Anda di halaman 1dari 1059

DR. WIDYA | DR. YOLINA | DR. RETNO | DR.

ORYZA
DR. REZA | DR. RESTHIE | DR. CEMARA

OFFICE ADDRESS:
Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan Medan :
(belakang pasaraya manggarai) Jl. Setiabudi no. 65 G, medan
phone number : 021 8317064 Phone number : 061 8229229
pin BB D3506D3E / 5F35C3C2 Pin BB : 24BF7CD2
WA 081380385694 / 081314412212 Www.Optimaprep.Com
1. Penyakit Paru
Definisi PPOK
Ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel
Bersifat progresif & berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya
Disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat
penyakit

Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh


gabungan antara obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis)
& obstruksi parenkim (emfisema) yang bervariasi pada setiap individu.

Bronkitis kronik & emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena:


Emfisema merupakan diagnosis patologi (pembesaran jalan napas
distal)
Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis (batuk berdahak
selama 3 bulan berturut-turut, dalam 2 tahun)
A. Gambaran Klinis PPOK
a. Anamnesis
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa
gejala pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis
berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi
saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi
udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

1. PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2011


Pemeriksaan fisis PPOK
b. Pemeriksaan fisis (PPOK dini Palpasi:
umumnya tidak ada pada emfisema fremitus melemah, sela iga
melebar
kelainan)
Inspeksi Perkusi:
Pursed - lips breathing (mulut pada emfisema hipersonor dan batas
setengah terkatup mencucu) jantung mengecil, letak diafragma rendah,
Barrel chest (diameter antero - hepar terdorong ke bawah
posterior dan transversal
sebanding)
Penggunaan otot bantu napas Auskultasi
Hipertropi otot bantu napas suara napas vesikuler normal, atau
Pelebaran sela iga melemah
Bila telah terjadi gagal jantung terdapat ronki dan atau mengi pada waktu
kanan terlihat denyut vena bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
jugularis di leher dan edema ekspirasi memanjang
tungkai bunyi jantung terdengar jauh, gagal jantung
kanan terlihat denyut vena jugularis di leher
dan edema tungkai
1. PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2011
Spirometri penyakit obstruktif
paru:
Forced expiratory volume/FEV1
Vital capacity
Hiperinflasi mengakibatkan:
Residual volume Normal COPD
Functional residual capacity
Nilai FEV1 pascabronkodilator <80% prediksi memastikan ada
hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel.
1. Color Atlas of Patophysiology. 1st ed. Thieme: 2000.
2. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine. Lange: 2003.
3. Murray & Nadels Textbook of respiratory medicine. 4th ed. Elsevier: 2005.
4. PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2011
1. PPOK
1. PPOK
Radiologi PPOK:
Pada emfisema terlihat:
Hiperinflasi
Hiperlusen
Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar
Jantung menggantung (jantung pendulum)
Pada bronkitis kronik:
Normal
Corakan bronkovaskular bertambah pada 21% kasus.
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan
dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor
lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.

Gejala eksaserbasi :
Sesak bertambah
Produksi sputum meningkat
Perubahan warna sputum

Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :


a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas
b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas
c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran
napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk,
peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline,
atau frekuensi nadi > 20% baseline

1. PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2011


PPOK (klasifikasi)
Dalam penilaian derajat PPOK diperlukan beberapa penilaian
seperti
Penilaian gejala dengan menggunakan kuesioner COPD
Assesment Test (CAT) serta The modified British Medical
Research Council (mMRC) untuk menilai sesak nafas;
Penilaian derajat keterbatasan aliran udara dengan
spirometri
GOLD 1: Ringan: FEV1 >80% prediksi
GOLD 2: Sedang: 50% < FEV1 < 80% prediksi
GOLD 3: Berat: 30% < FEV1 < 50% prediksi
GOLD 4: Sangat Berat: FEV1 <30% prediksi
Penilaian risiko eksaserbasi
Klasifikasi PPOK
Kategori Karakteri Spirome Eksaserbasi CAT mMRC
stik tri per tahun

A Risiko GOLD 1- < 1 kali < 10 0-1


rendah 2
Gejala
minimal
B Risiko GOLD 1- < 1 kali > 10 >2
rendah 2
Gejala
banyak
C Risiko GOLD 3- > 2 kali < 10 0-1
tinggi 4
Gejala
minimal
D Risiko GOLD 3- > 2 kali > 10 >2
tinggi 4
Gejala
banyak
Terapi PPOK Sesuai Kelompok Pasien
Patient First Choice Alternative Choice Other Possible
Group Treatments
A Short acting (SA) Long acting (LA) anticholinergik Theophylline
anticholinergic or
or LA beta2-agonist
SA beta2-agonist or
SA beta agonis and SA anticholinergik
B LA anticholinergic LA anticholinergic and LA beta2-agonist SA beta2-agonist and/or
or SA anticholinergic
LA beta2-agonist
Theophylline
C ICS + LA beta2-agonist LA anticholinergic and LA beta2-agonist SA beta2-agonist and/or
or or SA anticholinergic
LA anticholinergic LA anticholinergic and PDE-4 inhibitor
or Theophylline
LA beta2-agonist and PDE-4 inhibitor
D ICS + LA beta2-agonist ICS + LA beta2-agonist and LA Carbocysteine
and/or anticholinergic
LA anticholinergic or N-acetylcysteine
ICS + LA beta2-agonist and PDE-4
inhibitor SA beta2-agonist and/or
or SA anticholinergic
LA anticholinergic and LA beta2-agonist
or Theophylline
LA anticholinergic and PDE-4 inhibitor
PPOK
2. Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA)

Anemia hemolitik autoimun Onset dapat gradual atau


merupakan anemia yang subakut, berupa mudah lelah,
disebabkan oleh penghancuran sesak napas, malaise, ikterik.
eritrosit oleh autoantibodi. Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemuan organomegali.
Dibagi menjadi :
Primer : tanpa adanya underlying Hasil lab:
disease Anemia NN
Sekunder: ada underlying diseas, Retikulositosis (>2%)
seperti limfoma, Evans syndrome, Peningkatan LDH
SLE, antiphospholipid syndrome,
Peningkatan bil.indirek
IBD.
Direct antiglobulin test (DAT)/
Coombs test untuk
membedakan anemia hemolitik
autoimun dengan non-autoimun.

Hematology: basic& principle practice, Ed.6


2. Transfusi darah
2. Komponen
Darah
Type Descriptions Indications
Whole Up to 510 ml total volume Red cell replacement in acute blood loss
blood Hb 12 g/ml, Ht 35%45% with hypovolaemia
No functional platelets Exchange transfusion
No labile coagulation factors (V & VIII) Patients needing red cell transfusions
where PRC is not available
PRC 150200 ml red cells from which most of the Replacement of red cells in anaemic
plasma has been removed patients
Hb 20 g/dL (not less than 45 g per unit) Use with crystalloid or colloid solution
Ht: 55%75% in acute blood loss
FFP Plasma separated from whole blood within 6 Replacement of multiple coagulation
hours of collection and then rapidly frozen to factor
25C or colder deficiencies,
Contains normal plasma levels of stable DIC
clotting factors, albumin & immunoglobulin TTP
Platelet Single donor unit in a volume of 5060 ml of Treatment of bleeding due to:
conc. plasma should contain: Thrombocytopenia
At least 55 x 10 9 platelets, <1.2 x 109 red cells, Platelet function defects
<0.12 x 109 leucocytes Prevention of bleeding due to
thrombocytopenia.
Cryopresi Prepared by resuspending FFP presipitate. Treatment of vWD, Haemophilia A, FXIII
pitate Contains about half of the Factor VIII and def, source of fibrinogen acquired
fibrinogen in the donated whole blood. coagulopathies (DIC)
Indikasi whole blood:
Perdarahan akut dengan hipovolemia
Transfusi Tukar (Exchange transfusion)
Pengganti darah merah endap (packed red
cell) saat memerlukan transfusi sel darah
merah

Indikasi PRC:
Pengganti sel darah merah pada anemia
Anemia karena perdarahan akut (setelah
resusitasi cairan kristaloid atau koloid)
Indikasi washed erythrocyte:
Transfusi masif pada neonatus sampai usia < 1 tahun
Penderita dengan anti-IgA atau defisiensi IgA dengan
riwayat alergi transfusi berat
Riwayat reaksi transfusi berat yang tidak membaik
dengan pemberian premedikasi
Penderita dengan reaksi terhadap protein plasma
darah transfusi (pada pasien dengan Coombs test
positif)

Indikasi FFP:
Defisiensi faktor koagulasi (penyakit hati, overdosis
antikoagulan-warfarin, kehilangan faktor koagulasi
pada penerima transfusi dalam jumlah besar)
DIC
TTP
Indikasi trombosit konsentrat:
Perdarahan akibat trombositopenia atau gangguan
fungsi trombosit
Pencegahan perdarahan karena trombositopenia
(gangguan sumsum tulang) kurang dari 10.000 /micro
liter

Indikasi Cryoprecipitate:
Alternatif terapi F VIII konsentrat pada defisiensi :
Faktor von Willebrand (von Willebrands disease)
Faktor VIII (hemofilia A)
Faktor XIII
Sumber fibrinogen pada gangguan koagulopati dapatan
misalnya DIC
3. Limfadenopati
Gejala dan tanda limfoma
Limfadenopati
B symptoms (systemic symptoms):
Demam
Keringat malam
Penurunan berat badan
Gejala lain:
Penurunan nafsu makan
Lemah
Sesak nafas
Pruritus
Nyeri punggung/tulang
Splenomegali dan/atau hepatomegali
Sindrom vena kava superior bila terdapat limfadenopati mediastinal masif

LDH yang meningkat menandakan turn over cell yang meningkat pada
keganasan.
3. Limfadenopati
Hepatoma:
Riwayat hepatitis kronik, ikterus, massa nodul di hepar

TB kelenjar
Bengkak, tidak nyeri, nodul, ulserasi

Mieloma multipel
Pansitopenia, hipergammaglobulinemia
Organomegali
Nyeri tulang
Hodgkin Non-hodgkin
Sel Reed Sternberg Ada Tidak ada
Usia Dewasa muda Sering usia 40-70 tahun
B symptoms (demam >38o 40% Bervariasi tergantung
C, keringat, turun BB >10% tipe, 20%
dalam 6 bulan)
Keterlibatan & penyebaran Superfisial, biasanya Difus, nodal &
ke nodus limf servikal/supraservikal + ekstranodal, penyebaran
mediastinal nonkontinyu
limfadenopati,
penyebaran kontinyu ke
nodus sebalah
Pernyakit ekstranodal: Relatif jarang Lebih sering
1. SSP 1. <1% 1. 2%
2. GI tract 2. <1% 2. 5-15%
3. Genitourinary tract 3. <1% 3. 1-5%
4. Bone marrow 4. 5% 4. 20-40%
5. Lung parenchyma 5. 8-12% 5. 3-6%
6. Bone 6. <1% 6. 1-2%
Keterlibatan hepar Jarang Sering
Stage saat datang >80% early stage I, II >85% late stage III, IV
Hodgkin
lymphoma
4. Pneumonia
Pulmonary infiltrate, with/without
signs of infection (e.g., fever)
one of the most common &
serious complications in patients
whose immune defenses are
suppressed by:
disease,
immunosuppressive therapy for
organ transplants,
chemotherapy for tumors, or
irradiation.

Robbins & Cotran pathologic basis of diseases


Pneumonia
CMV infection:
Prominent intranuclear basophilic
inclusions spanning half the nuclear
diameter are usually set off from
the nuclear membrane by a clear
halo.
In the lungs, the alveolar
macrophages. epithelial and
endothelial cells are affected;
Affected cells are strikingly
enlarged, often to a diameter of 40
m, and they show cellular &
nuclear pleomorphism.

Robbins & Cotran pathologic basis of diseases


Pneumoniae
Pneumocystis jiroveci/carini:
dyspnea, fever, nonproductive
cough.
tachypnea, tachycardia, and
cyanosis, but lung auscultation
reveals few abnormalities.
CXR: bilateral diffuse infiltrates
beginning in the perihilar regions.
definitive diagnosis is made by
histopathologic staining
methenamine silver selectively stain
the wall of Pneumocystis cysts.

Robbins & Cotran pathologic basis of diseases.


Harrisons principles of internal medicine.
Pneumonia
Mycoplasmal pneumonia is a disease of gradual and insidious onset of several
days to weeks.

A recent Cochrane Review determined that M pneumoniae cannot be reliably


diagnosed in children and adolescents with community-acquired pneumonia
based on clinical signs and symptoms.

The patient's history may include the following:


Fever, generally low-grade
Malaise
Persistent, slowly worsening, incessant cough. The cough ranges from non-productive to
mildly productive with sputum discoloration developing late in the course of the illness. The
absence of cough makes the diagnosis of M pneumoniae unlikely.
Headache
Chills but not rigors
Scratchy sore throat
Sore chest and tracheal tenderness (result of the protracted cough)
Pleuritic chest pain (rare)
Wheezing
Dyspnea (uncommon)

http://emedicine.medscape.com/article/1941994-clinical
5. Farmakologi obat angina
Aspirin merupakan obat
golongan antiplatelet, yang
menyebabkan gangguan
agregasi trombosit.
Aspirin menghambat produksi
tromboxane. Tromboxane
berfungsi untuk berikatan
dengan platelet lain untuk
menambal dinding pembuluh
darah yang rusak.
Mekanisme hemostasis
5. Farmakologi obat angina
Nitrogliserin relaksasi otot polos pembuluh darah vasodilatasi
6. Idiopathic (Immune) Thrombocytopenic Purpura
Purpura trombositopenia imun merupakan penyakit autoimun yang
ditandai dengan trombositopenia menetap (angka trombosit darah
tepi <150.000 ml/dl) akibat autoantibodi yang mengikat antigen
trombosit menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem
retikuloendotelial terutama di limpa
10% ITP + anemia hemolitik autoimun Evans syndrome
Etiologi
Primer: dx eksklusi
Sekunder: virus (HIV, HCV, HBV, EBV), H. Pylori, ANA
Anak: akut pasca infeksi
Dewasa: kronik
Manifestasi klinis: perdarahan mukokutan, petechiae, purpura.
Perdarahan spontan bila Tr <20,000/mm3
Pemeriksaan lab
BT, CT
Hapus darah tepi: megakariosit
Biopsi sumsum tulang: megakariosit
Patofisiologi
Diawali dari adanya autoantibodi (sebagian besar
merupakan IgG) melawan membran trombosit
glikoprotein IIb-IIIa atau Ib-IX.
Antibodi antiplatelet berkerja sebagai opsonin yang
dikenali oleh reseptor IgG Fc pada makrofag apabila ia
melekat pada trombosit, makrofag akan mengenali
kompleks tersebut sebagai substansi yang harus
dihancurkan terjadi peningkatan destruksi platelet.
ITP ringan
hanya trombosit yang diserang, dan megakariosit mampu
mengkompensasi kondisi itu dengan jalan meningkatkan
produksi trombosit.
ITP berat
autoantibodi juga menyerang megakariosit, sehingga
produksi trombosit juga menurun.
Manifestasi Klinis
Onset pendarahan : ITP akut atau kronik.
Ada tidaknya gejala sistemik: ITP primer atau
sekunder.
Obat-obat pemacu kekambuhan: heparin,
sulfonamid, kuinin, dan aspirin
Spleenomegali ringan tanpa limfadenopati
dapat dijumpai pada kedua ITP, namun hanya
10-20% kasus.
Manifestasi Klinis
Trombositopenia.
Morfologi eritrosit, leukosit, dan retikulosit biasanya
normal, kadang dapat dijumpai adanya megatrombosit
Bleeding time memanjang.
Pemeriksaan aspirasi sum-sum tulang hanya dilakukan
pada dewasa tua (>40 tahun), gambaran klinis tidak
khas, atau pasien yang tidak berespon baik terhadap
terapi.
Kecurigaan ITP sekunder pemeriksaan laboratoris
diperlukan untuk menginvestigasi penyakit dasarnya.
ITP akut ITP kronik
trombositopenia terjadi 1-3 fluktuatif, episode
minggu setelah infeksi virus pendarahan dapat
atau bakteri, biasanya pada berlangsung beberapa hari
anak-anak. sampai minggu, dapat
umumnya ringan dan lebih intermiten atau bahkan
dari 90% penderita sembuh terus-menerus
dalam 3-6 bulan karena Umumnya pada usia 18-40
merupakan self-limited tahun dan 2-3 kali lebih
disease, bentuk sering terjadi pada wanita.
pendarahannya adalah pendarahannya dapat
purpura pada kulit dan berupa ekimosis, peteki,
mukosa (hidung, gusi, purpura; umumnya berat.
saluran cerna dan traktus Traktus urogenital
urogenital). merupakan tempat
pendarahan paling sering.
Tatalaksana
Pasien dengan angka trombosit (AT) >30.000/L, asimptomatik atau
purpura minimal
tidak diterapi rutin.
Pengobatan dengan kortikosteroid:
Diberikan pada:
Pendarahan mukosa dengan AT <20.000/L
pendarahan ringan dengan AT <10.000/L
Prednison 1-2 mg/kgBB/hari, dievaluasi 1-2 minggu
Bila responsif, dosi diturunkan perlahan hingga AT stabil atau dipertahankan 30.000-
50.000/ L
Prednison juga dapat diberikan dosis tinggi 4 mg/kgBB/hari selama 4 hari
bila tidak ada respon maka pengobatan yang diberikan hanya suportif.
Pemberian suspensi trombosit bila:
AT <20.000/L dengan pendarahan mukosa berulang; pendarahan retina;
pendarahan berat;
AT <50.000/L dengan kecurigaan pendarahan intrakranial
menjalani operasi dengan AT <150.000/L.
7. Penyakit Ginjal

Kidney International Supplements (2012) 2, 812; doi:10.1038/kisup.2012.7


7. Penyakit Ginjal
Gangguan pada:
8. Abses hepar
Infeksi pada hati disebabkan bakteri, parasit, jamur
maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal.
Abses hati amebik (AHA) Entamoeba histolytica
Abses hati piogenik (AHP) Enterobactericeae,
streptococci, klebsiella pneumoniae, bacteroides,
fusobacterium, staphylococcus aureus, cancida,
aspergillus, actinomyces, yersinia enterolitica,
salmonella thypii, dll
AHP dapat terjadi akibat komplikasi apendisitis,
infeksi intraabdominal, infeksi sistem biliaris
Lobus kanan > lobus kiri
lobus kanan menerima darah dari a. mesenterika
superior dan vena portal, sedangkan lobus kiri dari a.
mesenterika inferior dan aliran limfatik
8. Abses hepar
Manifestasi klinis
Anamnesis
nyeri perut kanan atas, jalan membungkuk ke depan, demam,
malaise, nyeri pada bahu kanan, batuk atau atelektasis, mual,
muntah, nafsu makan turun, penurunan BB, kelemahan badan,
ikterus, BAB seperti kapur, BAK gelap.
PF
febris, hepatomegali, nyeri tekan hepar, splenomegali, asites,
ikterus, tanda hipertensi portal
Penunjang
leukositosis, shift to the left, anemia, LED meningkat, peningkatan
alkali fosfatase, peningkatan enzim transaminase, peningkatan
serum bilirubin, penurunan albumin dan PT
Kultur hasil aspirasi standar emas untuk penegakan diagnosis
miikrobiologi
Foto thoraks (efusi pleura, diafragma kanan meninggi, empiema,
abses paru), foto abdomen (air fluid level), CT scan abdomen,
MRI, USG abdomen
8. Tatalaksana Abses Hepar
Antibiotik spektrum luas adalah Abses hepar dengan diameter < 3 cm
tatalaksana utama dari abses hepar cukup diberi antibiotik.
dan harus seera diberikan setelah
diagnosis abses hepar ditegakkan. Abses yang diameternya lebih dari 3
Antibiotik yang diberikan harus dapat cm, perlu didrainase. Drainase dapat
mengatasi bakteri gram positif, gram
menggunakan:
negatif, dan bakteri anaerob.
Aspirasi jarum dengan USG-guided
Ceftriaxone /cefotaxime dan
Laparoskopi
metronidazole
Reseksi abses
Levofloxacin/ciprofloxacin/ moxifloxacin
dan metronidazole Drainase per endoskopi bila sumber
infeksi dari saluran bilier

Pada pasien imunokompromais,


terapi empiris untuk Candida harus
diberikan selama minimal 2 minggu.

http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/640/treatment/step-by-step.html
Kapan perlu dilakukan pembedahan
pada abses hepar?
Bila disertai ruptur abses dan peritonitis
Dengan abses multiloculated dan diameter
abses >5 cm
Tidak respons dengan antibiotik atau drainase
perkutan
Dengan kelainan pada saluran bilier

http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/640/treatment/step-by-step.html
9. Nyeri Sendi
Gout:
Transient attacks of acute
arthritis initiated by
crystallization of urates
within & about joints,

leading eventually to
chronic gouty arthritis &
the appearance of tophi.

Tophi: large aggregates of


urate crystals & the
surrounding
inflammatory reaction.

Harrisons principles of internal medicine. 18th ed.


McGraw-Hill; 2011.
Robbins pathologic basis of disease. 2007.
Acute Gout Tophy in chronic gout
Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.
Indikasi ULT Gout
Tidak semua
pasien gout
diberikan urate
lowering therapy
(allopurinol)
Indikasi ULT
Tofus
Serangan akut >2
kali/tahun
CKD stage 2 atau
lebih berat
Riwayat
urolithiasis
10. Demam Tifoid
Gejala Klinis:
Demam persisten
Nyeri kepala
Gejala abdomen (biasanya berupa nyeri
epigastrium, diare atau konstipasi), mual, muntah
Bradikardi relatif,
Lidah yang tremor dan berselaput
Meteorismus.
Hepatomegali, splenomegali
53
INFEKSI TROPIK
Sensitivity of Typhoid Cultures

Blood cultures: often (+) in the 1st week. (gold standard)


Stools cultures: yield (+) from the 2nd or 3rd week on.
Urine cultures: may be (+) after the 2nd week.
(+) culture of duodenal drainage: presence of Salmonella in
carriers.
Widal test:
Deteksi antibodi terhadap antigien somatik O & flagel H dari salmonella.
Diagnosis (+): peningkatan titer >4 x setelah 5-10 hari dari hasil pertama.
Antibody O meningkat setelah 6-8 hari, antibodi H meningkat setelah 10-
12 hari.
Pada daerah endemik, tes widal tunggal tidak reliabel karena antibodi
terhadap H dan O dapat terdeteksi hingga 1/160 pada populasi normal.
Karena itu, sebagian memakai batas titer H dan/ O 1/320 sebagai nilai
yang signifikan.
Typhidot
Deteksi IgM dan IgG terhadap outer
membrane protein (OMP) 50 kDa dari
S. typhi.
Positif setelah infeksi hari 2-3.

Tubex TF
Deteksi IgM anti lipopolisakarida O9 dari Salmonella serogroup D (salah satunya
S. typhi).
Positif setelah hari ke 3-4.

A Comparative Study of Typhidot and Widal Test in Patients of Typhoid Fever. JIACM 2004; 5(3): 244-6.
Tatalaksana
Kloramfenikol 4x500 mg PO atau IV diberikan
sampai 7 hari bebas demam
Kotrimoksazol 2x2 tabley (1 tablet :
Sulfametoksazol 400mg dan Trimetoprim 80 mg)
diberikan selama 2 minggu.
Ampisilin dan Amoksisilin 50-150mg/KgBB selama
2 minggu
Sefalosporin generasi ketiga IV 4 gr dalam
dekstrosa 100cc diberikan selama jam sekali
sehari selama 3-5 hari.
58
Golongan Fluorokionolon:
- Norfloksasin 2x400mg/hari selama 14 hari
- Siprofloksasin 2x500mg selama 6 hari
- Ofloksasin 2x400 mg/hari selama 7 hari
- Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
- Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari

59
11. Aritmia

Lilly. Pathophysiology of heart disease.


Atrial flutter

Atrial fibrilasi

Ventricular tachycardia:
The rate >100 bpm
Broad QRS complex (>120 ms)
Regular or may be slightly irregular
11. Aritmia
AF berpotensi berbahaya karena:
1. HR yang terlalu cepat menurunkan preload sehingga curah jantung
menurun,
2. Kontraksi atrium yang ireguler mengakibatkan stasis di atrium trombus
embolisasi stroke

Klasifikasi AF:
Paroksismal:
Episode < 48 jam.
Sekitar 50% kembali normal dalam 24 jam.
Persisten:
Episode 48 jam s.d. 7 hari
Diperlukan kardioversi untuk kembali ke irama sinus
Kronik/permanen
Berlangsung lebih dari 7 hari
Dengan kardioversi pun sulit kembali ke irama sinus.
The only ECG book you ever need.
11. Aritmia
Prinsip tatalaksana AF:
1. Pengontrolan laju irama jantung,
Target 60-80 x/menit saat istirahat, 90-115 kali/menit saat
aktivitas.
2. Pengembalian ke irama sinus (kardioversi),
Kardioversi farmakologis
Pasien AF episode pertama tanpa gangguan hemodinamik bermakna
tidak perlu terapi spesifik.
Pasien AF persisten rekuren dengan gejala mengganggu diberikan
antiaritmia.
Electric cardioversion:
Untuk pasien tidak stabil (penurunan kesadaran, hipotensi, nyeri dada,
sinkop), bifasik 120-200 J, monofasik 200 J.
3. Pencegahan tromboemboli
Warfarin diberikan untuk pasien dengan risiko tinggi terjadi stroke (usia
>65, hipertensi, penyakit jantung reumatik, DM, CHF, riwayat stroke/TIA).
Target INR of 2.0 to 3.0

Pathophysiology of Heart Disease.


11. Aritmia
Rate control:
If the patient presents with atrial fibrillation and a rapid rate associated
with severe heart failure or cardiogenic shock, emergency direct-current
cardioversion is indicated.
For patients with atrial fibrillation associated with rapid rate but with
stable hemodynamics, attempts to achieve acute rate control are
indicated.

Pathophysiology of Heart Disease.


Aritmia
2014 AHA/ACC/HRS Atrial Fibrillation Guideline
Kelas 1 (manfaat > risiko, terapi diberikan):
Rate control dengan beta blocker atau nondihydropyridine CCB direkomendasikan untuk
pasien AF persisten dan permanen dan gagal jantung terkompensasi dengan preserved EF
Digoxin efektif untuk mengontrol HR istirahat pada pasien HF dengan penurunan fraksi
ejeksi.
Kelas 3 (merugikan):
Untuk rate control, nondihydropyridine calcium channel antagonists, beta blockers, &
dronedarone tidak boleh diberikan untuk pasien gagal jantung dekompensasi.

Pocket medicine 5th ed.


Aritmia
Acute and chronic management strategies (BMJ. 2000 Feb 26;
320(7234): 559562)
In compensated heart failure, symptoms are stable, and many overt
features of fluid retention and pulmonary oedema are absent.
Decompensated heart failure refers to a deterioration, which may present
either as an acute episode of pulmonary oedema or as lethargy and
malaise, a reduction in exercise tolerance, and increasing breathlessness
on exertion.

Cleveland clinic med:


Decompensated HF:
May be tachycardic and tachypneic, with bilateral inspiratory rales,
jugular venous distention, and edema.
Often are pale and diaphoretic.
Patients with decompensated diastolic dysfunction usually have a loud
S4 (which may be palpable), rales, and often systemic hypertension.
Compensated HF:
will likely have clear lungs but a displaced cardiac apex.
11. Aritmia
12. Pneumonia
Hospital acquired
pneumonia (HAP)
atau pneumonia
nosokomial adalah
infeksi paru yang
terjadi setelah > 48
jam dirawat di rumah
sakit
Etiologi: S.
Pneumoniae, H.
influenza, MRSA, E.
coli, Klebsiella,
proteus
Pneumonia
Faktor komorbid pada pneumonia:
Pneumokokus resisten terhadap penisilin
Umur lebih dari 65 tahun
Memakai obat-obat golongan beta laktam selama tiga bulan terakhir
Pecandu alkohol
Penyakit gangguan kekebalan
Penyakit penyerta yang multipel

Bakteri enterik Gram negatif


Penghuni rumah jompo
Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
Mempunyai kelainan penyakit yang multipel
Riwayat pengobatan antibiotik

Pseudomonas aeruginosa
Bronkiektasis
Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir
Gizi kurang

Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2014.
Pneumonia
Petunjuk terapi empiris menurut PDPI
Rawat jalan
Sebelumnya sehat atau tanpa riwayat antibiotik 3 bulan sebelumnya:
laktam atau laktam + anti laktamase
Makrolid baru (klaritromisin, azitromisin)
Dengan komorbid atau riwayat antibiotik 3 bulan sebelumnya:
Fluorokuinolon respirasi: levofloksasin 750 mg, moksifloksasin
laktam + anti laktamase
laktam ditambah makrolid

Rawat inap non-ICU


Fluorokuinolon respirasi: levofloksasin 750 mg, moksifloksasin
laktam ditambah makrolid

ICU, tanpa faktor risiko infeksi pseudomonas: laktam ditambah


makrolid baru atau fluorokuinolon respirasi IV
Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2014.
13. Tuberkulosis
Evaluasi pengobatan TB:
Dilakukan pemeriksaan dua uji dahak (sewaktu &
pagi).
Hasil dinyatakan negatif bila kedua uji dahak
negatif.
Bila salah satu atau keduanya positif positif.
Pemeriksaan dilakukan di akhir fase intensif, pada
bulan ke 5, & akhir pengobatan

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. Kementerian Kesehatan. 2014.


13. Tuberkulosis
Pada pasien TB kasus baru, jika hasil pemeriksaan pada
akhir tahap awal positif :
Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur?. Apabila
tidak teratur, diskusikan dengan pasien tentang pentingnya
berobat teratur.
Segera diberikan dosis tahap lanjutan (tanpa memberikan OAT
sisipan).
Lakukan pemeriksaan ulang dahak kembali setelah pemberian
OAT tahap lanjutan satu bulan.
Apabila hasil pemeriksaan dahak ulang tetap positif, lakukan
pemeriksaan uji kepekaan obat.
Apabila tidak memungkinkan pemeriksaan uji kepekaan obat,
lanjutkan pengobatan dan diperiksa ulang dahak kembali pada
akhir bulan ke 5 (menyelesaikan dosis OAT bulan ke 5 ).

Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. 2014.


13. Tuberkulosis
Pada bulan ke 5 atau lebih:
Dahak BTA negatif lanjutkan pengobatan sampai selesai
Dahak BTA positif pengobatan gagal terduga pasien
TB MDR
Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS
Pusat Rujukan TB MDR
Pada pasien kasus baru, bila belum bisa dilakukan uji kepekaan atau
dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR berikan OAT kategori 2.
Pada pasien TB dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan
dengan paduan OAT kategori 2) harus diupayakan semaksimal
mungkin agar bisa dilakukan uji kepekaan atau dirujuk ke RS Pusat
Rujukan TB MDR.

Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. 2014.


Tuberkulosis

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. Kementerian Kesehatan. 2014.


TB 2014
14. Diabetes Mellitus
Kriteria diagnosis DM:
1. Glukosa darah puasa 126 mg/dL. Puasa adalah kondisi
tidak ada asupan kalori minimal 8 jam, atau

2. Glukosa darah-2 jam 200 mg/dL pada Tes Toleransi


Glukosa Oral dengan beban glukosa 75 gram, atau

3. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dL dengan


keluhan klasik (poliuria, polidipsia, polifagia, unexplained
weight loss), atau

4. Pemeriksaan HbA1C 6,5% dengan metode HPLC yang


terstandarisasi NGSP

Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.


14. Diabetes Mellitus
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria
normal atau DM digolongkan ke dalam
prediabetes (TGT & GDPT):
Glukosa darah puasa terganggu (GDPT):
GDP 100-125 mg/dL, dan
TTGO-2 jam <140 mg/dL
Toleransi glukosa terganggu (TGT):
Glukosa darah TTGO-2 jam 140-199 mg/dL, dan
Glukosa puasa <100 mg/dL
Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
Diagnosis prediabetes berdasarkan HbA1C: 5,7-6,4%

Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.


14. Diabetes Mellitus
Cara pelaksanaan TTGO:
Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien makan &
beraktivitas seperti biasa,
Puasa minimal 8 jam (mulai malam hari) sebelum
pemeriksaan, boleh minum air tanpa gula,
Dilakukan pemeriksaan glukosa puasa,
Diberikan glukosa 75 gram dalam air 250 ml, diminum
dalam 5 menit,
Puasa kembali selama 2 jam,
Dilakukan pemeriksaan glukosa darah 2 jam sesudah
beban glukosa,
Selama proses pemeriksaan, subjek tetap istirahat & tidak
merokok.

Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.


14. Diabetes Melitus

HbA1C >9%
HbA1C <7% HbA1C 7-9%

Jik a HbA1C >7%


dalam 3 bulan,
tambah obat ke-2
Kaki Diabetik
Kaki Diabetik
Metabolic control
pengendalian gula darah, lipid, albumin, hemoglobin, dsb
Vascular control
perbaikan asupan vaskular (dengan operasi atau angioplasti terutama
pada ulkus iskemik)
Infection control
pengobatan infeksi agresif
Wound control
konsep TIME (Tissue debridement, Inflammation and infection control,
Moisture balance, Epithelial edge advancement)
Pressure control
mengurangi tekanan kaki, pembuangan kalus, sepatu ukuran yang sesuai
Education control
edukasi perawatan kaki mandiri
DM dengan Infeksi

Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. 2010.


DM dengan Infeksi

American Diabetes Association. Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes Mellitus.


Diabetes care, Vol 24, No 1, January 2001
15. Diabetes pada keadaan khusus
Diabetes dengan infeksi
Infeksi dapat memperburuk kendali gula darah
dan kadar gula darah tinggi meningkatkan
kerentanan atau memperburuk infeksi.
Kadar glukosa darah yang tidak terkendali segera
diturunkan menggunakan insulin, setelah infeksi
teratasi diberikan pengobatan seperti semula.
Infeksi pada DM TB, ISK, infeksi saluran nafas,
infeksi saluran cerna, infeksi jar. Lunak dan kulit,
rongga mulut, telinga, dan HIV
16. JNC VIII
17. Sindrom Koroner Akut

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
17. Sindrom Koroner Akut
Gejala khas
Rasa tertekan/berat di bawah dada, menjalar ke lengan
kiri/leher/rahang/bahu/ulu hati.
Dapat disertai berkeringat, mual/muntah, nyeri perut, sesak napas, &
pingsan.

Gejala tidak khas:


Nyeri dirasakan di daerah penjalaran (lengan kiri/leher/rahang/bahu/ulu
hati).
Gejala lain berupa rasa gangguan pencernaan, sesak napas atau rasa
lemah yang sulit dijabarkan.
Terjadi pada pasien usia 25-40 tahun / >75thn / wanita / diabetes /
penyakit ginjal kronik/demensia.

Angina stabil:
Umumnya dicetuskan aktivtas fisik atau emosi (stres, marah, takut),
berlangsung 2-5 menit,
Angina karena aktivitas fisik reda dalam 1-5 menit dengan beristirahat &
nitrogliserin sublingual.
Penatalaksanaan STEMI, PERKI
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
17. Sindrom Koroner Akut
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
18. Diare Berdarah
IBD: a chronic condition
resulting from inappropriate
mucosal immune activation.
Ulcerative colitis
a severe ulcerating
inflammatory disease that is
limited to the colon and rectum
and extends only into the
mucosa and submucosa.
Crohn disease
Also been referred to as
regional enteritis (because of
frequent ileal involvement) may
involve any area of the GI tract
and is typically transmural.

Robbins & Kumar Pathologic basis of disease. 2010.


18. IBD
18. IBD
Histopatologi Endoskopi
Diagnosis Characteristic
Crohn disease diarrhea; abdominal pain that is usually insidious in the right lower
quadrant, triggered or aggravated frequently after meals; weight loss;
& an association with a tender, inflammatory mass in the right lower
quadrant. The diarrhea is usually nonbloody.
Colitis ulcerative diarrhea, with or without blood in the stool. If inflammation is
confined to the rectum (proctitis), blood may be seen on the surface
of the stool; other symptoms include tenesmus, urgency, rectal pain,
and passage of mucus, without diarrhea.
Colon carcinoma Lesions of the right colon commonly ulcerate, leading to chronic,
insidious blood loss without a change in the appearance of the stool
anemia of iron deficiency fatigue, palpitations, & even angina
pectoris.

Since stool becomes more formed as it passes into the transverse &
descending colon, tumors of the left colon tend to impede the passage
of stool, resulting in the development of abdominal cramping,
occasional obstruction, & even perforation.
Diverticulosis Uncomplicated Diverticular Disease75% : abdominal pain, fever,
leukocytosis, anorexia, obstipation.
Complicated Diverticular Disease25%: abscess, perforation, stricture,
fistula.
Polyp Mostly asymptomatic, some can cause bleeding.
19. Amiodaron
Class I drugs block the fast Class III drugs block potassium
sodium channel responsible channels responsible for
for phase 0 depolarization of repolarization, prolonging the
the action potential. action potential with little effect
on the rise of phase 0
Class II drugs are -adrenergic depolarization.
receptor antagonists (- Class IV drugs block the L-type
blockers). calcium channel.
Pathophysiology of Heart Disease 5th Edition Lilly
Amiodarone menurunkan konduksi SA dan
AV node
Drugs for the heart. 6th Edition
Digoxin meningkatkan kontraktilitas jantung,
memperpanjang periode refrakter AV node pada
pasien takikardia supraventrikel.
Verapamil vasodilatasi, inotropik negatif,
menurunkan konduksi nodus AV
Esmolol penyekat beta

Untuk terapi VT lebih dipilih amiodarone karena lebih


efektif untuk aritmia ventrikel
Pilihan lain seperti digoxin dan verapamil juga dapat
bekerja untuk menurunkan konduksi AV node dan
lebih dipakai untuk takiaritmia supraventrikel

Pathophysiology of Heart Disease 5th Edition Lilly


20. Penyakit katup Jantung
20. Penyakit Katup Jantung

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease.


20. Penyakit katup Jantung

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
20. Penyakit katup Jantung

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
21. Steroid pada DM

Glukokortikoid menurunkan sensitivitas insulin,


meningkatkan glukoneogenesis dan meningkatkan
adipogenesis
22. Sindrom Metabolik
22. Sindrom Metabolik
23. Terapi Nutrisi Medis DM
Prinsip pengaturan pada DM hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum, yaitu makan seimbang
yang disesuaikan.
Komposisi makanan
Karbohidrat45-65% dari total energi, pembatasan karbohidrat
<130g/hari tidak dianjurkan, 3 kali sehari
Lemak20-25% kebutuhan kalori, lemak jenuh <7%, lemak
tidak jenuh ganda<10%, kolesterol <200mg/hr
Protein 10-20% total energi, nefropati 0,8 g/kgBB/hari,
pasien HD 1-1,2 g/kgBB/hari
Natrium <2300 mg/hari
Serat 20-35 gram/hari
Pemanis alternatif aman jika tidak melebihi accepted daily
intake
23. Terapi Nutrisi Medis DM
Kebutuhan kalori Faktor yang
Kalori basal 25 kal/kgBB menentukan
wanita, 30 kal/kgBB pria kebutuhan kalori
Kalori paling sedikit diberikan Usia: 40-59th (-5%), 60-
1200-1600 kal per hari untuk 69th (-10%), >70th (-
pria dan 1000-1200 kal per 20%)
hari untuk wanita Aktivitas: istirahat
Rumus broca (+10%), ringan (+20%),
sedang(+30%), berat
BB ideal: 90% x (TB 100 cm) (40%), sangat berat
x 1 kg (+50%)
Pria <160cm atau Stres metabolik: 10-
wanita<150cm : (TB 100 cm) 30%
x 1 kg BB: gemuk (-20-30%),
BB normal: BB ideal + 10% kurus (+20-30%)
24. Fisiologi absorbsi Fe

pH asam
meningkatkan
absorbsi besi dengan
membantu mereduksi
Fe3+ menjadi Fe2+
Antasida, phytate,
tannin menghambat
absorbsi besi
Askorbat, sitrat, asam
amino memfasilitasi
absorbsi besi
25. Ikterus

Pathophysiology of disease
25. Ikterus

Fundamentals of urine & body fluid analysis. 3rd ed. 2013.


