketiap-tiap jaringan sel-sel
dalam tubuh
Hidrogen sianida (HCN) atau racun asam biru adanya
bercak warna biru pada singkong
Menjadi toksin (racun) bila dikonsumsi pada kadar HCN
lebih dari 50 ppm.
Mekanisme kerja sianida dalam tubuh
Hidrogen sianida menginaktivasi enzim sitokrom oksidase dalam
mitokondria sel dengan mengikat Fe3 + / Fe2 + yang terkandung
dalam enzim penurunan dalam pemanfaatan oksigen dalam
jaringan oksigen menurun terutama jaringan otak asfiksia,
hipoksia dan kejang.
Sianida menyebabkan peningkatan glukosa darah dan kadar
asam laktat dan penurunan ATP / ADP rasio yang menunjukkan
pergeseran dari aerobik untuk metabolisme anaerobik.
Penatalaksanaan pasien keracunan sianida oleh petugas
medis adalah sbb :
1. Stabilisasi pasien melalui penatalaksanaan jalan nafas, fungsi
pernafasan dan sirkulasi
2. Rangsang muntah dan kumbah lambung dilakukan tidak boleh
dari 4 jam setelah mengkonsumsi singkong beracun.
3. Pemberian arang aktif dengan dosis 1 g/kg atau 30-100 gram
dan anak-anak 15 30 gram
4. Antidotum : antidotum diberikan jika pasen mengalami
penurunan kesadaran atau koma
Natrium siosulfat 25% melalui intravena
Amyl nitrit
Natrium nitrit 3%
Larutan hydroxocobalamin 40%
Dimethylaminophenol (4-DMAP) 5%
Larutan Dicobalt edetat 1,5%
124. Cerebral Palsy
Cerebral palsy (CP) describes a group of permanent disorders of the
development of movement and posture, causing activity limitation,
that are attributed to non-progressive disturbances that occurred in
the developing fetal or infant brain.
The motor disorders of cerebral palsy are often accompanied by
disturbances of sensation, perception, cognition, communication,
and behaviour, by epilepsy, and by secondary musculoskeletal
problems. Rosenbaum et al, 2007
Although the lesion is not progressive, the clinical manfestations
change over time
CP is caused by a broad group of developmental, genetic,
metabolic, ischemic, infectious, and other acquired etiologies that
produce a common group of neurologic phenotypes
Behrman: Nelson Textbook of Pediatrics, 17th ed
Cerebral Palsy Risk factor
Clinical Manifestation
CP is generally divided into several major motor syndromes
that differ according to the pattern of neurologic involvement,
neuropathology, and etiology
Clinical Manifestation
Spastic hemiplegia: decreased spontaneous movements on the affected
side, the arm is often more involved than the leg. Spasticity is apparent in
the affected extremities, particularly the ankle, causing an equinovarus
deformity of the foot
Spastic diplegia is bilateral spasticity of the legs greater than in the arms.
Examination: spasticity in the legs with brisk reflexes, ankle clonus, and a
bilateral Babinski sign. When the child is suspended by the axillae, a
scissoring posture of the lower extremities is maintained
Spastic quadriplegia is the most severe form of CP because of marked
motor impairment of all extremities and the high association with mental
retardation and seizures
Athetoid CP, also called choreoathetoid or extrapyramidal CP, is less
common than spastic cerebral palsy. Affected infants are characteristically
hypotonic with poor head control and marked head lag
Tujuan Terapi Cerebral Palsy
Tujuan terapi pasien cerebral palsy adalah membantu pasien dan
keluarganya memperbaiki fungsi motorik dan mencegah deformitas serta
penyesuaian emosional dan pendidikan sehingga penderita sesedikit
mungkin memerlukan pertolongan orang lain dan diharapkan penderita
bisa mandiri dalam melakukan aktivitas kehidupannya di kemudian hari.
Diperlukan tatalaksana terpadu/multi disipliner mengingat masalah yang
dihadapi sangat kompleks, dan merupakan suatu tim antara dokter anak,
dokter saraf, dokter jiwa, dokter mata, dokter THT, dokter ortopedi,
psikolog, rehabilitasi medik, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan
orang tua penderita.
Jenis rehabilitasi medik yang diperlukan pada CP: fisioterapi, terapi wicara,
okupasional (termasuk rekreasional di dalamnya), dan ortotik protese
125. Ikterus yang Berhubungan dengan ASI
V. cholerae
activation of ion
accumulates in increase cAMP
channels
stomach
Erythromycin or
azithromycin DOC for
Ab for cholera pregnant women and
patients with Ciprofloxacin children
PAHO Doxycycline
moderate or severe Azithromycin Ciprofloxacin &
dehydration doxycycline as
second-line for
children
http://bja.oxfordjournals.org /content/87/3/477/T1.expansion.html
Derajat Tetanus menurut Joag Pattel
Grading
Derajat 1 (kasus ringan), terdapat satu kriteria, Kriteria 1: rahang kaku,
biasanya Kriteria 1 atau 2 (tidak ada kematian). spasme terbatas ,disfagia dan
Derajat 2 (kasus sedang), terdapat 2 kriteria, kekakuan otot tulang
biasanya Kriteria 1 dan 2. Biasanya masa belakang.
inkubasi lebih dari 7 hari dan onset lebih dari Kriteria 2: Spasme, tanpa
48 jam (kematian 10%). mempertimbangkan frekuensi
Derajat 3 (kasus berat), terdapat 3 Kriteria, maupun derajat keparahan.
biasanya masa inkubasi kurang dari 7 hari atau Kriteria 3: Masa inkubasi
onset kurang dari 48 jam (kematian 32%). 7hari.
Kriteria 4: waktu onset 48
Derajat 4 (kasus sangat berat), terdapat
jam.
minimal 4 Kriteria (kematian 60%).
Kriteria 5: Peningkatan
Derajat 5, bila terdapat 5 Kriteria termasuk temperatur; rektal 100oF ( >
puerpurium dan tetanus neonatorum 400 C), atau aksila 99oF ( 37,6
(kematian 84%). oC ).
Tatalaksana
Diazepam 10 mg/kg/hari secara IV dalam 24 jam atau bolus IV setiap 3-6
jam (0,1-0,2 mg/kg per kali), maksimum 40 mg/kg/hari
Human tetanus imunoglobulin 500 U IM atau Antitoksin Tetanus Serum
5000 U IM
Lini I: Metronidazol 30 mg/kg/hari dengan interval setiap 6 jam selama 7-
10 hari; Lini II Penisilin prokain 100.000 U/kg dosis tunggal selama 7-10
hari
Berikan pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat
Bila terjadi spasme berulang atau gagal napas, rujuk ke RS dengan NICU
Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
Langkah promotif/preventif :
Pelaksanaan Pelayanan Neonatal Esensial, lakukan pemotongan tali pusat
secara steril
Tidak mengoles atau menabur sesuatu yang tidak higienis pada tali pusat
Bila sudah terjadi infeksi tali pusat, berikan pengobatan yang tepat dengan
antibiotik lokal dan sistemik jika diperlukan
128. Obesitas
Obesitas atau kegemukan adalah kelainan atau penyakit yang
ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara
berlebihan.
Shieh HH, Gilio AE, Barreira ER, Troster EJ, Ventura AMC, Goes PF, Souza DC, Sinimbu Filho JM, Bousso A:
Pediatric hypotension: quantification of the differences between the two current definitions.
Intensive Care Med 2012, 38(Suppl 1):S0662.
doi: 10.1007/s00134-012-2683-0
Hematocrit Range in Pediatric
1Soldin, S.J., Brugnara, C., & Hicks, J.M. (1999). Pediatric reference ranges (3rd ed.). Washington, DC: AACC Press.
http://wps.prenhall.com/wps/media/objects/354/362846/London%20App.%20B.pdf
131. Congenital Hypothyroidism
Etiology
Thyroid Function: The fetal pituitary-thyroid axis is
normal brain growth and myelination believed to function independently
and for normal neuronal of the maternal pituitary-thyroid
connections. axis.
The most critical period fis the first
few months of life. The contributions of maternal
thyroid hormone levels to the fetus
The thyroid arises from the fourth are thought to be minimal, but
branchial pouches.
maternal thyroid disease can have
The thyroid gland develops between a substantial influence on fetal and
4 and 10 weeks' gestation. neonatal thyroid function.
By 10-11 weeks' gestation, the fetal Immunoglobulin G (IgG)
thyroid is capable of producing autoantibodies, as in autoimmune
thyroid hormone. thyroiditis, can cross the placenta
By 18-20 weeks' gestation, blood and inhibit thyroid function
levels of T4 have reached term levels. (transient)
T Thioamides (PTU) can block fetal
thyroid hormone synthesis
(transient)
Radioactive iodine administered to
a pregnant woman can ablate the
fetus's thyroid gland permanently.
http://emedicine.medscape.com/article/919758-overview#aw2aab6b2b2aa
http://www.montp.inserm.fr/u632/images/TR-CAR1.gif
Pathology: Congenital Hypotyroidism
http://php.med.unsw.edu.au/embryology
/index.php?title=File:Congenital_hypothyr
oidism.jpg
Causes:
Deficient production of thyroid
hormone
Disgenesis congenital
Hypothyroidism
Iodine deficiencyendemic goiter
Defect in thyroid hormonal
receptor activity
Hipotiroid kongenital pada Anak
Hipotiroid kongenital ditandai produksi hormon tiroid yang
inadekuat pada neonatus
Penyebab:
Defek anatomis kelenjar tiroid atau jalur metabolisme hormon
tiroid
Inborn error of metabolism
Merupakan salah satu penyebab retardasi mental yang
dapat dicegah. Bila terdeteksi setelah usia 3 bulan, akan
terjadi penurunan IQ bermakna.
Tata laksana tergantung penyebab. Sebaiknya diagnosis
etiologi ditegakkan sebelum usia 2 minggu dan normalisasi
hormon tiroid (levotiroksin)sebelum usia 3 minggu.
Mathai SS. Management of respiratory distress in the newborn. MJAFI 2007; 63: 269-72.
Distres Pernapasan pada Neonatus
Kelainan Gejala
Sindrom aspirasi Biasanya pada bayi matur, pertumbuhan janin terhambat,
mekonium terdapat staining mekonium di cairan amnion dan kulit, kuku,
atau tali pusar. Pada radiologi tampak air trapping dan
hiperinflasi paru, patchy opacity, terkadang atelektasis.
Respiratory distress Pada bayi prematur, pada bayi dengan ibu DM atau kelahiran
syndrome (penyakit SC, gejala muncul progresif segera setelah lahir. Pada radiologi
membran hyalin) tampak gambaran diffuse ground-glass or finely granular
appearance, air bronkogram, ekspansi paru jelek.
Transient tachypnea of Biasanya pada bayi matur dengan riwayat SC. Gejala muncul
newboorn setelah lahir, kemudian membaik dalam 72 jam pasca lahir.
Pada radiologi tampak peningkatan corakan perihilar,
hiperinflasi, lapangan paru perifer bersih.
Pneumonia neonatal Terdapat risiko pneumonia (KPD, demam pada ibu, cairan
amnion berbau, dsb). Gejala meliputi gejala distress dan gejala
sepsis. Gambaran radiologis : Diffuse, relatively homogeneous
infiltrates
Asfiksia perinatal (hypoxic Asidemia pada arteri umbilikal, Apgar score sangat rendah,
ischemic encephalopathy) terdapat kelainan neurologis, keterlibatan multiorgan
Sindrom Aspirasi Mekonium
Sindrom aspirasi mekonium merupakan penyebab terbanyak distres
pernapasan pada bayi cukup atau lebih bulan.
Mekonium yang masuk ke dalam saluran napas menyebabkan
terjadinya obstruksi bronkial, air-trapping (akibat partikel
mekonium menyumbat bronkus kecil di perifer), dan pneumonitis
kimiawi.
Dapat terjadi komplikasi pneumotoraks, pneumomediastinum,
hipertensi pulmonal, pirau kanan ke kiri serta kerusakan otak akibat
anoksia.
Gambaran klinis : Bayi cukup/lebih bulan dengan distres
pernapasan berupa takipneu, retraksi, merintih, dan sianosis.
Pemeriksaan pencitraan : Foto toraks AP
Gambaran pencitraan
Gambaran bervariasi tergantung banyaknya aspirasi
mekonium/cairan ketuban.
Aspirasi cairan ketuban yang jernih biasanya cepat menghilang,
namun bila bercampur dengan mekonium memerlukan waktu lebih
lama.
Densitas ropey, kasar, patchy luas menyeluruh pada kedua lapangan
paru
Hiperaerasi paru pada daerah yang mengalami air-trapping
Efusi pleura minimal (20%).
Dapat terjadi pneumotoraks atau pneumomediastinum spontan.
Bila mekonium terhisap dalam jumlah yang banyak, dapat terjadi
atelektasis paru atau emfisema obstruktif.