25. Ikterus

Fundamentals of urine & body fluid analysis. 3rd ed. 2013.


25. Ikterus

Fundamentals of urine & body fluid analysis. 3rd ed. 2013.


25. Ikterus

Cholangiocarcinoma
Jaundice
Fungsi hati:
albumin,
ChE,
PT

Integritas sel hati:


ALT (SGPT)
AST (SGOT)

Kolestasis:
GGT,
Alkali Fosfatase
26. Malaria
Siklus hidup plasmodium
Pengobatan Malaria
Pengobatan Malaria
27. IBS
Irritable Bowel Syndrome (IBS)
kelainan fungsional usus kronik berulang dengan
nyeri atau rasa tidak nyaman pada abdomen yang
berkaitan dengan defekasi atau perubahan
kebiasaan buang air besar setidaknya selama 3
bulan.
Rasa kembung, distensi, dan gangguan
defekasi merupakan ciri-ciri umum dari IBS.
Tidak ada bukti kelainan organik.
Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013
27. IBS
Menurut kriteria Roma III, IBS dibagi menjadi 3 subkelas
yaitu:
IBS dengan diare (IBD-D):
Feses lembek/cair 25% waktu dan feses padat/bergumpal <25% waktu
Ditemukan pada sepertiga kasus
Lebih umum ditemui pada laki-laki
IBS dengan konstipasi (IBS-C):
Feses padat/bergumpal 25% waktu dan feses lembek/cair <25% waktu
Ditemukan pada sepertiga kasus
Lebih umum ditemui pada wanita
IBS dengan campuran kebiasaan buang air besar atau pola
siklik (IBS-M)
Feses padat/bergumpal dan lembek/cair 25% waktu
Ditemukan pada sepertiga kasus
Catatan : yang dimaksud dengan 25% waktu adalah 3 minggu
dalam 3 bulan.
Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013
27. IBS
Kriteria diagnostik
Nyeri abdomen atau rasa tidak nyaman berulang
selama 3 hari dalam sebulan pada 3 bulan
terakhir dengan 2 atau lebih gejala berikut
Perbaikan dengan defekasi
Onset terkait dengan perubahan frekuensi BAB
Onset terkait dengan perubahan bentuk dan tampilan
feses
Kriteria diagnostik terpenuhi selama 3 bulan
terakhir dengan onset gejala setidaknya 6 bulan.

Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013


Tatalaksana IBS
Non farmakologi
IBS tipe konstipasi diet tinggi serat
IBS tipe diare membatasi makanan yang
mencetuskan gejala
Farmakologi
IBS-C bulking agent, laksatif, antagonis reseptor
5HT3 (prucalopride), aktivator kanal klorida C2 selektif
(lubiprostone)
IBS-D antidiare (loperamide), antagonis reseptor
5HT3, antidepresan
Nyeri, kembung dan distensi antispasmodik,
antibiotik (rifaximin), probiotik, antidepresan

Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013


28. Immune Reconstitution
Inflammatory Syndrome (IRIS)
IRIS
inflammatory disorders associated with paradoxical
worsening of preexisting infectious processes
following the initiation of highly active antiretroviral
therapy (HAART) in HIV-infected individuals.
Interrelates factor
the extent of CD4+ T cell immune suppression prior to
the initiation of highly active antiretroviral therapy
(HAART).
the degree of viral suppression and immune recovery
following the initiation of HAART.
28. Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome
28. IRIS
Diagnostic criteria of IRIS
AIDS with a low pretreatment CD4 count (often less than
100 cells/microL)
however IRIS secondary to preexisting M. tuberculosis infection may
occur in individuals with CD4 counts >200.
Positive virologic and immunological response to ART
Absence of evidence of drug-resistant infection, bacterial
superinfection, drug allergy or other adverse drug reactions,
patient noncompliance, or reduced drug levels due to drug-
drug interactions or malabsorption after appropriate
evaluation for the clinical presentation.
Presence of clinical manifestations consistent with an
inflammatory condition
Temporal association between HAART initiation and the
onset of clinical features of illness
Timing of ART in adult and children
with TB (WHO Guideline 2015)
ART should be started in all TB patients living with HIV regardless
of CD4 count (strong recommendation, high quality evidence).
TB treatment should be initiated first, followed by ART as soon
as possible within the first 8 weeks of treatment (strong
recommendation, high quality evidence).
HIV-positive TB patients with profound immunosuppression (e.g.
CD4 counts less than 50 cells/mm3) should receive ART within
the first two weeks of initiating TB treatment.
ART should be started in any child with active TB disease as soon
as possible and within eight weeks following the initiation of
anti-tuberculosis treatment regardless of the CD4 count and
clinical stage (strong recommendation, low quality evidence).
29. Keganasan
Mieloma multipel: proliferasi sel plasma ganas yang
berasal dari sel klon tunggal.
Triad klasik mieloma:
Plasmasitosis di sumsum tulang (>10%),
Lesi litik tulang,
Komponen M (imunoglobulin monoklonal) di
Lesi "punched out yang
serum dan/ urin.
menunjkkan lesi osteolitik
Pada sebagian besar kasus rantai ringan imunoglobulin tanpa/sedikit aktivitas
terdeteksi di urin sebagai protein Bence Jones. osteoblastik.
29. Multiple myeloma
Malignansi sel B Ab monoklonal IgM
Gejala:
Proliferasi sel plasma di sumsum tulang anemia
Lesi litik tulang nyeri tulang, fraktur kompresi,
hiperCa2+
Infeksi berulang ec hipogammaglobulinemia
Ginjal protein light chain toksik thd ginjal
gagal ginjal, sindroma nefrotik
Elektroforesis Hb: Bence-Jones protein (light
chain)
Hapus darah tepi: rouleaux
Biopsi sumsum tulang: plasmasitosis >10%
29.
MM

http://www.google.co.id/imgres?im
gurl=http://www.cancer.gov/images
/cdr/live/CDR763079750.jpg
29. Keganasan

Kriteria Diagnosis Multipel Mieloma


International Myeloma Workshop
Consensus Panel 3 Tahun 2011
Multiple punch-out lesions Osteopenia
Fraktur kompresi
30. Takayasus Arteritis
Vaskulitis granulomatosa
sistemik aorta dan
percabangannya
Arteri besar & sedang A.
Subklavia & a.
brachiocephalica
Kriteria dx (3 dari 6, Se 90.5%,
Sp 97.8%
Usia 40 tahun
Klaudikasio ekstremitas
pulsasi a. Brakhialis
Perbedaan TD >10 mmHg
antara kedua lengan
Bruit a. subklavia atau aorta
Abnormalitas angiogram

American College of Rheumatology 1990 criteria for the diagnosis of Takayasus arteritis. Arth Rheum 1990;330:1129
Aneurisma aorta Dilatasi aorta true & pseudo
Root, thoraksik, thorako-abdominal, abdominal
Asimptomatik nyeri dada/punggung
Aorta thoraksik: ro thoraks
Aorta abdomen: pulsasi (+)
Tromboangitis obliterans Rx inflamasi non-ateromatosa (vasospasme) pada arteri & vena kecil
ulkus atau gangren digiti
Laki-laki muda, perokok
Giant cell arteritis Vaskulitis pada percabangan kranial arkus aorta, terutama a.
Temporalis (temporal arteritis) + demam, fatigue, BB turun,
anoreksia
Arteri-arteri wajah klaudikasio mandibula
Chronic limb ischemia Terutama arteri ekstremitas bawah setelah keluar dari percabangan
aortoiliaka (a. Iliaka, a. Femoralis, a. Tibialis, a. Dorsalis pedis)
Dx: ABI <0.9
31. Penanganan Fraktur

1. Tempat kejadian (Injury Disarter)


Masyarakat, Sosial worker, Polisi, petugas
medis dll
2. Pra Hospital (Transportation)
3. Hospital Emergency Room, Operating
Room, ICU, Ward Care
4. Rehabilitasi Physical, Psycological
Emergency Orthopaedi
Jika tak ditolong segera bisa terjadi

1. Fraktur terbuka

Fraktur disertai hancurnya jaringan (Major crush injury)

Fraktur dengan amputasi

2. Fraktur dengan ggn neurovaskuler (Compartmen Syndrome)

3. Dislokasi sendi
Pertolongan Pertama (First Aid)
Life Saving ABCD
Obstructed Airway
Shock : Perdarahan Interna /External
Balut tekan, IV fluid
Limb Saving
Reliave pain Splint & analgetic
Pergerakan fragmen fr
Spasme otot
Udema yang progresif.
Transportasi penderita Dont do harm
Pengelolaan Fraktur di RS
Prinsip : 4 R
R 1 = Recognizing = Diagnosa
Anamnesa, PE, Penunjang
R 2 = Reduction = Reposisi
Mengembalikan posisi fraktur keposisi sebelum fraktur
R 3 = Retaining = Fiksasi /imobilisasi
Mempertahankan hasil fragmen yg direposisi
R 4 = Rehabilitation
Mengembalikan fungsi kesemula
Retaining (Imobilisasi)
Mempertahankan hasil reposisi sampai tulang menyambung

Kenapa ssd reposisi harus retaining

Manusia bersifat dinamis

Adanya tarikan tarikan otot

Agar penyembuhan lebih cepat

Menghilangkan nyeri
Cara Retaining (Imobilisasi)
Isitrahat

Pasang splint / Sling

Casting / Gips

Traksi Kulit atau tulang

Fiksasi pakai inplant


Sling / Split
Sling : Mis Arm Sling

Splint/ Pembidaian
Cara Imobilisasi
Casting / Gips

Hemispica gip

Long Leg Gip

Below knee cast

Umbrical slab
Retaining (Imobilisasi)
Traksi

Cara imobilisasi dengan menarik

bahagian proksimal dan distal secara

terus menerus.

1. Kulit

2. Tulang
Retaining (Imobilisasi)
Fiksasi pakai inplant

Internal fikasasi

Plate/ skrew

Intra medular nail Kuntsher Nail

Ekternal fiksasi
31. Fraktur Tibia
Fraktur tulang panjang Klasifikasi menurut OTA
yang paling sering (Orthopaedic Trauma
terjadi adalah fraktur Association) :
pada tibia. Tipe Simple : spiral,
Insiden di negara barat oblik, transversal
melaporkan 77.000 Tipe Wedge : spiral,
orang/ tahun. bending, fragmen
Pada fraktur tibia, dapat Tipe Kompleks :
terjadi fraktur pada spiral,segmental,irregul
bagian diafisis,kondiler, ar
dan pergelangan kaki.
ANATOMI OS.TIBIA FIBULA
MEKANISME TRAUMA FRAKTUR TIBIA

Trauma Angulasi : Fraktur tipe transversal atau oblik pendek

Trauma Rotasi : fraktur tipe spiral


LOKALISASI FRAKTUR TIBIA
KLASIFIKASI FRAKTUR DIAFISIS TIBIA
SIMPLE WEDGE SPIRAL
GAMBARAN KLINIS FRAKTUR TIBIA

Sindroma
kompartement
1. Pain
Bengkak nyeri deformitas 2. Pallor
3. Paralysis
4. Parasthesia
5. pulseness
PENATALAKSANAAN
Non
Operatif
Operatif

Reduksi INDIKASI

Immobilisasi
ABSOLUT RELATIF

1. Pemendekan
1. Fraktur terbuka
Pemeriksaan 2. Cedera vaskular
2. Fraktur tibia+fibula intak
3. Fraktur tibia dan fibula
dalam Proses 3. Fraktur dengan sindroma
dengan level yang sama
Penyembuhan kompartemen
4. Cedera Multiple
PENATALAKSANAAN
NON OPERATIF
1. Reduksi
Reduksi adalah terapi fraktur dengan cara
mengantungkan kaki dengan tarikan atau traksi.

2. Imobilisasi
Imobilisasi dengan menggunakan bidai. Bidai
dapat dirubah dengan gips, dalam 7-10 hari, atau
dibiarkan selama 3-4 minggu.

3. Pemeriksaan dalam masa penyembuhan


Dalam penyembuhan, pasien harus di evaluasi
dengan pemeriksaan rontgen tiap 6 atau 8 minggu.
Program penyembuhan dengan latihan berjalan,
rehabilitasi ankle, memperkuat otot kuadrisef yang
nantinya diharapkan dapat mengembalikan ke
fungsi normal.
PENATALAKSANAAN
Operatif
Penatalaksanaan Fraktur dengan operasi, memiliki 2 indikasi, yaitu:

a. Absolut
Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga memerlukan operasi
dalam penyembuhan dan perawatan lukanya.
Cidera vaskuler sehingga memerlukan operasi untuk memperbaiki jalannya
darah di tungkai
Fraktur dengan sindroma kompartemen
Cidera multipel, yang diindikasikan untuk memperbaiki mobilitas pasien, juga
mengurangi nyeri.

b. Relatif , jika adanya:


Pemendekan
Fraktur tibia dengan fibula intak
Fraktur tibia dan fibula dengan level yang sama
PENANGANAN OPERASI
1. Intermedullary Nailing
2. ORIF (open Reduction with internal fixation)
3. Fiksasi internal standar
4. Ring Fixator
KOMPLIKASI

Malunion
Nonunion
Infeksi
kerusakan jaringan lunak
Compartment syndrome
32. Caustic Ingestion
Merupakan tertelannya zat korosif.
Beberapa zat korosif yang dapat membakar
mulut, kerongkongan, esofagus, lambung
antara lain: asam sulfat, kaustik soda, atau
beberapa zat desinfektans yang mengandung
bahan fenol.
Beberapa zat korosif yang dapat membakar
saluran cerna bila terminum, terutama bagian
atas dari esofagusesofagitis korosif
Gejala Esofagitis Erosif
FREQUENT SIGNS AND SYMPTOMS
Tiba-tiba tidak dapat menelan atau secara
perlahan-lahan menjadi sulit menelan.
Disfagia secara gradual, awalnya terhadap
makanan padat, kemudian cairan.
Nyeri pada mulut dan dada saat makan.
Hipersalivasi.
Takipnea.
Muntah, kadang disertai lendir atau darah
Derajat Luka
Tingkat I: terjadinya edem pada mukosa dan
penderita akan dapat menelan kembali dalam
waktu singkat secara normal.
Tingkat II adalah terjadinya erosi pada
mukosa, dan
Tingkat III terjadi nikrose pada mukosa
submukosa s/d otot.
Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi adalah striktur
esofagus. Hal ini bergantung pada beratnya
jejas yang dapat dilihat melalui endoskopi.4
Grade I = tidak ada risiko striktur esofagus
Grade IIB = 75% akan terjadi striktur
Grade III = 100% akan terjadi striktur
Esophageal Stricture
Causes: Sign and Symptoms:
1) intrinsic diseases that narrow Progressive dysphagia for
the esophageal lumen through
inflammation, fibrosis, or solids, may progress to
neoplasia (eg peptic stricture) liquids
2) extrinsic diseases that Heartburn
compromise the esophageal
Food impaction
lumen by direct invasion or
lymph node enlargement (e.g. Weight loss
caustic material ingestion) Chest pain.
3) diseases that disrupt
esophageal peristalsis and/or
lower esophageal sphincter
Esophageal stricture
diagnostic
Contrast esophagography (barium
swallowing)

Fibroesophagoscopy

Biopsy
Esophageal stricture treatment
Dilation Esophageal bypass
The esophagus is grafting
stretched by passing a (Esophagoplasty)
dilator or air-filled Total
balloon is passed colonoesophagoplasty
through a endoscope.
Total
Repeated dilation may gastroesophagoplasty
be necessary to prevent Total
the stricture from jejunoesophagoplasty
returning.
Diagnosis Banding
Term Definition
erosive esophagitis when the esophagus is repeatedly exposed to refluxed
material for prolonged periods. It is erosions of squamous
epithelium
barrets esophagus replacement of the normal squamous epithelial lining of the
esophagus by specialized columnar type epithelium
Eophageal stricture narrowing or stenosis of the esophagus that requires
corrective surgery
erosive gastritis result from the exposure to a variety of agents or factors:
NSAIDs, alcohol, cocaine, stress, radiation, bile reflux, and
ischemia
Esofagitis Korosif Peradangan dan kerusakan pada esofagus setelah menelan
cairan kimia kaustik. komplikasistriktur esofagus sementara
atau permanen

J Clin Gastroenterol 2003;37(2):119124.


33. Kriptorkismus
Undesensus testis adalah suatu keadaan
dimana setelah usia 1 tahun, satu atau kedua
testis tidak berada di dalam kantung skrotum,
tetapi masih berada di salah satu tempat
sepanjang jalur desensus normal.
Kriptorkismus : cryptos (Yunani)
tersembunyi Dan orchis (latin) testis
Epidemologi
Undesensus testis anak laki laki.
Angka kejadian
pada bayi prematur 30% yaitu 10 kali lebih banyak daripada
bayi cukup bulan (3%).
Dengan bertambahnya usia, testis mengalami desensus
secara spontan
Dengan bertambahnya umur menjadi 1 tahun,
insidennya menurun menjadi 0,7-0,8%, angka ini hampir
sama dengan populasi dewasa.
FASE DESENSUS TESTIS
Embriology

Faktor yang menyebabkan :


Tekanan intra abdomen
Regresi ekstraabdomen gubernakulum 177
Hormonal Androgen dan SPM (subtansi penghambat muleri) yaitu sel sertoli.
Etiologi
Etiology 23%genetik
Pada masa embrilogi terjadi karena adanya kelainan pada
1. gubernakulum testis, Penurunan testis dipandu oleh gubernakulum.
Bila struktur ini tidak terbentuk atau terbentuk abnormal akan
menyebabkan maldesensus testis.
2. kelainan intrinsik testis, Maldesensus dapat disebabkan disgenesis
gonadal dimana kelainan ini membuat testis tidak sensitif terhadap
hormon gonadotropin.
3. defisiensi hormon gonadotropin yang memacu proses desensus
testis, Hormon gonadotropin maternal yang inadequat
menyebabkan desensus inkomplet. Tidak adequatnya HCG
menstimulasi pelepasan testosteron masa fetus akibat dari
imaturnya sel Leydig dan imaturnya aksis hipothalamus-hipofisis-
testis. Penurunan testis dimediasi oleh androgen yang diatur lebih
tinggi oleh gonadotropin pituitary.
Klasifikasi
Undesensus testis sesungguhnya ( true undescended)
testis mengalami penurunan parsial melalui jalur yang normal,
tetapi terhenti
Dibedakan menjadi teraba (palpable) dan tidak teraba
( impalpable)
Testis ektopik
testis mengalami penurunan di luar jalur penurunan yang
normal.
Testis retractile
testis dapat diraba/dibawa ke dasar skrotum tetapi akibat
refleks kremaster yang berlebihan dapat kembali segera ke
kanalis inguinalis, bukan termasuk UDT yang sebenarnya.

179
1. Testis retraktil,
2. Inguinal, dan
3. Abdominal,
4. Inguinal superfisial,
5. Penil,
6. Femoral

180
1. Hernia
Komplikasi
Sekitar 90% penderita kriptorkismus menderita hernia inguinalis ipsilateral yang disebabkan oleh
kegagalan penutupan prosesus vaginalis.
2. Torsi
Terjadi karena abnormalnya jaringan yang menjangga testis yang kriptorkismus dan tingginya
mobilitas testis16 serta sering terjadi setelah pubertas.
3. Trauma
Testis yang terletak di atas pubic tubercle mudah terjadi injuri oleh trauma.
4. Neoplasma
Testis yang mengalami kriptorkismus pada dekade ke-3 atau ke-4, mempunyai kemungkinan
keganasan 2030 kali lebih besar daripada testis yang normal
Kejadian neoplasma lebih besar terhadap testis intra abdominal yang tidak diterapi, atau yang
dikoreksi secara bedah saat/setelah pubertas, bila dibandingkan dengan yang intra kanalikular
Neoplasma umumnya jenis seminoma
Namun, ada laporan bahwa biopsi testis saat orchiopexy akan meningkatkan risiko keganasan.
5. Infertilitas
Kriptorkismus bilateral yang tidak diterapi akan mengalami infertilitas lebih dari 90% kasus,
sedangkan yang unilateral 50% kasus7. Testis yang berlokasi di intra abdominal dan di dalam kanalis
inguinalis, akan mengurangi spermatogenik, merusak epitel germinal20.
6. Psikologis
Perasaan rendah diri terhadap fisik atau seksual akibat tidak adanya testis di skrotum1
34. Fraktur Antebrachii
Fraktur Galeazzi: adalah fraktur radius distal disertai
dislokasi atau subluksasi sendi radioulnar distal.
Fraktur Monteggia: adalah fraktur ulna sepertiga
proksimal disertai dislokasi ke anterior dari kapitulum
radius.
Fraktur Colles: fraktur melintang pada radius tepat diatas
pergelangan tangan dengan pergeseran dorsal fragmen
distal.
Fraktur Smith: Fraktur smith merupakan fraktur dislokasi
ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut reverse
Colles fracture.
Fraktur Monteggia
Fraktur Galeazzi

Fraktur Colles
Fraktur Smith
35. Intussusepsi
36. Penyakit arteri oklusif (Aterosklerosis)
Kerusakan endotel

Produksi cellular adhesion molecules


sebagai respon protektif

Monosit dan sel T limfosit menempel ke sel endotel

Bermigrasi dari endotel ke subendotel

Berubah jadi makrofag memakan LDL-C teroksidasi

Terbentuk sel foam Merusak endotel dan


menginduksi faktor koagulasi

Fatty streak dan plak


Aterosklerosis
Predileksi : arteri pelvis / tungkai bawah
Faktor risiko :
merokok,
DM,
dislipidemia,
hipertensi
Insidens : > 40 tahun (dekade 6-7)
Resiko 2-5x lebih tinggi serangan jantung
Libby: Braunwald's Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th ed. 2007
Patogenesis
Perlu
vasodilatasimeningkatkan
suplai

Obstruksi pada pembuluh


exercise darah

iskemi

ADAPTASI:
perubahan pada Nekrosis
struktur dan jaringan dan
fungsi otot gangren
1.Libby: Braunwald's Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th ed. 2007
2. Inter-Society Consensus for the Ma nagement of Peripheral Arterial Disease. (TASC II). 2007
3. Mos ta ghimi A, Cra ger MA. Disease of the peripheral vasculatureLilly LS. Pa thophysiology of Heart Disease. 2010
Tidak nyaman,
lelah, nyeri pada
sekelompok otot
Klaudikasio saat beraktivitas
intermiten dan membaik saat
Tanda Nyeri saat istirahat

kardinal istirahat

Letak otot yang mengalami


keluhan terletak distal dari arteri
yang teroklusi

Libby: Braunwald's Heart Disease: A


Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th
ed. 2007
Manifestasi Klinis
Manifestasi
Klinis

Lebih dari 2 <2


Kronik Akut
minggu* minggu*

Iskemi tungkai
Iskemi tungkai Iskemi Tungkai
kronis non
kronis kritis Akut
kritis

*2007 Inter-Society Consensus for the Management of


Peripheral Arterial Disease
Acute Limb Ischemia
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan:
Klaudikasio intermiten

Mengurangi nyeri saat aktivitas

Chronic Limb Ischemic

Mengurangi nyeri iskemi


Mengobati ulkus
Meningkatkan kualitas hidup pasien mengembalikan fungsi
tungkai) dan menyelamatkan hidup pasien

Acute Limb Ischemic

Mengurangi perburukan iskemi


Menyelamatkan tungkai dan nyawa
2007 Inter-Society Consensus for the Management of Peripheral
Arterial Disease
Tatalaksana
Antiplatelet & modifikasi faktor resiko
(menurunkan resiko PJK)
Terapi suportif mencegah trauma / restriksi
vaskular (olahraga berjalan)
Terapi farmakologi cilostazol (vasodilator &
antiplatelet), angiogenic growth factor
Pembedahan revaskularisasi, amputasi

2007 Inter-Society Consensus for the Management of Peripheral


Arterial Disease
Buergers Disease (Thrombangiitis Obliterans)
Berkaitan dengan cigarette smoking
Lesi oklusif sering terjadi pada arteri muskular, dengan
predileksi pembuluh darah tibial.
Gejala
nyeri saat aktifitas dan berkurang saat istirahat, bila sudah
parah, nyeri juga saat beristirahat
gangrene, ulserasi
Berkurang dengan berhenti merokok
Trombophlebitis superfisial rekuren (phlebitis
migrans)
Epidemiologi : pada dewasa muda, perokok berat, dan
tidak ada faktor risiko aterosklerotik yang lain.
Pemeriksaan angiography - diffuse occlusion of distal
extremity vessels
Progresi penyakit - distal ke proximal
Buergers treatment
Rawat RS
Memastikan diagnosis dan arterial imaging.
Vasoactive dilation is done during initial
admission to hospital, along with debridement of
any gangrenous tissue.
Tatalaksana selanjutnya diberikan bergantung
keparahan dan derajat nyeri
Penghentian rokok menurunkan insidens
amputasi dan meningkatkan patensi dan limb
salvage pada pasien yang melalui surgical
revascularisation
Vasoactive drugs
Nifedipine dilatasi perifer dan meningkatkan
aliran darah distal
Diberikan bersamaan dengan penghentian rokok,
antibiotik dan iloprost
Pentoxifylline and cilostazol have had good
effects, although there are few supportive data.
Pentoxifylline has been shown to improve pain
and healing in ischaemic ulcers. Cilostazol could
be tried in conjunction with or following failure of
other medical therapies (e.g., nifedipine).
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/1148/treatment/step-by-
step.html
Diagnosis Etiologi Tanda & Gejala
Deep vein Multipel Nyeri dan edema tungkai, nyeri paha saat
thrombosis dorsofleksi kaki (Homans sign), phlegmasia
cerule dolens, phlegmasia alba dolens
Penyakit berger Merokok Nyeri iskemik/ ulserasi tungkai distal,
tromboplebitis superfisial, parestesia
Acute limb Emboli/ Klaudikasio intermiten, pulsus defisit, bruit
ischemia aterosklerosis arteri femoral, CRT melambat, akral dingin,
dan warna kulit abnormal
Chronic limb Aterosklerosis Nyeri saat istirahat, luka yang tidak kunjung
ischemia sembuh, gangrene
Compartment Luka bakar, Pain, palor, pulselessness, paresthesia, dan
syndrome fraktur paralisis. Nyeri merupakan gejala awal.
Chronic exertional Repetitive Terjadi pada atlet. Lebih sering mengenai
compartment loading/ tungkai bawah. Karakteristik: nyeri saat
syndrome exertional melakukan gerakan/ aktivitas, berkurang saat
activities istirahat. Dapat disertai kelemahan dan
paresthesia dari tungkai yang terlibat.
37. Sign of Appendicitis
38. Ca Prostat
Tumor pada umumnya tumbuh dengan lambat dan
sisanya terkurung pada kelenjar selama bertahun-tahun
tumor menghasilkan sedikit atau tidak ada gejala-gejala yang
terlihat dari luar (kelainan-kelainan di pengujian fisik).

Kanker dapat menyebar di luar prostat ke sekitar


jaringan.
metastasize ke seluruh area-area lain badan, seperti tulang-
tulang, paru-paru, dan hati.

Kanker ini paling umum pada pria, terutama mereka yang


berusia di atas 65 tahun.
Anatomi Prostat

Image Source: SEER Training Website


Lobes of the Prostate
Anterior lobe
Median lobe
Lateral lobe
Posterior lobe

Image Source: SEER Training Website


Zones of the Prostate
Peripheral, 60 70% keganasan berasal dari zona perifer
Central, 5 10% keganasan berasal dari zona sentral.
Transitional, 10 20% keganasan berasal dari zona
transitional.

Image Source: SEER Training Website


39. Fraktur Patologis Os Femur
Fraktur patologis
fraktur yang terjadi pada tulang yang abnormal. Tulang yang abnormal
tersebut bisa sangat lemah sehingga fraktur terjadi dengan trauma ringan
atau bahkan pada aktivitas biasa.
Os Femur
tulang tersering ketiga, setelah vertebrae dan pelvis, tempat
ditemukannya metastasis tulang
Fraktur patologis pada femur merupakan yang paling sering
membutuhkan intervensi pembedahan
Insidens: 66 % dari seluruh fraktur patologis pada tulang panjang,
dimana 87% terjadi pada femur proksimal dan shaft femur.
Fraktur pada collum femur
fraktur yang paling sering terjadi pada orang tua
Umur rata-rata 77 tahun pada wanita dan 72 tahun pada laki-laki
80% terjadi pada wanita
Insidensi pada usia muda sangat rendah dan berhubungan dengan
trauma hebat
Penyebab tersering fraktur patologis pada femur proksimal adalah
osteoporosis.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
Osteoporotic proximal femur fractures: a) proximal femoral neck fracture b) middle femoral neck
fracture c) basilar femoral neck fractures d) inter and subtrochanteric fracture.

Gambaran radiologi yang khas pada osteoporis adalah penipisan korteks dan
daerah trabekular yang lebih lusen (sumsum meluas).
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
40. Spondylolisthesis
Spondylolisthesis, pergeseran vertebra kedepan
terhadap segment yang lebih rendah,yang biasa
terjadi pada lumbal vertebra ke 4 atau ke 5 akibat
kelainan pada pars interartikularis.
Spondylolisy, interupsi yang terjadi dibagian pars
interarticularis, namun dapat terjadi juga
dibagian lateral.
Spondilitis adalah Inflamasi pada tulang
vertebrae yang bisa disebabkan oleh beberapa
hal, misalnya proses infeksi, imunitas.
Vookshoor A, Spondilolisthesis, spondilosis and spondilysis
Spondylolisthesis
Spondylolisthesis
Klasifikasi
Dysplastic spondylolisthesis, merupakan kelainan kongenital.
Sangat jarang terjadi.
Isthmic spondylolisthesis
Sub tipe A, paling sering ditemukan usai <50thn. Aktivitas repetitive
saat melakukan pekerjaan berat atau olahraga menyebabkan fatigue
fracture pars interarticularis.
Sub tipe B, karakteristikelongasi pars interarticularis, sub akut stress
fracture,
Sub tipe C, sangat jarang. Akibat fraktur akut pars vertebrae. Traumatic
lumbar hyperextenion injury.
DEGENERATIVE SPONDYLOLISTHESIS, sering terjadi usia>50thn.
TRAUMATIC SPONDYLOLISTHESIS, sangat jarang. Terjadi akibat
fraktur arkus neural, misal pada hangmans fracture.
PATHOLOGICAL SPONDYLOLISTHESIS, akibat adanya penyakit
sistemik yang mendasari Osteoperosis, Paget's disease , Metastatic
carcinoma
IATROGENIC SPONDYLOLISTHESIS, merupakan komplikasi dari
lumbar anterior interbody fusion (LAIF).
Gejala
Nyeri radikuler, seperti tersengat listrik yang
menjalar dari punggung ke tungkai.
Baal, kesemutan
Kelemahan otot tungkai bawah
Inkontinensia urin/ alvi, dapat merupakan
gejala cauda equina syndrome
Modalitas
X-ray lumbal, tidak dapat mendeteksi reaksi
stress yg diterima pars interarcularis yg tidak
menunjukan prograsifitas fraktur komplit.
CT scan lumbal, tidak sensitif untuk mendeteksi
reaksi stress akut.
MRI lumbal, sensitif untuk mendeteksi reaksi
stress akut, namun untuk Old stress bisa lebih
sulit dibandingkan CT scan.
Bone scan, sensitif untuk mendeteksi reaksi stress
akut, tidak dapat mendeteksi Old stress.
Tatalaksana
Jika pergeseran yang terjadi minimal dan
gejala dapat diatasi, tatalaksana yang
dilakukan adalah observasi dengan
pembatasan aktivitas gerak.
Jika tulang bergeser secara signifikan dan
tampak progresifitas gejala, tindakan operasi
mungkin disarankan. Pasien dengan gejala
kompresi saraf direkomendasikan
menjalankan operasi.
41. Fraktur Mandibula
Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang
mandibula.
Etiologitrauma
Klasifikasi:
Berdasarkan regio: badan, simfisis, sudut, ramus, prosesus
koronoid, prosesus kondilar, prosesus alveolar.
Berdasarkan ada atau tidaknya gigi yang terlibat.
Fraktur kelas 1 : gigi terdapat di 2 sisi fraktur, penanganan pada fraktur
kelas 1 ini dapat melalui interdental wiring (memasang kawat pada
gigi)
Fraktur kelas 2 : gigi hanya terdapat di salah satu fraktur
Fraktur kelas 3 : tidak terdapat gigi di kedua sisi fraktur, pada keadaan
ini dilakukn melalui open reduction, kemudian dipasangkan plate and
screw, atau bisa juga dengan cara intermaxillary fixatio.n

Ajmal S, Khan M. A, Jadoon H, Malik S. A. (2007). Management protocol of mandibular ractures at Pakistan
Institute of Medical sciences, Islamabad, Pakistan. J Ayub Med Coll Abbottabad.
Gejala
Dislokasi sendi
rahangmaloklusi
Nyeri
Bengkak
Krepitasi
Diskolorasi
Penyempitan bukaan mulut
Hipersalivasi dan halitosis
Cedera berat Regio mandibula dan Frekuensi
Gangguan jalan napas, akibat fraktur mandibula berdasarkan
trismus, hematom, edema
pada jaringan lunak. regio
Anestesi, kerusakan pada
nervus alveolaris inferior
Diagnosis
Diagnosis fraktur mandibula dapat
ditunjukkan dengan adanya : rasa sakit,
pembengkaan, nyeri tekan, dan maloklusi.
Patahnya gigi, adanya gap, tidak ratanya gigi,
tidak simetrisnya arcus dentalis, adanya
laserasi intra oral, gigi yang longgar dan
krepitasi atau adanya trismus menunjukkan
kemungkinan adanya fraktur mandibula
Modalitas
Ct-scanpaling baik, dapat
menentukan lokasi serta luas
fraktur.
Foto polos
Pandangan lateral-obliq membantu
mendiagnosis ramus, angel, fraktur
pada corpus posterior. Tampilan oklusal
mandibula menunjukkan perbedaan di
posisi tengah dan lateral fraktur body.
Tampilan Caldwell posteroanterior
menunjukkan setiap perpindahan
medial ataulateral ra mus, sudut, tubuh,
atau fraktur simfisis. CT Scan koronal menunjukkan
fraktur bilateral condylar
Pemeriksaan panoramik.
Panoramik menyediakan kemampuan
untuk melihat seluruh mandibula dalam
satu radiograf.
Pasien harus kooperatif
Tatalaksana
Pasien dengan fraktur non-displaced atau minimal displace fraktur
condilar dapat diobati dengan analgesik, diet lunak, dan observasi.
Reduksi secara tertutup digunakan pada kondisi kondisi sebagai
berikut:
fraktur non displace
fraktur kommunitive yang sangat nyata
Edentulous fraktur (menggunakan prostesis mandibula)
fraktur pada anak dalam masa pertumbuhan gigi
fraktur coronoid dan fraktur condilar
Indikasi untuk reduksi secara terbuka
Displace yang tidak baik pada angle, body, atau fraktur parasimfisis.
fraktur multiple pada wajah.
Fraktur Condylar Bilateral.
Fraktur pada edentulous mandibula
Imobilisasi interdental: bida menggunakan kawat atau batang
lengkung karet
42. Paronikia
Reaksi inflamasi mengenai lipatan kulit disekitar
kuku
Paronikia dapat akut atau kronik
Paronikia akut oleh staphylococcus aureus, ditandai
timbulnya nyeri atau eritema diposterior atau lateral
lipatan kuku,diikuti oleh pembentukan abses superfisial
Paronikia kronik oleh candida albicans, sering oleh
pemisahan abnormal lipatan kuku proximal dari
lempeng kuku yg memungkinkan kolonisasi
Paronikia bakteri akut sering bersamaan dengan
bakteri jamur kronik
ANATOMI KUKU

a. nail plate e. nail fold lateral


b. lunula f. nail bed
c. eponikiam g. Nail plate
d. Nail fold posterior
GEJALA KLINIS
Paronikia akut & kronik memberi gambaran di
lipatan kuku berupa nyeri, merah, dan bengkak,
namun pada paronikia kronik gejala diatas tidak
terlalu jelas.
Paronikia akut
Dapat disertai demam dan nyeri kelenjar di
bawah tangan, biasanya ada nanah berwarna
kuning di bawah kutikula
Paronikia kronik
Lempeng kuku kelihatan lebih gelap, cembung,
kadang kadang lebih tipis
kutikula biasanya terlepas dari lempeng kuku.
Tidak ada pus atau nanah dan pada perabaan
kurang hangat dibanding paronikia akut.
Perlangsungannya 6 minggu atau lebih.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG PENCEGAHAN
Pewarnaan Gram Cegah trauma dengan
untuk mengetahui adanya
staphylococcus atau menjaga agar kulit yang
streptococcus kena tetap kering
Apusan potassium Jika akan mencuci
hidroksida untuk
menemukan hifa yg sebaiknya memakai
menunjukkan adanya sarung tangan karet
jamur
Tapi tidak menutup
kemungkinan ditemukan
jamur dan bakteri pada
satu kasus paronikia
TERAPI
Terapi sistemik pilihan Terapi topikal
paronikia akut miconazole krim 2 kali sehari selama 2-6
clindamycin 150-450 mg, 3-4 kali minggu.
sehari Losion atau krim Amfoterisin B ( fungizone )
amoxicillin-asam klavulanat tidak dapat digunakan bersamaan
250-500 mg 3 kali sehari dengan imidazole, terdapat efek
efektif untuk bakteri yang menetralkan antara satu sama lain.
resisten terhadap beta laktamase
Dicloxacillin maupun cephalexin
Pembedahan dilakukan atas dasar
juga efektif indikasi, jika infeksi akut sudah teratasi
Paronikia kronik biasanya Irisan (Insisi) dapat dilakukan jika ada
diberikan antimikotik abses.
seperti ketokonazole 200 Jika upaya di atas tidak berhasil dan
mg per hari kuku menancap ke dalam kulit maka
dapat dilakukan pengangkatan kuku.
(Roserplasty)
Insisi paronikia dengan mata pisau langsung
pada kuku
Komplikasi dan Prognosis
Komplikasi jarang terjadi, tapi jika terjadi dapat
menyebabkan :
Abses
Infeksi Menyebar ke tendo, tulang ( osteomyelitis ) atau
pembuluh darah. .
Prognosis sangat baik dengan pengobatan yang tepat.
Paronikia akut sembuh dalam 5 sampai 10 hari dengan
kerusakan kuku yang tidak permanen.
Paronikia kronik butuh waktu berminggu minggu untuk
sembuh, kulit & kuku akhirnya akan kembali normal.
Harus diingat untuk mengobati jika berulang, dan tetap
menjaga agar daerah tersebut tetap kering
43. Septic Arthritis

Infeksi synovium
dan cairan synovial
Ditemukan pada semua umur
Sendi panggul (anak-anak)
Sendi lutut (dewasa) Sering }

https://medicine.med.unc.edu
Etiologi
S. aureus pada semua umur
H. influenzae 6 bulan 5 thn
N. gonorrhoeae >10 tahun, dewasa (populasi barat)
Gram negative bacilli imunodefisiensi, prosedur invasif
pada sistem gastrointestinal dan saluran kemih, geriatri,
pasien dengan gagal ginjal, kelainan sendi kronik, dan
diabetes.
S. epidermidis Prosthetic joint
S. aureus/Pseudomonas i.v. drug use
S. pneumoniae Alcoholism, pneumonia, meningitis
L. monocytogenes Immune deficiency
Atypical mycobacteria Chronic infection
https://medicine.med.unc.edu
Patogenesis
Penyebaran hematogen
Penyebaran melalui jaringan sekitar
Inokulasi langsung (aspirasi/arthrotomy)
*Penyakit rematik dapat menjadi penyakit
yang mendasari septik arttritis
-Struktur sendi abnormal
-Penggunaan steroid (abnormal phagocytosis)
*DM, immune def, hematological diseases, trauma,
systemic infections
https://medicine.med.unc.edu
Gejala Klinis
Riwayat trauma atau infeksi sebelumnya
Sering mengenai sendi panggul dan lutut
Sendi sakroiliaka dapat terinfeksi pada
brucellosis
Interphalangeal joints: human and animal bites

Demam, malaise, anoreksia, nausea


Inflamasi lokal

https://medicine.med.unc.edu
Pemeriksaan Penunjang
Synovial fluid sampling:
>50.000 leukocytes/ml, (crystal arthropathies and RA)
Leukocytes <50.000/ml (Malignancy, steroid use)
Gram staining and culture: Gram-positive bacteria
60%, Gram-negative bacteria 40%
Blood culture / urethral discharge culture
Yield rate of microorganism 70%
Antigen detection (S. pyogenes, S. pneumoniae, H.
influenzae)
PCR (B. burgdorferi, N. gonorrhoeae)
Leukocytosis, ESR, and CRP increase
Diagnosis Banding
Rheumatic fever
Acute juvenile arthritis
RA, gout, reactive arthritis
Viral arthritis
Fungal arthritis
Tuberculous arthritis
Osteomyelitis
Cellulitis
Bleeding into the joint (hemarthrosis)
Tatalaksana
<5 year-old: 2nd and 3rd generation cephalosporins
>5 year-old and adults: cefazolin, 2nd gen. cephalosporins
S. aureuscefazolin/vancomycin
Adults: ciprofloxacin+rifampin
N. gonorrhoeaecefriaxone,
Gram-negative bacilli3rd gen. cephalosporin+ aminoglycoside

Gram-positive
Streptococcus, methicillin-sensitive staphylococcus
Cefazolin 3x2 gram, Sulbactam/ampicillin 4x2 gram
Meticillin-resistant staphylococcus
Vancomycin 2x1 gram
Gram-negative
Ceftriaxone 1x2 gram
Tatalaksana

Parenteral tx: 5-7 hari dilanjutkan oral tx (2-4


minggu)
Gram-negative bacilli and S. aureus 3 minggu
Needle aspiration and irrigation Septic arthritis
needs intervention (emergency) !
Hip joint septic arthritis surgical drainage
(Arthritis may disrupt the blood supply of the hip
joint)
44. Dis.Bahu (D.Glenohumeralis)
Keluarnya caput humerus dari cavum gleinodalis

Etio : 99% trauma

Pembahagian

1. Dis. Anterior (98 %)

2. Dis.Posterior (2 %)

3. Dis. Inferior

Mekanisme Trauma
1. Puntiran sendi bahu tiba-tiba

2. Tarikan sendi bahu tiba-tiba

3. Tarikan & puntiran tiba-tiba


Dislokasi Anterior
Lengkung (contour) bahu berobah,

Posisi bahu abduksi & rotasi ekterna

Teraba caput humeri di bag anterior

Prominent acromion, sulcus sign

Back anestesi ggn n axilaris

Radiologis memperjelas Diagnosis

Rontgen Foto

CT Scan
Penanganan
Reduction, as quickly and gently as possible

Tertutup atau Terbuka

1. Tarikan langsung

1. Teknik Traksi & Teknik Counter traksi

2. Teknik Hippokrates

2. Reposisi sesuai arah trauma

1. Teknik Stimson (Gravitasi),

2. Teknik Milch

3. Teknik Kocher
1.Teknik Tarikan langsung
Reposisi dengan penarikan langsung
Teknik Hipokrates
Penderita tidur telentang
Tangan ditarik dan kaki mendorong
diketiak
Teknik Traksi & Kounter Traksi
Penderita duduk
Tangan ditarik kebawah dan ketiak
ditarik keatas
Keduanya sangat traumatis n axilaris
2.Teknik Sesuai Arah Trauma
Teknik Stimson
Reposisi oleh berat tangan & gravitasi
Telungkup dipinggir meja, Beban 2,5 kg
selama 15- 20 min
Teknik Milch

Reposisi: tarikan dalam posisi telungkup


Humerus di abduksi & rotasi ekterna
Caput humeri didorong kedalam

Teknik Kocher

Reposisi menyesuaikan arah trauma

Humerus diputar keluar & siku kedada


Perawatan Pasca Reposisi
Imobilisasi bahu posisi adduksi & rotasi interna
Pelvow sling

Latihan ROM sendi.