Komplikasi jangka panjang adalah bronkospasme atau penyakit paru
reaktif
MECONIUM ASPIRATION SYNDROME
http://img.medscape.com/pi/emed/ckb/clinical_procedures/7
Frontal chest shows large, ropey and strand-like densities
http://www.learningradiology.com/caseofweek/caseoftheweekpix/cow89.jpg
136. Tuberkulosis pada anak
Time after
primary infection Clinical Manifestation
2 3 months Fever of Onset
Erythema nodosum
Phlyctenular conjunctivitis
Tuberculin Test Positive
Primary pulmonary TB
TB Meningitis
3 12 months
Miliary TB
TB Pleural effusion
6 24 months Osteo-articular TB
Resistance reduced :
infection 1. Early infection
(esp. in first year)
2. Malnutrition
3. Repeated infections :
measles, whooping cough 24 months
4-8 weeks 3-4 weeks fever of onset 12 months streptococcal infections
4. Steroid therapy
Development
Of Complex DIMINISHING RISK
PPM IDAI
Tekanan di dalam Jantung
Congenital HD
Acyanotic Cyanotic
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002103/
Cyanotic Congenital HD
Cyanotic lesions with pulmonary blood flow must include both:
an obstruction to pulmonary blood flow & a shunt from R to L
Common lesions:
Tricuspid atresia, ToF, single ventricle with pulmonary stenosis
increased
myocardial
contractility + KEMATIAN
infundibular
stenosis.
Right-to-left shunt meningkat
TET SPELL
Stimulasi pusat pernapasan di
HYPERCYANOTIC SPELL reseptor karotis + nucleus hiperpnoea
batang otak
Tatalaksana Tet Spell
Knee chest position/ squatting
Diharapkan aliran darah paru bertambah karena
peningkatan resistensi vaskular sistemik dan afterload
aorta akibat penekukan arteri femoralis
Morfin sulfat 0,1-0,2 mg/kgBB SC, IM, atau IV
untuk menekan pusat pernapasan dan mengatasi
takipnea
Natrium bikarbonat 1 mEq/kgBB IV untuk
mengatasi asidosis. Dosis yang sama dapat
diulang dalam 10-15 menit.
Simptomatik
Kateter Word selama 4-6 minggu
Marsupialization: Alternatif kateter Word tidak
boleh dilakukan bila masih terdapat abses obati dulu Kateter Word
dengan antibiotik spektrum luas
Eksisi: bila tidak respon terhadap terapi sebelumnya
dilakukan bila tidak ada infeksi aktif
http://www.aafp.org/afp/2003/0701/p135.html
142. Persalinan dengan Alat Bantu
Indikasi
Ibu: kelelahan, sudah mengedan > 20 menit
Bayi: Bayi kekurangan oksigen
Syarat
Kepala janin sudah mencapai pintu bawah panggul
Pembukaan rahim sudah lengkap
Selaput ketuban sudah pecah/ dipecahkan
Persalinan dengan Alat Bantu: Vakum
Alat bantu berupa cup penghisap yang menarik kepala bayi dengan
lembut
Komplikasi
perdarahan intrakranial, edema skalp, sefalhematoma,
aberasi, dan laserasi kulit kepala pada janin, laserasi
perineum, laserasi anal, maupun laserasi jalan lahir pada ibu
Persalinan dengan Alat Bantu: Forceps
Janin dilahirkan dengan tarikan cunam/ forceps di kepalanya
Forceps/cunam: Logam, terdiri dari sepasang sendok (kanan-kiri)
Janin Janin
Adanya gawat janin Sama seperti pada ekstraksi
vakum
Waktu
Nullipara: 3 jam dengan anelgesi
lokal, 2 jam tanpa anelgesi lokal
Multipara: 2 jam dengan anelgesi
lokal, 1 jam tanpa anelgesi lokal
143. Kehamilan Gemelli
Kehamilan dengan
dua janin atau lebih
Faktor yang
mempengaruhi:
Faktor obat-obat
konduksi ovulasi,
faktor keturunan,
faktor yang lain belum
diketahui.
Kehamilan Gemelli: Diagnosis
Anamnesis
Ibu mengatakan perut tampak lebih buncit dari seharusnya
umur kehamilan
Gerakan janin lebih banyak dirasakan ibu hamil
Uterus terasa lebih cepat membesar
Pernah hamil kembar atau terdapat riwayat keturunan
Ultrasonografi
Terlihat 2 janin pada triwulan II, 2 jantung yang
berdenyut telah dapat ditentukan pada triwulan I
Kehamilan Gemelli: Komplikasi
M ATERNAL FETAL
Anemia Malpresensi
Hydramnion Plasenta previa
Preeklampsia Solusio Plasenta
Kelahiran prematur KPD
Perdarahan postpartum Prematuritas
SC Prolaps plasenta
IUGR
Malformasi kongenital
144. HPP: Retensio Plasenta
Inversio Uteri
Syok hipovolemik
Perdarahan post partum
Sepsis purpura
Subinvolusi uteri
http://nationalwomenshealth.adhb.govt.nz/Portals/0/Documents/Policies/Retained%20Placenta%20Management_.pdf
145. Solusio Plasenta
Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya
Diagnosis
Perdarahan kehitaman dan cair, syok tidak sesuai dengan
jumlah darah keluar (tersembunyi), anemia berat, gawat
janin/ hilangnya DJJ, uterus tegang dan nyeri
Faktor Predisposisi
Hipertensi
Versi luar
Trauma abdomen
Hidramnion
Gemelli
Defisiensi besi
Solusio Plasenta:
Solusio Plasenta: Tata Laksana
Tatalaksana
Tatalaksana
Perdarahan hebat (nyata atau tersembunyi) dengan tanda- tanda awal syok pada ibu,
lakukan persalinan segera bergantung pembukaan serviks:
Lengkap ekstraksi vakum
Belum ada/ lengkap SC
Kenyal, tebal, dan tertutup SC
Jika perdarahan ringan/ sedang dan belum terdapat tanda-tanda syok, tindakan
bergantung pada denyut jantung janin (DJJ):
DJJ normal, lakukan seksio sesarea
DJJ tidak terdengar namun nadi dan tekanan darah ibu normal: pertimbangkan
persalinan pervaginam
DJJ tidak terdengar dan nadi dan tekanan darah ibu bermasalah:
pecahkan ketuban dengan kokher:
Jika kontraksi jelek, perbaiki dengan pemberian oksitosin
DJJ abnormal (kurang dari 100 atau lebih dari 180/menit): lakukan persalinan
pervaginam segera, atau SC bila tidak memungkinkan
146. Anatomi Panggul
PANGGUL ANDROID
Bentuk pintu atas panggul hampir segitiga. Umumnya pria mempunyai
jenis seperti ini. Panjang diameter transversa dekat dengan sakrum.
Pada wanita ditemukan 15%.
PANGGUL ANTHROPOID
Bentuk pintu atas panggul agak lonjong seperti telur. Panjang diameter
anteroposterior lebih besar daripada diameter transversa. Jenis ini
ditemukan 35% pada wanita
PANGGUL PLATYPELOID
Sebenarnya jenis ini adalah jenis ginekoid yang menyempit pada arah
muka belakang. Ukuran melintang jauh lebih besar daripada ukuran
muka belakang. Jenis ini ditemukan pada 5% perempuan.
147. Antibiotik dan Kehamilan
Amoxicillin: Kategori A, aman untuk ibu hamil
Cefixim: Kategori A, aman untuk ibu hamil
Ciprofloxacin: Kategori C, gangguan kartilago
Tetracycline: Kategori D, pewarnaan gigi
permanen
Cotrimoxazole: Kategori C, menekan sumsum
tulang
Obat Kontraindikasi pada Kehamilan
Golongan Nama Obat Efek Samping
Antibiotik Aminoglikosida (streptomisin dl) Ototoksisitas, tuli
Kloramfenikol Grey baby syndrome, hemolisis (G6PD)
Fluorokuinolon Atralgia
Nitrofurantoin hemolisis (G6PD)
Primakuin hemolisis (G6PD)
Sulfonamid (kec sulfasalazine) Kern ikterus, hemolisis (G6PD)
Tetrasiklin Gangguan pertumbuhan tulang,
hipoplasia enamel
Trimethoprim Antagonis folat >> risiko neural
tube defect
148. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
Keuntungan
Pemeriksaan yang dapat dilakukan di pelayanan
primer
Mudah dan murah
Nilai sensitivitas dan spesifitas yang cukup memadai
Non invasif
Kategori Pemeriksaan IVA
Diagnosis
Payudara (biasanya unilateral) keras,
memerah, dan nyeri
Dapat disertai benjolan lunak
Dapat disertai demam > 38 C
Paling sering terjadi di minggu ke-3 dan
ke-4 postpartum, namun dapat terjadi
kapan saja selama menyusui
Faktor Predisposisi
Bayi malas menyusu atau tidak menyusu
Menyusui selama beberapa minggu setelah melahirkan
Puting yang lecet
Menyusui hanya pada satu posisi, sehingga drainase payudara tidak sempurna
Bra yang ketat dan menghambat aliran ASI
Riwayat mastitis sebelumnya saat menyusui
Mastitis & Abses Payudara: Tatalaksana
Tatalaksana Umum Abses Payudara
Tirah baring & >> asupan cairan Stop menyusui pada payudara yang
Sampel ASI: kultur dan diuji sensitivitas abses, ASI tetap harus dikeluarkan
Tatalaksana Khusus Bila abses >> parah & bernanah
Berikan antibiotika : antibiotika
Kloksasilin 500 mg/6 jam PO , 10-14 hari Rujuk apabila keadaan tidak
ATAU
membaik.
Eritromisin 250 mg, PO 3x/hari, 10-14
hari Terapi: insisi dan drainase
Tetap menyusui, mulai dari payudara sehat. Periksa sampel kultur resistensi
Bila payudara yang sakit belum kosong dan pemeriksaan PA
setelah menyusui, pompa payudara untuk Jika abses diperkirakan masih banyak
mengeluarkan isinya. tertinggal dalam payudara, selain
Kompres dingin untuk << bengkak dan nyeri. drain, bebat juga payudara dengan
Berikan parasetamol 3x500mg PO elastic bandage 24 jam tindakan
Sangga payudara ibu dengan bebat atau bra kontrol kembali untuk ganti kassa.
yang pas.
Berikan obat antibiotika dan obat
Lakukan evaluasi setelah 3 hari. penghilang rasa sakit
150. Inversio Uteri
Uterus terputar balik
2 jenis
Komplit: bila fundus uteri terdapat dalam vagina dengan selaput
lendirnya berada di bagian luar
Inkomplit: bila fundus hanya menekuk ke dalam dan tidak keluar
ostium uteri
Bila uterus yang berputar balik keluar dari vulva inversio
prolaps
Etiologi
Tonus otot rahim lemah
Tekanan/ tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan
apda tangan, tarikan pada tali pusat)
Kanalis servikalis yang longgar
Inversio Uteri
G E J A L A & TA N DA TERAPI
Syok Reposisi dalam anestesi
Fundus uteri sama sekali setelah syok teratasi
tidak teraba atau teraba Bila plasenta belum lepas
lekukan pada fundus plasenta jangan dilepaskan
Kadang tampak sebuah dulu sebelum reposisi
massa yang merah diluar dapat menimbulkan
vulva fundus yang
terbalik; atau teraba massa perdarahan banyak
berpermukaan kasar dalam Reposisi dapat dilakukan
vagina manual atau operasi
Perdarahan
151. Mioma Uteri
Disebut juga: fibroid, leimioma, leimiomata, fibromioma
Tumor jinak yang tumbuh dari jaringan otot uterus
Dapat terdiri dari satu mioma atau beberapa mioma kecil
Epidemiologi: 20-50% wanita usia subur
DIAGNOSIS
Massa yang menonjol/ teraba seperti bagian janin, tes HCG (-)
USG abdominal/ transvaginal
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
Mioma Uteri: Tatalaksana
Pemeriksaan Berkala
Pemeriksaan fisik &USG setiap 6-8 minggu untuk mengawasi
pertumbuhan, ukuran, dan jumlah bila stabil observasi setiap
3-4 bulan
Terapi Hormonal
Preparat progestin atau GnH efek hipoestrogen
Terapi Operasi
Miomektomi
Bila pasien masih muda/ingin memiliki anak
Histerektomi
Bila tidak ingin memiliki anak lagi atau nyeri hebat yang tidak sembuh
dengan terapi
Miolisis
Koagulasi laparoskopik dengan neodymium
Embolisasi arteri uteri
152. Dysmenorrhea
854
Endometriosis: Faktor Risiko
Faktor genetik:
Risiko 7x lbh besar pada riwayat ibu penderita
endometriosis
Faktor imunologi
Tidak semua wanita dengan menstruasi retrograd
akan menderita endometriosis, mungkin ada
kekurangan imun yang mempengaruhi
855
Endometriosis: Gejala Klinik
Dismenore
Timbul beberapa saat sebelum keluarnya darah haid,
berlangsung selama menstruasi dan progresif
Subfertilitas/infertilitas
Abortus spontan
Meningkat 40% dibanding wanita normal 15-25%
Keluhan lain
Di kolon & rektum : distensi abdomen, kostipasi
Di ureter : obstruksi, disuri, hematuri dll
856
Endometriosis: Pemeriksaan
1. Operatif