Komplikasi
1. Ggn ligament & kapsul sendi

2. Fraktur tulang sekitar sendi

3. Trauma vaskular (a. axilaris)


4. Habitual Dislocation

5. Trauma syaraf (10 %) n. axilaris


Dislokasi Posterior: Klinis
Lengan dipegang di depan dada
Adduksi
Rotasi interna
Bahu tampak lebih datar (flat and
squared off)
Reposisi
Reduksi tertutup dengan sedasi
Traksi aksial, tekanan pada caput humeri
dan rotasi eksterna
Komplikasi:
Missed Dx: locked ORIF
fraktur glenoid rim, tuberosities, humeral
head
44. Ruptur Tendon Achilles
Ruptur tendo Achilles adalah putusnya tendo
Achilles atau cedera yangmempengaruhi bagian
bawah belakang kaki.
Klasifikasi:
Tipe I: Pecah parsial, yaitu sobek yang kurang dari 50%,
biasanya diobati dengan manajemen konservatif
Tipe II: sobekan yang penuh dengan kesenjangan
tendon kurang dari sama dengan 3 cm, biasanya
diobati dengan akhir-akhir anastomosis
Tipe III: sobek yang penuh dengan jarak tendon 3
sampai 6 cm
Tipe IV: perpisahan yang penuh dengan cacat lebih 6
cm (pecah diabaikan)
http://emedicine.medscape.com/article/1922965-overview
Manifestasi Klinik Ruptur Tendo Achilles
1. Rasa sakit mendadak yang berat dirasakan pada bagian belakang
pergelangan kaki atau betis
2. Bengkak, kaku dan memar
3. Terlihat depresi di tendon 3-5 cm diatas tulang tumit
4. Tumit tidak bisa digerakan turun naik.
5. Pasien mungkin menggambarkan sensasi ditendang di bagian
belakang kaki.
6. Nyeri bisa berat.
7. Nyeri lokal, bengkak dengan gamblang sepanjang tendon Achilles
dekat lokasi penyisipan, dan kekuatan plantar flexion lemah
8. Rasa sakit mendadak dan berat dapat dirasakan di bagian
belakang pegelangan kakiatau betis
9. Terlihat bengkak dan kaku serta tampak memar dan kelemahan di
dekat tumit.
10.Sebuah kesenjangan atau depresi dapat dilihat di tendon sekitar 2 cm di
atas tulang tumit.
11.Tumit tidak dapat digerakan turun atau naik atau push off kaki terluka
ketika berjalan.
12.Pasien merasa seolah-olah ia telah dipukul tepat pada tumitnya dan tidak
bisaberjinjit.
13.Apabila ada robekan,suatu celah dapat dilihat dan terasa 5 cm diatas
insersio tendon.
14.Plantar flexi kaki akan lemah dan tidak disertai dengan tendon
Diagnosis

Weakness in
plantarflexion
Gap in tendon
Palpable swelling
Positive Thompson test
Pemeriksaan Fisik Ruptur Tendon
Achilles

Infeksi dan Test Thomphson


palapasi

Obrien test/
Copeland test
test jarum
OBrien test
Jarum 25G, ditusukan pada otot
tungkai bawah 10cm di atas
tonjolan calcaneus.
Gerakan pangkal jarum
berlawanan arah saat dilakukan
gerakan pasif plantar fleksi dan
dorso fleksi menandakan
tendon achilles yang intak.

Copeland test
Pasien dalam posisi prone, cuff
sphygmomanometer diletakan
pada bagian tungkai yang paling
besar, kaki pasien diminta plantar
fleksi, kemudian
sphygmomanometer di pompa
hingga 100mmHg.
Jika tendon achilles intak, tekanan
akan meningkat menjadi 140mmHg
saat pasien diminta dorsofleksi
Pemeriksaan Penunjang
Magnetic Resonance Image (MRI)

Foto Rontgen
Tatalaksana Ruptur Tendo Achilles
Terapi fisik
Pengobatan konservatif Boot
orthosis
Percutaneous Surgery
Open Surgical Repair

Terapi obat NSAIDs


Ibuprofen dan Asetaminofen
Injury Clinical Findings Imaging
Ankle sprain Positive drawer/inversion X-Ray
test
Achilles Rupture Thompson test, tendon USG
gap, unable to plantaflex
foot
Metatarsal fracture Bone tenderness over the X-Ray
navicular bone or base of
the fifth metatarsal
Tarsal Tunnel Syndrome Tinnel test (+), paresthesias MRI
along tibial nerve
Plantar fasciitis Severe plantar pain, foot Not needed
cord tightness
http://www.qualitycarept.com/Injuries-Conditions/Foot/Foot-
Issues/Achilles-Tendon-Problems/a~253/article.html
46. Hydrocele
47. Tumor Kelenjar Liur
Bervariasi dari lokasi, asal, dan potensi
malignasi.
Rasio terjadinya malignansi proporsional
terhadap ukuran kelenjar: kelenjar parotis
cenderung mengalami perubahan neoplastik
jinak, kelenjar submandibula 50:50, serta
kelenjar sublingual dan aksesorius kebanyakan
ganas.
1. Kelenjar parotis
2. Kelenjar submandibula
3. Kelenjar sublingual
Klasifikasi
Benign Malignant
Epithelial mucoepidermoid carcinoma: lesi
Pleiomorphic adenoma, paling malignan tersering
sering (50% tumor kelenjar
parotis) adenoid cystic carcinoma
Warthin tumor, hanya myoepithelioma
ditemukan pada kelenjar parotis, adenocarcinoma (not otherwise
usia lanjut, biasanya laki-laki,
bilateral pada 10-15% kasus specified)
Papiloma intraduktal kelenjar acinic cell carcinoma of salivary
liur glands
Oncocytoma kelenjar liur squamous cell carcinoma of salivary
Myoepithelioma, subtipe dari glands
pleiomorphic adenoma, dapat
juga berasal dari payudara atau malignant mixed tumours of the
bronkus salivary glands
Non-epithelial carcinoma ex pleomorphic adenoma
Hemangioma, limfangioma, carcinosarcoma (true mixed tumour
lipoma
of the salivary glands)
metastasising pleomorphic adenoma
CT-Scan:
Pleiomorphic adenoma

CT-Scan:
Mucoepidermoid
carcinoma
48. Cedera Saraf Perifer
Humeral Shaft Fractures
Clinical evaluation
Thorough history and
physical
Patients typically present
with pain, swelling, and
deformity of the upper arm
Careful NV exam important
as the radial nerve is in close
proximity to the humerus
and can be injured
Humeral Shaft Fractures
Holstein-Lewis Fractures
Distal 1/3 fractures
May entrap or lacerate radial nerve as the fracture passes
through the intermuscular septum
Anatomical snuffbox

Anatomical snuff box (tabatiere anatomicum) bordered


by
Extensor pollicis brevis
Extensor pollicis longus
The scaphoid bone is palpated inside the box as well as
the radial styloid.
49. Pneumoperitoneum
Udara bebas intraperitoneum atau ekstraluminer
Causa :
- Robeknya dinding saluran cerna (trauma, iatrogenik, kelainan
di saluran cerna),
- Tidakan melalui permukaan peritoneal (transperitoneal
manipulasi, endoscopic biopsy, abdominal needle biopsy)
- Intraperitoneal ( gas forming peritonitis, ruptur abses )
Gambaran Radiologi : Biasanya menggunakan
Cupula sign 2 proyeksi foto :
Foot ball sign - FPA supine
- X Torak erect atau left
Double wall sign /Rigler lateral decubitus
sign
Ligamentum falciforum
sign
Umbilical sign
Urachus sign
Falciform Ligament
Sign

Cupula sign

Cupula sign Football sign


Air on both sides of bowel wall
Riglers Sign

Free Intraperitoneal Air


Umbilical sign
Urachus sign
50. Tetanus
Tetanus: gangguan neuromuskular akut berupa
trismus, kekakuan dan kejang otot disebabkan oleh
eksotosin spesifik Clostridium tetani.
Akibat komplikasi luka: Vulnus laceratum (luka
robek), Vulnus punctum (luka
tusuk), combustion (luka bakar), fraktur terbuka,
otitis media, luka terkontaminasi, luka tali pusat.
tetanus prone wound
Tanda dan gejala
Masa inkubasi: bervariasi antara 2 hari atau beberapa minggu
bahkan beberapa bulan, pada umumnya 8 12 hari.
Suhu tubuh normal hingga subfebris
Tetanus lokal otot sekitar luka kaku
Tetanus generalisata
Trismus: sulit/tidak bisa membuka mulut
Rhesus sardonicus
Kaku otot kuduk, perut, anggota gerak
Sukar menelan
Opistotonus
Kejang dalam keadaan sadar dan nyeri hebat.
Sekujur tubuh berkeringat.
Stadium klinis
pada anak.
Stadium 1, dengan gejala klinis berupa trisnus (3 cm) belum ada
kejang rangsang, dan belum ada kejang spontan.
Stadium 2, dengan gejala klinis berupa trismus (3 cm), kejang
rangsang, dan belum ada kejang spontan.
Stadium 3, dengan gejala klinis berupa trismus (1 cm), kejang
rangsang, dan kejang spontan.
Stadium klinis pada orang dewasa. Terdiri dari :
Stadium 1 : trisnus
Stadium 2 : opisthotonus
Stadium 3 : kejang rangsang
Stadium 4 : kejang spontan
Diagnosis dan Komplikasi
Diagnosis
Klinis
Pewarnaan gram

Komplikasi
Anoksia otak
fraktur vertebra
Aspirasi, penumonia
Low intake, Dehidrasi
Disfungsi otonom: hiper/hipotensi, hiperhidrosis
Kematian
Manajemen Luka Tetanus
Dosis Profilaksis:
HTIG250-500 IU
ATS 1500 IU
Tatalaksana Tetanus
1. Pemberian antitoksin tetanus
2. Penatalaksanaan luka
3. Pemberian antibiotika
4. Penanggulangan kejang
5. Perawatan penunjang
6. Pencegahan komplikasi
Pemberian antitoksin tetanus. selama 2 5 hari berturut turut
ATS : 10.000 20.000 IU IM (dewasa) dan 10.000 IU IM (anak),
HTIG : 3.000 IU 6000 IU IM (dewasa) dan 3000 IU IM (anak).
Penatalaksanaan luka.
Cross Incision dan debridemen luka segera.
Rawat terbuka untuk mencegah keadaan anaerob.
Bila perlu di sekitar luka dapat disuntikan ATS.
Pemberian antibiotika.
Penisilin Penisilin sebesar 1,2 juta IU/8 jam IM (dewasa) selama 5 hari.
50.000 IU/kg BB/hari (anak), dilanjutkan hingga 3 hari bebas panas.
Tetrasiklin 4x 500 mg/hari (dewasa). 40 mg/KgBB/hari (anak), dibagi
dalam 4 dosis.
Metronidazol 3 x 1 gram IV.
Penaggulangan Kejang.
Ruang isolasi karena suara dan cahaya dapat menimbulkan
serangan kejang.
Pemberian anti kejang
Fenobarbital (Luminal) A: Mula mula 60 100 mg IM,
kemudian 6 x 30 mg per oral. Maksimum 200 mg/hari. D: 3 x
100 mg IM
Klorpromazin (Largactil) A: 4 6 mg/kg BB/hari, mula mula IM,
kemudian per oral. D: 3 x 25 mg IM
Diazepam (Valium) A: Mula mula 0,5 1 mg/kg BB IM,
kemudian per oral 1,5 4 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 6 dosis. 3
x 10 mg IM Atau 0,2-0,5 mg/kg BB IV bila kejang.
Klorhidrat. A: 3 x 500 100 mg per rectal
midazolam 2-3 mg / jam
Bila belum teratasi, muscle relaxant + ventilator ICU
Perawatan penunjang.
Tirah baring,
Oksigen, bersihkan jalan nafas secara teratur,
Cairan infus dan diet per sonde
Monitoring kesadaran, TTV, trismus, asupan /
keluaran, elektrolit
Konsultasikan ke bagian lain bila perlu.
Pencegahan komplikasi
Anoksia otak dengan
Pemberian antikejang, sekaligus mencegah
laringospasme,
Jalan napas yang memadai, bila perlu lakukan intubasi
(pemasangan tuba endotrakheal) atau lakukan
rakheotomi berencana, pemberian oksigen.
Pneumonia
membersihkan jalan napas yang teratur, pengaturan
posisi penderita berbaring, pemberian antibiotika.
Fraktur vertebra: pemberian antikejang yang
memadai.
51.
52. Open Pneumothorax
53. Ewings Sarcoma
Ditemukan oleh James Ewing (1921)
Tumor tulang tersering kedua pada anak-anak
Ewings Sarcoma Family of tumors:
Ewings sarcoma (Bone 87%)
Extraosseous Ewings sarcoma (8%)
Peripheral PNET(5%)
Askins tumor
Epidemiologi
Meliputi 2% kejadian kanker malignansi pada anak
Terjadi pada dekade kedua (80% udia 5-25thn)
Laki-laki:Perempuan 1,3:1 <10thn, 1,6:1 >10thn
Jarang pada ras Afro-amerika dan asia

307
Patologi dan sitogenetik
Satu dari sekian banyak tumor
small round blue cell tumors
yang terlihat pada anak-anak.
Tidak berdiferensiasi dengan
baik
Tidak diketahui asalnya,
kemungkinan dari sel
progenitor neural crest
Abnormalitas sitogenetik
t(11;22) (q24;q12) tampak pada
90-95% kasus
Gejala Klinis
Nyeri dan Bengkak pada area yang
terkena

Dapat terjadi gejala sistemik, seperti:


Demam
Anemia
Penurunan berat badan
Elevated WBC & ESR,LDH

Sering kali didiagnosis dalam jangka


waktu paling lama untuk kasus tumor
solid pada anak-anak. (Rata-rata 146
hari)

Fraktur patologis
Skull(3.8%)

Lokasi Scapula (3.8%)

Paling sering pada diafisis atau


metadiafisis

Aksis sentral (47%):


pelvis, dinding dada, tulang
belakang, kepala dan leher

Ekstrimitas (53%)

Penyebaran per kontuinutatum ke


jaringan sekitar atau metastasis
secara hematogen.
AJCC Staging (7th Ed. 2010) Bone Tumor
Primary tumor (T)
TX Primary tumor cannot be assessed
T0 No evidence of primary tumor
T1 Tumor 8 cm or less in greatest dimension
T2 Tumor more than 8 cm in greatest dimension
T3 Discontinuous tumors in the primary bone site
Regional lymph nodes (N)
NX Regional lymph nodes cannot be assessed
N0 No regional lymph node metastasis
N1 Regional lymph node metastasis
Note: Because of the rarity of lymph node involvement in bone sarcomas, the designation
NX may not be appropriate and cases should be considered N0 unless clinical node
involvement is clearly evident.
Distant metastasis (M)
M0 No distant metastasis
M1 Distant metastasis
M1a Lung
M1b Other distant sites
Stage

IA T1 N0 M0 G1,2 low grade, GX


IB T2 N0 M0 G1,2 low grade, GX
T3N0 M0 G1,2 low grade, GX
IIA T1 N0 M0 G3, 4 high grade
IIB T2 N0 M0 G3, 4 high grade
III T3 N0 M0 G3, 4
IVA Any T N0 M1a any G
IVB Any T N1 any M any G
Any T any N M1b any G
Diagnostic Work-Up
Primary Staging
History & Physical Examination
Histo-pathology -Biopsy -Bone Marrow
-Genetics
-IHC
Imaging -X-ray -CT Thorax
-CT scan -Bone scan
-MRI -PET scan
Lab Test - Renal RFT
- Cardiac 2D-ECHO
Imaging
X-RAY
Moth eaten lesion
Lytic or mixed lytic-sclerotic areas
present
Multi-Layered subperiosteal reaction
(onion skinning)
Lifting of perioteum (codmans triangle)

CT SCAN: bone destruction best seen


Intramedullary space
extraosseous involvement
315
MRI
Involvement detected by MRI extends beyond the
anticipated area seen on plain X-ray
Intra-medullary extent
Soft tissue extension
Skip lesions
Relation Adjacent structures, vessels , nerves
Multi-planar
Bone scan:
To detect polyostotic involvement
to detect bone metastasis

Bone marrow biopsy

CXR/CT of chest: lung mets


Bone Scan: Ewing Sarcoma of
Left Humerus demonstrates
Intense Uptake

Fig: bone scan shows increased Gross Pathology: Ewing Sarcoma of


activity in the distal femur. Metadiaphysis of Proximal Humerus. (Top
arrow) Permeative Marrow Lesion.
(Bottom arrow) Surrounding Soft Tissue
CSMMU, Lucknow Mass
PET/PET- CT Scan
newer technique
Under evaluation to detect
local and distal extent,
Predictor of outcome and recurrence

CSMMU, Lucknow
Tatalaksana Umum

Local Control Maintenance


Induction
Surgery Chemotherapy
Chemotherapy Radiotherapy
Diagnosis Banding

The Canadian Journal of Diagnosis / May 2001


54. DVT

Virchow Triads:
(1) venous stasis
(2) activation of blood coagulation
(3) vein damage

Crurales Vein is a common and


incorrect terminology
Superficial vein systems
Signs and symptoms of
DVT include :
Pain in the leg
Tenderness in the calf (this
is one of the most
improtant signs )
Leg tenderness
Swelling of the leg
Increased warmth of the
leg
Redness in the leg
Bluish skin discoloration
Discomfort when the foot
is pulled upward (Homans)
http://www.medical-explorer.com/blood.php?022
Patient with suspect symptomatic
Acute lower extremity DVT

negative
Venous duplex scan Low clinical probability observe

positive High clinical probability negative

Evaluate coagulogram /thrombophilia/ malignancy


Repeat scan /
Venography
Anticoagulant therapy yes IVC filter
contraindication

No

pregnancy LMWH

OPD LMWH

hospitalisation + warfarin
UFH

Compression treatment
Color duplex scan of DVT

Venogram shows DVT


55. Fraktur Nasal
Diagnosis:
riwayat trauma
bengkak, dan krepitus pada jembatan hidung
epistaksis, namun tidak harus selalu
bercampur dengan CSF.
Fraktur nasal sering menyebabkan
deformitas septum nasal karena adanya
pergeseran septum dan fraktur septum.
Fraktur NOE dicurigai jika pasien memiliki
bukti patah hidung dengan telecanthus,
pelebaran jembatan hidung dengan
canthus medial terpisah, dan epistaksis
atau rhinorrhea CSF.
Method of palpating the nasal complex
for fractures. The nasal pyramid should
be moved right and left to detect
mobility.
Patient with naso-orbitoethmoid
fracture and cerebrospinal fluid
rhinorrhea (A). The fluid leaves a
double ring where it drips onto fabric
(B).
Lateral radiographic view of a displaced
nasal bone fracture in a patient who
sustained this injury because of a punch to
the face during a hockey game.
A patient with naso-
orbitoethmoid fracture.
Note the increase in the
intercanthal distance and
the rounded shape of the
medial palpebral fissure
on the right. The normal
palpebral fissure on the
patient's left has an
angular relationship
between the upper and
lower eyelids.
Fraktur Nasal
KONSERVATIF OPERATIF
Pasien dengan perdarahan hebat, Untuk fraktur nasal yang tidak
dikontrol dengan vasokonstriktor disertai dengan perpindahan
topikal. fragmen tulang, penanganan
Jika tidak berhasil bebat kasa tipis, bedah tidak dibutuhkan karena
kateterisasi balon, atau prosedur lain akan sembuh dengan spontan.
dibutuhkan tetapi ligasi pembuluh darah Deformitas akibat fraktur nasal
jarang dilakukan. sering dijumpai dan
Bebat kasa tipis merupakan prosedur membutuhkan reduksi dengan
untuk mengontrol perdarahan setelah fiksasi adekuat untuk
vasokonstriktor topikal. Biasanya memperbaiki posisi hidung.
diletakkan dihidung selama 2-5 hari
sampai perdarahan berhenti.
Pada kasus akut, pasien harus diberi es
pada hidungnya
Antibiotik diberikan untuk mengurangi
resiko infeksi, komplikasi dan kematian.
Analgetik berperan simptomatis untuk
mengurangi nyeri dan memberikan rasa
nyaman pada pasien.
FRAKTUR NASAL
ELEVATING A
FRACTURE OF THE
NOSE.
A, inflitrating the site
of the fracture.
B, raising the
depressed bones with
curved artery forceps.
Always suspect a
fracture after any blow
on the nose. Swelling
of the soft tissues can
easily hide it.
Blow Out Fracture
Blow-out fracture
fraktur dinding orbita yang disebabkan peningkatan tiba-
tiba dari tekanan intraorbital tanpa keterlibatan rima
orbita.
sebagian besar terjadi pada dasar orbita
sebagian kecil terjadi pada dinding medial dengan atau
tanpa disertai fraktur dasar orbita.
Blow-out fracture umumnya terjadi pada orang dewasa
dan jarang terjadi pada anak-anak
Dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas) kecelakaan
kerja) kecelakaan olahraga)terjatuh atau karena
kekerasan.
Gejala Klinis
Penderita blow-out fracture sering mengeluh:
nyeri intraokula
mati rasa pada area tertentu diwajah
tidak mampu menggerakkan bola mata
melihat ganda bahkan kebutaan blow-out fracture
Edema, hematoma, enophtalmus
trauma nervus cranialis
emphysema dari orbita dan palpebra
56. Hipospadia
57. Perdarahan subkonjungtiva
Perdarahan subkonjungtiva Perdarahan
adalah perdarahan akibat subkonjungtiva akan
rupturnya pembuluh darah hilang atau diabsorpsi
dibawah lapisan dalam 1- 2 minggu tanpa
konjungtiva yaitu diobati.
pembuluh darah Pengobatan penyakit
konjungtivalis atau yang mendasari bila ada.
episklera.
Dapat terjadi secara
spontan atau akibat
trauma.
Subconjunctival hemorrhage
Subconjunctival hemorrhage (or subconjunctival
haemorrhage) also known as hyposphagma, is bleeding
underneath the conjunctiva.
A subconjunctival hemorrhage initially appears bright-red
underneath the transparent conjunctiva.
Later, the hemorrhage may spread and become green or
yellow, like a bruise.
In general a subconjunctival hemorrhage is a painless and
harmless condition
however, it may be associated with high blood pressure,
trauma to the eye, or a base of skull fracture if there is no
posterior border of the hemorrhage visible.
Subconjunctival hemorrhage
Causes Management
Eye trauma Self-limiting that requires
Whooping cough or other no treatment in the absence
extreme sneezing or coughing
Severe hypertension of infection or significant
Postoperative subconjunctival trauma.
bleeding Artificial tears may be
Acute hemorrhagic applied four to six times a
conjunctivitis (picornavirus)
Leptospirosis day.
Increased venous pressure Cold compress in the 1st
(straining, vomiting, choking, hour may stop the bleeding
or coughing)
58. Defisiensi vitamin A
Vitamin A meliputi retinol, retinil ester, retinal
dan asam retinoat. Provitamin A adalah semua
karotenoid yang memiliki aktivitas biologi -
karoten
Sumber vitamin A: hati, minyak ikan, susu &
produk derivat, kuning telur, margarin, sayuran
hijau, buah & sayuran kuning
Fungsi: penglihatan, diferensiasi sel, keratinisasi,
kornifikasi, metabolisme tulang, perkembangan
plasenta, pertumbuhan, spermatogenesis,
pembentukan mukus

Kliegman RM. Nelsons textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011


Konjungtiva normalnya memiliki sel goblet.
Hilangnya/ berkurangnya sel goblet secara
drastis bisa ditemukan pada xerosis
konjungtiva.
Gejala defisiensi:
Okular (xeroftalmia): rabun senja, xerosis
konjungtiva & kornea, keratomalasia, bercak Bitot,
hiperkeratosis folikular, fotofobia
Retardasi mental, gangguan pertumbuhan,
anemia, hiperkeratosis folikular di kulit
Xerophthalmia (Xo)
Stadium :
XN : night blindness (hemeralopia)
X1A : xerosis conjunctiva
X1B : xerosis conjunctiva (with bitots spot)
X2 : xerosis cornea
X3A : Ulcus cornea < 1/3
X3B : Ulcus cornea > 1/3, keratomalacea
XS : Corneal scar
XF : Xeroftalmia fundus
Xeroftalmia
XN. NIGHT BLINDNESS
Vitamin A deficiency can interfere with rhodopsin
production, impair rod function, and result in
night blindness.
Night blindness is generally the earliest
manifestation of vitamin A deficiency.
chicken eyes (chickens lack rods and are thus
night-blind)
Night blindness responds rapidly, usually within
2448 hours, to vitamin A therapy
X1A, X1B. CONJUNCTIVAL XEROSIS AND
BITOTS SPOT
The epithelium of the Conjunctival xerosis first
conjunctiva in vitamin A appears billateraly, in the
deficiency is transformed temporal quadrant, as an
from the normal columnar isolated oval or triangular
to the stratified squamous, patch adjacent to the
with loss of goblet cells, limbus in the interpalpebral
formation of a granular cell fissure.
layer, and keratinization of
the surface.
Clinically, these changes are
expressed as marked
dryness or unwettability,
the affected area appears
roughened, with fine
droplets or bubbles on the
surface.
X1A, X1B. CONJUNCTIVAL XEROSIS AND
BITOTS SPOT
In some individuals, keratin Conjunctival xerosis and
and saprophytic bacilli Bitots spots begin to
accumulate on the xerotic resolve within 25 days,
surface, giving it a foamy or most will disappear within 2
cheesy appearance, known weeks.
as Bitots spots and theyre
easily wiped off)
Generalized conjunctival
xerosis, involving the
inferior and/or superior
quadrants, suggests
advanced vitamin A
deficiency.
X2 CORNEAL XEROSIS
Corneal changes begin early in Clinically, the cornea develops
vitamin A deficiency, long before classical xerosis, with a hazy,
they can be seen with the naked lustreless, dry appearance, first
eye which characteristic are observable near the inferior
superficial punctate lesions of the limbus
inferiornasal aspects of the Corneal xerosis responds within
cornea, which stain brightly with 25 days to vitamin A therapy,
fluorescein with the cornea regaining its
Early in the disease the lesions normal appearance in 12 weeks
are visible only through a slit-
lamp biomicroscope
With more severe disease the
punctate lesions become more
numerous, spreading upwards
over the central cornea, and the
corneal stroma becomes
oedematous
X3A, X3B. Corneal
ulceration/keratomalacia
Ulceration/keratomalacia Superficial ulcers heal
indicates permanent with little scarring,
destruction of a part or all deeper ulcers, especially
of the corneal stroma, perforations, form dense
resulting in permanent peripheral adherent
structural alteration leukomas.
Ulcers are classically Localized keratomalacia is
round or oval punched- a rapidly progressive
out defects condition affecting the
The ulceration may be full thickness of the
shallow, but is commonly cornea
deep
XS. SCARS XF. XEROPHTHALMIC FUNDUS
The small white retinal lesions
Healed sequelae of prior described in some cases of vitamin
corneal disease related to A deficiency
vitamin A deficiency include They may be accompanied by
opacities or scars of varying constriction of the visual fields and
will largely disappear within 24
density (nebula, macula, months in response to vitamin A
leukoma), weakening and therapy
outpouching of the Gambaran funduskopi fenomena
remaining corneal layers cendol
(staphyloma, and
descemetocele), and
phthisis bulbi.
Pemeriksaan Penunjang
A serum retinol study is a costly The serum retinol level may be
but direct measure using high- low during infection because of a
performance liquid transient decrease in the RBP.
chromatography. A zinc level is useful because zinc
A value of less than 0.7 mg/L in deficiency interferes with RBP
children younger than 12 years is production.
considered low.
A serum RBP study An iron panel is useful because
iron deficiency can affect the
easier to perform and less metabolism of vitamin A.
expensive than a serum retinol
study, because RBP is a protein and Albumin levels are indirect
can be detected by an measures of vitamin A levels.
immunologic assay.
Obtain a complete blood count
RBP is also a more stable (CBC) with differential if anemia,
compound than retinol
However, RBP levels are less
infection, or sepsis is a possibility.
accurate, because they are
affected by serum protein
concentrations and because types
of RBP cannot be differentiated.
Therapy & Prevention
Therapy :
- Day 1 : 100.000 IU im or 200.000 IU oral
- Day 2 : 100.000 IU im or 200.000 IU oral
- Day 14 / worsened / before discharge :
200.000 IU im / oral

Prevention (every 6 months):


< 6 months : 50.000 IU oral
6 12 months : 100.000 IU oral
> 1 year : 200.000 IU oral
59. KONJUNGTIVITIS VERNAL
Nama lain:
spring catarrh
seasonal conjunctivitis
warm weather conjunctivitis
Etiologi: reaksi hipersensitivitas bilateral (alergen sulit
diidentifikasi)
Epidemiologi:
Dimulai pada masa prepubertal, bertahan selama 5-10
tahun sejak awitan
Laki-laki > perempuan
Paling sering pada Afrika Sub-Sahara & Timur Tengah
Temperate climate > warm climate > cold climate (hampir
tidak ada)
Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.
Gejala & tanda:
Rasa gatal yang hebat, dapat
disertai fotofobia
Sekret ropy
Riwayat alergi pada RPD/RPK
Tampilan seperti susu pada
konjungtiva
Gambaran cobblestone (papila
raksasa berpermukaan rata pada
konjungtiva tarsal)
Tanda Maxwell-Lyons (sekret
menyerupai benang &
pseudomembran fibrinosa halus Komplikasi:
pada tarsal atas, pada pajanan Blefaritis & konjungtivitis
thdp panas)
stafilokokus
Bercak Trantas (bercak
keputihan pada limbus saat fase
aktif penyakit)
Dapat terjadi ulkus kornea
superfisial
Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006

KONJUNGTIVITIS VERNAL
Akibat reaksi hipersensitivitis Terapi :
Steroid topikal: digunakan pada
yang mengenai kedua mata keadaan akut berat dan jika
dan rekuren perlu dapat ditambahkan steroid
sistemik. Hanya digunakan dalam
Terutama pada musim panas jangka pendek untuk
mengurangi gejala
Pasien usia muda Antihistamin
Tanda : Sodium kromolin 4%: sel mast
stabilizer, sebagai pengganti
Papil besar dengan permukaan steroid bila gejala sudah dapat
rata pada konjungtiva tarsal dikontrol
(coble stone) Desensitisasi
Rasa gatal berat Kompres dingin
Sekret gelatin berisi oesinofil
atau granula eosinofil
Benjolan di daerah limbus
dengan bercak Horner Trantas
Table. Major Differentiating Factors Between VKC and AKC

Characteristics VKC AKC


Age at onset Generally presents at a younger age -
than AKC
Sex Males are affected preferentially. No sex predilection
Seasonal variation Typically occurs during spring months Generally perennial
Discharge Thick mucoid discharge Watery and clear discharge
Conjuntiva Cobblestone papillae
Conjunctival - Higher incidence of
scarring conjunctival scarring
Horner-Trantas dots Horner-Trantas dots and shield ulcers Presence of Horner-Trantas
are commonly seen. dots is rare.
Corneal Not present Deep corneal
neovascularization neovascularization tends to
develop
Presence of Conjunctival scraping reveals Presence of eosinophils is less
eosinophils in eosinophils to a greater degree in VKC likely
conjunctival than in AKC
scraping
http://sdhawan.com/ophthalmology/lens&cataract.pdf E-mail: sdhawan@sdhawan.com

60. Cataract
Any opacity of the lens or loss of transparency of the lens that causes
diminution or impairment of vision
Classification : based on etiological, morphological, stage of maturity
Etiological classification :
Senile
Traumatic (penetrating, concussion, infrared irradiation, electrocution)
Metabolic (diabetes, hypoglicemia, galactosemia, galactokinase deficiency,
hypocalcemia)
Toxic (corticosteroids, chlorpromazine, miotics, gold, amiodarone)
Complicated (anterior uveitis, hereditary retinal and vitreoretinal disorder, high myopia,
intraocular neoplasia
Maternal infections (rubella, toxoplasmosis, CMV)
Maternal drug ingestion (thalidomide, corticosteroids)
Presenile cataract (myotonic dystrophy, atopic dermatitis)
Syndromes with cataract (downs syndrome, werners syndrome, lowes syndrome)
Hereditary
Secondary cataract
Morphological classification : Sign & symptoms:
Capsular Near-sightedness (myopia
Subcapsular shift) Early in the
Nuclear development of age-related
cataract, the power of the
Cortical lens may be increased
Lamellar Reduce the perception of
Sutural blue colorsgradual
Chronological classification: yellowing and opacification of
Congenital (since birth) the lens
Infantile ( first year of life) Gradual vision loss
Juvenile (1-13years) Almost always one eye is
Presenile (13-35 years) affected earlier than the
other
Senile
Shadow test +
Klasifikasi morfologi katarak

Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011


Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011
Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011
Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006