2. Non-Operatif
Gonadotropin-releasing hormone agonists, Danazol,
Norethindrone, Gestrinone
All acyclic, some high androgen, others high progesterone,
all low estrogen
Negative side effects such as accelerated bone loss, weight
gain, nausea, breakthrough bleeding
Pain killers (aspirin, morphine, and codeine)
153. Fisiologi Hormon
Reproduksi Wanita
Fisiologi Hormon Reproduksi Wanita
Fase Ovulasi
Hari ke-14: Kadar estrogen sel pra ovulasi >> umpan balik negatif:
FSH << hipofisis ganti mengeluarkan LH merangsang
pelepasan oosit sekunder dari folikel de Graaf siap dibuahi
https://www.andrologyaustralia.org/your-health/male-infertility/
Cutt-off reference values for semen Characteristics as
published in consecutive WHO manuals
Sperma Abnormal
Etiologi
E. coli (80-90%), klebsiella-enterobacter (5%), proteus mirabilis,
enterococcus, staphylococcus
Klasifikasi:
Berdasarkan arah pemutaran
Versi Sepalik : merubah bagian terendah janin menjadi
presentasi kepala
Versi Podalik : merubah bagian terendah janin menjadi
presentasi bokong
Berdasarkan cara pemutaran
Versi luar (external version)
Versi internal ( internal version)
Versi Bipolar ( Braxton Hicks version)
Syarat Versi Luar
Janin dapat lahir pervaginam atau diperkenankan untuk lahir pervaginam
(tak ada kontraindikasi)
Bagian terendah janin masih dapat dikeluarkan dari pintu atas panggul
(belum enggage)
Dinding perut ibu cukup tipis dan lentur sehingga bagian-bagian tubuh
janin dapat dikenali (terutama kepala) dan dapat dirasakan dari luar
dengan baik
Selaput ketuban utuh
Pada parturien yang sudah inpartu : dilatasi servik kurang dari 4 cm
dengan selaput ketuban yang masih utuh
Pada ibu yang belum inpartu :
Pada primigravida : usia kehamilan 34 36 minggu.
Pada multigravida : usia kehamilan lebih dari 38 minggu.
Indikasi dan Kontraindikasi Versi Luar
Indikasi :
Letak bokong.
Letak lintang.
Letak kepala dengan talipusat atau tangan terkemuka.
Penempatan dahi
Kontra indikasi :
Perdarahan antepartum.
Pada plasenta praevia atau plasenta letak rendah, usaha memutar janin dikhawatirkan akan
menyebabkan plasenta lepas dari insersionya sehingga akan menambah perdarahan.
Hipertensi.
Pada penderita hipertensi pada umumnya sudah terjadi perubahan pembuluh arteriole plasenta
sehingga manipulasi eksternal dapat semakin merusak pembuluh darah tersebut sehingga terjadi
solusio plasenta.
Cacat uterus.
Jaringan parut akibat sectio caesar atau miomektomi pada mioma intramural merupakan locus
minoris resistancea yang mudah mengalami ruptura uteri.
Kehamilan kembar.
Primitua, nilai sosial anak yang tinggi atau riwayat infertilitas
Insufisiensi plasenta atau gawat janin.
Faktor yang menentukan keberhasilan:
Paritas.
Presentasi janin.
Jumlah air ketuban
Metode permanen
Digunakan oleh pasangan yang sudah tidak
menginginkan anak/ berisiko bila memiliki anak
Tubektomi
sterilisasi pada wanita:
bagian dari tuba falopii dibuang
kedua ujung diikat erat (ligasi)
bisa dilakukan melalui:
sterilisasi post partum
sterilisasi laparoskopik
VASECTOMY
Female Sterilization Overview
Anatomy
Ampulla
Isthmus
Infundibulum
Fimbria
Methods of Female Sterilization
Interval Post Partum/ Labor & Delivery
Laparoscopic Pomeroy
Electrocoagulation (Mono Parkland
and Bi -Polar)
Irving
Falope Ring
Uchida
Hulka Clip
Filshie Tubal Ligation System
Filshie Tubal Ligation
System
Hysteroscopy
Essure
Adiana
Methods of Female Sterilization1
Procedure Timing Technique
Minilaparotomy Post Partum Mechanical Devices (Clips,
Rings)
Post Abortion
Tubal Ligation or Excision
Interval
Laparoscopy Interval Only Electrocoagulation
(Unipolar, Bipolar)
Mechanical Devices (Clips,
Rings)
Laparotomy In conjunction with other Mechanical Devices (Clips,
surgery (Cesarean Rings)
section, salpingectomy,
Tubal Ligation or Excision
ovarian cystectomy, etc.)
1 Female Sterilization In: Landry E, ed. Contraceptive Sterilization: Global Issues and Trends. New York: Engender Health; 2002: 139-160
1 Pregnancy After Tubal Sterilization with Bi-Polar Electrocoagulation. Obstetrics and GYN. August 1999 Volume
94. Herbert B Petterson et al for the CREST Working Group
Kontrasepsi Mantap
KEUNTUNGAN KERUGIAN
Efektif dan permanen Rasa sakit/ tidak nyaman
Tidak ada efek samping jangka pendek
jangka panjang Risiko pembedahan
Tidak mempengaruhi proses Tidak dapat dilakukan untuk
menyusui orang yang masih memiliki
Tidak mengganggu anak
hubungan seksual
Tindakan aman &
sederhana
158. Varisela pada Kehamilan
Faktor Predisposisi
kontak dengan penderita cacar, belum mendapatkan vaksinasi cacar sebelumnya,
dan kurangnya status nutrisi
Diagnosis
Lesi kulit berupa vesikel kemerahan dan gatal di seluruh tubuh yang sering disertai
demam.
Tatalaksana
Umum: pencegahan infeksi sebelum hamil dengan vaksinasi, pencegahan infeksi
selama kehamilan dengan menghindari kontak, dan pencegahan infeksi pasca salin
dengan memberikan vaksinasi
Khusus: ibu dengan varicella + pneumonitis diberikan asiklovir 800 mg per oral 5 kali
per hari selama 7 hari, pada komplikasi yang lebih berat asiklovir IV diberikan pada
dosis 10-15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5-10 hari dimulai dari 24-72 jam setelah
muncul luar
Asiklovir efektif diberikan 24 jam setelah muncul ruam. Aman digunakan pada
kehamilan di atas 20 minggu, sebelum itu harus diberikan dengan hati-hati.
Prognosis Varisela pada Kehamilan
Pada kehamilan kurang dari 28 minggu: risiko sindrom
varisela fetal yang ditandai dengan adanya mikroftalmia,
korioretinitis, katarak, gangguan saraf, hipoplasia
ekstremitas, mikrosefali, atrofi korteks serebri, dan
gangguan tumbuh kembang janin
Pada kehamilan lebih dari 28 minggu terdapat risiko
kelahiran preterm dan ketuban pecah dini
Evaluasi USG untuk mendeteksi kelainan janin
Jika ibu terinfeksi 5 hari sebelum atau 2 hari sesudah
persalinan berikan Varicella Zoster Immunoglobulin (VZIG)
pada bayi
Sumber: buku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan.
159. Abortus
Definisi: Ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan pada kehamilan < 20 minggu atau berat janin <
500 gram
Faktor Predisposisi
Faktor dari janin: kelainan genetik (kromosom) paling banyak
Faktor dari ibu: infeksi, kelainan hormonal (hipotiroidisme, DM),
malnutrisi, obat-obatan, merokok, konsumsi alkohol, faktor immunologis &
defek anatomis seperti uterus didelfis, inkompetensia serviks, dan
sinekhiae uteri karena sindrom Asherman
Faktor dari ayah: Kelainan sperma
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
PERDARAHA BESAR
DIAGNOSIS SERVIKS GEJALA LAIN
N UTERUS
Tes kehamilan +
Sesuai usia
Abortus imminens Sedikit-sedang Tertutup lunak Nyeri perut
kehamilan
Uterus lunak
Diagnosis
Riwayat dilatasi dan kuretase
ditunjang dengan adanya jaringan
parut pada uterus oleh
histerosonografi atau
histerosalfingografi
Terapi
Bedah diikuti dengan hormonal untuk
mencegah timbulnya jaringan parut
161. KB: Metode Alami
Menghitung masa subur
Siklus teratur Siklus Haid 14 hari = hari subur
Siklus tidak teratur: (siklus menstruasi terpendek 18) dan (siklus menstruasi
terpanjang - 11)
Menggunakan 3 6 bulan siklus menstruasi
Dosis
Untuk defisiensi asam folat: 250-1000 mcg (microgram) per hari
Untuk wanita hamil dalam menghindari defek pada tube nerual:
Minimal 400 mcg asam folat per hari
Wanita dengan riwayat kehamilan sebelumnya memiliki
komplikasi defek tube neural biasanya mengkonsumsi 4mg asam
folat per hari pada sebulan pertama sebelum kehamilan dan
diteruskan hingga 3 bulan setelah konsepsi
Spina bifida
163.
164. Asma dan Kehamilan
Bagi Ibu:
Preeklampsia, hipertensi, hiperemesis gravidarum,
perdarahan pervaginam, induksi, komplikasi
kehamilan
Bagi Janin
Kematian perinatal, IUGR, kehamilan preterm,
hipoksia neonatal, BBLR
Asma pada Kehamilan
Diagnosis: sama seperti pasien tidak hamil (Sesak/ sulit bernapas, wheezing,
batuk berdahak, ronkhi)
Nominal
Kategorik
Ordinal
Variabel
Interval
Numerik
Rasio
VARIABEL ORDINAL
Data yang diperoleh dengan cara
VARIABEL NOMINAL kategorisasi atau klasifikasi, tetapi
Data yang diperoleh dengan cara diantara data tersebut terdapat
kategorisasi atau klasifikasi. hubungan.
Posisi data setara. Misalnya: jenis Posisi data tidak setara. Misalnya
pekerjaan. tingkat kepuasan pelanggan, dibagi
Tidak bisa dilakukan operasi matematika menjadi tidak puas, puas, dan sangat
(X, +, - atau : ) puas.
Tidak bisa dilakukan operasi
matematika (X, +, - atau : )
VARIABEL INTERVAL
data yang diperoleh dengan cara VARIABEL RASIO
pengukuran, dimana jarak antar dua titik data yang diperoleh dengan cara
pada skala, sudah diketahui. Misalnya pengukuran, dimana jarak antar dua titik
variabel suhu tubuh dalam Celcius, pada skala, sudah diketahui.
sudah diketahui bahwa jaraknya antara Ada angka nol mutlak. Misalnya tinggi
0-100 derajat Celcius. badan, berat badan.
Tidak ada angka nol mutlak Bisa dilakukan operasi matematika.
Bisa dilakukan operasi matematika.
Cara Sederhana Membedakan Variabel Interval
dan Rasio
Prinsipnya adalah pada variabel rasio, kita dapat merasiokan 2
pengukuran dengan nilai yang sama.
Fraud and misconduct in clinical research: A concern. Perspect Clin Res. 2013 Apr-Jun; 4(2): 144147.
doi: 10.4103/2229-3485.111800
3 Jenis Fraud
Fabrication: menciptakan data baru yang
sebenarnya tidak ada.
TP TN
SENSITIVITAS =
SPESIFISITAS =
TP+FN TN+FP
Konsep sensitifitas dan spesifisitas dari tes
skrining dengan hasil tes yang bersifat dikotomus
:
Contoh pada kalkulasi dibawah ini :
Dari 100 orang sakit, 80 diidentifikasikan secara benar
(hasil tes positif ) oleh tes skrining
Sensitifitas dari tes adalah 80%.
Disini 20 orang tidak dapat diidentifikasikan dengan benar
oleh tes skrining tersebut.
Dari 900 orang yang tidak sakit, 800 diidentifikasikan
secara benar (hasil tes negatif) oleh tes skrining
Spesifisitas dari tes adalah 800/900 atau 89%.
Disini ada 100 orang yang tidak dapat diidentifikasikan
dengan benar oleh tes skrining tersebut
PREDICTIVE VALUE
Untuk menilai efficacy dari suatu skrining test,
diukur predictive value.
Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
(nonmaleficence)
Selain menghormati martabat manusia,
dokter juga harus mengusahakan agar Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
Pengertian berbuat baik diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih dari diikuti.
sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect
Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
for person) / Autonomy ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
Setiap individu (pasien) harus kewarganegaraan, status perkawinan,
diperlakukan sebagai manusia yang serta perbedaan jender tidak boleh dan
tidak dapat mengubah sikap dokter
memiliki otonomi (hak untuk menentukan terhadap pasiennya.
nasib diri sendiri), Tidak ada pertimbangan lain selain
Setiap manusia yang otonominya kesehatan pasien yang menjadi perhatian
berkurang atau hilang perlu mendapatkan utama dokter.
perlindungan. Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
180. ANTROPOLOGI FORENSIK
Penentuan seks dari kerangka panggul,
tengkorak
Penentuan ras dari tengkorak
Perkiraan umur berdasarkan pertumbuhan
tulang panjang
Perkiraan tinggi badan panjang tulang
panjang
Penentuan Usia
Usia pada saat kematian dapat diperkirakan
dengan memeriksa perubahan biologis dari
orang tersebut.