KATARAK-SENILIS
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa
4 stadium: insipien, imatur (In some patients,
yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia
di atas 50 tahun at this stage, lens may become swollen due to
continued hydration intumescent
Epidemiologi : 90% dari semua jenis cataract), matur, hipermatur
katarak
Gejala : distorsi penglihatan, penglihatan
Etiologi :belum diketahui secara pasti kabur/seperti berkabut/berasap, mata tenang
multifaktorial:
Penyulit : Glaukoma, uveitis
Faktor biologi, yaitu karena usia tua
dan pengaruh genetik Tatalaksana : operasi (ICCE/ECCE)
Faktor fungsional, yaitu akibat
akomodasi yang sangat kuat
mempunyai efek buruk terhadap
serabu-serabut lensa.
Faktor imunologik
Gangguan yang bersifat lokal pada
lensa, seperti gangguan nutrisi,
gangguan permeabilitas kapsul lensa,
efek radiasi cahaya matahari.
Gangguan metabolisme umum
Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan
Lokasi
Katarak nuklear
kekeruhan terutama pada nukleus Akibat myiopic shift,individu dengan
dibagian sentral lensa. presbiopia dapat membaca tanpa
Terjadi akibat sklerosis nuklear; kacamata (disebut penglihatan
nukleus cenderung menjadi gelap kedua/second sight).
dan keras (sklerosis), berubah dari Menyebabkan gangguan yang lebih besar
jernih menjadi kuning sampai coklat. pada penglihatan jauh daripada
Biasanya mulai timbul sekitar usia 60- penglihatan dekat
70 tahun dan progresivitasnya Bisa terjadi pada pasien diabetes melitus
lambat. dan miopia tinggi
Pengerasan yang progresif dari Bisa timbul diplopia monokular (akbibat
nukleus lensa peningkatan indeks perubahan mendadak indeks refraksi
refraksi lensa terjadi perpindahan antara korteks dan nuklear) dan
miopik (myopic shift), dikenal sbg gangguan diskriminasi warna (terutama
miopia lentikularis. biru dan ungu, akibat kuningnya lensa)
Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan
Lokasi
Katarak kortikal
Kekeruhan pada korteks lensa ( bisa di Gejala katarak kortikal adalah
daerah anterior, posterior dan equatorial fotofobia dari sumber cahaya
korteks) fokal yang terus-menerus dan
Muncul pada usia 40-60 tahun dan diplopia monokular
progresivitasnya lambat. Kekeruhan dimulai dari celah dan
Terdapat wedge-shape opacities/cortical vakoula antara serabut lensa oleh
spokes atau gambaran seperti ruji. karena hidrasi oleh korteks.
Efeknya terhadap fungsi penglihatan Disebabkan oleh berkurangnya
bervariasi, tergantung dari jarak protein total, asam amnio, dan
kekeruhan terhadap aksial penglihatan
kalium yang dihubungkan dengan
Katarak kortikal umumnya tidak memberi peningkatan konsentrasi natrium
gejala sampai tingkat progresifitas lanjut dan hidrasi lensa, diikuti oleh
ketika jari-jari korteks membahayakan axis koagulasi protein.
penglihatan (penglihatan dirasakan lebih
baik pada cahaya terang ketika pupil
miosis.)
Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan
Lokasi
Katarak subkapsular posterior
(katarak cupuliformis)
Terdapat pada korteks di dekat kapsul Kadang mengalami diplopia
posterior bagian sentral dan biasanya di monokular.
aksial.
Sering terlihat pada pasien
Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60
tahun dan progresivitasnya cepat.
yang lebih muda dibandingkan
dengan pasien katarak nuklear
Sejak awal, menimbulkan gangguan
/ kortikal.
penglihatan karena adanya keterlibatan
sumbu penglihatan. Sering ditemukan pada pasien
Gejala yang timbul adalah fotofobia dan DM, miopia tinggi dan retinitis
penurunan visus dibawah kondisi cahaya pigmentosa, akibat trauma,
terang, akomodasi, atau miotikum. penggunaan kortikosteroid
Penglihatan dirasakan lebih baik ketika sistemik atau topikal,
pupil midriasis pada malam hari dengan inflamasi, dan paparan radiasi
cahaya yang suram (day blindness) ion.
Ketajaman penglihatan dekat menjadi
lebih berkurang daripada penglihatan
jauh.
BEDAH KATARAK
Lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau
ekstrakapsular:
Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK) :
Mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsulnya
Tidak boleh dilakukan pada pasien usia <40thn, yang masih mempunyai
ligamen hialoidea kapsular
Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK):
Dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dapat keluar melalui robekan tersebut
Dilakukan pada pasien muda, dengan kelainan endotel, bersama-sama
keratoplasti, implantasi lensa intraokuler posterior, perencanaan implastasi
sekunder lensa intraokuler, kemungkinan akan dilakukan bedah glaukoma,
mata dengan predisposisi terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya pasien
mengalami ablasio retina, mata dengan makular edema, pasca bedah ablasi.
Fakofragmentasi dan Fakoemulsifikasi : teknik ekstrakapsular menggunakan
getaran ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi
lumbus yang kecil

Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata


61. KELAINAN REFRAKSI
ANAMNESIS

MATA MERAH MATA MERAH MATA TENANG


MATA TENANG VISUS
VISUS NORMAL VISUS TURUN VISUS TURUN
TURUN MENDADAK
struktur yang PERLAHAN
mengenai media
bervaskuler
refraksi (kornea, uveitis posterior Katarak
sklera konjungtiva
uvea, atau perdarahan vitreous Glaukoma
tidak Ablasio retina retinopati
seluruh mata)
menghalangi oklusi arteri atau vena penyakit sistemik
media refraksi retinal retinitis
neuritis optik pigmentosa
Keratitis
Konjungtivitis murni neuropati optik akut kelainan refraksi
Keratokonjungtivitis
karena obat (misalnya
Trakoma Ulkus Kornea
mata kering, etambutol), migrain,
Uveitis
tumor otak
xeroftalmia glaukoma akut
Pterigium Endoftalmitis
Pinguekula panoftalmitis
Episkleritis
skleritis
KELAINAN REFRAKSI -MIOPIA
MIOPIA bayangan difokuskan di Normal aksis mata 23 mm (untuk
depan retina, ketika mata tidak setiap milimeter tambahan
panjang sumbu, mata kira-kira
dalam kondisi berakomodasi
lebih miopik 3 dioptri)
(dalam kondisi cahaya atau benda
Normal kekuatan refraksi kornea
yang jauh) (+43 D) (setiap 1 mm penambahan
Etiologi: diameter kurvatura kornea, mata
Aksis bola mata terlalu panjang
lebih miopik 6D)
miopia aksial Normal kekuatan refraksi lensa
Miopia refraktif media refraksi yang (+18D)
lebih refraktif dari rata-rata: People with high myopia
kelengkungan kornea terlalu besar more likely to have retinal detachments
and primary open angle glaucoma
Dapat ditolong dengan
more likely to experience floaters
menggunakan kacamata negatif
(cekung)
KELAINAN REFRAKSI -MIOPIA
Miopia secara klinis :
Simpleks: kelainan fundus ringan, < -6D
Patologis: Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau
miopia progresif, adanya progresifitas kelainan fundus yang khas pada
pemeriksaan oftalmoskopik, > -6D
Miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa :
Ringan : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri
Sedang : lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
Berat : lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.
Miopia berdasarkan umur :
Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak.
Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun.
Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 thn.
Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun).
KELAINAN REFRAKSI KOREKSI MIOPIA
Pada miopia, pemilihan kekuatan
lensa untuk koreksi prinsipnya adalah
dengan dioptri yang terkecil dengan
visual acuity terbaik.
Pemberian lensa dgn kekuatan yg
lebih besar akan memecah berkas
cahaya terlalu kuat sehingga bayangan
jatuh di belakang retina, akibatnya
lensa mata harus berakomodasi agar
bayangan jatuh di retina.
Sedangkan lensa dgn kekuatan yg
lebih kecil akan memecah berkas
cahaya dan jatuh tepat di retina tanpa
lensa mata perlu berakomodasi lagi.
62. GLAUKOMA KONGENITAL
0,01% diantara 250.000 Klasifikasi lainnya:
penderita glaukoma Glaukoma kongenital primer
2/3 kasus pada Laki-laki dan anomali perkembangan yang
mempengaruhi trabecular
2/3 kasus terjadi bilateral meshwork.
50% manifestasi sejak lahir; Glaukoma kongenital
70% terdiagnosis dlm 6 bln sekunder: kelainan kongenital
pertama; 80% terdiagnosis mata dan sistemik lainnya,
dalam 1 tahun pertama kelainan sekunder akibat
trauma, inflamasi, dan tumor.
Klasifikasi menurut Schele:
Glaukoma infantum: tampak
waktu lahir/ pd usia 1-3 thn
Glaukoma juvenilis: terjadi
pada anak yang lebih besar

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Etiologi
Barkan suggested incomplete Primary congenital glaucoma appears
resorption of mesodermal tissue led to result from developmental
to formation of a membrane across
the anterior chamber angle anomaly of the anterior segment
Barkan's membrane. structures derived from the
The existence of such a membrane embryonic neural crest cells causing
has not been proved by light or outflow obstruction to aqueous by
electron microscopy.
Maumenee & Anderson several mechanisms.
demonstrated abnormal anterior Developmental arrest may result in
insertion (high insertion) of ciliary anterior insertion of iris, direct
muscle over the scleral spur in eyes
with infantile glaucoma. insertion of the ciliary body onto the
Longitudinal and circular fibers of the trabecular meshwork and poor
ciliary muscles inserted directly onto structural development of the scleral
the trabecular meshwork rather than spur.
the scleral spur and root of the iris
inserts directly to trabecular
meshwork.
due to a development arrest in the
normal migration of anterior uvea
across the meshwork in the third
trimester of gestation.

R Krishnadas, R Ramakrishnan. Congenital Glaucoma-A Brief Review. Journal of Current


Glaucoma Practice
Patogenesis
Abnormalitas anatomi trabeluar meshwork penumpukan
cairan aqueous humor peninggian tekanan intraokuler
bisa terkompensasi krn jaringan mata anak masih lembek
sehingga seluruh mata membesar (panjang bisa 32 mm,
kornea bisa 16 mm buftalmos & megalokornea) kornea
menipis sehingga kurvatura kornea berkurang

Ketika mata tidak dapat lagi meregang bisa terjadi


penggaungan dan atrofi papil saraf optik

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Gejala & Diagnosis
Tanda dini: fotofobia, Diagnosis glaukoma
epifora, dan blefarospasme
kongenital tahap lanjut
Terjadi pengeruhan kornea
dengan mendapati:
Penambahan diameter
kornea (megalokornea; Megalokornea
diameter 13 mm) Robekan membran
Penambahan diameter bola descement
mata (buphtalmos/ ox eye) Pengeruhan difus kornea
Peningkatan tekanan
intraokuler

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Glaukoma kongenital, perhatikan
Megalocornea adanya pengeruhan kornea dan
buftalmos

http://www.pediatricsconsultant360.com/content/buphthalmos
http://emedicine.medscape.com/article/1196299-overview
Tatalaksana
Medikamentosa hingga Operasi:
TIO normal Goniotomi (memotong
Acetazolamide jaringan yg menutup
pilokarpin trabekula atau memotong
iris yg berinsersi pada
trabekula
Goniopuncture: membuat
fistula antara bilik depan
dan jaringan
subkonjungtiva (dilakukan
bila goniotomi tidak
berhasil)

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
63. Dakrioadenitis
Peradangan dari kelenjar Gejala: nyeri, kemerahan, dan
lakrimalis gejala penekanan pada
Kelenjar lakrimalis berada di unilateral supratemporal orbita
supratemporal orbita + Tanda: Khemosis
lobus palpebral Injeksi konjungtiva
Patofisiologi masih belum Sekret mukopurulent
dimengerti, diperkirakan Kelopak merah
Limfadenopati submandibular
akibat ascending infection
Bengkak pada 1/3 lateral kelopak
kuman dari duktus mata (S-shaped lid)
lakrimalis ke dalam kelenjar Proptosis
Lobus palpebral biasanya Gangguan gerak bola mata
juga ikut terkena Pembesaran kelenjar parotis
Demam
Penyebab: mumps, EBV, ISPA
stafilokokus, GO Malaise
DAKRIOSISTITIS ANATOMI DUKTUS LAKRIMALIS
Tatalaksana
Viral (paling sering) - Self-
limiting, tx suportif
(kompres hangat, NSAID
oral)
Bacterial 1st generation
cephalosporins
Protozoa / fungal
antiamoebic/ antifungal
Inflammatory
(noninfectious) cek
penyebab sistemik,
tatalaksana berdasarkan
penyebabnya.
DAKRIOSISTITIS
Partial or complete obstruction of the nasolacrimal duct
with inflammation due to infection (Staphylococcus aureus
or Streptococcus B-hemolyticus), tumor, foreign bodies,
after trauma or due to granulomatous diseases.
Clinical features : epiphora, acute, unilateral, painful
inflammation of lacrimal sac, pus from lacrimal punctum,
fever, general malaise, pain radiates to forehead and teeth
Diagnosis : Anel test(+) :not dacryocystitis, probably skin
abcess; (-) or regurgitation (+) : dacryocystitis. Swab and
culture
Treatment : Systemic and topical antibiotic, irrigation of
lacrimal sac, Dacryocystorhinotomy
DAKRIOSISTITIS ANATOMI DUKTUS LAKRIMALIS
64. AMBLIOPIA
Ambliopia/ "lazy eye" hilangnya kemampuan salah satu mata untuk
melihat detail.
Terjadi ketika jalur saraf dari salah satu mata menuju otak tidak
berkembang semasa kanak-kanak.
Hal ini terjadi karena mata yg rusak mengirimkan gambar yang
kabur/salah ke otak otak mjd bingung akhirnya otak
mengacuhkan gambar dr mata yg rusak itu.
Biasanya muncul sebelum usia 6 tahun
Penyebab :
Strabismus (paling sering)
Katarak kongenital
Kelainan refraksi, terutama jika perbedaanantara kedua mata terlalu besar
Tatalaksana:
Koreksi penyebab: kacamata, kontak lens
Menutup mata yang lebih baik (part-time or full-time) utk menstimulasi mata
yg ambliopia.

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001014.htm
http://www.aoa.org/patients-and-public/eye-and-vision-problems/glossary-of-eye-and-vision-conditions/amblyopia
Anisometropia
Def: a difference in refractive error between
their two eyes
Children who have anisometropia are known
to be at risk of amblyopia.
However there is considerable variability
among professional groups and clinician
investigators as to which aspects of refractive
error should be used to define anisometropia
Associations between Anisometropia, Amblyopia, and Reduced Stereoacuity in a School-Aged Population with a High Prevalence of Astigmatism
Dobson et al. Investigative Ophthalmology & Visual Science, October 2008, Vol. 49, No. 10. 4427-4436
Anisometropic & Amblyopia
When the magnitude of anisometropia exceeded 1.75 D,
the more myopic eye was almost always the sighting
dominant eye.
Anisometropic amblyopia is the second most common
cause of amblyopia (present as single cause in 37% of cases
and present concomitantly with strabismus in an additional
24% of clinical populations.)
Anisometropic amblyopia occurs when unequal focus
between the two eyes causes chronic blur on one retina.
Anisometropic amblyopia can occur with relatively small
amounts of asymmetric hyperopia or astigmatism.
Larger amounts of anisomyopia are necessary for
amblyopia to develop.

Ocular characteristics of anisometropia Stephen J Vincent. Institute of Health and Biomedical Innovation School of Optometry Queensland University of Technology &
http://eyewiki.aao.org/Anisometropic_Amblyopia & Treatment of Anisometropic Amblyopia in Children with Refractive Correction . Pediatric Eye Disease Investigator Group. Ophthalmology
2006;113:895903
Interocular acuity difference criteria in anisometropia
Interocular
Acuity
Difference
Criteria in
Anisometropia

Ocular characteristics of anisometropia


Stephen J Vincent. Institute of Health and
Biomedical Innovation School of Optometry
Queensland University of Technology
Hemeralopia Day blindness; defective vision in
bright light.
Heterotropia strabismus
Hipermetropia Kelainan refraktif mata dimana
bayangan jatuh di belakang retina
Astigmatisme Kelainan refraktif mata di mana
bayangan tidak jatuh di satu titik
fokus yang sama
65. Presbiopia
Pemeriksaan dengan
kartu Jaeger untuk
melihat ketajaman
penglihatan jarak
dekat.
The card is held 14
inches (356 mm) from
the persons's eye for
Koreksi lensa positif untuk menambah
kekuatan lensa yang berkurang sesuai usia the test. A result of
Kekuatan lensa yang biasa digunakan: 14/20 means that the
+ 1.0 D usia 40 tahun person can read at 14
+ 1.5 D usia 45 tahun inches what someone
+ 2.0 D usia 50 tahun with normal vision can
+ 2.5 D usia 55 tahun read at 20 inches.
+ 3.0 D usia 60 tahun
http://www.ivo.gr/files/items/1/145/51044.jpg
66. ARMD (Age Related Macular Degeneration)
Degenerasi progresif makula retina yg dpt memberikan
gangguan pd penglihatan sentral
Biasanya tjd pd usia di atas 60 thn
Gejala klinis gradual loss of visual acuity. Where macular
edema is present, patients complain of image distortion
(metamorphopsia),macropsia, or micropsia

Drussen deposit lipofiuscin di lapisan pigmen epitel retina yg


berwarna kekuningan
Sumber: Ophthalmology. Lang. 2000.
67. Blepharitis
Terdiri dari blefaritis anterior dan Tx blefaritis seboroik: perbaikan
posterior hygiene mata dengan cara:
Blefaritis anterior: radang kompres hangat untuk evakuasi dan
melancarkan sekresi kelenjar
bilateral kronik di tepi palpebra
tepi palpebra dicuci + digosok perlahan
Blefaritis stafilokokus: sisik dengan shampoo bayi untuk
kering, palpebra merah, membersihkan skuama
terdapat ulkus-ulkus kecil pemberian salep antibiotik eritromisin
sepanjang tepi palpebra, bulu (bisa digunakan kombinasi antibioti-KS)
mata cenderung rontok
antibiotik stafilokokus Blefaritis posterior: peradangan
Blefaritis seboroik: sisik palpebra akibat difungsi kelenjar
berminyak, tidak terjadi meibom bersifat kronik dan bilateral
ulserasi, tepi palpebra tidak Kolonisasi stafilokokus
begitu merah Terdapat peradangan muara meibom,
Blefaritis tipe campuran sumbatan muara oleh sekret kental
Blepharitis
Definisi Gejala Tatalaksana

Blefaritis superfisial Infeksi kelopak superfisial Terdapat krusta dan bila Salep antibiotik
yang diakibatkan menahun disertai dengan (sulfasetamid dan
Staphylococcus meibomianitis sulfisoksazol),
pengeluaran pus
Hordeolum Peradangan supuratif Kelopak bengkak, sakit, Kompres hangat,
kelenjar kelopak mata rasa mengganjal, merah, drainase nanah,
nyeri bila ditekan antibiotik topikal
Blefaritis Blefaritis diseratai skuama Etiologi: kelainan Membersihkan tepi
skuamosa/seboroik atau krusta pada pangkal metabolik atau jamur. kelopak dengan sampo
bulu mata yang bila dikupas Gejala: panas, gatal, sisik bayi, salep mata, dan
tidak terjadi luka pada kulit, halus dan penebalan topikal steroid
berjalan bersamaan dengan margo palpebra disertai
dermatitis sebore madarosis
Meibomianitis Infeksi pada kelenjar Tanda peradangan lokal Kompres hangat,
(blefaritis posterior) meibom pada kelenjar tersebut penekanan dan
pengeluaran pus,
antibiotik topikal
Blefaritis Angularis Infeksi Staphyllococcus pada Gangguan pada fungsi Dengan sulfa, tetrasiklin,
tepi kelopak di sudut kelopak pungtum lakrimal, sengsulfat
atau kantus rekuren, dapat
menyumbat duktus
lakrimal sehingga
mengganggu fungsi
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
lakrimalis
68. OKLUSI VENA RETINA SENTRALIS
(CENTRAL RETINA VEIN OCCLUSION)
Kelainan retina akibat Predisposisi :
sumbatan akut vena Usia diatas 50 thn
retina sentral yang Hipertensi sistemik 61%
ditandai dengan DM 7% -Kolestrolemia
penglihatan hilang TIO meningkat
mendadak. Periphlebitis (Sarcouidosis,
Behset disease)
Sumbatan trombus vena
retina sentralis pada
daerah posterior lamina
cribrosa)
Gejala Klinis
1. Tipe Noniskemik : 2. Tipe Iskemik :
FFA (Fundus Fluorescein FFA area nonperfusi diatas
Angiography) area nonperfusi 10 disc
kecil 10 disc - Gejala lebih ringan.
Vena dilatasi ringan dan Vena dilatasi lebih nyata
sedikit berkelok Perdarahan masif pada ke 4
Perdarahan dot dan flame kuadran
shaped Cotton wool spot
dapat disertai dengan atau Rubeosis iridis
tanpa edama papil Marcus Gunn +
Perdarahan vitreous
Edama retina dan edama
makula
Pemeriksaan : Penatalaksanaan :
FFA (Fundus Fluorescein Memperbaiki
Angiography) underlying disease
ERG
(Electroretinogram)
Fotokoagulasi laser
Tonometri Vitrektomi
Kortikosteroid belum
terbuti efektivitasnya
Anti koagulasi sistemik
tidak direkomendasikan
Amaurosis fugax
Amaurosis fugax (from the Greek "amaurosis," meaning
dark, and the Latin "fugax," meaning fleeting) refers to a
transient loss of vision in one or both eyes

Some suggest that "amaurosis fugax" implies a vascular


cause for the visual loss, but the term continues to be used
when describing visual loss from any origin and involving
one or both eyes

"Transient monocular visual loss" (TMVL) and "transient


binocular visual loss" (TBVL) are preferred to describe
abrupt and temporary loss of vision in one or both eyes,
since they carry no connotation regarding etiology
Retinal vein occlusion TMVL :
may occur as a premonitory symptom of central
retinal vein occlusion.
Occlusion or thrombosis of the central retinal vein
is associated with chronic glaucoma,
atherosclerotic risk factors (age, diabetes,
hypertension), hyperviscosity, and coagulopathy.
The cause of retinal vein occlusion is often
unknown.
Amaurosis fugax in central retinal vein occlusion
and hemicentraql retinal vein occlusion may be
due to followoing mechanism :
Blood flow in the retina is determined by the
difference between the retinal arterial and venous
pressure.
Central retinal vein occlusion retinal vein pressure
transcient fall of arterial blood pressure
derranged retinal blood flow pressure of ocular
artery Effect :
In posterior segment : marked fall of BP in the retina, optic
nerve head and choroid
In anterior neovascularization and neovascular glaucoma
Defini dan gejala

Oklusi arteri Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan
sentral emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant
retina cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara
oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang
memperlihatkan bercak merah cherry (cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang
timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus
mendadak biasanya disebabkan oleh emboli
Oklusi vena Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan
sentral penglihatan hilang mendadak.
retina Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke
4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil

Ablatio suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Gejala:floaters,
retina photopsia/light flashes, penurunan tajam penglihatan, ada semacam tirai tipis berbentuk
parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah hingga menutup

Retinopati suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang
hipertensi menderita hipertensi. Mata tenang visus turun perlahan dengan tanda AV crossing
cotton wol spot- hingga edema papil; copperwire; silverwire
69. RETINOPATI HIPERTENSI
Kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah tinggi arteri
besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, edema retina, perdarahan retina
Kelainan pembuluh darah dapat berupa : penyempitan umum/setempat, percabangan
yang tajam, fenomena crossing, sklerose
Pada retina tampak :
warna pembuluh darah lebih pucat
kaliber pembuluh lebih kecil
akibat sklerose (refleks copper wire/silver wire, lumen pembuluh irreguler, fenomena crossing)
perdarahan atau eksudat retina (gambaran seperti bintang, cotton wool patches)
perdarahan vena (flame shaped)

Ilmu Penyakit Mata, Sidarta Ilyas, 2005


Retinopati Hipertensi
Pemeriksaan rutin:
Pemeriksaan tajam
penglihatan
Pemeriksaan biomikroskopi
Pemeriksaan fundus
Pemeriksaan penunjang:
Foto fundus
Fundus Fluorescein
Angiography
Tatalaksana :
Kontrol tekanan darah dan
faktor sistemik lain (konsultasi
penyakit dalam)
Bila keadaan lanjut terjadi
pendarahan vitreous dapat
dipertimbangkan Vitrektomi.

Panduan Praktik Klinik RSCM Kirana


Dinding arteriol normalny tidak terlihat;
arteri terlihat sebagai erythrocyte
column / pipa merah dengan central Penebalan yg progresif akan
light reflex pada funduskopi terjadi menutup gambaran pipa
penebalan dinding pada retinopati HT merah sepenuhnya
central light reflex lebih difus dan lebar menjadi silver wire
memberikan gambaran dinding arteriol yg
kekuningan/copper wire appearance. Bersamaan dengan itu,
terjadi fenomena
arteriovenous crossing (AV
crossing) vena yang
berjalan bersilangan di
bawah arteri yang
mengalami arterosklerosis
mengalami deformitas,
berbelok, bulging,
menyempit seperti jam
pasir, atau tampak seperti
terputus akibat penekanan
dari arteri.
Schema of ophthalmoscopic grading of arteriolar sclerosis. (Scheie HG:
Evaluation of ophthalmoscopic changes of hypertension and arteriolar
sclerosis. Arch Ophthalmol 49:117, 1953) http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v3/v3c013.html

http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v3/ch013/005f.html
http://www.theeyepractice.com.au/optometrist-sydney/high_blook_pressure_and_eye_disease
70. KATARAK KONGENITAL
Perubahan pada kebeningan struktur lensa mata yang muncul pada
saat kelahiran bayi atau segera setelah bayi lahir dengan usia < 1
tahun
Unilateral/Bilateral
Faktor resiko: kelainan kromosom, atau gangguan penyakit maternal
selama masa kehamilan seperti penyakit metabolis (galaktosemia),
infeksi intraurin (rubella pada trimester pertama), pemakaian obat
selama kehamilan, toksoplasmosis, DM, hipoparatiroidism
Penyulit : makula lutea tidak cukup mendapat rangsangan tidak
berkembang sempurna ambliopia sensoris; nistagmus; strabismus
Pengobatan : operasi.
Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
GEJALA KATARAK KONGENITAL
Pengeruhan lensa, sering terlihat sejak lahir,
tampak sebagai warna putih di dalam pupil
yang gelap.
Kegagalan bayi untuk menunjukkan adanya
visual awareness
Nistagmus
Bisa tanpa gejala

http://www.lighthouse.org/about-low-vision-blindness/childrens-vision/pediatric-eye-disorders/congenital-cataracts/
Operasi Katarak Kongenital
Tindakan
disisio lensa, ekstraksi linier, ekstraksi dengan aspirasi
Prinsipnya adalah dilakukan pembedahan sedini mungkin, baik pada
katarak unilateral maupun bilateral sebelum terjadi ambliopia
Fovea sentralis harus berkembang sejak lahir sampai usia 7 bulan
syaratnya fovea harus mendapat rangsangan cahaya yg cukup jika
katarak dibiarkan lbh dr usia 7 bln, fovea tdk berkembang ambliopia
sensoris
Katarak total unilateral
prognosis buruk karena mudah sekali terjadi ambliopia sehingga harus
dibedah sesegera mungkin dibandingkan katarak bilateral yang bisa ditunda
(tapi tetap harus dioperasi sblm terjadi ambliopia)
Usia yang optimal untuk dilakukan pembedahan, biasanya dilakukan
sebelum bayi berusia 17 minggu, dengan sebagian ahli memilih untuk
melakukan operasi pada usia kurang dari 2 bulan. (emedicine)
Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Kelainan Kongenital

Penyebab Temuan klinis

Rubella IUGR, kelainan kardiovaskular (biasanya PDA/


pulmonary artery stenosis), katarak, tuli.
retinopati, mikroftalmia, hearing loss, mental
retardation, speech defect, trombositopenia,
Varicella IUGR, kelainan kulit sesuai distribusi
dermatomal: sikatriks kulit, kulit tampak merah,
berindurasi, dan meradang, kelainan
tulang:hipoplasia ekstrimitas dan jari tangan
kaki, kelainan mata, dan kelainan neurologis
Toxoplasma IUGR, chorioretinitis, Cerebral calcification,
hydrocephalus,
Abnormal cerebrospinal fluid (xanthochromia and
pleocytosis), Jaundice, Hepatosplenomegaly, Neurologic
signs are severe and always present. (Microcephaly or
macrocephaly, Bulging fontanelle, Nystagmus
Abnormal muscle tone, Seizures, Delay of development)

Citomegalovirus Retinitis, Jaundice, Hepatosplenomegali, BBLR, Mineral


deposits in the brain, Petechiae, Seizures, Small head size
(microcephaly)
Herpes Trias:
1. Kulit (scarring, active lesions, hypo- and
hyperpigmentation, aplasia cutis, and/or an
erythematous macular exanthem)
2. Mata (microopthalmia, retinal dysplasia, optic atrophy,
and/or chorioretinitis)
3. Neurologis (microcephaly, encephalomalacia,
hydranencephaly, and/or intracranial calcification)
http://cmr.asm.org/content/17/1/1.full
71. Spondilitis TB
72. Myasthenia Gravis
73. Kejang
Kejang merupakan perubahan fungsi otak
mendadak dan sementara sebagai dari
aktivitas neuronal yang abnormal dan
pelepasan listrik serebral yang berlebihan.
(Betz & Sowden,2002)
Manifestasi Klinik
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a) Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat
mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
Tanda tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi .
Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan jtuh dari udara, parestesia.
Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
Kejang tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.
b) Parsial kompleks
Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks
Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang
ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a) Kejang absens
Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik
Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh
b) Kejang mioklonik
Kedutan kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara
mendadak.
Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan
keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c) Kejang tonik klonik
Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas,
batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d) Kejang atonik
Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun,
kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.
Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
EEG
Elektro Enselo Grafi (EEG) adalah suatu alat yang
mempelajari gambar dari rekaman aktifitas listrik
di otak, termasuk teknik perekaman EEG dan
interpretasinya.
Pembacaan EEG oleh dokter dijadikan acuan
untuk tindakan dan penanganan selanjutnya
kepada pasien.
Elektroensefalogram (EEG) dipakai untuk
membantu menetapkan jenis dan focus dan
kejang.
Epilepsi
Definisi: suatu keadaan yang ditandai oleh
bangkitan (seizure) berulang akibat dari
adanya gangguan fungsi otak secara
intermiten, yang disebabkan oleh lepas
muatan listrik abnormal dan berlebihan di
neuron-neuron secara paroksismal, dan
disebabkan oleh berbagai etiologi.

Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010


Epilepsy - Classification
Focal seizures account
for 80% of adult epilepsies
- Simple partial seizures
- Complex partial seizures
- Partial seizures secondarilly
generalised

Generalised seizures
(include absance
type)

Unclassified seizures
Pemilihan OAE pada Remaja dan Dewasa
Tipe Bangkitan Lini 1 Lini 2 Lini 3
CBZ: carbamazepine,
Lena VPA ESM LEV
LTG ZNS CLB: clobazam
Mioklonik VPA TPM LTG CZP: clonazepam
LEV CLB ESM: ethosuximide
ZNS CZP
PB FBM: falbamate
Tonik Klonik VPA LTG TPM GBP: gabapentine
CBZ OXC LEV LEV: Levetiracetam
PHT ZMS
PB PRM
LTG: lamotrigine
Atonik VPA LTG FBM
OXC: oxcarbamazepine
TPM PB: phenobarbital
Parsial CBZ VPA TGB PGB: pregabalin
PHT LEV VGB PHT: phenytoin
PB ZNS FBM
OXC PGB PRM PRM: pirimidon
LTG TGB: tiagabine
TPM
GBP VGB: vigabatrine
Unclassified VPA LTG TPM VPA: sodium valproate
LEV ZNS: zonisamide
ZNS
Pemilihan OAE pada Anak
Tipe Bangkitan Lini 1 Lini 2 Lini 3
ACTH: adrenocorticotropic hormone
Lena VPA ESM LEV
LTG ZNS
CBZ: carbamazepine,
CLB: clobazam
Mioklonik VPA TPM LTG
ZNS CLB CZP: clonazepam
PB ESM: ethosuximide
Tonik Klonik VPA LTG ZMS FBM: falbamate
CBZ TPM OXC GBP: gabapentine
PB PHT LEV LEV: Levetiracetam
Parsial CBZ LTG CLB LTG: lamotrigine
VPA TPM PHT
PB OXC GBP
NTZ: nitrazepam
ZNS LEV OXC: oxcarbamazepine
Spasme Infantil VGB VPA LTG PB: phenobarbital
ACTH NTZ ZNS PGB: pregabalin
TPM PHT: phenytoin
Lennox-gastaut VPA LTG CLB PRM: pirimidon
TPM FBM TGB: tiagabine
Unclassified VPA LTG TPM VGB: vigabatrine
LEV
ZNS
VPA: sodium valproate
ZNS: zonisamide
Penghentian OAE
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan
tanpa kekambuhan. Pada anak-anak dengan epilepsi, pengehntian sebaiknya
dilakukan secara bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Sedangkan
pada orang dewasa penghentian membutuhkan waktu lebih lama yakni sekitar 5
tahun. Ada 2 syarat yang penting diperhatika ketika hendak menghentikan OAE
yakni,

1. Syarat umum yang meliputi :


Penghentian OAE telah diduskusikan terlebih dahulu dengan pasien/keluarga
dimana penderita sekurang-kurangnya 2 tahun bebas bangkitan.
Gambaran EEG normal
Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dari dosis semula setiap bulan
dalam jangka waktu 3-6bulan.
Bila penderita menggunakan 1 lebih OAE maka penghentian dimulai dari 1 OAE
yang bukan utama.

Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010


2. Kemungkinkan kekambuhan setelah penghentian OAE
Usia semakin tua, semakin tinggi kemungkinan
kekambuhannya.
Epilepsi simtomatik
Gambaran EEG abnormal
Semakin lamanya bangkitan belum dapat dikendalikan.
Penggunaan OAE lebih dari 1
Masih mendaptkan satu atau lebih bangkitan setelah
memulai terapi
Mendapat terapi 10 tahun atau lebih.
Kekambuhan akan semaikn kecil kemungkinanya bila
penderita telah bebas bangkitan selama 3-5 tahun atau
lebih dari 5 tahun.
Bila bangkitan timbul kembali maka pengobatan menggunakan
dosis efektif terakhir, kemudian evaluasi.
Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010
74. Demensia Vaskular
Penyebabnya adalah penyakit vaskuler serebral yang
multipel yang menimbulkan gejala berpola demensia.
Ditemukan umumnya pada laki-laki, khususnya dengan
riwayat hipertensi dan 9 faktor resiko kardiovaskuler
lainnya.
Gangguan terutama mengenai pembuluh darah
serebral berukuran kecil dan sedang yang mengalami
infark dan menghasilkan lesi parenkhim multipel yang
menyebar luas pada otak.
Pada pemeriksaan akan ditemukan bruit karotis, hasil
funduskopi yang tidak normal atau pembesaran
jantung.
Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia, amnestic and
cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
Tatalaksana Demensia
Langkah pertama: verifikasi diagnosis. Diagnosis akurat
sangat penting mengingat progresifitas penyakit dapat
dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi yang
tepat dapat diberikan.
Pada pasien dengan hipertensi perlu diperhatikan
pilihan obat yang diberikan. Antagonis reseptor -2
dapat memperburuk kerusakan fungsi kognitif.
Terapi pada demensia meliputi psikososial,
farmakoterapi, terapi dengan menggunakan
pendekatan lain, Behavioural And Psychological
Symptoms Of Dementia (BPSD)
Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia, amnestic and
cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya sudah
tak berguna lagi, namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap
BPSD (Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia):
Nootropika:
Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg
Piracetam (Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg
Sabeluzole (Reminyl)
Ca-antagonist:
Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg)
Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m.
Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg
Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse
Pantoyl-GABA
Acetylcholinesterase inhibitors
Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg. Hepatotoxik
Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor, 5 mg
1x/hari
Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg
Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg
Memantine 2 x 5 - 10 mg
Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia, amnestic and
cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
Farmakoterapi BPSD
Antidepresiva
Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 o Amitriptyline 25 - 50 mg
atau 1 - 2 mg
o Tofranil 25 - 30 mg
Antipsikotika atipik: o Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup
Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg
keras)
Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,75
o SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg,
Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg
Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg Luvox 1 x 50 -100 mg, Citalopram 1 x 10 - 20
Abilify 1 x 10 - 15 mg mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1
x 60 mg.
Anxiolitika
o Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)
Clobazam 1 x 10 mg
Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg Mood stabilizers
Bromazepam 1,5 mg - 6 mg o Buspirone HCI o Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600
10 - 30 mg mg
Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg o Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg
Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg) o Topamate 1 x 50 mg o Tnileptal 1 x 300 mg - 3
x mg
o Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik
hingga 1800 mg
o Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg
o Priadel 2 - 3 x 400 mg

Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia, amnestic and
cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
75. Afasia
Kelainan yang terjadi Afasia menimbulkan
karena kerusakan dari problem dalam bahasa
bagian otak yang lisan (bicara dan
mengurus bahasa. pengertian) dan bahasa
yaitu kehilangan tulisan (membaca dan
kemampuan untuk menulis). Biasanya
membentuk kata-kata membaca dan menulis
atau kehilangan lebih terganggu dari pada
kemampuan untuk bicara dan pengertian.
menangkap arti kata-kata Afasia bisa ringan atau
sehingga pembicaraan berat. Beratnya gangguan
tidak dapat berlangsung tergantung besar dan
dengan baik. lokasi kerusakan di otak.
Pembagian Afasia :
1. Afasia Motorik (Broca)
2. Afasia Sensorik (Wernicke)
3. Afasia Global
Afasia Motorik :
- Terjadi karena rusaknya area Broca di
gyrus frontalis inferior.
- Mengerti isi pembicaraan, namun tidak
bisa menjawab atau mengemukakan
pendapat
- Disebut juga Afasia Expressif atau Afasia
Broca
- Bisa mengeluarkan 1 2 kata(nonfluent)
Afasia Sensorik
- Terjadi karena rusaknya area Wernicke di
girus temporal superior.
- Tidak mengerti isi pembicaraan, tapi bisa
mengeluarkan kata-kata(fluent)
- Disebut juga Afasia reseptif atau Afasia
Wernicke
Afasia Global
- Mengenai area Broca dan Wernicke
- Tidak mengerti dan tida bisa
mengeluarkan kata kata
Afasia transkortikal, disebabkan lesi di sekitar
pinggiran area pengaturan bahasa.

Terdiri dari: afasia transkortikal motorik, afasia


transkortikal sensorik, dan afasia transkortikal
campuran.

Ketiga tipe afasia memiliki jenis gangguan


sesuai dengan penamaannya namun
penderita mampu mengulangi kata/ kalimat
lawan biacaranya.
Summary of Aphasias
Type of Spontaneous
Paraphasias Comprehension Repetition Naming
Aphasia speech

Brocas Nonfluent - Good Poor Poor

Global Nonfluent - Poor Poor Poor

Transcortical
Nonfluent - Good Good Poor
motor

Wernickes
Fluent + Poor Poor Poor
Aphasia
Transcortical
Fluent + Poor Good Poor
sensory

Conduction Fluent + Good Poor Poor

Anomic Fluent + Good Good Poor


28/02/2006
76. Amnesia
Jenis Gangguan Keterangan
Amnesia Amnesia umumnya melukiskan defek pada fungsi memori. Rentang waktu
amnesia dapat sesingkat beberapa detik sampai selama beberapa tahun.
Kejadian ini paling sering dijumpai pasca trauma kepala, dapat juga terjadi
setelah jejas otak mayor (misalnya stroke). Beberapa tipe amnesia: Amnesia
retrigrad dan anterograd, serta amnesia psiogenik.
Afasia Afasia adalah gangguan berbahasa akibat gangguan serebrovaskuler hemisfer
dominan, trauma kepala, atau proses penyakit. Terdapat beberapa tipe
afasia, biasanya digolongkan sesuai lokasi lesi. Semua penderita afasia
memperlihatkan keterbatasan dalam pemahaman, membaca, ekspresi
verbal, dan menulis dalam derajat berbeda-beda.
Agnosia Agnosia adalah ketidakmampuan untuk mengorganisasikan informasi
sensorik agar bisa mengenal bendabenda / hilangnya daya untuk mengenali
arti stimuli sensoris macamnya sesuai indranya.
Apraxia Apraxia merupakan gangguan didapat pada gerakan motorik yang dipelajari
dan berurutan (sequential), yang bukan disebabkan oleh gangguan elementer
pada tenaga, koordinasi, sensorik, atau kurangnya pemahaman
(komprehensi) atau atensi.
77. Stroke Hemiparesis Alternans
Lesi vaskular regional di otak akan menyebabkan
hemiparesis yang kontralateral terhadap sisi lesi.
Jika lesi vaskular berada di daerah batang otak
sesisi, maka akan menyebabkan hemiparesis
alternans yang mana berarti pada tingkat lesi
kelainan bersifat ipsilateral sedangkan pada
bagian distal dari lesi kelainan bersifat
kontralateral.
Tergantung pada lokasi lesi paralitiknya, dapatlah
dijumpai sindrom hemiplegiaa alternan di
mesensefalon, pons, dan medulla oblongata.
Hemiplegia Alternans
Hemiplegia alternans
superior (Weber)
n.III
Hemiplegia alternans
media (Millard
Gubler) n.VII
Hemiplegia alternans
inferior (Jackson II)
n.XII
Sindrom Hemiplegia/ hemiparesis Alternans di Mesensefalon

Lesi di batang otak menduduki


pedunkulus serebri di tingkat
mesensefalon.
Nervus okulomotorius (N.III) yang
hendak meninggalkan mesensefalon
melalui permukaan ventral melintasi
daerah yang terkena lesi sehinggaikut
terganggu fungsinya.
Dikenal sebagai hemiplegia alternans n.
okulomotorius atau sindrom dari
weber.

Adapun manifestasi kelumpuhan n.III itu ialah (a) paralisis


m.rectusinternus (medialis), m.rectus superior, m.rectus inferior,
m.obliqusinferior, dan m.levator palpebrae superior sehingga terdapat
strabismus divergen, diplopia jika melihat ke seluruh jurusan dan
ptosis. (b) paralisism.sfingter pupilae, sehingga terdapat pupil yang
melebar (midriasis).
Sindrom Hemiplegia/ hemiparesis Alternans di Pons

Hemiplegiaa alternans akibat lesi di pons adalah kelumpuhan UMN


yang melibatkan belahan tubuh sisi kontralateral, yang berada di
bawah tingkat lesi yang berkombinasi dengan kelumpuhan
LMN ipsilateral pada otot-otot yang disarafi oleh nervus
abdusens (n.VI) atau nervus fasialis (n.VII).
Sindrom Hemiplegia/ hemiparesis Alternans di Medulla Oblongata

Kelumpuhan UMN yang terjadi di bagian tubuh kontralateral yang


berada di bawah leher dan diiringi oleh kelumpuhan LMN pada
belahan lidah sisi ipsilateral.
Itulah sindrom hemiplegia alternans nervus hipoglossus atau
sindrom medular medial.
77. Nervus Fasialis
Mensyarafi otot-otot syaraf wajah
Kelumpuhan: merupakan gejala, sehingga
harus dicari penyebab dan derajat untuk
menentukan terapi dan prognosis
Penting anatomi ( topografi lesi)
Saraf kranial terpanjang di dalam tulang,
sebagian BESAR kelainan di tulang temporal
Terdiri tiga komponen: motoris, sensoris,
parasimpatis.
Anatomi N. Fasialis
Kekuatan Motorik
Derajat kekuatan motorik :
5 : Kekuatan penuh untuk dapat melakukan
aktifitas
4 : Ada gerakan tapi tidak penuh
3 : Ada kekuatan bergerak untuk melawan
gravitas bumi
2 : Ada kemampuan bergerak tapi tidak dapat
melawan gravitasi bumi.
1 : Hanya ada kontraksi
0 : tidak ada kontraksi sama sekali
78. Cluster Type Headache
79. Gerakan Involunter Abnormal

Gangguan sistem ekstrapiramidalis:


1. Tremor
serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran.
Timbul karena berkontraksinya otot2 yg berlawanan secara
bergantian, melibatkan 1 atau lebih bagian tubuh.
Jenis-jenis:
Tremor fisiologis, karena ketakutan atau marah
Tremor halus; pada hipertiroid, tremor pada jari dan tangan,
keracunan nikotin, kafein, obat-obatan spt adrenalin, efedrin,
barbiturat)
Tremor kasar; pada penyakit parkinson, gerakan jari seperti
menghitung uang
Tremor intensi; tremor kasar, tjd pada kerusakan serebelum,
diagnosa dgn tes telunjuk hidung
2. Khorea ; (Yunani = menari)
Gerakan otot cepat, aritmik dan kasar
Meliputi 1 ekstremitas, sebagian atau seluruh badan
Umumnya pada anggota gerak atas (lengan, tangan),
terutama distal
Gerakan tidak harmonis antara otot2 penggerak
Anamnesa; luruskan tangan dan lengan, didapatkan
hiperekstensi talang proksimal dan terminal,
pergelangan tangan fleksi dengan sedikit pronasi. Lebih
jelas bila tangan diangkat keatas jari-jari tangan akan
direnggangkan , ibu jari abduksi dan terarah ke bawah.
Korea sydenham Korea huntington
Manifestasi utama dari secara umum ditandai
demam rematik akut adanya kedutan pada jari-
(kriteria JONES pada tahun jari dan pada wajah.
1992) Seiring waktu, amplitudo
Korea rematik ditandai meningkat, pergerkan
dengan kelemahan otot seperti menari
dan terjadinya korea mengganggu pergerakan
Pasien menunjukkan voluntar dari ekstremitas
milkman grip sign, gaya dan berlawanan dengan
berjalan kaku dan gaya berjalan. Berbicara
gangguan bicara. menjadi tidak teratur.
(menyertai pasien dengan
huntington disease)
3. Atetose (yunani = berubah)
Gerakan lebih lamban. Berlainan dari khorea yang
gerakannya berlangsung cepat, mendadak, dan terutama
melibatkan bagian distal, maka atetose ditandai oleh
gerakan yang lebih lamban, seperti gerak ular, dan
melibatkan otot bagian distal. Namun demikian hal ini
cenderung menyebar juga ke proksimal. Atetosis dapat
dijumpai pada banyak penyakit yang melibatkan ganglia
basal.

4. Distonia
Kerusakan besar ekstrapiramidal melibatkan ganglia
basal. Gejalanya kompleks, dimulai dgn gerak otot
(atetose) pada lengan / anggota gerak lain, dapat
terjadi jg di otot leher dan punggung.
5. Balismus (hemibalismus)
Gerak otot yg datang tiba-tiba, kasar, cepat. Terjadi pada otot
proksimal
6. Tik (tic)
Tik merupakan suatu gerakan terkoordinir, berulang, dan melibatkan
sekelompok otot dalam hubungan yang sinergistik. Ada tik yang
menyerupai spasme klonik, dan disebutkan sebagai spasme-kebiasaan
(habit spasm).
7. Fasikulasi
Merupakan gerakan halus, cepat, dan berkedut dari 1 berkas (fasikulus)
serabut otot / 1 unit motorik (kedutan kulit)
8. Spasme
Gerakan abnormal tjd karena kontraksi otot-otot yg dipersarafi satu
saraf
Tjd karena iritasi saraf perifer / otot atau iritasi di suatu tempat (dari
korteks serabut otot)
Klonik; tiba-tiba, sebentar dan dapat berulang-ulang
Tonik ; lama dan terus menerus
9. Miokloni
Gerakan timbul karena kontraksi otot secara cepat,
sekonyong2, sebentar aritmik, asinergik atau tidak
terkendali
Meliputi sebagian satu otot, seluruh otot / sekelompok otot
Pada otot2 ekstemitas dan badan, pada otot muka, rahang,
lidah faring dan laring
Miokloni hebat; rangsang emosional, mental, taktil, visual /
auditorial
Berkurang; gerakan volunter bertambah, dapat timbul pada
saat pasien tidur dan hilang saat setelah tidur
80. SUBDURAL HEMATOM
Perdrhan yg mengumpul diantra korteks serebri dan
duramater regangan dan robekan vena-vena drainase
yg tdpt di rongga subdural ant. Permk. Otak dg sinus
duramater.
Gjl klinik biasany tdk terlalu hebat kecuali bila terdapat
efek massa.
Berdsrkan kronologis SDH dibagi mjd :
1. SDH akut : 1- 3 hr pasca trauma.
2. SDH subakut : 4-21 hr pasca trauma.
3. SDH khronis : > 21 hari.
gamb. CT scan kepala tdp lesi hiperdens bbtk bulan sabit yg
srg tjd pada daerah yg berseberangan dg trauma (Counter
Coup)

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


Tindakan op. dilakukan bila pdrh > 40 cc.
Bila komplikasi akut : gangg. Parenkim otak,
gangg. Pemb. Drh arteri.
Bila tidak ada komplikasi disebabkan : atrofi otak
mybbkan perdrhan dan putusnya vena jembatam,
gangg. Pembekuan.
Tindakan operasi dilakukan bila :
1. Perdarahan berulang.
2. Kapsulisasi.
3. Lobulat (multilobulat)
4. Kalsifikasi.
PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006
Subdural hematom
81. Mild Cognitive Impairment
Gangguan kognitif ringan (Mild Cognitive
Impairment) suatu kondisi di mana seseorang
memiliki masalah dengan memori, bahasa, atau
fungsi lain mental yang cukup parah untuk menjadi
terlihat untuk orang lain dan muncul pada tes, tetapi
tidak cukup serius untuk mengganggu kehidupan
sehari-hari.
Karena masalah tidak mengganggu kegiatan sehari-
hari, orang tersebut tidak memenuhi kriteria untuk
didiagnosa dengan demensia (Alzheimer)
Gejala Klinis
Gejala berupa penurunan fungsi kognitif, diantaranya:
Sering lupa
Misalnya penderita lupa akan even-even penting yang akan
dilakukannya, penderita mulai lupa jalan yang sering dilalui di
lingkungannya, lupa nomor telepon keluarganya.
Sering menanyakan pertanyaan yang sama, menceritakan hal
yang sama, dan memberikan informasi yang sama berulang-
ulang
Tidak mampu melakukan suatu pekerjaan dengan banyak
petunjuk
Kurang focus dalam pembicaraan
Selain itu, penderita dapat juga akan mengalami depresi,
cemas, dan apatis
Diagnosis
Diagnosis gangguan kognitif ringan berdasarkan hasil evaluasi
diagnostik yang meliputi pemeriksaan neurologis,
pemeriksaan status mental, evaluasi neuro psikologis dan
psikiatris, pemeriksaan fisik termasuk tes laboratorium,
pencitraan (CT-Scan atau MRI), dan peninjauan kembali dari
riwayat medis pasien dan obat-obatan yang pasien saat ini
sedang dipakai.
Evaluasi ini dilengkapi dengan pengamatan klinis dari gejala-
gejala pasien, onset (mendadak atau bertahap), presentasi
(bagaimana gejala-gejala muncul), dan perkembangan gejala
dari waktu ke waktu. Tetapi tidak ada tes yang spesifik untuk
mendiagnosa MCI
MMSE Test MCI - AD
Volume hipokampus kurang dari 25 % dan volume ventrikel
yang bertambah dilaporkan dapat progresif menjadi MCI.
82. Radikulopati
Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan
gangguan fungsi dan struktur radiks akibat proses patologik
yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf dengan pola
gangguan bersifat dermatomal.
Etiologi
Proses kompresif
seperti : hernia nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus, tumor
medulla spinalis, neoplasma tulang, spondilolisis dan spondilolithesis,
stenosis spinal, traumatic dislokasi, kompresif fraktur, scoliosis dan
spondilitis tuberkulosa, cervical spondilosis
Proses inflammatori
seperti: Gullain-Barre Syndrome dan Herpes Zoster
Proses degeneratif
seperti Diabetes Mellitus
Tipe-tipe Radikulopati
Radikulopati lumbar
Radikulopati lumbar merupakan problema yang sering terjadi yang disebabkan oleh
iritasi atau kompresi radiks saraf daerah lumbal.
sering disebut sciatica.
Gejala jarang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa sebab seperti bulging diskus (disk
bulges), spinal stenosis, deformitas vertebra atau herniasi nukleus pulposus.
Radikulopati dengan keluhan nyeri pinggang bawah sering didapatkan (low back pain)
Radikulopati cervical
Radikulopati cervical umunya dikenal dengan pinched nerve atau saraf terjepit
merupakan kompresi pada satu atau lebih radix saraf uang halus pada leher
Gejala pada radikulopati cervical seringnya disebabkan oleh spondilosis cervical.
Radikulopati torakal
Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relative jarang dari kompresi saraf pada
punggung tengah. Daerah ini tidak didesain untuk membengkok sebanyak lumbal atau
cervical. Hal ini menyebabkan area thoraks lebih jarang menyebabkan sakit pada spinal.
Namun, kasus yang sering yang ditemukan pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi
herpes zoster.
Lasegues Test
Prosdur: pasien supine.
Fleksikan sendi pinggul pasien
dengan lutut tertekuk. Jaga
pinggul tetap dalam keadaan
fleksi, kemudian ekstensikan
tungkai bawah.
Tes positif: radikulopati sciatik
(+), jika:
Nyeri tidak ada pada
kondisi pinggul dan lutut
fleksi.
Nyeri muncul saat pinggul
fleksi, dan kemudian lutut
diekstensikan.
Bragards Test
Prosedur: pasien supine. Kaki
pasien lurus kemudian elevasi
hingga titik dimana rasa nyeri
dirasakan. Turunkan 5o dan
dorsofleksi kaki.
Positive Test: nyeri akibat traksi
nervus sciatik.
Nyeri dengan dorsiflexion 0 to
35 extradural sciatic nerve
irritation.
Nyeri dengan dorsiflexion from
35 70 intradural problem
(usually IVD lesion).
Nyeri tumpul paha posterior -
tight hamstring.
Lhermittes Test (or Phenomenon)

Sensasi seperti tersengat listrik


yang menjalar ke secara
radikuler menuju ke arah bawah
sepanjang medula spinalis atau
dapat pula menjalar ke arah
ekstrimitas yang muncul saat
dilakukan fleksi pada leher
(Lhermitte sign +).
Hasil positif :
pasien dengan keterlibatan cervical
cord
spondilitis servikal
tumor
multiple sklerosis.
Patrick Test (FABER) and contra-patrick test
Deteksi kondisi patologis dari sendi paggul dan sakroiliaka.
Pemeriksaan (+) jika terasa nyeri pada salah satu atau kedua
sendi tersebut.

Patrick Test Contra-patrick Test


83. Migrain

Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Migren: nyeri kepala primer dengan kualitas vaskular (berdenyut), diawali
unilateral yang diikuti oleh mual, fotofobia, fonofobia, gangguan tidur dan
depresi
Penyebab Idiopatik (belum diketahui hingga saat ini) :
Gangguan neurobiologis
Perubahan sensitivitas sistem saraf
Avikasi sistem trigeminalvaskular
Pada wanita migren lebih banyak ditemukan dibanding pria dengan skala 2:1.

Faktor Predisposisi
Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/
perubahan hormonal.
Puasa dan terlambat makan
Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buahbuahan.
Cahaya kilat atau berkelip
Banyak tidur atau kurang tidur
Faktor herediter
Faktor kepribadian
Kriteria Diagnosis Migrain
Alur Tatalaksana Migrain Akut

Gilmore B, Michael B. Treatment of Acute Migrain. AAFP Volume 83, Number 3 . 2011
Penatalaksanaan Migrain
Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi
sensoris berlebihan.
Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan
dikompres dingin

Pengobatan Abortif :
1. Analgesik spesifik analgesik khusus untuk nyeri kepala.
Lebih bermanfaat untuk kasus yang berat atau respon buruk dengan NSAID.
Contoh: Ergotamin, Dihydroergotamin, dan golongan Triptan (agonis selektif
reseptor serotonin / 5-HT1)
Ergotamin dan DHE migren sedang sampai berat apabila analgesik non
spesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi efek samping.
Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi
ergotamin sebagai analgesik. Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak
terkendali, penyakit serebrovaskuler serta gagal ginjal.

IDI. Panduan praktik klinis bagia dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Ed I.2013
2. Analgesik non-spesifik
Yakni: analgesik yang dapat digunakan pada nyeri selain nyeri kepala

Respon terapi dalam 2 jam (nyeri kepala residual ringan atau hilang
dalam 2 jam)
Aspirin 600-900 mg + metoclopramide
Asetaminofen 1000 mg
Ibuprofen 200-400 mg

Terapi Profilaksis (The U.S. Headache Consortiums)


Diberikan pada orang yang memiliki KI atau intoleransi terhadap terapiabortif
Nyeri kepala muncul lebih dari 2 hari/minggu
Nyeri kepala yang berat dan mempengaruhi kualitas hidup (walau telah diberi
terapi abortif)
Gejala migrain jarang including hemiplegic migraine, basilar migraine, migraine
with prolonged aura, or migrainous infarction
Terapi preventif jangka pendek pasien akan terkena faktor risiko yang telah
dikenal dalam jangka waktu tertentu, misalnya migren menstrual.
Terapi preventif kronis diberikan dalam beberapa bulan bahkan tahun tergantung
respon pasien.
Terapi Profilaksis
84. Cedera Medulla Spinalis

Medula spinalis merupakan satu kumpulan saraf-saraf


yang terhubung ke susunan saraf pusat yang berjalan
sepanjang kanalis spinalis yang dibentuk oleh tulang
vertebra.
Ketika terjadi kerusakan pada medula spinalis,
masukan sensoris, gerakan dari bagian tertentu dari
tubuh dan fungsi involunter seperti pernapasan dapat
terganggu atau hilang sama sekali. Ketika gangguan
sementara ataupun permanen terjadi akibat dari
kerusakan pada medula spinalis, kondisi ini disebut
sebagai cedera medula spinalis.
PATOFISIOLOGI
Kompresi karena tulang,
ligamen,herniasi diskus 2 jam pasca cedera terjadi
intervertebralis & hematom invasi sel-sel inflamasi
paling berat akibat kompresi tulang, dimulai oleh microglia dan
trauma hiperekstensi corpus leukosit polimorfonuklear.
dislokasi ke posterior.
4 jam pasca cedera hampir
Regangan jaringan.biasanya terjadi
pada hiperpleksi, toleransi medula
separuh medula spinalis
spinalis terhadap regangan menjadi nekrotik.
tergantung usia 6 jam pasca cedera terjadi
Edema.timbul segera setelah edema primer vaskogenik.
trauma
48 jam terjadi edema dan
Sirkulasi terganggu.
nekrotik kros-sektional pada
tempat cedera.
Manifestasi lesi traumatik
Komusio ,Kontusio,Laserasio,Perdarahan
Kompresi, Hemiseksi ,Transeksi medula spinalis
Sindrom medula spinalis bagian anterior &
posterior
Shok spinal
Aktivitas refleks yg meningkat
Transeksi medula spinalis akan terjadi
masa Spinal Shok

Semua gerakan volunter dibawah lesi hilang


secara mendadak
Semua sensibilitas bawah lesi hilang
Semua refleks hilang.
Berlangsung 3-6 mg
KLASIFIKASI

ASIA (American Spinal Injury Association) dan


IMSOP (International Medical Society of
Paraplegia) pada tahun 1990 dan 1991.
Berdasarkan fungsi:
Berdasarkan tipe dan lokasi:
Berdasarkan fungsi:
Grade A complete Grade C incomplete
tidak ada fungsi fungsi motorik masih ada
motorik atau sensorik dibawah level cedera spinal dan
sampai sefmen S4-S5 sebagian besar 10 otot
ektrimitas dibawah level cedera
Grade B incomplete spinal mempunyai kekuatan
motorik <3
tidak ada fungsi
sensorik tapi fingsi Grade D incomplete :
motorik masik ada di seperti grade C, tapi kekuatan
motorik 3
bawah level cedera
spinal sampai segmen Grade E normal
S4-S5 fungsi motorik dan sensorik
normal
GEJALA KLINIK
Cervico-Medullary
Syndrome
Respiratory arrest, Sacral sparing
hipotensi, tetraplegia.
C1 C4
ggn sensibilitas wajah,
Lengan lebih berat dari
tungkai
Central cord syndrome
Gangguan motorik pada
ekstrimitas atas lebih berat
dari tungkai dengan
gangguan sensibilitas
sembuh spontan
GEJALA KLINIK
Anterior Cord Syndrome
Paralisis komplit yang
mendadak dengan
hiperestesia pada tingkat
lesi, dibawah lesi ada rasa
raba, merupakan kasus
yang harus dintervensi
operasi secara dini.
Posterior cord syndrome
Jarang ada, kelemahan dr
batas lesi kebawah
Gangguan proprioseptik
GEJALA KLINIK
Brown-sequard syndrome
Gangguan motorik dan
propioseptik sisi ipsilateral
dan gangguan sensasi rasa
suhu dan nyeri pada sisi
kontralateral
Cedera hiperekstensi
Conus Medullaris
syndrome
Daerah T11-T12 dan T12-L1
24% dari kasus
Gangguan lower motor
neuron, flaksid tungkai &
sfingter ani,
spastisitas(kronik).
PENATALAKSANAAN
1.Tentukan cedera medula spinalis akut?
2.Lakukan stabilisasi medula spinalis
3. Atasi gangguan fungsi vital yaitu airways, breathing
4.Perhatikan perdarahan dan sirkulasi,
hipotensi, shok neurogenik
5.Medical:
methylprednisolon 30mg/kgBB iv bolus dalam 15
menit
dilanjutkan 5,4mg/kgBB/24 jam iv hingga 24 jam bila
dosis inisial diberikan <3jam setelah trauma
Atau dilanjutkan hingga 48 jam bila dosis inisial
diberikan 3-8jam post trauma
Di atas 8 jam tidak ada pengaruh pemberian steroid.
85. GANGGUAN DISOSIATIF (KONVERSI)

Gejala utama adalah adanya kehilangan dari


integrasi normal, antara:
ingatan masa lalu,
kesadaran identitas dan penginderaan segera, &
kontrol terhadap gerakan tubuh
Terdapat bukti adanya penyebab psikologis,
kejadian yang stressful atau hubungan
interpersonal yang terganggu
Tidak ada bukti adanya gangguan fisik.

PPDGJ
Diagnosis Karakteristik
Amnesia Gangguan Disosiatif
Hilang daya ingat mengenai kejadian stressful atau traumatik yang
baru terjadi (selektif)
Fugue Melakukan perjalanan tertentu ke tempat di luar kebiasaan, tapi
tidak mengingat perjalanan tersebut.
Stupor Sangat berkurangnya atau hilangnya gerakan volunter & respons
normal terhadap rangsangan luar (cahay, suara, raba)
Trans Kehilangan sementara penghayatan akan identitias diri &
kesadaran, berperilaku seakan-akan dikuasai kepribadian lain.
Motorik Tidak mampu menggerakkan seluruh/sebagian anggota gerak.
Konvulsi Sangat mirip kejang epileptik, tapi tidak dijumpai kehilangan
kesadaran, mengompol, atau jatuh.
Anestesi & Anestesi pada kulit yang tidak sesuai dermatom.
kehilangan Penurunan tajam penglihatan atau tunnel vision (area lapang
sensorik pandang sama, tidak tergantung jarak). Contoh: buta konversi dan
tuli konversi

PPDGJ
Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition.
Bedanya dengan Psikosomatis, Gangguan
Konversi, Malingering, Factitious disorder
Kelainan Karakteristik
Psikosomatis Pada gangguan psikosomatis, ada keluhan dan ditemukan
keabnormalan pada pemeriksaan. Namun penyebabnya adalah
masalah psikis.
Gangguan Konversi Adanya satu atau beberapa gejala neurologis (misalnya buta, lumpuh
anestesi, amnesia, dll) yang tidak dapat dijelaskan dengan penjelasan
medis maupun neurologis yang ada.

Malingering Berpura-pura sakit atau melebih-lebihkan kondisi fisik yang sudah ada
sebelumnya dengan tujuan untuk mendapatkan kompensasi tertentu
(misalnya untuk mendapatkan cuti kerja).
Factitious disorder/ Berpura-pura sakit atau membuat dirinya sakit. Namun hal ini
Munchhausen dilakukan semata-mata untuk mendapatkan perhatian/ simpati dari
syndrome orang lain saja.
86. TILIKAN
Tilikan adalah kemampuan seseorang untuk memahami sebab
sesungguhnya dan arti dari suatu situasi (termasuk di
dalamnya gejala yang dialaminya sendiri).
Derajat Deskripsi

1 penyangkalan total terhadap penyakitnya

2 ambivalensi terhadap penyakitnya

3 menyalahkan faktor lain sebagai penyebab penyakitnya

4 menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan tetapi tidak memahami penyebab
sakitnya
5 menyadari penyakitnya dari faktor-faktor yang berhubungan dengan
penyakitnya namun tidak menerapkan dalam perilaku praktisnya
6 menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya disertai motivasi untuk
mencapai perbaikan
87. GANGGUAN PERSEPSI
Gangguan Persepsi Definisi

Depersonalisasi satu kondisi patologis yang muncul sebagai akibat dari perasaan
subyektif dengan gambaran seseorang mengalami atau
merasakan diri sendiri (atau tubuhnya) sebagai tidak nyata atau
khayali (asing, tidak dikenali).
Derealisasi perasaan subyektif bahwa lingkungannya menjadi asing, tidak
nyata.

Ilusi persepsi yang keliru atau menyimpang dari stimulus eksternal


yang nyata.

Halusinasi Persepsi atau tanggapan palsu, tidak berhubungan dengan


stimulus eksternal yang nyata; menghayati gejala-gejala yang
dikhayalkan sebagai hal yang nyata.
Halusinasi vs Ilusi vs Delusi
Pada halusinasi, terdapat persepsi sensoris
(pendengaran/penglihatan/penciuman TANPA
ada stimulus eksternal

Pada ilusi, terdapat MISINTERPRETASI


persepsi sensoris dari suatu stimulus
eksternal.

Delusi merupakan keyakinan seseorang


yang tidak sesuai dengan fakta atau nilai-
nilai yang dianut di tempat ia tinggal,
keyakinan tersebut tidak dapat digoyahkan
orang lain(false fixed belief).
Jenis Halusinasi
Halusinasi hipnapompi: persepsi sensorik keliru yang terjadi ketika
seseorang mulai terbangun, secara umum bukan tergolong
fenomena patologis.

Halusinasi auditorik : persepsi suara yang keliru, biasanya berupa


suara orang meski dapat saja berupa suara lain seperti musik.

Halusinasi visual: persepsi penglihatan keliru yang dapat berupa


bentuk jelas (orang) atau pun bentuk tidak jelas (kilatan cahaya),
seringkali terjadi pada gangguan medis umum.

Halusinasi penciuman: persepsi penghidu keliru yang seringkali


terjadi pada gangguan medis umum.
Halusinasi pengecapan: persepsi pengecapan keliru seperti
rasa tidak enak sebagai gejala awal kejang, seringkali terjadi
pada gangguan medis umum.

Halusinasi taktil: persepsi perabaan keliru seperti


phantom libs (sensasi anggota tubuh teramputasi), atau
formikasi (sensasi merayap di bawah kulit).

Halusinasi somatik: Sensasi keliru yang terjadi pada atau di


dalam tubuhnya, lebih sering menyangkut organ dalam
(juga dikenal sebagai cenesthesic hallucination).

Halusinasi liliput: persepsi keliru yang mengakibatkan obyek


terlihat lebih kecil (micropsia).
88. GANGGUAN PROSES PIKIR

Gangguan
bentuk pikir
Gangguan Gangguan
proses pikir isi pikir
Gangguan
arus pikir
Gangguan Bentuk Pikir
Jenis Karakteristik

Derealistik Tidak sesuai dengan kenyataan tetapi masih mungkin terjadi,


misalnya: saya adalah seorang presiden

Dereistik Tidak sesuai dengan kenyataan, lebih didasarkan pada khayalan,


misal: saya adalah seorang malaikat

Autistik Pikiran yang timbul dari fantasi, berokupasi pada sebuah ide.
Secara emosional terlepas dari orang lain.

Tidak logis/ magical Berorientasi pada hal-hal yang bersifat magis


thought

Pikiran konkrit Pikiran terbatas pada satu dimensi arti, pasien mengartikan
kata/kalimat apa adanya, tidak mampu berpikir secara metafora.
Contoh: meja hijau = meja yang berwarna hijau.
Gangguan Isi Pikir
Jenis Karakteristik
Waham Keyakinan yang salah, tidak dapat dikoreksi, dihayati oleh penderita
sebagai hal yang nyata, tidak sesuai dengan sosiokultural di mana
penderita tinggal.

Obsesi Gagasan (ide), bayangan, atau impuls yang berulang dan persisten.
Kompulsi Perilaku/perbuatan berulang yang bersifat stereotipik, biasanya
menyertai obsesi.
Fobia Ketakutan irasional yang menetap dan tidak rasional terhadap suatu
objek, aktifitas, atau situasi spesifik yang menimbulkan keinginan yang
mendesak untuk menghindarinya.
Anosognosis Pasien menolak kenyataan bahwa ia mengalami gangguan fisik, hal ini
terjadi pada pasien yang mengalami luka/trauma dan kerusakan otak
yang luas. Contoh: penderita buta mengatakan bahwa ia dapat
melihat.
Gangguan Arus Pikir
Jenis Karakteristik
Neologisme Pembentukan kata-kata baru yang memiliki arti khusus bagi
penderita, sering terdapat pada pasien skizofrenia. Neologisme
dapat pula akibat halusinasi akustik sehingga sering merupakan
kata yang diulang
Sirkumstansial Gangguan asosiasi karena terlalu banyak ide yang disampaikan.
Pada umumnya pasien dapat mencapai tujuannya, tetapi harus
secara bertahap.
Tangensial Pembicaraan pasien terlepas sama sekali dari pokok pembicaraan
dan tidak kembali ke pokok pembicaraan tersebut, sehingga tujuan
tidak pernah tercapai
Asosiasi longgar Pasien berbicara dengan kalimat-kalimat yang tidak berhubungan,
namun masih dapat dimengerti.
Flight of ideas Melompat-lompat dari satu topik ke topik lain tanpa terputus,
dimana masih terdapat benang merah.
Inkoherensi/ asosiasi longgar yang berat, kata yang satu tidak berhubungan
word salad dengan kata yang lain.
89. HIPERPROLAKTINEMIA PADA
PENGGUNAAN ANTIPSIKOTIK

Obat antipsikotik yang dapat


menyebabkan galaktorea adalah
obat antipsikotik tipikal dan
risperidone.
Antipsikotik tipikal dan galaktorea
terutama bekerja dengan
menghambat reseptor D2, sehingga
menyebabkan peningkatan kadar
prolaktin.
Antipsikotik atipikal lain tidak
menyebabkan hiperprolaktenemia
karena afinitas yang rendah
terhadap reseptor dopamin D2.
Efek Samping Antipsikotik
90. GANGGUAN CAMPURAN
CEMAS DAN DEPRESI (DSM-IV)

Prinsipnya, diagnosis ditegakkan bila ada gejala cemas dan gejala


depresi, tetapi tidak memenuhi kriteria diagnosis untuk keduanya.
Differentiating Anxiety and Depression

Anxiety Depression
Adaptive Debilitating
Future-oriented Past-oriented
Helplessness Hopelessness
Worse in night Worse in morning/ noon
Blame external factors Blame internal factors
Trouble falling asleep Early morning awakening
91. GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR

1 atau lebih
1 atau lebih Gangguan
Gangguan episode
episode afektif
mood mania atau
depresi bipolar
hipomania

Dengan/ tanpa Episode kini


psikosis? manik/ depresi?
Pedoman Diagnosis Gangguan Bipolar
(PPDGJ-III)
Ditandai setidaknya 2 episode yang menunjukkan
pada 1 waktu tertentu terjadi peninggian mood
dan energi (mania/hipomania), dan pada 1 waktu
lain berupa penurunan mood dan energi
(depresi).
Ada periode penyembuhan sempurna antar
episode.
Manik terjadi tiba-tiba, lamanya antara 2 minggu-
5 bulan.
Depresi biasanya terjadi selama 6 bulan-1 tahun.
Bipolar Tipe I dan II

Gangguan bipolar

Bipolar tipe I Bipolar tipe II

1 atau lebih Episode depresi


episode manik, Pada pria dan berulang dan Lebih sering pada
dapat disertai wanita episode wanita
gejala psikotik hipomanik

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17696573
Bipolar tipe I dan II
Keterangan:
Pada bipolar tipe II,
episode peningkatan
mood lebih ke arah
hipomanik.

Pada bipolar tipe I,


episode peningkatan
mood lebih berlebihan
(full-blown manik, bisa
disertai dengan gejala
psikotik)

http://www.medscape.com/viewarticle/754573
92. GANGGUAN SOMATOFORM
Diagnosis Karakteristik
Gangguan somatisasi Banyak keluhan fisik (4 tempat nyeri, 2 GI tract, 1
seksual, 1 pseudoneurologis).
Hipokondriasis Keyakinan ada penyakit fisik.

Disfungsi otonomik Bangkitan otonomik: palpitasi, berkeringat,


somatoform tremor, flushing.

Nyeri somatoform Nyeri menetap yang tidak terjelaskan.

Gangguan Dismorfik Preokupasi adanya cacat pada tubuhnya


Tubuh Jika memang ada kelainan fisik yang kecil,
perhatian pasien pada kelainan tersebut akan
dilebih-lebihkan

PPDGJ
Kriteria Diagnosis Somatisasi
A. Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode beberapa tahun
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan:
4 gejala (G) nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung,
sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi)
2 G gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama
kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
1 G seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi,
menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).
1 G pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau deficit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak
terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi urin, halusinasi,
hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau
hilangnya kesadaran selain pingsan).
C. Salah satu (1)atau (2):
Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah
kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau
alkohol)
Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya
adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan
buatan atau pura-pura).
Referensi: PPDGJ-III
93.DEFENSE MECHANISM
S
Almost always
pathological
Appears insane and
irrational
These are the psychotic
defense
Found in dreams and
throughout childhood
Acting Out
Projection
94. GANGGUAN KEPRIBADIAN
95. TATALAKSANA GANGGUAN BIPOLAR

SGASecond Generation
Antipsychotic
Mood Stabilizer
Generasi lama: Generasi Baru:
Lithium Gabapentin
Asam valproat Lamotrigine
Carbamazepine Topiramate
Levetiracitam
Zonizamide
96. GANGGUAN PERSEPSI
Gangguan Persepsi Definisi

Depersonalisasi satu kondisi patologis yang muncul sebagai akibat dari perasaan
subyektif dengan gambaran seseorang mengalami atau
merasakan diri sendiri (atau tubuhnya) sebagai tidak nyata atau
khayali (asing, tidak dikenali).
Derealisasi perasaan subyektif bahwa lingkungannya menjadi asing, tidak
nyata.

Ilusi persepsi yang keliru atau menyimpang dari stimulus eksternal


yang nyata.

Halusinasi Persepsi atau tanggapan palsu, tidak berhubungan dengan


stimulus eksternal yang nyata; menghayati gejala-gejala yang
dikhayalkan sebagai hal yang nyata.
Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.

97. SEXUAL DISORDER (PARAFILIA)


Diagnosis Karakteristik
Fetishism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
use of nonliving objects (e.g., female undergarments).
Frotteurism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving
touching and rubbing against a nonconsenting person.
Masochism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
act (real, not simulated) of being humiliated, beaten, bound, or
otherwise made to suffer.
Sadism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving acts
(real, not simulated) in which the psychological or physical suffering
(including humiliation) of the victim is sexually exciting to the person.
Voyeurism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
act of observing an unsuspecting person who is naked, in the process
of disrobing, or engaging in sexual activity.
Necrophilia Necrophilia is an obsession with obtaining sexual gratification from
cadavers.
Diagnosis Karakteristik
Pedophilia Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving
sexual attraction to prepubescent children (generally 13 years or
younger) and the pedophilia must at least 16 years or older and at
least 5 years older than the child
Eksibisionis Seseorang yang selalu ingin memperlihatkan kemaluannya/genital
kepada orang lain (biasanya orang asing) untuk mendapatkan
kepuasan seksual
98. RETARDASI MENTAL
Retardasi mental merupakan suatu penurunan
fungsi intelektual secara menyeluruh yang
terjadi pada masa perkembangan dan
dihubungkan dengan gangguan adaptasi sosial
(AAMD).

3 komponen utama yang terganggu:


penurunan fungsi intelektual, adaptasi sosial,
dan masa perkembangan.
Masih dapat dididik (educable)
Komunikasi sehari-hari masih baik

Ringan Masih dapat merawat diri secara independen (makan,


mandi, mencuci)
Kesulitan utamanya pada pekerjaan akademik di sekolah
(terutama membaca dan menulis)

Retardasi mental yang dapat dilatih (trainable)


Keterlambatan pemahaman dan penggunaan bahasa
Sedang Kemampuan motorik dan kemampuan merawat diri
terbatas, butuh pengawasan
Kemampuan sekolah terbatas

Kemampuan serupa dengan RM sedang

Berat Pada kelompok ini, kemampuan motorik sangat


terbatas
Umumnya disertai defisit neurologis

Sangat Sangat terbatas untuk mengerti instruksi


Sangat terbatas dalam mobilitas
Berat Hanya mampu komunikasi non verbal yang sederhana

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 3, Desember 2000


Mental Retardation

Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.