Penutupan sutura di tengkorak merupakan
salah satu indikator usia. Setelah 25-31 tahun,
estimasi umur menjadi lebih sulit.
Penentuan Jenis Kelamin
181. Perlukaan akibat kekerasan
o Kekerasan bersifat mekanik
Kekerasan tumpul
Kekerasan tajam
Tembakan senjata api
Kesimpulan VeR:
Ada/tidaknya bukti persetubuhan, dan kapan perkiraan
terjadinya
Ada/tidaknya kekerasan pada perineum dan daerah lain
(termasuk pemberian racun/obat/zat agar menjadi tidak
berdaya) toksikologi
Usia korban (berdasarkan haid, dan tanda seks sekunder)
Penyakit hubungan seksual, kehamilan, dan kelainan
kejiwaan sebagai akibat dari tindak pidana
Perabaan dan Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap,
penciuman bila tidak teraba kaku, masih dapat dikenali dari permukaan bercak yang
teraba kasar. Pada penciuman, bau air mani seperti klorin (pemutih) atau
bau ikan
Ultraviolet (UV) Semen kering (bercak semen) berfluoresensi (bluish-white) putih
kebiruan di bawah iluminasi UV dan menunjukkan warna yang
sebelumnya tak nampak. Namun Pemeriksaan ini tidak spesifik,sebab
nanah, fluor albus, bahan makanan, urin, dan serbuk deterjen yang
tersisa pada pakaian sering berflouresensi juga.
PEMERIKSAAN
KIMIAWI
Metode Florence Cairan vaginal atau bercak mani yang
sudah dilarutkan, ditetesi larutan yodium
(larutan Florence) di atas objek glass
Hasil yang diharapkan: kristal-kristal
kholin peryodida tampak berbentuk
jarum-jarum / rhomboid yang berwarna
coklat gelap
Metode Berberio Cairan vagina atau bercak semen yang
sudah dilarutkan, diteteskan pada objek
glass, lalu ditambahkan asam pikrat dan
diamati di bawah mikroskop.
Hasil yang diharapkan: Kristal spermin
pikrat akan terbentuk rhomboik atau
jarum yang berwarna kuning kehijauan.
PEMERIKSAAN
KIMIAWI
Metode PAN Bercak pada pakaian diekstraksi
dengan cara menempelkan kertas
saring Whatman no.2 yang dibasahi
dengan aquadest, selama 10 menit.
Hasil positif menunjukkan warna
merah jambu.
Pasal 52
Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga,
masyarakat, dan negara.
Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak
anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam
kandungan.
Pasal 53
Setiap anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup,
mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya.
Setiap anak sejak kelahirannya, berhak atas suatu nama dan status
kewarganegaraannya.
185. Perlukaan akibat kekerasan
o Kekerasan bersifat mekanik
Kekerasan tumpul
Kekerasan tajam
Tembakan senjata api
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011,
Menentukan Ada Tidaknya Persetubuhan
Persetubuhan adalah peristiwa di mana alat kelamin laki-
laki masuk ke dalam alat kelamin perempuan, sebagian
atau seluruhnya.
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.
Memperkirakan Umur
Dapat dilakukan dari pemeriksaan gigi geligi
atau pemeriksaan foto rontgen tulang.
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.
Menentukan Pantas Tidaknya Korban
Untuk Dikawin
Pengertian pantas tidaknya untuk dikawin
dinilai dari apakah korban telah siap untuk
dibuahi yang dimanifestasikan dengan sudah
mengalami menstruasi.
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.
187. INFANTISIDA
Infanticide atau pembunuhan anak adalah
pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu
dengan atau tanpa bantuan orang lain terhadap
bayinya pada saat dilahirkan atau beberapa saat
sesudah dilahirkan, oleh karena takut diketahui
orang lain bahwa ia telah melahirkan anak.
Untuk memeriksa lebih jauh, pisahkan paru-paru dari jantung dan timus,
dan kedua belah paru juga dipisahkan. Bila masih terapung, potong
masing-masing paru-paru menjadi 12 20 potongan-potongan kecil.
Bagian-bagian ini diapungkan lagi. Bagian kecil paru ini ditekan dipencet
dengan jari di bawah air. Bila telah bernafas, gelembung udara akan
terlihat dalam air. Bila masih mengapung, bagian kecil paru-paru ditaruh di
antara 2 lapis kertas dan dipijak dengan berat badan. Bila masih
mengapung, itu menunjukkan bayi telah bernafas. Sedangkan udara
pembusukan akan keluar dengan penekanan seperti ini, jadi ia akan
tenggelam.
Bayi Lahir Mati: Still birth vs Dead Born
Still birth, artinya dalam kandungan masih hidup, waktu dilahirkan
sudah mati. Ini mungkin disebabkan perjalanan kelahiran yang
lama, atau terjadi accidental strangulasi dimana tali pusat melilit
leher bayi waktu dilahirkan.
Dead born child, di sini bayi memang sudah mati dalam kandungan.
Bila kematian dalam kandungan telah lebih dari 2 3 hari akan
terjadi maserasi pada bayi. Ini terlihat dari tanda-tanda:
Bau mayat seperti susu asam.
Warna kulit kemerah-merahan.
Otot-otot lemas dan lembek.
Sendi-sendi lembek sehingga mudah dilakukan ekstensi dan fleksi.
Bila lebih lama didapati bulae berisi cairan serous encer dengan dasar
bullae berwarna kemerah-merahan.
Alat viseral lebih segar daripada kulit.
Paru-paru belum berkembang.
Ada/ Tidaknya Tanda Perawatan
Tidak adanya tanda perawatan adalah sbb:
Tubuh masih berlumuran darah,
Ari-ari (placenta), masih melekat dengan tali pusat dan
masih berhubungan dengan pusar (umbilicus),
Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak
tidak beraturan, hal ini dapat diketahui dengan
meletakkan ujung tali pusat tersebut ke permukaan air,
Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi
serta di daerah yang mengandung lipatan-lipatan kulit,
seperti daerah lipat ketiak, lipat paha dan bagian
belakang bokong.