Klasifikasi Retardasi Mental Berdasarkan IQ
American
Association on
Mental
Retardation
(AAMR)

http://pedsinreview.aappublications.org/content/27/6/204.full
PPDGJ-III
Ketentuan subtipe retardasi mental meliputi:
F70: Ringan (IQ 50-69)
F71: Sedang (IQ 35-49)
F72: Berat (IQ 20-34)
F73: Sangat Berat (<20)
99. Herpes genitalis
Infeksi akut yang disebabkan oleh HSV yang ditandai dengan
adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa di
daerah dekat mukokutan
Predileksi HSV tipe I di daerah pinggang ke atas, predileksi HSV tipe II di daerah
pinggang ke bawah terutama genital
Gejala klinis
Infeksi primer: vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa,
berisi cairan jernih yang kemudian seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang
mengalami ulserasi dangkal, tidak terdapat indurasi, sering disertai gejala sistemik
Fase laten: tidak ditemukan gejala klinis, HSV dapat ditemukan dalam keadaan tidak
aktif di ganglion dorsalis
Infeksi rekuren: gejala lebih ringan dari infeksi primer, akibat HSV yang sebelumnya
tidak aktif mencpai kulit dan menimbulkan gejala klinis
Pemeriksaan
Ditemukan pada sel dan dibiak, antibodi, percobaan Tzanck (ditemukan sel datia berinti banyak
dan badan inklusi intranuklear)
Pengobatan
Idoksuridin topikal (pada lesi dini), asiklovir 5 x 200 mg PO selama 5 hari
Komplikasi: meningkatkan morbiditas/mortalitas pada janin dengan ibu herpes
genitalis Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
100. Urethritis GO
Etiologi
Neisseria gonnorrhoeae

Jenis Infeksi
Pada Pria
Urethritis, tysonitis, paraurethritis, littritis, cowperitis, prostatitis,
veikulitis, funikulitis, epididimitis, trigonitis

Pada Wanita
Urethritis, paraurethritis, servisitis, bartholinitis, salpingitis, proktitis,
orofaringitis, konjungtivitis infant, gonorea diseminata

Gambaran urethritis
Gatal, panas di uretra distal, disusul disuria, polakisuria, keluar duh
kadang disertai darah, nyeri saat ereksi
Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5 th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Urethritis GO
Pemeriksaan
Sediaan langsung: diplokokus gram
negatif
Kultur: Agar Thayer Martin
Diagnosis Pilihan Pengobatan
Infeksi GO tanpa komplikasi pada serviks, urethra, Lini pertama: Ceftriaxone (250 IM, SD) atau
faring, atau rektum Cefixim (400 mg PO, SD)
Ditambah
Terapi untuk Klamidia bila infeksi klamidia tidak
dapat disingkirkan: Azitromisin (1 g, PO, SD) atau
Soksisiklin (100 mg PO bid selama 7 hari)

Alternatif:
Ceftizoxime (500 mg IM, SD) atau
Cefotaxime (500 mg IM, SD) atau
Spectinomycin (2 g IM, SD)
Atau Cefotetan (1 g IM, SD) + probenecid (1 g PO,
SD) atau
Cefoxitin (2 g IM, SD) + probenecid (1 g PO, SD)
Longo DL. Harrisons principles of internal medicine, 18th ed. McGraw-Hill;2012.
101. Erupsi Kulit Akibat Obat
101. Sindrom Stevens-Johnson TEN
Sindrom yang mengenai kulit, selaputlendir di orifisium,
dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan
sampai berat
Penyebab: alergi obat (>50%), infeksi, vaksinasi, graft vs
host disease, neoplasma, radiasi
Reaksi hipersensitivitas tipe 2
Trias kelainan
Kelainan kulit: eritema, vesikel, bula
Kelainan mukosa orifisium: vesikel/bula/pseudomembran pada
mukosa mulut (100%), genitalia (50%). Berkembang menjadi
krusta kehitaman
Kelainan mata: konjungtivitis
Komplikasi: bronkopneumonia, gangguan elektrolit, syok
Pengobatan: KS sistemik-oral, antibiotik, suportif

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
TEN Definitions
SJS/TEN:
Lesions: Small blisters on dusky purpuric macules or atypical
targets
Mucosal involvement common
Prodrome of fever and malaise common
Stevens-Johnson Syndrome:
Rare areas of confluence.
Detachment </= 10% BSA
Toxic Epidermal Necrolysis:
Confluent erythema is common.
Outer layer of epidermis separates easily from basal layer with
lateral pressure.
Large sheet of necrotic epidermis often present.
>30% BSA involved.
Presentation
Fever (often >39) and flu-like illness 1-3 days before
mucocutaneous lesions appear
Confluent erythema
Facial edema or central facial involvement
Lesions are painful
Palpable purpura
Skin necrosis, blisters and/or epidermal detachment
Mucous membrane erosions/crusting, sore throat
Visual Impairment (secondary to ocular involvement)
Rash 1-3 weeks after exposure, or days after 2 nd exposure
Eritema multiforme Nekrolisis epidermal toksik
Erupsi mendadak dan rekuren Bentuk parah SSJ
pada kulit dan kadang-kadang
pada mukosa dengan gambaran Gejala:
bermacam-macam spektrum Mirip SSJ namun lebih berat
Penyebab pasti belum diketahui Hampir seluruh tubuh
Gejala:
Tipe makula-eritema
Epidermolisis: tanda Nikolsky
Mendadak, simetrik, predileksi di (+)
punggung tangan, telapak tangan,
ekstensor ekstremitas, mukosa. Obat:
Gejala khas: bentuk iris
KS sistemik dosis tinggi
Tipe vesikobulosa
Makula, papula, urtika yang Sulfadiazin perak topikal
kemudian timbul lesi vesikobulosa (sama seperti luka bakar)
di tengah
Obat: simtomatik, KS oral Suportif
Erupsi Kulit ec Obat: Fixed Drug Eruption
Merupakan reaksi alergi tipe IV (lambat)

Tanda patognomonis
Lesi khas:
Vesikel, bercak
Eritema
Lesi target berbentuk bulat lonjong atau numular
Kadang-kadang disertai erosi
Bercak hiperpigmentasi dengan kemerahan di tepinya,
terutama pada lesi berulang

Tempat predileksi: Sekitar mulut, daerah bibir, daerah


penis atau vulva
TEN: Diagnosis Banding

Pemfigoid bulosa
Selulitis
Herpes simpleks

Komplikasi : Infeksi
sekunder
TEN: Terapi
Kortikosteroid sistemik: prednison tab 30 mg/hari dibagi dalam 3x/
hari

Antihistamin sistemik untuk mengurangi rasa gatal: hidroksisin tab


10 mg/hari, 2x/hari selama 7 hari atau loratadin tab 1x10 mg/hari
selama 7 hari

Pengobatan topikal
Erosi atau madidans dapat dilakukan kompres NaCl 0,9% atau
Larutan Permanganas kalikus 1/10.000 dengan 3 lapis kasa
selama 10-15 menit. Kompres dilakukan 3 kali sehari sampai lesi
kering.
Terapi dilanjutkan dengan pemakaian topikal kortikosteroid
potensi ringan-sedang, misalnya hidrokortison krim 2.5% atau
mometason furoat krim 0.1%
102. DKI vs DKA: Perbedaan

Terapi Terapi
Topikal Sistemik: Kortikosteroid
Akut & eksudatif: kompres Prednison 5-10 mg/ dosis,
NaCl 0.9% 2-3x/hari
Kronik & kering: krim Deksametason 0.5-1 mg, 2-
hidrokortison 3x/hari
DKI vs DKA: Patch Test

Untuk metode diagnostik delayed contact


hypersensitivity DKA
DKI: diagnosis berdasarkan klinis saja dan
dengan menyingkirkan DKA (hasil Patch Test
negatif)
103. Eksantema akut

Hadinegoro SRS. Acute exanthema. PPT presentation.


103. Varicella (chicken pox)
Infeksi akut oleh virus varicella-zoster yang menyerang kulit
dan mukosa
Transmisi secara aerogen
Gejala
Masa inkubasi 14-21 hari
Gejala prodromal: demam subfebris, malaise, nyeri kepala
Disusul erupsi berupa papul eritematosa yang kemudian
berubah menjadi vesikel berupa tetesan air (tear drops)
mejadi pustula menjadi krusta. Bisa menimbulkan gejala
polimorfik karena timbul vesikel baru. Predileksi: daerah badan
kemudian menyebar secara sentrifugal
Pemeriksaan: percobaan Tzanck
Pengobatan: simtomatik (antipiretik, analgesik,
antipruritus) acyclovir

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
104. Pioderma
Folikulitis (Staph. Aureus): peradangan folikel rambut yang
ditandai dengan papul eritema perifolikuler dan rasa gatal atau
perih.

Furunkel (Staph. Aureus): peradangan folikel rambut dan


jaringan sekitarnya berupa papul, vesikel atau pustul
perifolikuler dengan eritema di sekitarnya dan disertai rasa
nyeri.

Furunkulosis: beberapa furunkel yang tersebar.

Karbunkel (Staph. Aureus): kumpulan dari beberapa furunkel,


ditandai dengan beberapa furunkel yang berkonfluensi
membentuk nodus bersupurasi di beberapa puncak.
Impetigo krustosa/vulgaris/ kontagiosa/
Tillbury Fox (Strep. Beta hemolyticus) :
peradangan vesikel yang dengan cepat
berubah menjadi pustul pecah krusta
kering kekuningan seperti madu. Predileksi
spesifik lesi terdapat di sekitar lubang
hidung, mulut, telinga atau anus.

Impetigo bulosa/ cacar monyet (Staph.


Aureus): peradangan yang memberikan
gambaran vesikobulosa dengan lesi bula
hipopion (bula berisi pus)

Ektima (Strep. Beta hemolyticus):


peradangan yang menimbulkan kehilangan
jaringan dermis bagian atas (ulkus dangkal).
Pioderma: Impetigo
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan dari apusan cairan sekret dari dasar lesi dengan pewarnaan
Gram
Pemeriksaan darah rutin kadang kadang ditemukan leukositosis

Komplikasi: Erisipelas, selulitis, ulkus, limfangitis, bakteremia

Terapi:
Antibiotika topikal:
DOC: mupirocin (Bactroban), basitrasin, asam fusidat (Fucidin) dan
retapamulin (Altargo) 2x/hari selama 7 hari
Alternatif: salep/krim klindamisin, gentamisin
Antibiotika oral:
Sefalosforin, amoxiclav, cloxacillin, dicloxaxillin, alternatif: eritromisin,
klindamisin
DOC anak: Cephalexin http://emedicine.medscape.com/article/965254-overview
105. Pemfigoid Bulosa
Pemfigus vulgaris vs Pemfigus Bulosa
Kelainan Penjelasan
Pemfigus vulgaris Penyakit kulit autoimun berbula kronik, menyerang kulit dan
membran mukosa yang secara histologik ditandai dengan bula
intraepidermal akibat proses akantolisis dan secara
imunopatologik ditemukan antibodi terhadap komponen
desmosom pada permukaan keratinosit jenis IgG, baik terikat
maupun beredar dalam darah. Khas: bula kendur, bila pecah
menjadi krusta yang bertahan lama, nikolsky sign (+)
Pemfigoid bulosa Perbedaan dengan pemfigus vulgaris: keadaan umum baik,
dinding bula tegang , bula subepidermal, terdapat IgG linear
Pemfigus

Pemphigus Vulgaris Pemphigus Vulgaris Bullous Pemphigoid

Paraneoplastic Pemphigus e.c


Pemphigus Foliceus Cicatricial Pemphigoid
Castleman tumor
Cleared when the tumor removed
Bullous Pemfigoid: Terapi

Steroid topikal ultrapoten: Clobetasol


propeionat
Steroid topikal potensi sedang dan emolient
Steroid sistemik
Antibiotik untuk infeksi sekunder
Pereda nyeri

http://www.dermnetnz.org/immune/pemphigoid.html
106. Morbus Hansen
Etiologi: M. Leprae

Pemeriksaan Fisik
Bercak mati rasa, tidak gatal, parastesia
Wasting dan kelemahan otot
Foot drop or clawed hands
Ulserasi pada tungkai atas atau bawah yang tidak nyeri
Lagophthalmos, iridocyclitis, ulserasi kornea, dan/atau katarak sekunder
akibat kerusakan saraf atau invasi bakteri secara langsung

Pemeriksaan Histopatologi (Biopsi)


Histiosit: makrofag di kulit, sel Virchow/sel lepra/foamy cell
Granuloma: akumulasi makrofag/ derivat-derivatnya

Pemeriksaan Bakteriologi: BTA

Pemeriksaan Imunologi
Imunoglobulin: IgM dan IgG
Lepromin Skin test
Morbus Hansen: Reaksi Kusta
REAKSI LESI
Eritema nodosum Pada tipe MB (BL,LL)
leprosum Nodus eritema dan nyeri
Predileksi : lengan dan tungkai
Tidak terjadi perubahan tipe
Reaksi Pada tipe borderline (Li,BL,BB,BT,Ti)
reversal/borderline/u Terjadi perubahan tipe
pgrading Lesi menjadi lebih aktif/timbul lesi baru
Peradangan pada saraf dan kulit
Pada pengobatan 6 bulan pertama
Fenomena lucio Reaksi kusta yang sangat berat
Pada tipe lepromatosa non-nodular difus
Plak/infiltrat difus, merah muda, bentuk tidak teratur,
nyeri (+). Jika lebih berat dapat disertai purpura dan bula
Dimulai dari ekstremitas lalu menyebar ke seluruh tubuh

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 82-83
E.N.L

Lucios phenomenone
Reversal reaction of leprosy
Kusta tipe MB berdasarkan Jopling
Kusta tipe PB berdasarkan Jopling
Tipe Kusta Menurut WHO
Flowchart Diagnosis & Classification
7th WHO Expert Committee on Leprosy June 1997
Pengobatan Kusta
107. Pedikulosis

Infeksi kulit/rambut pada manusia yang


disebabkan Pediculus

3 macam infeksi pada manusia


Pedikulosis kapitis: disebabkan Pediculus humanus
var. capitis
Pedikulosis korporis: disebabkan pediculus
humanus var. corporis
Pedukulosis pubis: disebabkan Phthirus pubis

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pedikulosis kapitis
Infeksi kulit dan rambut kepala
Banyak menyerang anak-anak dan higiene buruk
Gejala
Mula-mula gatal di oksiput dan temporal, karena garukan terjadi
erosi, ekskoriasi, infeksi sekunder
Diagnosis
Menemukan kutu/telur, telur berwarna abu-abu/mengkilat
Pengobatan: malathion 0.5%- 1%, gameksan 1%, benzil
benzoat 25%, Permetrin 1%
Permethrin 1% lotion or shampoo (Nix) is first-line
treatment for pediculosis, except in places with known
permethrin resistance.
Topical therapies should be used twice, at day 0 and again at
day 7 to 10, to fully eradicate lice.
Permethrin 1% lotion (Nix) Apply to damp hair and First-choice treatment per
leave on for 10 minutes, guidelines
then rinse; repeat in seven
days (per package insert

Malathion 0.5% lotion Apply to dry hair enough to Flammable; do not use hair
(Ovide) sufficiently wet the hair dryer, cigarettes, or open
and scalp; allow to dry flame while hair is wet
naturally
Shampoo eight to 12 hours
later, rinse, and use lice
comb
Repeat after seven to nine
days if live lice still are
present

http://www.aafp.org/afp/2012/0915/p535.html
Pedikulosis korporis
Biasanya menyerang orang dewasa dengan higiene buruk
(jarang mencuci pakaian)
Kutu melekat pada serat kapas dan hanya transien ke kulit
untuk menghisap darah
Gejala
Hanya bekas garukan di badan
Diagnosis
Menemukan kutu/telur pada serat kapas pakaian
Pengobatan
Gameksan 1%, benzil benzoat 25%,
malathion 2%, pakaian direbus/setrika
Pedikulosis pubis
Infeksi rambut di daerah pubis dan sekitarnya
Menyerang dewasa (tergolong PMS), dapat
menyerang jenggot/kumis
Dapat menyerang anak-anak, seperti di alis/bulu
mata dan pada tepi batas rambut kepala
Gejala
Gatal di daerah pubis dan sekitarnya, dapat meluas ke
abdomen/dada, makula serulae (sky blue spot), black
dot pada celana dalam
Pengobatan
Gameksan 1%, benzil benzoat 25%
108. Malaria
Malaria the disease

9-14 day incubation


period
Fever, chills, headache,
back and joint pain
Gastrointestinal
symptoms (nausea,
vomiting, etc.)
Malaria the disease
Malaria tertiana: 48h
between fevers (P. vivax
and ovale)

Malaria quartana: 72h


between fevers (P.
malariae)

Malaria tropica: irregular


high fever (P. falciparum)
Tatalaksana Malaria Vivaks dan Ovale
Lini pertama
Menggunakan ACT: artesunat + amodiakuin atau
dihydroartemisinin piperakuin (DHP)
Dosis: sama seperti malaria falciparum, namun
primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0.25
mg/kgBB

Lini kedua (bila resisten terhadap lini pertama)


Kina + primakuin
Dosis:
Kina: 10 mg/kgBB/kali, 3x/hari, PO, selama 7 hari
Primakuin: 0.25 mg/kgBB/hari selama 14 hari (0.5 mg bila
relaps)
Tatalaksana Malaria Malariae dan
Malaria Mix (Falciparum + Vivaks)

Malaria malariae
ACT 1x/hari selama 3 hari

Malaria Mix
ACT
Dosis primakuin hari pertama 0.75 mg/kgBB
Hari 2-14 primakuin dosis 0.25 mg/kgBB
MALARIA
BERAT
Cerebral Malaria
Possible cause:
Binding of
parasitized red cells
in cerebral capillaries
sekuestrasi
severe malaria
permeability of the
blood brain barrier
Excessive induction
ofcytokines

http://www.microbiol.unimelb.edu.au
Pilihan utama Malaria Berat di RS:
Artesunat
Artesunate parenteral Artesunat (AS) diberikan
dengan dosis 2,4 mg/kgBB
tersedia dalam vial yang per-iv, sebanyak 3 kali jam ke
berisi 60 mg serbuk kering 0, 12, 24. Selanjutnya
dan pelarut dalam ampul diberikan 2,4 mg/kgbb per-iv
setiap 24 jam sampai
yang berisi 0,6 ml natrium penderita mampu minum
bikarbonat 5%. obat.
Larutan artesunat bisa
Untuk membuat larutan diberikan secara intramuskular
artesunat dengan dengan dosis yang sama.
mencampur 60 mg serbuk Apabila sudah dapat minum
kering dengan larutan 0,6 obat, pengobatan dilanjutkan
dengan dihydroartemisinin-
ml biknat 5%. Kemudian piperakuin atau ACT lainnya
ditambah larutan Dextrose selama 3 hari + primakuin
5% sebanyak 3-5 cc.
Pilihan lainnya: Artemeter
Artemeter intramuskular Apabila sudah dapat
tersedia dalam ampul minum obat, pengobatan
yang berisi 80 mg dilanjutkan dengan
artemeter dalam larutan dihydroartemisinin-
minyak. piperakuin atau ACT
Artemeter diberikan lainnya selama 3 hari +
dengan dosis 3,2 primakuin
mg/kgBB intramuskular.
Selanjutnya artemeter
diberikan 1,6 mg/kgBB
intramuskular satu kali
sehari sampai penderita
mampu minum obat.
Pilihan lainnya: Kina
Kina per-infus masih Dosis anak-anak : Kina HCl 25
merupakan obat alternatif % (per-infus) dosis 10
untuk malaria berat pada mg/kgBB (jika umur <2 bulan :
daerah yang tidak tersedia 6-8 mg/kgBB) diencerkan
derivat artemisinin parenteral dengan dekstrosa 5% atau
dan pada ibu hamil trimester NaCl 0,9% sebanyak 5-10
pertama. cc/kgBB diberikan selama 4
Dalam bentuk ampul kina jam, diulang setiap 8 jam
hidroklorida 25%. sampai penderita sadar dan
Satu ampul berisi 500 mg/2 dapat minum obat.
ml. Kina tidak boleh diberikan
secara bolus intra vena, karena
toksik bagi jantung dan dapat
menimbulkan kematian.

Pengobatan malaria berat di tingkat Puskesmas dilakukan dengan memberikan artemeter ataupun kina hidroklorida
intramuscular sebagai dosis awal sebelum merujuk ke RS rujukan.
109. Helicobacter Pylori
Bakteri batang gram negatif, berbentuk spiral, memiliki
flagela jamak pada salah satu kutub, motil

Media perkembangbiakan: media Skirrow, media coklat

Tumbuh pada suhu 37 C di lingkungan mikroaerob dalam


3-6 hari

Oksidase (+), katalase (+),


menghasilkan urease

Etiologi dari gastritis dan


ulkus lambung/duodenum
Helicobacter Pylori: Gejala dan Tanda
Patofisiologi
H. pylori masuk ke tubuh menyerang lapisan
lambung kerusakan lapisan lambung terkena
asam lambung ulkus

Gejala dan Tanda


Ulkus rasa nyeri dan terbakar pada ulu hati
terutama saat perut kosong terasa membaik setelah
makan/minum susu atau minum antasida
Kembung, begah, mual, muntah, penurunan BB
BAB berdarah/gelap/hitam (melena), sulit bernapas,
pusing/ pingsan, kulit pucat, muntah berwarna
hitam/kopi, nyeri tajam pada ulu hati
Helicobacter Pylori: Pemeriksaan
Pemeriksaan urin dan feses

Urea Breath Test: menelan cairan yang


mengandung urea bernapas ke kantong kirim
ke lab bila terdapat H. pylori mengubah urea
menjadi CO2 kadar CO2 >>>

Endoskopi Saluran cerna atas

Upper GI test: menelan kontras (barium meal)

CT scan
http://www.webmd.com/digestive-disorders/h-pylori-helicobacter-pylori?page=2
Helicobacter Pylori: Tatalaksana
1-2 minggu pengobatan
Antibiotik (setidaknya 2 jenis): amoxicillin, clarithromycin,
metronidazole, tetracyclin
Bismuth subsalicylate
PPI: omeprazol, lansoprazol, rabeprazol
Anti histamin: cimetidine, ranitidine
Setelah pengobatan: cek urea breath test atau tinja
kembali

Pedoman Pengobatan
Lini Pertama (Triple Therapy)
PPI dengan 2 antibiotik (amoxicillin, klaritomisin, atau metronidazol)
selama 7-14 hari
Lini Kedua (Quadruple Therapy)
PPI, bismuth subsalisilat, tetrasiklin, dan metronidazol
Dragon Kho. Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Infeksi Helicobacter pylori. FKUntar.Jakarta. Indonesia Digital Journals.
110. Pemeriksaan Penunjang Lesi Kulit
Lampu Wood
Sumber sinar UV yang difilter nikel oksida
Untuk memperjelas 3 gambaran penyakit kulit
Organisme tertentu penyebab jamur
Organisme penyebab eritrasma (coral red)
Beberapa kelainan pigmen
Kerokan
Bila dicurigai ada infeksi janur atau skabies
Biopsi Kulit
Biopsi insisi/eksisi
Punch biopsy
Tes Tempel: untuk dermatitis kontak
Mikroskopik
Pewarnaan gram untuk bakteri
Pewarnaan Tzank (Giemsa) untuk lesi akibat virus: didapatkan sel
datia berinti banyak

Brown, RG dan Tony Burns. 2005. Dermatologi ed 8. Jakarta : EMS


Pemeriksaan Penunjang untuk
Lesi Kulit

Pe m e r i k s a a n Diagnosis

Biopsi Kulit Leprae, pathologic diagnostic; skin cancer


Kultur kerokan Jamur dan infeksi bakteri
KOH Infeksi Jamur Kulit
Giemsa Infeksi Chylamdial atau virus
Lampu Wood Jamur pada kulit dan rambut
Pemeriksaan Lampu Wood
Warna Etiologi
Kuning Emas Tinea versicolor M. fufur
Hijau Pucat Trichophyton schoenleini
Hijau Kekuningan Microsporum audouini or M. Canis
(terang)
Tosca - Biru Pseudomonas aeruginosa
Pink Coral Porphyria Cutanea Tarda

Ash-Leaf-Shaped Tuberous Sclerosis


Putih Pucat Hypopigmentation
Coklat-Ungu Hyperpigmentation
Putih terang, Putih Depigmentation, Vitiligo
Kebiruan
Putih terang Albinism
Bluewhite Leprosy
111. Oksiuriasis (Cacing Kremi)
Nama lain: Enterobius
vermicularis

Gejala
Gatal di sekitar dubur
(terutama pada malam hari
pada saat cacing betina
meletakkan telurnya), gelisah
dan sukar tidur
Pemeriksaan: perianal swab
dengan Scotch adhesive tape
Askariasis (Cacing Gelang)
Gejala
Rasa tidak enak pada
perut (gangguan
lambung); kejang perut,
diselingi diare;
kehilangan berat badan;
dan demam.
Nekatoriasis & Ancylostomiasis
(Cacing Tambang)

Gejala:
Mual, muntah,
diare & nyeri ulu
hati; pusing,
nyeri kepala;
lemas dan lelah;
anemia
Trikuriasis (Cacing Cambuk)

Gejala:
nyeri ulu hati, kehilangan
nafsu makan, diare,
anemia, prolaps rektum
Taeniasis (Cacing Pita)
Gejala:
mual, konstipasi, diare;
sakit perut; lemah;
kehilangan nafsu makan;
sakit kepala; berat badan
turun, benjolan pada
jaringan tubuh
(sistiserkosis)
DOC Antihelmintik
JENIS CACING DOC ANTIHELMINTIK Keterangan

Ascaris lumbricoides Mebendazol (95%)* Pada infeksi gabungan


Albendazol (88%)* askaris dan cacing tambang
DOC: Albendazol
Cacing Tambang Albendazol

Trichuris Trichiura Mebendazol

Scistosoma japonicum Prazikuantel

Enterobius vermicularis Mebendazol, albendazol,


pyrantel pamoat
Cacing pita Prazikuantel

http://emedicine.medscape.com/article/996482-medication#2
Nama cacing Cacing dewasa Telur Obat

Ascaris Mebendazole,
lumbricoides pirantel pamoat

Taenia solium Albendazole,


prazikuantel, bedah

Enterobius Pirantel pamoat,


vermicularis mebendazole,
albendazole
Ancylostoma Mebendazole,
duodenale pirantel pamoat,
Necator albendazole
americanus
Schistosoma Prazikuantel
haematobium

Trichuris Mebendazole,
trichiura albendazole

Brooks GF. Jawetz, Melnick & Adelbergs medical microbiology, 23rd ed. McGraw-Hill; 2004.
112.
Difteri
Penyebab : toksin Corynebacterium diphteriae
Organisme:
Basil batang gram positif
Pembesaran ireguler pada salah satu ujung (club shaped)
Setelah pembelahan sel, membentuk formasi seperti huruf cina
atau palisade
Gejala:
Gejala awal nyeri tenggorok
Bull-neck (bengkak pada leher)
Pseudomembran purulen berwarna putih keabuan di faring,
tonsil, uvula, palatum. Pseudomembran sulit dilepaskan. Jaringan
sekitarnya edema.
Edema dapat menyebabkan stridor dan penyumbatan sal.napas

Todar K. Diphtheria. http://textbookofbacteriology.net/diphtheria.html


Demirci CS. Pediatric diphtheria. http://emedicine.medscape.com/article/963334-overview
Difteri
Pemeriksaan :
Pemeriksaan Gram & Kultur; sediaan berasal dari swab
tenggorok, jika bisa diambil dibawah selaput
pseudomembran
Kultur bisa menggunakan medium cystine tellurite blood
agar (CTBA), medium hoyle dan medium tinsdale
medium selektif untuk kultur Corynebacterium diphtheriae
Untuk megisolasi Corynebacterium digunakan agar darah
telurit (Mc Leod), sebagai media selektif, setelah inkubasi
selama 24 jam koloni bakteri terlihat berwarna abu-abu tua-
hitam.
Selanjutnya untuk biakan murni Corynebacterium digunakan
media perbenihan Loeffler dalam tabung

Todar K. Diphtheria. http://textbookofbacteriology.net/diphtheria.html


Demirci CS. Pediatric diphtheria. http://emedicine.medscape.com/article/963334-overview
Pemeriksaan : Pemeriksaan Gram & Kultur;
sediaan berasal dari swab tenggorok, jika bisa
diambil dibawah selaput pseudomembran
Obat:
Antitoksin: 40.000 Unit ADS IM/IV, skin test
Anbiotik: Penisillin prokain 50.000 Unit/kgBB IM per
hari selama 7 hari atau eritromisin 25-50 kgBB dibagi
3 dosis selama 14 hari
Hindari oksigen kecuali jika terjadi obstruksi saluran
repirasi (Pemberian oksigen dengan nasal prongs
dapat membuat anak tidak nyaman dan mencetuskan
obstruksi)
oksigen harus diberikan, jika mulai terjadi obstruksi
saluran respiratorik dan perlu dipertimbangkan
tindakan trakeostomi.
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.
Difteri
Obat (cont)
Jika anak demam ( 39o C) beri parasetamol.
Jika sulit menelan, beri makanan melalui pipa nasogastrik.
Indikasi krikotirotomi/ trakeostomi/intubasi : Terdapat
tanda tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang
berat
Belum terdapat persamaan pendapat mengenai kegunaan
kortikosteroid pada difteri.
Dianjurkan pada kasus difteria yang disertai dengan gejala
obstruksi saluran nafas bagian atas (dapat disertai atau tidak
bullneck) dan bila terdapat penyulit miokarditis.
Pemberian kortikosteroid untuk mencegah miokarditis ternyata
tidak terbukti.
Dosis : Prednison 1,0-1,5 mg/kgBB/hari, po tiap 6-8 jam pada
kasus berat selama 14 hari.
Tindakan Kesehatan Masayarakat
Rawat anak di ruangan isolasi
Lakukan imunisasi pada anak serumah sesuai
dengan riwayat imunisasi
Berikan eritromisin pada kontak serumah
sebagai tindakan pencegahan (12.5 mg/kgBB,
4xsehari, selama 3 hari)
Lakukan biakan usap tenggorok pada keluarga
serumah

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.


113. Keganasan Pada Kulit
Karsinoma Sel Basal Karsinoma Sel Skuamosa
Berasal dari sel epidermal Berasal dari sel epidermis.
pluripoten. Faktor predisposisi: Etiologi: sinar matahari, genetik,
lingkungan (radiasi, arsen, paparan herediter, arsen, radiasi,
sinar matahari, trauma, ulkus hidrokarbon, ulkus sikatrik
sikatriks), genetik Usia tersering 40-50 tahun
Usia di atas 40 tahun Dapat bentuk intraepidermal
Biasanya di daerah berambut, Dapat bentuk invasif: mula-mula
invasif, jarang metastasis berbentuk nodus keras, licin,
Bentuk paling sering adalah kemudian berkembang menjadi
nodulus: menyerupai kutil, tidak verukosa/papiloma. Fase lanjut
berambut, berwarna coklat/hitam, tumor menjadi keras, bertambah
berkilat (pearly), bila melebar besar, invasif, dapat terjadi
pinggirannya meninggi di tengah ulserasi. Metastasis biasanya
menjadi ulkus (ulcus rodent) melalui KGB.
kadang disertai talangiektasis,
teraba keras

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Melanoma Maligna SCC

Etiologi
Belum pasti. Mungkin faktor
herediter atau iritasi berulang
pada tahi lalat
Usia 30-60 tahun
Bentuk: BCC
Superfisial: Bercak dengan
warna bervariasi, tidak teratur,
berbatas tegas, sedikit
penonjolan
Nodular: nodus berwarna biru
kehitaman dengan batas tegas
Lentigo melanoma maligna:
plakat berbatas tegas, coklat
kehitaman, meliputi muka
Prognosis buruk MM
114. PITIRIASIS ROSEA
Dermatitis eritroskuamosa yang disebabkan
oleh infeksi virus (self limiting disease)
Dimulai dengan lesi inisial berbentuk eritema
berskuama halus dengan kolaret (herald
patch)
Disusul oleh lesi yang lebih kecil di badan,
lengan dan paha atas, tersusun sesuai lipatan
kulit (inverted chrismas tree appearance)
Th/ simptomatik
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 197
Studberg DL, et al. Pityriasis Rosea. American Family Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91
Herald patch with collarette of scale at the margin

Studberg DL, et al. Pityriasis Rosea. American Family Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91
115. Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal akut (GGA) ialah penurunan fungsi ginjal mendadak
yang mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk
mempertahankan homeostasis
Terdapat peningkatan kadar kreatinin darah secara progresif 0,5
mg/dL per hari dan peningkatan ureum sekitar 10-20 mg/dL per
hari.
GGA dapat bersifat oligurik dan non-oligurik.
Oliguria ialah produksi urin <1 ml/kgBB/ jam untuk neonatus dan <0,8
ml/kgBB/jam untuk bayi dan anak.
Jenis GGA
GGA prarenal: dehidrasi, syok, perdarahan, gagal jantung, sepsis
GGA renal: pielonefritis, glomerulonefritis, nefrotoksisitas karena obat
atau kemoterapi, lupus nefritis, nekrosis tubular akut, SHU, HSP
GGA pascarenal: keracunan jengkol, batu saluran kemih, obstruksi
saluran kemih, sindrom tumor lisis, buli-buli neurogenik
Tatalaksana Medikamentosa GGA
Terapi sesuai penyakit primer Pemberian diuretik pada GGA
Bila terdapat infeksi, dosis renal dengan furosemid 1-2
antibiotik disesuaikan dengan mg/kgBB dua kali sehari dan
beratnya penurunan fungsi dapat dinaikkan secara
ginjal bertahap sampai maksimum
Pemberian cairan disesuaikan 10 mg/kgBB/kali. (pastikan
dengan keadaan hidrasi kecukupan sirkulasi dan bukan
merupakan GGA pascarenal).
Koreksi gangguan Bila gagal dengan
ketidakseimbangan cairan medikamentosa, maka
elektrolit dilakukan dialisis peritoneal
Natrium bikarbonat untuk atau hemodialisis.
mengatasi asidosis metabolik
sebanyak 1-2 mEq/kgBB/ hari
sesuai dengan beratnya
asidosis
116. Glomerulonefritis akut Pasca
Streptokokus
Glomerulonefritis akut ditandai dengan edema, hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (sindrom nefritik) di mana
terjadi inflamasi pada glomerulus
Acute poststreptococcal glomerulonephritis is the archetype of
acute GN
GNA pasca streptokokus terjadi setelah infeksi GABHS nefritogenik
deposit kompleks imun di glomerulus
Diagnosis
Anamnesis: Riwayat ISPA atau infeksi kulit 1-2 minggu sebelumnya,
hematuri nyata, kejang atau penurunan kesadaran, oliguri/anuri
PF: Edema di kedua kelopak mata dan tungkai, hipertensi, lesi bekas
infeksi, gejala hipervolemia seperti gagal jantung atau edema paru
Penunjang: Fungsi ginjal, komplemen C3, urinalisis, ASTO
Terapi: Antibiotik (penisilin, eritromisin), antihipertensi, diuretik

Geetha D. Poststreptococcal glomerulonephritis. http://emedicine.medscape.com/article/240337-overview


Mekanisme GNAPS
Terperangkapnya kompleks antigen-antibodi
dalam glomerulus yang kemudian akan merusak
glomerulus
Proses autoimun kuman Streptokokus yang
bersifat nefritogenik dalam tubuh menimbulkan
badan autoimun yang merusak protein
glomerulus (molecular mimicry)
Streptokokus nefritogenik dan membran basalis
glomerulus mempunyai komponen antigen yang
sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membran basalis glomerulus.
Sindrom Nefritik Akut
Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis
Proteinuria, hematuria, dan adanya silinder eritrosit
Peningkatan ureum dan kreatinin
ASTO meningkat (ASTO: the antibody made
against streptolysin O, an immunogenic, oxygen-
labile hemolytic toxin produced by most strains of
group A)
Komplemen C3 menurun pada minggu pertama
Hiperkalemia, asidosis metabolik,
hiperfosfatemia, dan hipokalsemia pada
komplikasi gagal ginjal akut
Penatalaksanaan
The major goal is to control edema and blood pressure
During the acute phase of the disease, restrict salt and water. If significant edema
or hypertension develops, administer diuretics.
Loop diuretics (Furosemide 1 mg/kg/kali, 2-3 kali per hari)
For hypertension not controlled by diuretics, usually calcium channel blockers or angiotensin-
converting enzyme inhibitors are useful
Restricting physical activity is appropriate in the first few days of the illness but is
unnecessary once the patient feels well
Specific therapy:
Treat patients, family members, and any close personal contacts who are infected.
Throat cultures should be performed on all these individuals. Treat with oral penicillin G (250 mg qid
for 7-10 d) or with erythromycin (250 mg qid for 7-10 d) for patients allergic to penicillin
This helps prevent nephritis in carriers and helps prevent the spread of nephritogenic strains to
others
Indications for dialysis include life-threatening hyperkalemia and clinical
manifestations of uremia
117. Limfadenitis TB
Pembesaran kelenjar limfe di daerah leher, aksila,
atau inguinal dapat menjadi tanda adanya TB
anak
Umumnya pembesaran kelenjar bersifat multipel,
tidak nyeri, tidak panas, perabaan kenyal, pada
awalnya warna sama dengan sekitarnya lama
kelamaan berubah menjadi livide (merah
kebiruan)
Pembesaran kelenjar ini harus dibedakan dengan
limfadenitis akibat bakteri, umumnya bersifat
soliter, nyeri, warna lebih merah.
Limfadenitis TB
Gambaran PA TB
kelenjar:
Inflamasi granulomatosa
kronik spesifik dengan
nekrosis perkejuan/
kaseosa.
Karakteristik morfologik:
granuloma tuberkel:
giant multinucleated
cells (Langhans cells),
dikelilingi dengan
agregasi sel-sel epiteloid,
Limfosit sel T, dan
beberapa fibroblas.
Terapi
Anak dengan TB paru atau limfadenitis TB
dapat diberikan regimen 2RHZ/4RH
Kecuali pada anak yang tinggal di daerah dengan
prevalensi HIV yang tinggi atau resistensi isoniazid
yang tinggi, atau anak dengan TB paru yang
ekstensif diberikan 2RHZE/4RH

WHO. Rapid advice treatment of tuberculosis in children. http://whqlibdoc.who.int/publications/2010/9789241500449_eng.pdf


118. Croup
Croup (laringotrakeobronkitis
viral) adalah infeksi virus di
saluran nafas atas yang
menyebabkan penyumbatan
Merupakan penyebab stridor
tersering pada anak
Gejala: batuk menggonggong
(barking cough), stridor,
demam, suara serak, nafas
cepat disertai tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam
Steeple sign
Pemeriksaan
Croup is primarily a clinical diagnosis
Laboratory test results rarely contribute to confirming this
diagnosis. The complete blood cell (CBC) count may suggest a viral
cause with lymphocytosis
Radiography : verify a presumptive diagnosis or exclude other
disorders causing stridor.
The anteroposterior (AP) radiograph of the soft tissues of the neck
classically reveals a steeple sign (also known as a pencil-point sign),
which signifies subglottic narrowing
Lateral neck view may reveal a distended hypopharynx (ballooning)
during inspiration
Laryngoscopy is indicated only in unusual circumstances (eg, the
course of illness is not typical, the child has symptoms that suggest
an underlying anatomic or congenital disorder)
Klasifikasi dan Penatalaksanaan
Ringan Berat
Gejala: Gejala:
Demam Stridor saat istirahat
Takipnea
Suara serak
Retraksi dinding dada bagian
Batuk menggonggong bawah
Stridor bila anak gelisah Terapi:
Terapi: Steroid (dexamethasone) dosis
tunggal (0,6 mg/kg IM/PO)
Rawat jalan dapat diulang dalam 6-24 jam
Pemberian cairan oral, Epinefrin 1:1000 2 mL dalam 2-
ASI/makanan yang sesuai 3 mL NS, nebulisasi selama 20
Simtomatik menit

WHO. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. WHO; 2008.
119. Newborn Baby
USIA GESTASI BERAT BADAN
Neonatus Kurang Bulan (Pre-term
infant) : Usia gestasi < 37 minggu BBL rendah: berat badan <
Neonatus Lebih Bulan (Post-term 2500
infant) : Usia gestasi > 42 minggu BBL sangat rendah : berat
Neonatus Cukup Bulan (Term-infant) : badan bayi baru lahir kurang
Usia gestasi 37 s/d 42
dari 1500 gram.
BERAT LAHIR BERDASARKAN USIA GESTASI BBL sangat-sangat rendah :
Small for Gestational Age (SGA, Kecil berat badan bayi baru lahir
Masa Kehamilan) : Berat lahir dibawah kurang dari 1000 gram.
2SD / persentil 10th dari populasi usia
gestasi yang sama
Large for Gestational Age (LGA, Besar
Masa Kehamilan) : Berat lahir diatas
persentil 90 untuk populasi usia gestasi
yang sama
Appropriate for Gestational Age (Sesuai
Masa Kehamilan) : Diantaranya
The Fetus and the Neonatal Infant. Nelson
Textbook of Pediatrics 17 th ed
Lubchenco Intrauterine Growth Curve

Week of Gestation (26 to 42 weeks)


Intrauterine Growth as Estimated From Liveborn Birth-Weight Data at 24 to 42 Weeks of Gestation, by Lula O. Lubchenco et al,Pediatrics,
1963;32:7938007:403
120. PNEUMONIA
Inflammation of the parenchyma of the lungs

http://emedicine.medscape.com/article/967822
Patologi Pneumonia
Basil yang masuk bersama sekret Akan tampak 4 zona pada
bronkus ke dalam alveoli daerah parasitik terset yaitu
menyebabkan reaksi radang :
edema seluruh alveoli disusul Zona luar : alveoli yang tersisi
dengan bakteri dan cairan
dengan infiltrasi sel-sel PMN dan edema.
diapedesis eritrosit terjadi Zona permulaan konsolidasi :
permulaan fagositosis sebelum terdiri dari PMN dan beberapa
eksudasi sel darah merah.
terbentuknya antibodi.
Zona konsolidasi yang luas :
Sel-sel PMN mendesak bakteri ke daerah tempat terjadi fagositosis
permukaan alveoli dan dengan yang aktif dengan jumlah PMN
yang banyak.
bantuan leukosit yang lain Zona resolusi : daerah tempat
melalui psedopodosis sitoplasmik terjadi resolusi dengan banyak
mengelilingi bakteri tersebut bakteri yang mati, leukosit
danalveolar makrofag.
kemudian dimakan.