188. PELANGGARAN DALAM PELAYANAN
KEDOKTERAN
Pelanggaran dapat berupa:
Pelanggaran etik
Pelanggaran disiplin
Pelanggaran hukum (pidana dan perdata)
Pelanggaran Etik
Dasar: Kode Etik Dokter Indonesia (KODEKI),
yang berisi kewajiban umum, kewajiban
terhadap pasien, dan kewajiban terhadap
teman sejawat.
menjunjung tinggi, menghayati dan wajib merujuk jika tidak mampu, setiap dokter harus memelihara
mengamalkan sumpah dokter (pasal atas persetujuan pasien(pasal 14) kesehatannya supaya dapat
1) bekerja dengan baik (pasal 20)
setiap dokter wajib merahasiakan
Seorang dokter wajib selalu segala sesuatu yang diketahuinya setiap dokter harus senantiasa
melakukan pengambilan keputusan tentang seorang pasien , bahkan mengikuti perkembangan ilmu
profesional secara independen, dan juga setelah pasien itu meninggal pengetahuan dan teknologi
mempertahankan perilaku dunia (pasal 16) kedokteran/kesehatan (psl 21)
profesional dalam ukuran yang
tertinggi. (pasal 2) setiap dokter wajib melakukan setiap dokter memperlakukan
pertolongan darurat sbg suatu teman sejawat nya sebagaimana
dalam melakukan pekerjaannya tugas perikemanusiaan, kecuali ia sendiri ingin diperlakukan
seorang dokter tidak boleh bila ia yakin ada orang lain (pasal 18)
dipengaruhi oleh sesuatu yang bersedia dan mampu
mengakibatkan hilangnya kebebasan memberikannya (pasal 17)
& kemandirian profesi (pasal 3)
Immersion syndrome
Korban meninggal tiba-tiba saat tenggelam pada air
yang sangat dingin
Akibat refleks vagal
Berdasarkan Lokasi Tenggelam
AIR TAWAR AIR LAUT
Air dengan cepat diserap Pertukaran elektrolit dari
dalam jumlah besar air asin ke darah
hemodilusi natrium plasma
hipervolemia dan meningkat air akan
hemolisis massif dari sel- ditarik dari sirkulasi
sel darah merah hipovolemia dan
kalium intrasel akan hemokonsentrasi
dilepas hiperkalemia hipoksia dan anoksia
fibrilasi ventrikel dan
anoksia yang hebat pada
miokardium.
Tanda Tenggelam
Tanda korban masih hidup saat tenggelam:
Ditemukannya tanda cadaveric spasme
Perdarahan pada liang telinga
Adanya benda asing (lumpur, pasir, tumbuhan dan binatang
air) pada saluran pernapasan dan pencernaan
Adanya bercak paltouf di permukaan paru
Berat jenis darah pada jantung kanan dan kiri berbeda
Ditemukan diatome
Adanya tanda asfiksia
Ditemukannya mushroom-like mass
5 Tanda Pasti Tenggelam
Terdapat tanda asfiksia
Diatome pada pemeriksaan getah paru
Bercak paltouf di permukaan paru
Berat jenis darah yang berbeda antara jantung
kiri dan kanan
Mushroom-like mass
Pemeriksaan Luar Korban Tenggelam
Mayat dalam keadaan basah berlumuran pasir dan benda-benda
asing lainnya yang terdapat di dalam air laut dan kadang-kadang
bercampur lumpur.
Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
(nonmaleficence)
Selain menghormati martabat manusia,
dokter juga harus mengusahakan agar Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
Pengertian berbuat baik diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih dari diikuti.
sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect
Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
for person) / Autonomy ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
Setiap individu (pasien) harus kewarganegaraan, status perkawinan,
diperlakukan sebagai manusia yang serta perbedaan jender tidak boleh dan
tidak dapat mengubah sikap dokter
memiliki otonomi (hak untuk menentukan terhadap pasiennya.
nasib diri sendiri), Tidak ada pertimbangan lain selain
Setiap manusia yang otonominya kesehatan pasien yang menjadi perhatian
berkurang atau hilang perlu mendapatkan utama dokter.
perlindungan. Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
191. Karsinoma nasofaring
Nasopharyngeal symptom
Mild epistaxis, Nasal congestion
Eye symptom
Diplopia
Ear symptom
Tinitus, Otalgia, Hearing loss
Neural symptom
Invasion to cranial nerve V, IX, X, XI, XII
191. Malignancy
History Physical Exam. Diagnosis Treatment
Male in 5th decade, unilateral obstruction & Ca sinonasal Surgery
exposed with nickel, rhinorrea. Diplopia, proptosis
chrom, formalin, . Bulging of palatum, cheek
terpentin. protrusion, anesthesia if
involving n.V
Papillomatosis
Ca laring
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Externa
Malignant otitis externa (necrotizing OE)
Pada pasien diabetik lansia atau imunokompromais.
OE dapat menjadi selulitis, kondritis, osteitis,
osteomielitis neuropati kranial.
Liang telinga bengkak & nyeri, jaringan granulasi merah
tampak di posteroinferior sambungan kartilago dengan
tulang, di 1/3 dalam.
Awalnya gatal, lalu cepat menjadi nyeri, sekret (+), &
pembengkakan liang telinga.
Moderate- Moderate-
Mild severe Mild severe
Failure
referral to specialist
If conjunctivitis
Add
oral H1-blocker
or intraocular H1-blocker
or intraocular cromone
(or saline)
Pathogenesis
Polyps consist of pseudostratified respiratory epithelium and subject to
metaplasia due to local inflammatory pressure. Polyps can undergo fibrosis and
neovascularization
Clinical
Nasal airway obstruction, chronic rhinosinusitis, exacerbation of asthma,
bleeding, anosmia, polyps arise in nasal airway as clean mass of soft tissue
Treatment
Steroid, surgery
199. Laringomalasia
Laringomalasia adalah kelainan kongenital dimana
epiglotis lemah
Akibat epiglotis yang jatuh, akan menimbulkan stridor
kronik, yang diperparah dengan gravitasi (berbaring).
Pada pemeriksaan dapat terlihat laring berbentuk
omega
Laringomalasia biasanya terjadi pada anak dibawah 2
tahun, dimulai dari usia 4-6 minggu, memuncak pada
usia 6 bulan dan menghilang di usia 2 tahun.
Sebagian besar kasus tidak memerlukan tatalaksana.
200. Otomikosis
The infection may be either sub
acute or acute and is characterized
by inflammation, pruritis, scaling and
severe discomfort.
Tatalaksana
Asam asetat 2% dalam alkohol atau povidon iodine 5%
atau antifungal topikal (nistatin/clotrimazol 1%)
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otomikosis (Fungal Otitis Externa)