Pneumonia. PDPI
Klasifikasi berdasarkan predileksi
Pneumonia lobaris
pada satu lobus atau segmen
Bronkopneumonia.
Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada
lapangan paru.
Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus.
Sering pada bayi dan orang tua.
Pneumonia interstisial
Item Lobar pneumonia Bronchopneumonia
Age Lobar pneumonia Occurs in Extremes of ages
otherwise infants, olds and those
healthy individuals between 30 - 50 suffering
years of age (Young and adults) from chronic debilitating illness
or immuno-suppression.
Organism Mostly pneumococci (strep. Mixed organisms: viral,
Pneumonia) Staphylococci, Streptococci,
H. influenzae, Proteus and
Pseudomonas
Grossly Lobar or segmental consolidation Patchy, bilateral of both
lungs
Pneumonia
Tanda utama menurut WHO: fast breathing & lower chest indrawing
Signs and symptoms :
Non respiratory: fever, headache, fatigue, anorexia, lethargy, vomiting and
diarrhea, abdominal pain
Respiratory: cough, chest pain, tachypnea , grunting, nasal flaring,
subcostal retraction (chest indrawing), cyanosis, crackles and rales (ronchi)

Fast breathing (tachypnea)


Respiratory thresholds
Age Breaths/minute
< 2 months 60
2 - 12 months 50
1 - 5 years 40
Diagnosis Pneumonia (WHO)

SEVERE PNEUMONIA

VERY SEVERE PNEUMONIA


NO PNEUMONIA

No PNEUMONIA Di Batuk dan/atau dyspnea Dalam keadaan


tachypnea, ditambah min salah satu:
no chest
samping yang sangat berat
batuk Kepala terangguk-angguk dapat dijumpai:
indrawing
atau Pernapasan cuping
hidung Tidak dapat
kesulitan Tarikan dinding dada menyusu atau
bernapas, bagian bawah ke dalam minum/makan,
hanya Foto dada menunjukkan atau
terdapat infiltrat luas, konsolidasi memuntahkan
napas Selain itu bisa didapatkan semuanya
cepat pula tanda berikut ini:
Kejang, letargis
saja. takipnea
atau tidak
Suara merintih (grunting)
pada bayi muda sadar
Pada auskultasi Sianosis
terdengar: crackles Distres
(ronkii), Suara pernapasan
pernapasan menurun,
suara napas bronkial berat
Tatalaksana Pneumonia
PNEUMONIA
NO PNEUMONIA

SEVERE-VERY SEVERE PNEUMONIA


rawat jalan ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau
Do Kotrimoksasol IM setiap 6 jam). Bila anak memberi respons yang
not (4 mg TMP/kg baik dlm 24-72 jam, lanjutkan selama 5 hari.
adm BB/kali) 2 kali Selanjutnya dilanjutkan dgn amoksisilin PO (15
inist sehari selama mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari
er 3 hari atau berikutnya.
an Amoksisilin Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam,
anti (25 mg/kg atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat
bioti BB/kali) 2 kali menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan
c sehari selama semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar,
3 hari. sianosis, distres pernapasan berat) maka
ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM
atau IV setiap 8 jam).
Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat,
segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi
ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100
mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter
nasofaringeal.
Kelainan Radiologis pada Paru
Pneumonia lobaris Characteristically, there is homogenous opacification in a lobar pattern. The
opacification can be sharply defined at the fissures, although more commonly
there is segmental consolidation. The non-opacified bronchus within a
consolidated lobe will result in the appearance of air bronchograms.

Pneumonia associated with suppurative peribronchiolar inflammation and subsequent patchy


lobularis/ consolidation of one or more secondary lobules of a lung in response to a
bronkopneumonia bacterial pneumonia: multiple small nodular or reticulonodular opacities which
tend to be patchy and/or confluent.
Asthma pulmonary hyperinflation Increased Bronchial wall markings (most characteristic)
Associated with thicker Bronchial wall, inflammation
Flattening of diaphragm (Associated with chronic inflammation or Associated
with accessory muscle use)
Hyperinflation (variably present)
Patchy infiltrates (variably present) from Atelectasis

bronkiolitis Hyperexpansion (showed by diaphragm flattening), hyperluscent,


Peribronchial thickening, hilar prominence
Variable infiltrates or Viral Pneumonia
Acute bronchitis Interstitial shadowing, signs of hyperinflation, hila prominence with hazy outlines,
hazy peribronchial markings
Bronchopneumonia
Pneumonia Lobaris

Etiology:
Pneumococcus
Mycoplasma
Gram negative organisms
Legionella
Bronchiolitis

The x-ray shows lung hyperinflation with a flattened diaphragm and opacification in the right lung apex (red
circle) and left lung base (blue circle) from atelectasis. Obviously, the same changes can be seen in the x-ray
of a child with acute asthma. This is one reason why children with acute asthma are often misdiagnosed as
having pneumonia.
121. Demam rematik
Penyakit sistemik yang terjadi setelah faringitis akibat
GABHS (Streptococcus pyogenes)
Usia rerata penderita: 10 tahun
Komplikasi: penyakit jantung reumatik
Demam rematik terjadi pada sedikit kasus faringitis
GABHS setelah 1-5 minggu
Pengobatan:
Pencegahan dalam kasus faringitis GABHS: penisilin/
ampisilin/ amoksisilin/ eritromisin/ sefalosporin generasi I
Dalam kasus demam rematik:
Antibiotik: penisilin/eritromisin
Antiinflamasi: aspirin/kortikosteroid
Untuk kasus korea: fenobarbital/haloperidol/klorpromazin
Chin TK. Pediatric rheumatic fever. http://emedicine.medscape.com/article/1007946-overview
Behrman RE. Nelsons textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011.
Ket: ASO=ASTO
Physical Findings
Migratory Polyarthritis Characteristic murmurs of
is the most common symptom acute carditis include
(polyarticular, fleeting, and the high-pitched, blowing,
involves the large joints) holosystolic, apical murmur of
frequently the earliest mitral regurgitation;
manifestation of acute the low-pitched, apical, mid-
rheumatic fever (70-75%). diastolic, flow murmur (Carey-
Carditis: Coombs murmur);
and a high-pitched,
(40% of patients) decrescendo, diastolic murmur
and may include cardiomegaly, of aortic regurgitation heard at
new murmur, congestive heart the aortic area.
failure, and pericarditis, with or Murmurs of mitral and aortic
without a rub and valvular stenosis are observed in
disease. chronic valvular heart disease.
Physical Findings
Subcutaneous nodules (ie, Aschoff bodies):
10% of patients and are edematous, fragmented collagen fibers.
They are firm, painless nodules on the extensor surfaces of the wrists,
elbows, and knees.
Erythema marginatum:
5% of patients.
The rash is serpiginous and long lasting.
Chorea (also known as Sydenham chorea and "St Vitus dance"):
occurs in 5-10% of cases
consists of rapid, purposeless movements of the face and upper
extremities.
Onset may be delayed for several months and may cease when the
patient is asleep.
Rheumatic fever-treatment
Bed rest 2-6 weeks(till inflammation subsided)
Supportive therapy - treatment of heart failure
Anti-streptococcal therapy - Benzathine penicillin(long acting) 1.2
million units once(IM injection) or oral penicillin V 10 days, if allergic
to penicillin erythromycin 10 days (antibiotic is given even if throat
culture is negative)
Anti-inflammatory agents
Aspirin in anti-inflammatory doses effectively reduces all
manifestations of the disease except chorea, and the response
typically is dramatic.
Aspirin 100 mg/kg per day for arthritis and in the absence of carditis- for 4-6 weeks
to be tapered off
Corticosteroids If moderate to severe carditis is present as indicated by cardiomegaly,
third-degree heart block, or CHF, add PO prednisone to salicylate therapy -2 mg/kg per day
for 2-6 weeks to be tapered off
Rheumatic fever- prevention
Secondary prevention prevention of recurrent
attacks
Benzathine penicillin G 1.2 million units IM SD
Penicillin V 250 mg twice daily orally
Or If allergic Erythromycin 250 mg twice
daily orally
Rheumatic fever- prevention
Duration of secondary rheumatic fever prophylaxis
Rheumatic fever + carditis + persistent valve
disease - 10 years since last episode or until 40
years of age, sometimes life long
Rheumatic fever + carditis + no valvar disease
10 years or well into adulthood whichever is
longer
Rheumatic fever without carditis - 5 years or until
21 years whichever is longer
(Continous prophylaxis is important since patient may have
asymptomatic GAS infection)
122. Resusitasi Neonatus
Kattwinkel J, Perlman JM. Part 15: neonatal resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for
Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909 S919
Rekomendasi utama untuk resusitasi
neonatus:
Penilaian setelah langkah awal ditentukan oleh penilaian simultan
dua tanda vital yaitu frekuensi denyut jantung dan pernapasan.
Oksimeter digunakan untuk menilai oksigenasi karena penilaian
warna kulit tidak dapat diandalkan.
Untuk bayi yang lahir cukup bulan sebaiknya resusitasi dilakukan
dengan udara dibanding dengan oksigen 100%.
Oksigen tambahan diberikan dengan mencampur oksigen dan udara
(blended oxygen , dan pangaturan konsentrasi dipandu berdasarkan
oksimetri.
Bukti yang ada tidak cukup mendukung atau menolak dilakukannya
pengisapan trakea secara rutin pada bayi dengan air ketuban
bercampur mekonium, bahkan pada bayi dalam keadaan depresi.
Penjepitan talipusat harus ditunda sedikitnya sampai satu menit
untuk bayi yang tidak membutuhkan resusitasi. Bukti tidak cukup
untuk merekomendasikan lama waktu untuk penjepitan talipusat
pada bayi yang memerlukan resusitasi.
Pemberian Oksigen
Target saturasi oksigen dapat dicapai dengan memulai
resusitasi dengan udara atau oksigen campuran
(blended oxygen) dan dilakukan titrasi konsentrasi
oksigen untuk mencapai SpO2 sesuai target.
Jika oksigen campuran tidak tersedia, resusitasi
dimulai dengan udara kamar.
Jika bayi bradikardia (kurang dari 60 per menit) setelah
90 detik resusitasi dengan oksigen konsentrasi rendah,
konsentrasi oksigen ditingkatkan sampai 100% hingga
didapatkan frekuensi denyut jantung normal.
Teknik Ventilasi dan Kompresi
Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
Jika bayi tetap apnu atau megap-megap, atau jika
frekuensi denyut jantung kurang dari 100 per menit
setelah langkah awal resusitasi, VTP dimulai.
Pernapasan awal dan bantuan ventilasi
Bantuan ventilasi harus diberikan dengan frekuensi
napas 40 60 kali per menit untuk mencapai dan
mempertahankan frekuensi denyut jantung lebih dari
100 per menit. Penilaian ventilasi awal yang adekuat
ialah perbaikan cepat dari frekuensi denyut jantung.

Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation a nd
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909S919.
Teknik Ventilasi dan Kompresi
Kompresi dada
Indikasi kompresi dada ialah jika frekuensi denyut jantung kurang dari 60
per menit setelah ventilasi adekuat dengan oksigen selama 30 detik.
Untuk neonatus, rasio kompresi: ventilasi = 3:1 (1/2 detik untuk masing-
masing).
Pernapasan, frekuensi denyut jantung, dan oksigenasi harus dinilai secara
periodik dan kompresi ventilasi tetap dilakukan sampai frekuensi denyut
jantung sama atau lebih dari 60 per menit.
Kompresi dada dilakukan pada 1/3 bawah sternum dengan kedalaman 1/3
dari diameter antero-posterior dada.
Teknik kompresi: (1) teknik kompresi dua ibu jari dengan jari-jari
melingkari dada dan menyokong bagian punggung, (2) teknik kompresi
dengan dua jari dimana tangan lain menahan bagian punggung
Pada kompresi, dada harus dapat berekspansi penuh sebelum kompresi
berikutnya, namun jari yang melakukan kompresi tidak boleh
meninggalkan posisi di dada.

Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation a nd
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909S919.
Indicator of Successful Resuscitation
A prompt increase in heart rate remains the most sensitive
indicator of resuscitation efficacy (LOE 5 5).
Of the clinical assessments, auscultation of the heart is the most
accurate, with palpation of the umbilical cord less so.
There is clear evidence that an increase in oxygenation and
improvement in color may take many minutes to achieve, even in
uncompromised babies.
Furthermore, there is increasing evidence that exposure of the
newly born to hyperoxia is detrimental to many organs at a cellular
and functional level.
For this reason color has been removed as an indicator of
oxygenation or resuscitation efficacy.
Respirations, heart rate, and oxygenation should be reassessed
periodically, and coordinated chest compressions and ventilations
should continue until the spontaneous heart rate is 60 per
minute
Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation a nd
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909S919.
Kapan menghentikan resusitasi?
Pada bayi baru lahir tanpa adanya denyut
jantung, dianggap layak untuk menghentikan
resusitasi jika detak jantung tetap tidak terdeteksi
setelah dilakukan resusitasi selama 10 menit
(kelas IIb, LOE C).
Keputusan untuk tetap meneruskan usaha
resusitasi bisa dipertimbangkan setelah
memperhatikan beberapa faktor seperti etiologi
dari henti hantung pasien, usia gestasi, adanya
komplikasi, dan pertimbangan dari orangtua
mengenai risiko morbiditas.

Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation a nd
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909S919.
123. Keracunan Sianida
Sianida (CN) merupakan racun yang sangat toksik
garam sianida dosis kecil dapat menyebabkan kematian
dengan cepat
Kematian akibat keracunan CN umumnya pada
pembunuhan atau bunuh diri
Adanya racun dalam umbi gadung sudah sejak lama
diketahui. Jenis racun yang ada antara lain:
Dioscorin: Dioskorin dilaporkan memiliki sifat sebagai
antioksidan, antiinflamatori, anti serangga, antipatogen
serta memperlihatkan aktivitas inhibisi terhadap tripsin.
HCN (sianida) dikenal sebagai racun yang mematikan. HCN
akan menyerang langsung dan menghambat sistem antar
ruang sel, yaitu menghambat sistem cytochroom oxidase
dalam sel-sel, hal ini menyebabkan zat pembakaran
(oksigen) tidak dapat beredar ketiap-tiap jaringan sel-sel
dalam tubuh
Hidrogen sianida (HCN) atau racun asam biru adanya
bercak warna biru pada singkong
Menjadi toksin (racun) bila dikonsumsi pada kadar HCN
lebih dari 50 ppm.
Mekanisme kerja sianida dalam tubuh
Hidrogen sianida menginaktivasi enzim sitokrom oksidase dalam
mitokondria sel dengan mengikat Fe3 + / Fe2 + yang terkandung
dalam enzim penurunan dalam pemanfaatan oksigen dalam
jaringan oksigen menurun terutama jaringan otak asfiksia,
hipoksia dan kejang.
Sianida menyebabkan peningkatan glukosa darah dan kadar
asam laktat dan penurunan ATP / ADP rasio yang menunjukkan
pergeseran dari aerobik untuk metabolisme anaerobik.
Penatalaksanaan pasien keracunan sianida oleh petugas
medis adalah sbb :
1. Stabilisasi pasien melalui penatalaksanaan jalan nafas, fungsi
pernafasan dan sirkulasi
2. Rangsang muntah dan kumbah lambung dilakukan tidak boleh
dari 4 jam setelah mengkonsumsi singkong beracun.
3. Pemberian arang aktif dengan dosis 1 g/kg atau 30-100 gram
dan anak-anak 15 30 gram
4. Antidotum : antidotum diberikan jika pasen mengalami
penurunan kesadaran atau koma
Natrium siosulfat 25% melalui intravena
Amyl nitrit
Natrium nitrit 3%
Larutan hydroxocobalamin 40%
Dimethylaminophenol (4-DMAP) 5%
Larutan Dicobalt edetat 1,5%
124. Cerebral Palsy
Cerebral palsy (CP) describes a group of permanent disorders of the
development of movement and posture, causing activity limitation,
that are attributed to non-progressive disturbances that occurred in
the developing fetal or infant brain.
The motor disorders of cerebral palsy are often accompanied by
disturbances of sensation, perception, cognition, communication,
and behaviour, by epilepsy, and by secondary musculoskeletal
problems. Rosenbaum et al, 2007
Although the lesion is not progressive, the clinical manfestations
change over time
CP is caused by a broad group of developmental, genetic,
metabolic, ischemic, infectious, and other acquired etiologies that
produce a common group of neurologic phenotypes
Behrman: Nelson Textbook of Pediatrics, 17th ed
Cerebral Palsy Risk factor
Clinical Manifestation
CP is generally divided into several major motor syndromes
that differ according to the pattern of neurologic involvement,
neuropathology, and etiology
Clinical Manifestation
Spastic hemiplegia: decreased spontaneous movements on the affected
side, the arm is often more involved than the leg. Spasticity is apparent in
the affected extremities, particularly the ankle, causing an equinovarus
deformity of the foot
Spastic diplegia is bilateral spasticity of the legs greater than in the arms.
Examination: spasticity in the legs with brisk reflexes, ankle clonus, and a
bilateral Babinski sign. When the child is suspended by the axillae, a
scissoring posture of the lower extremities is maintained
Spastic quadriplegia is the most severe form of CP because of marked
motor impairment of all extremities and the high association with mental
retardation and seizures
Athetoid CP, also called choreoathetoid or extrapyramidal CP, is less
common than spastic cerebral palsy. Affected infants are characteristically
hypotonic with poor head control and marked head lag
Tujuan Terapi Cerebral Palsy
Tujuan terapi pasien cerebral palsy adalah membantu pasien dan
keluarganya memperbaiki fungsi motorik dan mencegah deformitas serta
penyesuaian emosional dan pendidikan sehingga penderita sesedikit
mungkin memerlukan pertolongan orang lain dan diharapkan penderita
bisa mandiri dalam melakukan aktivitas kehidupannya di kemudian hari.
Diperlukan tatalaksana terpadu/multi disipliner mengingat masalah yang
dihadapi sangat kompleks, dan merupakan suatu tim antara dokter anak,
dokter saraf, dokter jiwa, dokter mata, dokter THT, dokter ortopedi,
psikolog, rehabilitasi medik, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan
orang tua penderita.
Jenis rehabilitasi medik yang diperlukan pada CP: fisioterapi, terapi wicara,
okupasional (termasuk rekreasional di dalamnya), dan ortotik protese
125. Ikterus yang Berhubungan dengan ASI

Breast Feeding Jaundice (BFJ) Breast Milk Jaundice (BMJ)


Disebabkan oleh kurangnya asupan Berhubungan dengan pemberian
ASI sehingga sirkulasi enterohepatik ASI dari ibu tertentu dan
meningkat (pada hari ke-2 atau 3 saat bergantung pada kemampuan
ASI belum banyak)
bayi mengkonjugasi bilirubin
indirek
Timbul pada hari ke-2 atau ke-3 Kadar bilirubin meningkat pada
Penyebab: asupan ASI kurang hari 4-7
cairan & kalori kurang penurunan Dapat berlangsung 3-12 minggu
frekuensi gerakan usus ekskresi tanpa penyabab ikterus lainnya
bilirubin menurun Penyebab: 3 hipotesis
Inhibisi glukuronil transferase oleh
hasil metabolisme progesteron
yang ada dalam ASI
Inhibisi glukuronil transferase oleh
asam lemak bebas
Peningkatan sirkulasi enterohepatik
Indikator BFJ BMJ
Awitan Usia 2-5 hari Usia 5-10 hari
Lama 10 hari >30 hari
Volume ASI asupan ASI kurang cairan & Tidak tergantung dari volume ASI
kalori kurang penurunan
frekuensi gerakan usus
ekskresi bilirubin menurun
BAB Tertunda atau jarang Normal
Kadar Bilirubin Tertinggi 15 mg/dl Bisa mencapai >20 mg/dl
Pengobatan Tidak ada, sangat jarang Fototerapi, Hentikan ASI jika kadar
fototerapi Teruskan ASI bilirubin > 16 mg/dl selama lebih
disertai monitor dan evaluasi dari 24 jam (untuk diagnostik)
pemberian ASI AAP merekomendasikan
pemberian ASI terus menerus dan
tidak menghentikan
Gartner & Auerbach
merekomendasikan penghentian
ASI pada sebagian kasus
For healthy term infants with breast milk or breastfeeding
jaundice and with bilirubin levels of 12 mg/dL to 17 mg/dL, the
following options are acceptable: Increase breastfeeding to 8-12
times per day and recheck the serum bilirubin level in 12-24
hours.
Temporary interruption of breastfeeding is rarely needed and is
not recommended unless serum bilirubin levels reach 20 mg/dL.
For infants with serum bilirubin levels from 17-25 mg/dL, add
phototherapy to any of the previously stated treatment options.
The most rapid way to reduce the bilirubin level is to interrupt
breastfeeding for 24 hours, feed with formula, and use
phototherapy; however, in most infants, interrupting
breastfeeding is not necessary or advisable

Breast Milk Jaundice Treatment & Management. Medscape.com


126. Kolera B
Infeksi usus oleh Vibrio cholerae
Bakteri anaerobik fakultatif,
batang gram negatif yang melengkung
berbentuk koma,
tidak membentuk spora
Memiliki single, sheathed, polar flagellum
Gejala klinis (sangat cepat (24-48 jam)):
Diare sekretorik profuse, tidak berbau,
bersifat tidak nyeri, seperti warna air
cucian beras
Muntah tidak selalu ada
Dehidrasi berlangsung sangat cepat,
dengan komplikasi gagal ginjal akut, syok,
dan kematian
Abdominal cramps

Thaker VV. Cholera. http://emedicine.medscape.com/article/962643-overview


Vibrio Cholerae
PATHOPHYSIOLOGY OF CHOLERA

V. cholerae
activation of ion
accumulates in increase cAMP
channels
stomach

NaCl influx into


G- protein stuck in
Produces exotoxins intestinal lumen to
"on" position
drag water into lumen

Toxins will bind to G-


protein coupled lead to watery
Inactivation of GTPase
receptor (ganglioside diarrhea
receptor)
TERAPI
Rehidrasi sesuai dengan status dehidrasi
pasien
Antibiotik, diindikasikan pada pasien
dengan dehidrasi berat di atas 2 tahun.
Antibiotik yang sensitif untuk strain
vibrio cholerae : Tetrasiklin, doksisiklin,
kotrimoksazol, eritromisin, dan
kloramfenikol
Erythromycin 12.5 mg/kg/ 6 hours for 3
days.
azithromycin, 20 mg/kg, in a single dose,
without exceeding 1 g
Tetrasiklin:
<8 years: Not recommended
Single dose: 25 mg/kg PO; not to exceed
1 g/dose
Sumber: WHO Cholera. 2011. | emedicine | PAHO
Multiple dose: 40 mg/kg/day PO divided
q6hr for 3 days; not to exceed 2 g/day
Guidelines for Cholera Treatment with Antibiotics
DOC FOR SPECIAL
RECOMMENDATION DOC ALTERNATE
POPULATIONS

Ab for cholera Erythromycin is


WHO patients with severe Doxycycline Tetracycline recommended drug
dehydration only for children

Erythromycin or
azithromycin DOC for
Ab for cholera pregnant women and
patients with Ciprofloxacin children
PAHO Doxycycline
moderate or severe Azithromycin Ciprofloxacin &
dehydration doxycycline as
second-line for
children

Ab for severely Erythromycin


MSF dehydrated patients Doxycycline Cotrimoxazole
only Chloramphenicol
127. TETANUS
4 Macam Manifestasi klinis Tetanus
Tetanus lokal
kekakuan dan spasme yang menetap disertai rasa sakit pada otot disekitar atau
proksimal luka.
Tetanus lokal dapat berkembang menjadi tetanus umum.
Tetanus sefalik
Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi 1-2 hari, yang
disebabkan oleh luka pada daerah kepala atau otitis media kronis.
Gejalanya berupa trismus, disfagia, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus kranial.
Tetanus sefal jarang terjadi, dapat berkembang menjadi tetanus umum dan
prognosisnya biasanya jelek.
Tetanus umum/generalisata
Gejala klinis dapat berupa berupa trismus, iritable, kekakuan leher, susah menelan,
kekakuan dada dan perut (opistotonus), rasa sakit dan kecemasan yang hebat
serta kejang umum yang dapat terjadi dengan rangsangan ringan seperti sinar,
suara dan sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik.
Tetanus neonatorum
Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan adanya infeksi tali pusat,
Gejala yang sering timbul adalah ketidakmampuan untuk menetek, kelemahan,
irritable diikuti oleh kekakuan dan spasme.
Derajat penyakit tetanus menurut
modifikasi dari klasifikasi Abletts :
Grade 1 (ringan) Grade 3 (berat)
Trismus ringan sampai sedang, Trismus berat, spastisitas umum,
spamisitas umum, spasme spontan yang lama dan
tidak ada penyulit pernafasan, sering,
tidak ada spasme, serangan apneu,
sedikit atau tidak ada disfagia. disfagia berat,
Grade 2 (sedang) spasme memanjang spontan yang
sering dan terjadi refleks,
Trismus sedang,
penyulit pernafasan disertai
rigiditas lebih jelas, dengan takipneu, takikardi,
spasme ringan atau sedang namun aktivitas sistem saraf otonom
singkat, sedang yang terus meningkat.
penyulit pernafasan sedang dengan Grade 4 (sangat berat)
takipneu. Gejala pada grade 3 ditambah
gangguan otonom yang berat,
sering kali menyebabkan
autonomic storm.

http://bja.oxfordjournals.org /content/87/3/477/T1.expansion.html
Derajat Tetanus menurut Joag Pattel
Grading
Derajat 1 (kasus ringan), terdapat satu kriteria, Kriteria 1: rahang kaku,
biasanya Kriteria 1 atau 2 (tidak ada kematian). spasme terbatas ,disfagia dan
Derajat 2 (kasus sedang), terdapat 2 kriteria, kekakuan otot tulang
biasanya Kriteria 1 dan 2. Biasanya masa belakang.
inkubasi lebih dari 7 hari dan onset lebih dari Kriteria 2: Spasme, tanpa
48 jam (kematian 10%). mempertimbangkan frekuensi
Derajat 3 (kasus berat), terdapat 3 Kriteria, maupun derajat keparahan.
biasanya masa inkubasi kurang dari 7 hari atau Kriteria 3: Masa inkubasi
onset kurang dari 48 jam (kematian 32%). 7hari.
Kriteria 4: waktu onset 48
Derajat 4 (kasus sangat berat), terdapat
jam.
minimal 4 Kriteria (kematian 60%).
Kriteria 5: Peningkatan
Derajat 5, bila terdapat 5 Kriteria termasuk temperatur; rektal 100oF ( >
puerpurium dan tetanus neonatorum 400 C), atau aksila 99oF ( 37,6
(kematian 84%). oC ).
Tatalaksana
Diazepam 10 mg/kg/hari secara IV dalam 24 jam atau bolus IV setiap 3-6
jam (0,1-0,2 mg/kg per kali), maksimum 40 mg/kg/hari
Human tetanus imunoglobulin 500 U IM atau Antitoksin Tetanus Serum
5000 U IM
Lini I: Metronidazol 30 mg/kg/hari dengan interval setiap 6 jam selama 7-
10 hari; Lini II Penisilin prokain 100.000 U/kg dosis tunggal selama 7-10
hari
Berikan pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat
Bila terjadi spasme berulang atau gagal napas, rujuk ke RS dengan NICU
Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
Langkah promotif/preventif :
Pelaksanaan Pelayanan Neonatal Esensial, lakukan pemotongan tali pusat
secara steril
Tidak mengoles atau menabur sesuatu yang tidak higienis pada tali pusat
Bila sudah terjadi infeksi tali pusat, berikan pengobatan yang tepat dengan
antibiotik lokal dan sistemik jika diperlukan
128. Obesitas
Obesitas atau kegemukan adalah kelainan atau penyakit yang
ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara
berlebihan.

Manifestasi klinis obesitas


Wajah yang membulat
Pipi tembam
Dagu rangkap
Leher relatif pendek
Dada yang membusung dengan payudara yang membesar
mengandung jaringan lemak
Perut buncit disertai dinding perut yang berlipat lipat
Kedua tungkai berbentuk X
Penis kecil dan tersembunyi (burried penis)
Gerakan panggul terbatas (slipped capital femoral epiphysis)
Berdasarkan antopometri, obesitas pada anak
ditentukan berdasarkan 3 metode pengukuran
yaitu :
1. BB/TB obesitas bila BB/TB >120% dan
superobesitas BB/TB > 140%
2. IMT
Untuk anak < 2 tahun digunakan WHO Z-score
Anak > 2 tahun menggunakan kurva CDC NHS 2000
3. Pengukuran langsung lemak subkutan dengan
mengukur tebal lipatan kulit (TLK) . TLK triseps di
atas persentil 85 indikator obesitas
Interpretasi Pengukuran TB/U Interpretasi Pengukuran BB/U
Z Score Z Score
>2 SD : Tergolong sangat tinggi. > 2 SD : Memiliki masalah
Rujuk anak jika dicurigai adanya pertumbuhan, lebih baik dinilai
gangguan endokrin (tinggi tidak dari pengukuran berat
sesuai perkiraan tinggi kedua orang terhadap tinggi atau BMI/U
tua, atau cenderung terus 2 sd (-2) SD : Normal
meningkat) <-2 SD : Underweight
2 sd (-2) SD : Normal
<-3 SD : Severly underweight
<-2 SD : Stunted
<-3 SD : Severly stunted
CDC-NCHS
>120% : Gizi lebih
CDC-NCHS
80-120% : Gizi baik
90-110% : Baik/normal
60-80% : Gizi kurang, buruk
70-89% : Tinggi kurang dengan edema
<70% : Tinggi sangat kurang <60% : Gizi buruk

Pedoman Pelayanan Medis Dept. IKA RSCM dan IDAI


Status Nutrisi BB/TB
Cara penilaian status nutrisi:
Z-score menggunakan kurva WHO weight-for-height
>3 obesitas
>2 overweight
>1 possible overweight
<-2 moderate wasted
<-3 severe wasted
BB/IBW (Ideal Body Weight) menggunakan kurva CDC
120% obesity
110 -120% overweight
90-110% normal
80-90% mild malnutrition
70-80% moderate malnutrition
70% severe malnutrition.
Interpretasi Pengukuran BMI/U
BMI-for-age (Weight [kg]/Height [m 2]) is a tool used to screen
children two to 20 years old to help identify individuals who
are potentially overweight; however, it is not a diagnostic tool

Use and Interpretation of the CDC Growth Charts


IDAI
Keterangan
1. Anak dalam kelompok ini berperawakan tubuh tinggi. Hal ini tidak
masih normal. Singkirkan kelainan hormonal sebagai penyebab
perawakan tinggi.
2. Anak dalam kelompok ini mungkin memiliki masalah
pertumbuhan tapi lebih baik jika diukur menggunakan
perbandingan beratbadan terhadap panjang / tinggi atau IMT
terhadap umur.
3. Titik plot yang berada di atas angka 1 menunjukan berisiko gizi
lebih. Jika makin mengarah ke garis Z-skor 2 resiko gizi lebih makin
meningkat.
4. Mungkin untuk anak dengan perawakan pendek atau sangat
pendek memiliki gizi lebih.
5. Hal ini merujuk pada gizi sangat kurang dalam modul pelatihan
IMCI (Integrated Management of Childhood Illness in-service
training. WHO, Geneva, 1997).
129. Enterokolitis Nekrotikans
sindrom nekrosis intestinal akut Patogenesis EN masih belum
pada neonatus yang ditandai oleh sepenuhnya dimengerti dan
kerusakan intestinal berat akibat diduga multifaktorial.
gabungan jejas vaskular, mukosa, Diperkirakan karena iskemia yang
dan metabolik (dan faktor lain berakibat pada kerusakan
yang belum diketahui) pada usus integritas usus.
yang imatur. Pemberian minum secara enteral
Enterokolitis nekrotikans hampir akan menjadi substrat untuk
selalu terjadi pada bayi prematur. proliferasi bakteri, diikuti oleh
Insidens pada bayi dengan berat invasi mukosa usus yang telah
<1,5 kg sebesar 6-10%. rusak oleh bakteri yang
Insidens meningkat dengan memproduksi gas gas usus
semakin rendahnya usia gestasi. intramural yang dikenal sebagai
pneumatosis intestinalis
mengalami progresivitas menjadi
nekrosis transmural atau gangren
usus perforasi dan peritonitis.
Faktor risiko
Prematuritas.
Pemberian makan enteral. EN jarang ditemukan pada bayi
yang belum pernah diberi minum.
Formula hyperosmolar dapat mengubah permeabilitas mukosa dan
mengakibatkan kerusakan mukosa.
Pemberian ASI terbukti dapat menurunkan kejadian EN.
Mikroorganisme patogen enteral. Patogen bakteri dan virus
yang diduga berperan adalah E. coli, Klebsiella, S. epidermidis,
Clostridium sp. , coronavirus dan rotavirus.
Kejadian hipoksia/iskemia, misalnya asfiksia dan penyakit
jantung bawaan.
Bayi dengan polisitemia, transfusi tukar, dan pertumbuhan
janin terhambat berisiko mengalami iskemia intestinal.
Volume pemberian minum, waktu pemberian minum, dan
peningkatan minum enteral yang cepat.
Manifestasi klinis
Manifestasi sistemik Manifestasi pada abdomen
Distres pernapasan Distensi abdomen
Eritema dinding abdomen atau
Apnu dan atau bradikardia indurasi
Letargi atau iritabilitas Tinja berdarah, baik samar
maupun perdarahan saluran
Instabilitas suhu cerna masif (hematokesia)
Toleransi minum buruk Residu lambung
Hipotensi/syok, hipoperfusi Muntah (bilier, darah, atau
keduanya)
Asidosis Ileus (berkurangnya atau
hilangnya bising usus)
Oliguria
Massa abdominal terlokalisir yang
Manifestasi perdarahan persisten
Asites
Pemeriksaan penunjang
Darah perifer lengkap. Leukosit Foto polos abdomen 2
bisa normal, meningkat (dengan posisi serial:
pergeseran ke kiri), atau menurun
dan dijumpai tombositopenia Foto polos abdomen posisi
supine, dijumpai distribusi
Kultur darah untuk bakteri aerob, usus abnormal, edema
anaerob, dan jamur dinding usus, posisi loop usus
Tes darah samar persisten pada foto serial,
Analisis gas darah, dapat dijumpai massa, pneumatosis
asidosis metabolik atau campuran intestinalis (tanda khas EN),
Elektrolit darah, dapat dijumpai atau gas pada vena porta
ketidakseimbangan elektrolit, Foto polos abdomen posisi
terutama hipo/ lateral dekubitus atau lateral
hipernatremia dan hiperkalemia untuk mencari
pneumoperitoneum.
Kultur tinja
Tata laksana umum untuk semua pasien EN:

Puasa dan pemberian Tes darah samar tiap 24 jam


nutrisi parenteral total. untuk memonitor
Pasang sonde nasogastrik perdarahan gastrointestinal.
untuk dekompresi lambung. Jaga keseimbangan cairan
Pemantauan ketat: dan elektrolit. Pertahankan
Tanda vital diuresis 1-3 mL/kg/hari.
Lingkar perut (ukur setiap 12- Periksa darah tepi lengkap
24 jam), diskolorasi abdomen dan elektrolit setiap 24 jam
Lepas kateter umbilikal (bila sampai stabil.
ada). Foto polos abdomen serial
Antibiotik: ampisilin dan setiap 8-12 jam.
gentamisin ditambah Konsultasi ke departemen
dengan metronidazole Bedah Anak.
Tata laksana khusus bergantung pada stadium
Enterokolitis nekrotikans Enterokolitis nekrotikans
stadium I stadium II dan III
Tata laksana umum. Tata laksana umum.
Antibiotik selama 14 hari.
Pemberian minum dapat
Puasa selama 2 minggu.
dimulai setelah 3 hari Pemberian minum dapat
dipuasakan dimulai 7-10 hari setelah
perbaikan radiologis
Antibiotik dapat dihentikan pneumatosis.
setelah 3 hari pemberian Ventilasi mekanik bila
dengan syarat kultur dibutuhkan.
negative dan terdapat Jaga keseimbangan
hemodinamik. Pada EN
perbaikan klinis. stadium III sering dijumpai
hipotensi refrakter.
Tata laksana bedah
Laparatomi eksplorasi dengan reseksi segmen
yang nekrosis dan enterostomi atau
anastomosis primer.
Drainase peritoneal umumnya dilakukan pada
bayi dengan berat <1000 g dan kondisi tidak
stabil.
130. Demam Dengue (DF)
Demam akut 2-7 hari dengan 2 atau lebih
gejala berikut:
Nyeri kepala
Nyeri retroorbita
Myalgia/arthralgia
Ruam
Manifestasi perdarahan
Leukopenia
KLASIFIKASI DBD
Derajat (WHO 1997):
Derajat I : Demam dengan test rumple leed
positif.
Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan
spontan dikulit atau perdarahan lain.
Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu
nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/
hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan
pasien menjadi gelisah.
Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak
teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
Dengue Hemorrhagic Fever
Pemantauan Rawat
Alur
Perawatan
Pediatric Vital Signs
Heart Rate Blood Pressure Respiratory Rate
Age
(beats/min) (mm Hg) (breaths/min)
Premature 120-170 * 55-75/35-45 40-70
0-3 mo 100-150 * 65-85/45-55 35-55
3-6 mo 90-120 70-90/50-65 30-45
6-12 mo 80-120 80-100/55-65 25-40
1-3 yr 70-110 90-105/55-70 20-30
3-6 yr 65-110 95-110/60-75 20-25
6-12 yr 60-95 100-120/60/75 14/22
12 > yr 55-85 110-135/65/85 12-18
REFERENCE:Kleigman, R.M., et al. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders, 2011.
* From Dieckmann R, Brownstein D, Gausche-Hill M (eds): Pediatric Education for Prehospital Professionals. Sudbury, Mass, Jones & Bartlett,
American Academy of Pediatrics, 2000, pp 43-45.
From American Heart Association ECC Guidelines, 2000.
In childhood,
hypotension can be
determined
according to two
different definitions:
BP below the 5th
percentile or below
two standard
deviations (SDs) of
the mean for age http://web.missouri.edu/~proste/lab/vitals-peds.pdf
and gender

Shieh HH, Gilio AE, Barreira ER, Troster EJ, Ventura AMC, Goes PF, Souza DC, Sinimbu Filho JM, Bousso A:
Pediatric hypotension: quantification of the differences between the two current definitions.
Intensive Care Med 2012, 38(Suppl 1):S0662.
doi: 10.1007/s00134-012-2683-0
Hematocrit Range in Pediatric

1Soldin, S.J., Brugnara, C., & Hicks, J.M. (1999). Pediatric reference ranges (3rd ed.). Washington, DC: AACC Press.
http://wps.prenhall.com/wps/media/objects/354/362846/London%20App.%20B.pdf
131. Congenital Hypothyroidism
Etiology
Thyroid Function: The fetal pituitary-thyroid axis is
normal brain growth and myelination believed to function independently
and for normal neuronal of the maternal pituitary-thyroid
connections. axis.
The most critical period fis the first
few months of life. The contributions of maternal
thyroid hormone levels to the fetus
The thyroid arises from the fourth are thought to be minimal, but
branchial pouches.
maternal thyroid disease can have
The thyroid gland develops between a substantial influence on fetal and
4 and 10 weeks' gestation. neonatal thyroid function.
By 10-11 weeks' gestation, the fetal Immunoglobulin G (IgG)
thyroid is capable of producing autoantibodies, as in autoimmune
thyroid hormone. thyroiditis, can cross the placenta
By 18-20 weeks' gestation, blood and inhibit thyroid function
levels of T4 have reached term levels. (transient)
T Thioamides (PTU) can block fetal
thyroid hormone synthesis
(transient)
Radioactive iodine administered to
a pregnant woman can ablate the
fetus's thyroid gland permanently.
http://emedicine.medscape.com/article/919758-overview#aw2aab6b2b2aa
http://www.montp.inserm.fr/u632/images/TR-CAR1.gif
Pathology: Congenital Hypotyroidism

http://php.med.unsw.edu.au/embryology
/index.php?title=File:Congenital_hypothyr
oidism.jpg

Causes:
Deficient production of thyroid
hormone
Disgenesis congenital
Hypothyroidism
Iodine deficiencyendemic goiter
Defect in thyroid hormonal
receptor activity
Hipotiroid kongenital pada Anak
Hipotiroid kongenital ditandai produksi hormon tiroid yang
inadekuat pada neonatus
Penyebab:
Defek anatomis kelenjar tiroid atau jalur metabolisme hormon
tiroid
Inborn error of metabolism
Merupakan salah satu penyebab retardasi mental yang
dapat dicegah. Bila terdeteksi setelah usia 3 bulan, akan
terjadi penurunan IQ bermakna.
Tata laksana tergantung penyebab. Sebaiknya diagnosis
etiologi ditegakkan sebelum usia 2 minggu dan normalisasi
hormon tiroid (levotiroksin)sebelum usia 3 minggu.

Postellon DC. Congenital hypothyroidism. http://emedicine.medscape.com/article/919758-overview


Most affected infants have few or no symptoms,
because their thyroid hormone level is only
slightly low. However, infants with severe
hypothyroidism often have a unique
appearance, including:
Dull look
Puffy face
Thick tongue that sticks out
This appearance usually develops as the disease
gets worse. The child may also have:
Choking episodes
Constipation
Dry, brittle hair
Jaundice
Lack of muscle tone (floppy infant)
Low hairline
Poor feeding
Short height (failure to thrive)
Sleepiness
Sluggishness

Neeonatal hypothyroidism. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002174/


Figure 3 Diagnostic algorithm for the detection of primary congenital hypothyroidism

Grters, A. & Krude, H. (2011) Detection and treatment of congenital hypothyroidism


Nat. Rev. Endocrinol. doi:10.1038/nrendo.2011.160
http://findmeacure.com/2008/04/13/growth-disorders/
132. Cedera Pleksus Brachialis
Lesi pleksus brakhialis adalah lesi saraf yang
menimbulkan kerusakan saraf yang membentuk
pleksus brakhialis, mulai dari radiks saraf
hingga saraf terminal.
Keadaan ini dapat menimbulkan gangguan fungsi
motorik, sensorik atau autonomic pada
ekstremitas atas.
Istilah lain yang sering digunakan yaitu neuropati
pleksus brakhialis atau pleksopati brakhialis
Am Fam Physician. 2010 Jan 15;81(2):147-155.
Etiologi
1. Trauma
Merupakan penyebab terbanyak lesi pleksus brakhialis pada orang dewasa
maupun neonatus. Keadaan ini dapat berupa ; cedera tertutup, cedera terbuka,
cedera iatrogenic.
2. Tumor
Dapat berupa tumor neural sheath yaitu ; neuroblastoma, schwannoma,
malignant peripheral nerve sheath tumor dan meningioma. Tumor non-neural ;
jinak (desmoid, lipoma), malignant ( kangker mammae dan kangker paru)
3. Radiation-induced
Frekuensi cedera pleksus brachialis yang dipicu oleh radiasi diperkirakan sebanyak
1,8 4,9% dari lesi dan paling sering pada pasien kangker mammae dan paru.
4. Entrapment
Keadaan ini merupakan penyebab cedera pleksus brakhialis pada thoracic outlet
syndrome. Faktor lain yaitu payudara berukuran besar yang dapat menarik
dinding dada ke depan (anterior dan inferior).
5. Idiopatik
Pada Parsonage Turner Syndrome terjadi pleksitis tanpa diketahui penyebab yang
jelas namun diduga terdapat infeksi virus yang mendahului. Presentasi klasik
adalah nyeri dengan onset akut yang berlangsung selama 1 2 minggu dan
kelemahan otot timbul lebih lambat. Nyeri biasanya hilang secara spontan dan
pemulihan komplit terjadi dalam 2 tahun.
Sindroma Erb-Duchenne
Lesi di radiks servikal atas (C5 dan C6) atau trunkus superior dan biasanya
terjadi akibat trauma.
Pada bayi biasanya akibat distosia bahu, orang dewasa terjadi karena
jatuh pada bahu dengan kepala terlampau menekuk kesamping.
Presentasi klinis pasien berupa waiters tip position dimana lengan
berada dalam posisi adduksi (kelemahan otot deltoid dan supraspinatus),
rotasi internal pada bahu (kelemahan otot teres minor dan
infraspinatus), pronasi (kelemahan otot supinator dan brachioradialis)
dan pergelangan tangan fleksi (kelemahan otot ekstensor karpi radialis
longus dan brevis).
Selain itu terdapat pula kelemahan pada otot biseps brakhialis, brakhialis,
pektoralis mayor, subscapularis, rhomboid, levator scapula dan teres
mayor.
Refleks bisep biasanya menghilang, sedangkan hipestesi terjadi pada
bagian luar (lateral) dari lengan atas dan tangan.

Am Fam Physician. 2010 Jan 15;81(2):147-155.


Sindroma Klumpkes Paralysis
Lesi di radiks servikal bawah (C8, T1) atau trunkus inferior dimana
penyebab pada bayi baru dilahirkan adalah karena penarikan bahu
untuk mengeluarkan kepala, sedangkan pada orang dewasa
biasanya saat mau jatuh dari ketinggian tangannya memegang
sesuatu kemudian bahu tertarik.
Presentasi klinis berupa deformitas clawhand (kelemahan otot
lumbrikalis) sedangkan fungsi otot gelang bahu baik.
Selain itu juga terdapat kelumpuhan pada otot fleksor carpi ulnaris,
fleksor digitorum, interosei, tenar dan hipotenar sehingga tangan
terlihat atrofi.
Disabilitas motorik sama dengan kombinasi lesi n. Medianus dan
ulnaris.
Kelainan sensorik berupa hipestesi pada bagian dalam/ sisi ulnar
dari lengan dan tangan.

Am Fam Physician. 2010 Jan 15;81(2):147-155.


claw
hand
Netter 1997

2006 Moore & Dalley COA

Am Fam Physician. 2010 Jan 15;81(2):147-155.


Lesi Pan-supraklavikular
(radiks C5-T1 / semua trunkus)
Pada lesi ini terjadi kelemahan seluruh otot
ekstremitas atas, defisit sensorik yang jelas
pada seluruh ekstremitas atas dan mungkin
terdapat nyeri.
Otot rhomboid, seratus anterior dan otot-otot
spinal mungkin tidak lemah tergantung dari
letak lesi proksimal (radiks) atau lebih ke distal
(trunkus).

Am Fam Physician. 2010 Jan 15;81(2):147-155.


133. Airway Foreign Body Obstruction
Defense mechanisms to keep the airway free
and clear of foreign body:
the physical actions of the epiglottis and
arytenoid cartilages in blocking the airway
the intense spasm of the true and false vocal
cords any time objects come near the vocal cords
highly sensitive cough reflex with afferent
impulses generated throughout the larynx,
trachea, and all branch points in the proximal
tracheobronchial tree.
Children are more prone to aspirate foreign material for
several reasons.
The lack of molar teeth in children decreases their ability to
sufficiently chew food, leaving larger chunks to swallow. They
have less chewing capacity and higher respiratory rates
The propensity of children to talk, laugh, and run while chewing
also increases the chance that a sudden or large inspiration
may occur with food in the mouth.
Children often examine even nonfood substances with their
mouth.
More foreign body aspirations occur in children younger
than 3 years than in other age groups, with a peak between
the first and second birthdays.
Epidemiologi
3% in the larynx
13% in the trachea
52% in the right main bronchus
6% in the right lower lobe bronchus
fewer than 1% in the right middle lobe bronchus
18% in the left main bronchus
5% in the left lower lobe bronchus; 2% were
bilateral.
In a child in a supine position, material is more
likely to enter the right main bronchus.
Airway Foreign Body
Tracheal foreign body Laryngeal Foreign Body
Additional 8-10% of airway foreign
history/physical: bodies
Complete airway Highest risk of death
obstruction before arrival to the
Audible slap hospital
Palpable thud
Additional
Asthmatoid wheeze history/physical:
Complete airway
obstruction
Hoarseness
Stridor
dyspnea
http://emedicine.medscape.com/article/1001253-workup
Bronchial ariway obstruction
80-90% of airway foreign
bodies
Right main stem most
common (controversial)
Additional
history/physical:
Diagnostic triad (<50% of
cases):
unilateral wheezing
decreased breath sounds
cough
Chronic cough or asthma,
recurrent pneumonia, lung
abscess
Treatment
Bronchodilators and corticosteroids should
not be used to remove the foreign body
Medications are not necessary before removal
Surgical therapy: endoscopic removal, usually
with a rigid bronchoscope.
134. Spina Bifida: Etiology
The etiology multifactorial, involving genetic,
racial, and environmental factors (teratogen),
nutrition folic acid intake).
Neural tube defects are the result of a
teratogenic process that causes failed closure
and abnormal differentiation of the embryonic
neural tube.
Neural tube defects occur between the 17th
and 30th day of gestation.
Classification
Spina bifida occulta Meningocele
This is the mildest form of the meninges are forced into
spina bifida. the gaps between the
In occulta, the outer part of vertebrae.
some of the vertebrae is not With meningocele a sac of
completely closed. fluid comes through an
The splits in the vertebrae are opening in the babys back.
so small that the spinal cord But, the spinal cord is not in
does not protrude. this sac.
The skin at the site of the There is usually little or no
lesion may be normal, or it nerve damage. This type of
may have some hair growing spina bifida can cause minor
from it; there may be a disabilities.
dimple in the skin
asymptomatic in most cases
Myelomeningocele Myeloschisis
the unfused portion of the the involved area is
spinal column allows the represented by a flattened,
spinal cord to protrude plate-like mass of nervous
through an opening. tissue with no overlying
The meningeal membranes membrane.
that cover the spinal cord more prone to life-
form a sac enclosing the threatening infections such
spinal elements. as meningitis.
The protruding portion of
the spinal cord and the
nerves that originate at
that level of the cord are
damaged or not properly
developed some degree
of paralysis and loss of
sensation below the level
of the spinal cord defect.
Prevention
T400 micrograms (mcg) of folic acid every day.
If already have had a pregnancy affected by
spina bifida 4,000 mcg (4.0 milligrams).
135. Asfiksia Neonatal

Mathai SS. Management of respiratory distress in the newborn. MJAFI 2007; 63: 269-72.
Distres Pernapasan pada Neonatus
Kelainan Gejala
Sindrom aspirasi Biasanya pada bayi matur, pertumbuhan janin terhambat,
mekonium terdapat staining mekonium di cairan amnion dan kulit, kuku,
atau tali pusar. Pada radiologi tampak air trapping dan
hiperinflasi paru, patchy opacity, terkadang atelektasis.
Respiratory distress Pada bayi prematur, pada bayi dengan ibu DM atau kelahiran
syndrome (penyakit SC, gejala muncul progresif segera setelah lahir. Pada radiologi
membran hyalin) tampak gambaran diffuse ground-glass or finely granular
appearance, air bronkogram, ekspansi paru jelek.
Transient tachypnea of Biasanya pada bayi matur dengan riwayat SC. Gejala muncul
newboorn setelah lahir, kemudian membaik dalam 72 jam pasca lahir.
Pada radiologi tampak peningkatan corakan perihilar,
hiperinflasi, lapangan paru perifer bersih.
Pneumonia neonatal Terdapat risiko pneumonia (KPD, demam pada ibu, cairan
amnion berbau, dsb). Gejala meliputi gejala distress dan gejala
sepsis. Gambaran radiologis : Diffuse, relatively homogeneous
infiltrates
Asfiksia perinatal (hypoxic Asidemia pada arteri umbilikal, Apgar score sangat rendah,
ischemic encephalopathy) terdapat kelainan neurologis, keterlibatan multiorgan
Sindrom Aspirasi Mekonium
Sindrom aspirasi mekonium merupakan penyebab terbanyak distres
pernapasan pada bayi cukup atau lebih bulan.
Mekonium yang masuk ke dalam saluran napas menyebabkan
terjadinya obstruksi bronkial, air-trapping (akibat partikel
mekonium menyumbat bronkus kecil di perifer), dan pneumonitis
kimiawi.
Dapat terjadi komplikasi pneumotoraks, pneumomediastinum,
hipertensi pulmonal, pirau kanan ke kiri serta kerusakan otak akibat
anoksia.
Gambaran klinis : Bayi cukup/lebih bulan dengan distres
pernapasan berupa takipneu, retraksi, merintih, dan sianosis.
Pemeriksaan pencitraan : Foto toraks AP
Gambaran pencitraan
Gambaran bervariasi tergantung banyaknya aspirasi
mekonium/cairan ketuban.
Aspirasi cairan ketuban yang jernih biasanya cepat menghilang,
namun bila bercampur dengan mekonium memerlukan waktu lebih
lama.
Densitas ropey, kasar, patchy luas menyeluruh pada kedua lapangan
paru
Hiperaerasi paru pada daerah yang mengalami air-trapping
Efusi pleura minimal (20%).
Dapat terjadi pneumotoraks atau pneumomediastinum spontan.
Bila mekonium terhisap dalam jumlah yang banyak, dapat terjadi
atelektasis paru atau emfisema obstruktif.
Komplikasi jangka panjang adalah bronkospasme atau penyakit paru
reaktif
MECONIUM ASPIRATION SYNDROME

http://img.medscape.com/pi/emed/ckb/clinical_procedures/7
Frontal chest shows large, ropey and strand-like densities

http://www.learningradiology.com/caseofweek/caseoftheweekpix/cow89.jpg
136. Tuberkulosis pada anak
Time after
primary infection Clinical Manifestation
2 3 months Fever of Onset

Erythema nodosum

Phlyctenular conjunctivitis
Tuberculin Test Positive

Primary pulmonary TB
TB Meningitis
3 12 months
Miliary TB
TB Pleural effusion

6 24 months Osteo-articular TB

> 5 years Renal TB

Figure 5. The Timetable of Tuberculosis

Donald PR et.al. In: Madkour MM, ed. Tuberculosis. Berlin; Springer;2003.p.243-64


1/3/2017 773
Complications of nodes
1. Extension to bronchus
Complications of focus 2. Consolidation
1. Effusion 3. Hyperinflation
2. Cavitation
3. Coin shadow MENINGITIS OR MILIARY
in 4% of children infected
under 5 years of age
LATE COMPLICATIONS
Renal & Skin
Most children Most after 5 years
become tuberculin
BRONCHIAL EROSION
sensitive
3-9 months
Uncom m on under 5 years of age Incidence decreases
PRIMARY COMPLEX 25% of cases w ithin 3 m onths As age increased
A minority of children 75% of cases w ithin 6 m onths
Progressive Healing
experience :
Most cases
1. Febrile illness
BONE LESION
2. Erythema Nodosum Most within
3. Phlyctenular Conjunctivitis
1 2 3 4 3 years
5 6

Resistance reduced :
infection 1. Early infection
(esp. in first year)
2. Malnutrition
3. Repeated infections :
measles, whooping cough 24 months
4-8 weeks 3-4 weeks fever of onset 12 months streptococcal infections
4. Steroid therapy
Development
Of Complex DIMINISHING RISK

1/3/2017 But still possible


774
GREATEST RISK OF LOCAL & DISEMINATED LESIONS 90% in first 2 years Miller FJW. Tuberculosis in children, 1982
Tuberkulosis pada anak
Pada umumnya anak yang terinfeksi tidak
menunjukkan gejala yang khas
over/underdiagnosed
Batuk BUKAN merupakan gejala utama TB pada
anak
Pertimbangkan tuberkulosis pada anak jika :
BB berkurang dalam 2 bulan berturut-turut tanpa
sebab yang jelas atau gagal tumbuh
Demam sampai 2 minggu tanpa sebab yang jelas
Batuk kronik 3 minggu
Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa
Sistem Skoring
Diagnosis oleh dokter
Perhitungan BB saat
pemeriksaan
Demam dan batuk yang tidak
respons terhadap terapi baku
Cut-of f point: 6
Adanya skrofuloderma
langsung didiagnosis TB
Rontgen bukan alat diagnosis
utama
Reaksi cepat BCG harus
dilakukan skoring
Reaksi cepat BCG harus
dievaluasi dengan sistem
skoring
Total nilai 4 pada anak balita
atau dengan kecurigaan
besar dirujuk ke rumah sakit
Profilaksis INH diberikan pada
anak dengan kontak BTA (+)
dan total nilai <5
Prinsip Pengobatan TB Anak
Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. 2013. Depkes.
Terapi
Profilaksis TB pada anak (PPM IDAI 2010-2011)
Profilaksis TB
menurut Juknis
TB Anak
(Depkes, 2013)
Uji Tuberkulin
Menentukan adanya respon imunitas selular terhadap TB. Reaksi berupa
indurasi (vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin, dan akumulasi sel-sel
inflamasi)
Tuberkulin yang tersedia : PPD (purified protein derived) RT-23 2TU, PPD S
5TU, PPD Biofarma
Cara : Suntikkan 0,1 ml PPD intrakutan di bagian volar lengan bawah.
Pembacaan 48-72 jam setelah penyuntikan
Pengukuran (pembacaan hasil)
Dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan eritemanya
Indurasi dipalpasi, tandai tepi dengan pulpen. Catat diameter transversal.
Hasil dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul = 0 mm
Hasil:
Positif jika indurasi >= 10mm
Ragu-ragu jika 5-9 mm
Negatif < 5 mm
137. Diare
Diare akut: berlangsung < 1 Disentri: diare
minggu, umumnya karena infeksi mengandung lendir dan
Diare akut cair darah
Diare akut berdarah Diare primer: infeksi
Diare berlanjut: diare infeksi yang memang terjadi pada
berlanjut > 1 minggu saluran cerna (misal:
Diare Persisten: Bila diare infeksi Salmonella)
melanjut tidak sembuh dan Diare sekunder: diare
melewati 14 hari atau lebih sebagai gejala ikutan dari
Diare kronik: diare karena sebab berbagai penyakit
apapun yang berlangsung 14 hari sistemik seperti pada
atau lebih bronkopnemonia,
ensefalitis dan lain-lain
Diare dan Dehidrasi
Evaluasi Diare dan Dehidrasi
Anamnesis
Frekuensi BAB
Lamanya diare
Adanya darah dalam tinja
Muntah
Pengobatan yang baru diminum (antibiotik dan obat lainnya)
Pemeriksaan Fisik
Evaluasi tanda dehidrasi (rewel/gelisah, kesadaran, mata cekung,
turgor kulit, kehausan/malas minum)
Darah dalam tinja
Tanda-tanda gizi buruk
Perut kembung
Tanda invaginasi (massa intraabdomen, tinja lendir dan darah)
Dehidrasi pada anak
Klasifikasi Diare
Tatalaksana cairan pada diare akut

PPM IDAI
Tekanan di dalam Jantung

138. Congenital Heart


Disease

Congenital HD

Acyanotic Cyanotic

With volume With With


load: With pressure pulmonary blood pulmonary blood
load: flow: flow:
- ASD
- Valve stenosis - ToF - Transposition of
- VSD - Coarctation of - Atresia the great vessels
- PDA aorta pulmonal - Truncus
- Valve - Atresia tricuspid arteriosus
regurgitation

1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.


2. Pathophysiology of heart disease. 5t ed.
Penyakit jantung kongenital
Asianotik: L-R shunt
ASD: fixed splitting S2,
murmur ejeksi sistolik
VSD: murmur pansistolik
PDA: continuous murmur
Sianotik: R-L shunt
TOF: AS, VSD, overriding
aorta, RVH. Boot like heart
pada radiografi
TGA

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002103/
Cyanotic Congenital HD
Cyanotic lesions with pulmonary blood flow must include both:
an obstruction to pulmonary blood flow & a shunt from R to L

Common lesions:
Tricuspid atresia, ToF, single ventricle with pulmonary stenosis

The degree of cyanosis depends on:


the degree of obstruction to pulmonary blood flow
If the obstruction is mild:
Cyanosis may be absent at rest
These patient may have hypercyanotic spells during condition of stress

If the obstruction is severe:


Pulmonary blood flow may be dependent on patency of the ductus arteriosus.
When the ductus closes hypoxemia & shock
Cyanotic Congenital HD
Cyanotic lesions with pulmonary blood flow is not associated
with obstruction to pulmonary blood flow

Cyanosis is caused by:


Total mixing of systemic venous &
Abnormal ventricular-arterial pulmonary venous within the heart:
connections: - Common atrium or ventricle
- Total anomolous pulmonary venous
- TGA return
- Truncus arteriosus

1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.


Tetralogi Fallot
Tet Spell/ Hypercyanotic Spell
serangan biru yang terjadi secara mendadak
Anak tampak lebih biru, pernapasan cepat, gelisah,
kesadaran menurun, kadang-kadang disertai kejang.
Serangan berlangsung 15-30 menit, biasanya teratasi secara
spontan, tetapi serangan yang hebat dapat berakhir dengan
koma, bahkan kematian
Biasanya muncul usia 6-12 bulan, tapi bisa muncul usia 2-4
bulan
ToF yang tipikal biasanya memiliki tekanan pada ventrikel
kiri dan kanan yang sama besar, sehinggan tingkat sianosis
dan terjadinya tet spell ditentukan dari systemic vascular
resistance dan derajat keparahan komponen stenosis
pulmonal.

PPM IDAI Jilid I


Pelepasan menangis, BAB, demam, VICIOUS
CYCLE
katekolamine aktivitas yg meningkat

takikardia aliran balik vena sistemik meningkat shg resistensi


vaskular pulmonal meningkat (afterload pulmonal
meningkat) + resistensi vaskular sistemik rendah

increased
myocardial
contractility + KEMATIAN
infundibular
stenosis.
Right-to-left shunt meningkat

aliran darah ke sianosis progresif


paru berkurang
secara tiba-tiba penurunan PO2 dan
peningkatan PCO2 arteri
penurunan pH darah

TET SPELL
Stimulasi pusat pernapasan di
HYPERCYANOTIC SPELL reseptor karotis + nucleus hiperpnoea
batang otak
Tatalaksana Tet Spell
Knee chest position/ squatting
Diharapkan aliran darah paru bertambah karena
peningkatan resistensi vaskular sistemik dan afterload
aorta akibat penekukan arteri femoralis
Morfin sulfat 0,1-0,2 mg/kgBB SC, IM, atau IV
untuk menekan pusat pernapasan dan mengatasi
takipnea
Natrium bikarbonat 1 mEq/kgBB IV untuk
mengatasi asidosis. Dosis yang sama dapat
diulang dalam 10-15 menit.

PPM IDAI Jilid I


RADIOLOGI PENYAKIT JANTUNG
BAWAAN
NORMAL
AP VIEW
ASD
VSD
ToF
PDA

The heart is slightly enlarged, the main


pulmonary artery convex, and the aortic arch
prominent above the MPA. There are
increased pulmonary vascular markings
139. Acquired Prothrombine Complex Deficiency
(APCD) dengan Perdarahan Intrakranial
Sebelumnya disebut sebagai Hemorrhagic Disease of
the Newborn (HDN) atau Vitamin K Deficiency Bleeding
Etiologinya adalah defisiensi vitamin K yang dialami
oleh bayi karena : (1) Rendahnya kadar vitamin K dalam
plasma dan cadangan di hati, (2) Rendahnya kadar
vitamin K dalam ASI, (3) Tidak mendapat injeksi vitamin
K1 pada saat baru lahir
Mulai terjadi 8 hari-6 bulan, insidensi tertinggi 3-8
minggu
80-90% bermanifestasi menjadi perdarahan
intrakranial

Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010


Hemorrhagic disease of newborn (HDN)
Acquired prothrombrin complex deficiency (APCD)
Stadium Characteristic
Early HDN Occurs within 2 days and not more than 5 days of life. Baby
born of mother who has been on certain drugs: anticonvulsant,
antituberculous drug, antibiotics, VK antagonist anticoagulant.
Classic HDN Occurs during 2 to 7 day of life when the prothrombin complex
is low. It was found in babies who do not received VKP or
VK supplemented.
Vit K deficiency Occurs within 2 days and not more than 5 days of life. Definite
etiology inducing VKP is found in association with bleeding:
malabsorption of VK ie gut resection, biliary atresia, severe liver
disease-induced intrahepatic biliary obstruction.
Late HDN / APCD Acquired bleeding disorder in the 2 week to 6 month age infant
caused by reduced vitamin K dependent clotting factor (II, VII,
IX, X) with a high incidence of intracranial hemorrhage and
responds to VK.
Diagnosis APCD
Diagnosis
Anamnesis : Bayi kecil yang sebelumnya sehat, tiba-tiba
tampak pucat, malas minum, lemah. Tidak mendapat
vitamin K saat lahir, konsumsi ASI, kejang fokal
PF : Pucat tanpa perdarahan yang nyata. Tanda
peningkatan tekanan intrakranial (UUB membonjol,
penurunan kesadaran, papil edema), defisit neurologis
fokal
Pemeriksaan Penunjang : Anemia dengan trombosit
normal, PT memanjang, APTT normal/memanjang. USG/CT
Scan kepala : perdarahan intrakranial
Pada bayi dengan kejang fokal, pucat, disertai UUB
membonjol harus difikirkan APCD sampai terbukti bukan

Buku PPM Anak IDAI


Tatalaksana APCD
Pada bayi dengan kejang fokal, pucat, dan UUB membonjol,
berikan tatalaksana APCD sampai terbukti bukan
Vitamin K1 1 mg IM selama 3 hari berturut-turut
Transfusi FFP 10-15 ml/kgBB selama 3 hari berturut-turut
Transfusi PRC sesuai Hb
Tatalaksana kejang dan peningkatan tekanan intrakranial
(Manitol 0,5-1 g/kgBB/kali atau furosemid 1 mg/kgBB/kali)
Konsultasi bedah syaraf
Pencegahan : Injeksi Vitamin KI 1 mg IM pada semua bayi
baru lahir

Buku PPM Anak IDAI


120. Infeksi Saluran Kemih
UTI pada anak perempuan 3-5%, laki-laki 1% (terutama yang
tidak disirkumsisi)
Banyak disebabkan oleh bakteri usus: E. coli (75-90%),
Klebsiella, Proteus. Biasanya terjadi secara ascending.
Gejala dan tanda klinis, tergantung pada usia pasien:
Neonatus: Suhu tidak stabil, irritable, muntah dan diare, napas tidak
teratur, ikterus, urin berbau menyengat, gejala sepsis
Bayi dan anak kecil: Demam, rewel, nafsu makan berkurang, gangguan
pertumbuhan, diare dan muntah, kelainan genitalia, urin berbau
menyengat
Anak besar: Demam, nyeri pinggang atau perut bagian bawah,
mengedan waktu berkemih, disuria, enuresis, kelainan genitalia, urin
berbau menyengat
Fisher DJ. Pediatric urinary tract infection. http://emedicine.medscape.com/article/969643-overview
American Academic of Pediatrics. Urinary tract infection: clinical practice guideline for the diagnosis and
management of the initial UTI in febrile infants and children 2 to 24 months. Pediatrics 2011; 128(3).
120. ISK
3 bentuk gejala UTI:
Pyelonefritis (upper UTI): nyeri abdomen, demam, malaise, mual,
muntah, kadang-kadang diare
Sistitis (lower UTI): disuria, urgency, frequency, nyeri suprapubik,
inkontinensia, urin berbau
Bakteriuria asimtomatik: kultur urin (+) tetapi tidak disertai gejala
Pemeriksaan Penunjang :
Urinalisis : Proteinuria, leukosituria (>5/LPB), Hematuria
(Eritrosit>5/LPB)
Biakan urin dan uji sensitivitas
Kreatinin dan Ureum
Pencitraan ginjal dan saluran kemih untuk mencari kelainan
anatomis maupun fungsional
Diagnosa pasti : Bakteriuria bermakna pada biakan urin (>10 5 koloni
kuman per ml urin segar pancar tengah (midstream urine) yang diambil
pagi hari)

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. & PPM IDAI


Tatalaksana
Tujuan : Memberantas kuman penyebab, mencegah dan menangani komplikasi dini, mencari
kelainan yang mendasari
Umum (Suportif)
Masukan cairan yang cukup
Edukasi untuk tidak menahan berkemih
Menjaga kebersihan daerah perineum dan periurethra
Hindari konstipasi
Khusus
Sebelum ada hasil biakan urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empirik
selama 7-10 hari
Obat rawat jalan : kotrimoksazol oral 24 mg/kgBB setiap 12 jam, alternatif ampisilin,
amoksisilin, kecuali jika :
Terdapat demam tinggi dan gangguan sistemik
Terdapat tanda pyelonefritis (nyeri pinggang/bengkak)
Pada bayi muda
Jika respon klinis kurang baik, atau kondisi anak memburuk berikan gentamisin (7.5
mg/kg IV sekali sehari) + ampisilin (50 mg/kg IV setiap 6 jam) atau sefalosporin gen-3
parenteral
Antibiotik profilaksis diberikan pada ISK simpleks berulang, pielonefritis akut, ISK pada
neonatus, atau ISK kompleks (disertai kelainan anatomis atau fungsional)
Pertimbangkan komplikasi pielonefritis atau sepsis
141. KISTA BARTHOLIN
Kelenjar Bartholin: Kista Duktus Bartholin:
Bulat, kelenjar seukuran kacang Kista yang paling sering
terletak didalam perineum pintu
masuk vagina arah jam 5 & jam 7 Disebabkan oleh obstruksi
Normal: tidak teraba sekunder pada duktus akibat
Duktus: panjang 2 cm & terbuka inflamasi nonspesifik atau
pada celah antara selaput himen trauma
& labia minora di dinding lateral
posterior vagina Kebanyakan asimptomatik
Kista & Abses Bartholin: Terapi
Pengobatan tidak diperlukan pada wanita usia
< 40 tahun kecuali terinfeksi atau simptomatik

Simptomatik
Kateter Word selama 4-6 minggu
Marsupialization: Alternatif kateter Word tidak
boleh dilakukan bila masih terdapat abses obati dulu Kateter Word
dengan antibiotik spektrum luas
Eksisi: bila tidak respon terhadap terapi sebelumnya
dilakukan bila tidak ada infeksi aktif

Pada wanita > 40 tahun


Biopsi dilakukan untuk
menyingkirkan adenocarcinoma
kelenjar Bartholin

http://www.aafp.org/afp/2003/0701/p135.html
142. Persalinan dengan Alat Bantu
Indikasi
Ibu: kelelahan, sudah mengedan > 20 menit
Bayi: Bayi kekurangan oksigen

Syarat
Kepala janin sudah mencapai pintu bawah panggul
Pembukaan rahim sudah lengkap
Selaput ketuban sudah pecah/ dipecahkan
Persalinan dengan Alat Bantu: Vakum
Alat bantu berupa cup penghisap yang menarik kepala bayi dengan
lembut

INDIKASI KONTRA INDIKASI


Ibu Ibu
Kelelahan ibu masih kooperatif Ibu dengan resiko tinggi ruptur
dan dapat mengejan uteri
Partus tak maju Kondisi ibu tidak boleh
Toksemia gravidarum mengejan
Ruptur uteri iminens Panggul sempit (CPD)
Memperpendek persalinan kala II, Janin
penyakit jantung kompensasi, Bayi prematur (belum memiliki
penyakit fibrotik moulage yang baik kompresi
Janin forceps perdarahan
periventrikular)
Adanya gawat janin (ringan)
Letak lintang, presentasi muka,
Waktu presentasi bokong, kepala janin
Kala persalinan lama menyusul
Persalinan dengan Vakum
Syarat
Pembukaan lengkap atau hampir lengkap
Presentasi kepala
Cukup bulan (tidak premature)
Tidak ada kesempitan panggul
Anak hidup dan tidak gawat janin
Penurunan hodge III+ (setidaknya st 0)
Kontraksi baik/ terdapat his
Ibu kooperatif dan masih mampu untuk mengedan

Komplikasi
perdarahan intrakranial, edema skalp, sefalhematoma,
aberasi, dan laserasi kulit kepala pada janin, laserasi
perineum, laserasi anal, maupun laserasi jalan lahir pada ibu
Persalinan dengan Alat Bantu: Forceps
Janin dilahirkan dengan tarikan cunam/ forceps di kepalanya
Forceps/cunam: Logam, terdiri dari sepasang sendok (kanan-kiri)

INDIKASI KONTRA INDIKASI


Ibu Ibu
Sama dengan ekstraksi vakum, Sama seperti pada ekstraksi
hanya ibu sudah tidak mampu vakum
mengejan/ his tidak adekuat

Janin Janin
Adanya gawat janin Sama seperti pada ekstraksi
vakum
Waktu
Nullipara: 3 jam dengan anelgesi
lokal, 2 jam tanpa anelgesi lokal
Multipara: 2 jam dengan anelgesi
lokal, 1 jam tanpa anelgesi lokal
143. Kehamilan Gemelli

Kehamilan dengan
dua janin atau lebih

Faktor yang
mempengaruhi:
Faktor obat-obat
konduksi ovulasi,
faktor keturunan,
faktor yang lain belum
diketahui.
Kehamilan Gemelli: Diagnosis
Anamnesis
Ibu mengatakan perut tampak lebih buncit dari seharusnya
umur kehamilan
Gerakan janin lebih banyak dirasakan ibu hamil
Uterus terasa lebih cepat membesar
Pernah hamil kembar atau terdapat riwayat keturunan

Pemeriksaan Inspeksi dan Palpasi


Kesan uterus lebih besar dan cepat tumbuhnya dari biasa
Teraba gerakan-gerakan janin lebih banyak
Banyak bagian-bagian kecil teraba
Teraba 3 bagian besar janin
Teraba 2 balotemen
Kehamilan Gemelli: Diagnosis
Pemeriksaan Auskultasi
Terdengar dua denyut jantung janin pada 2
tempat yang agak berjauhan dengan perbedaan
kecepatan sedikitnya 10 denyut per menit

Ultrasonografi
Terlihat 2 janin pada triwulan II, 2 jantung yang
berdenyut telah dapat ditentukan pada triwulan I
Kehamilan Gemelli: Komplikasi

M ATERNAL FETAL
Anemia Malpresensi
Hydramnion Plasenta previa
Preeklampsia Solusio Plasenta
Kelahiran prematur KPD
Perdarahan postpartum Prematuritas
SC Prolaps plasenta
IUGR
Malformasi kongenital
144. HPP: Retensio Plasenta

Plasenta atau bagian-


bagiannya dapat tetap
berada dalam uterus
setelah bayi lahir.
Sebab: plasenta belum
lepas dari dinding uterus
atau plasenta sudah lepas
tetapi belum dilahirkan
Plasenta belum lepas:
kontraksi kurang kuat atau
plasenta adhesiva (akreta,
inkreta, perkreta)
Retensio Plasenta: Tatalaksana

Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu mengedan.


Jika Anda dapat merasakan plasenta dalam vagina keluarkan
plasenta tersebut.
Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan
lakukan kateterisasi kandung kemih.
Jika plasenta belum keluar berikan oksitosin 10 unit IM.
Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian
oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan
tali pusat terkendali.
Jika traksi tarikan tali pusat terkendali belum berhasil, cobalah
untuk mengeluarkan plasenta secara manual.
Retensio Plasenta: Komplikasi

Inversio Uteri
Syok hipovolemik
Perdarahan post partum
Sepsis purpura
Subinvolusi uteri

http://nationalwomenshealth.adhb.govt.nz/Portals/0/Documents/Policies/Retained%20Placenta%20Management_.pdf
145. Solusio Plasenta
Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya
Diagnosis
Perdarahan kehitaman dan cair, syok tidak sesuai dengan
jumlah darah keluar (tersembunyi), anemia berat, gawat
janin/ hilangnya DJJ, uterus tegang dan nyeri

Faktor Predisposisi
Hipertensi
Versi luar
Trauma abdomen
Hidramnion
Gemelli
Defisiensi besi
Solusio Plasenta:
Solusio Plasenta: Tata Laksana
Tatalaksana
Tatalaksana
Perdarahan hebat (nyata atau tersembunyi) dengan tanda- tanda awal syok pada ibu,
lakukan persalinan segera bergantung pembukaan serviks:
Lengkap ekstraksi vakum
Belum ada/ lengkap SC
Kenyal, tebal, dan tertutup SC

Jika perdarahan ringan/ sedang dan belum terdapat tanda-tanda syok, tindakan
bergantung pada denyut jantung janin (DJJ):
DJJ normal, lakukan seksio sesarea
DJJ tidak terdengar namun nadi dan tekanan darah ibu normal: pertimbangkan
persalinan pervaginam
DJJ tidak terdengar dan nadi dan tekanan darah ibu bermasalah:
pecahkan ketuban dengan kokher:
Jika kontraksi jelek, perbaiki dengan pemberian oksitosin
DJJ abnormal (kurang dari 100 atau lebih dari 180/menit): lakukan persalinan
pervaginam segera, atau SC bila tidak memungkinkan
146. Anatomi Panggul

Tulang yang menyusun


panggul
Os coccae (tulang pangkal
paha) yang terdiri dari 3
buah tulang yang
berhubungan yaitu
Os illium (tulang usus)
Os ischium (tulang duduk)
Os pubis (tulang kemaluan)
Os sacrum (tulang
kelangkang), dan
Os coxigys (tulang
tungging).
Bentuk Panggul Wanita (Caldwell & Molloy)
PANGGUL GYNECOID
Panggul paling baik untuk perempuan. Bentuk pintu atas panggul hampir
bulat. Diameter anteroposterior sama dengan diameter transversa
bulat. Jenis ini ditemukan pada 45% wanita

PANGGUL ANDROID
Bentuk pintu atas panggul hampir segitiga. Umumnya pria mempunyai
jenis seperti ini. Panjang diameter transversa dekat dengan sakrum.
Pada wanita ditemukan 15%.

PANGGUL ANTHROPOID
Bentuk pintu atas panggul agak lonjong seperti telur. Panjang diameter
anteroposterior lebih besar daripada diameter transversa. Jenis ini
ditemukan 35% pada wanita

PANGGUL PLATYPELOID
Sebenarnya jenis ini adalah jenis ginekoid yang menyempit pada arah
muka belakang. Ukuran melintang jauh lebih besar daripada ukuran
muka belakang. Jenis ini ditemukan pada 5% perempuan.
147. Antibiotik dan Kehamilan
Amoxicillin: Kategori A, aman untuk ibu hamil
Cefixim: Kategori A, aman untuk ibu hamil
Ciprofloxacin: Kategori C, gangguan kartilago
Tetracycline: Kategori D, pewarnaan gigi
permanen
Cotrimoxazole: Kategori C, menekan sumsum
tulang
Obat Kontraindikasi pada Kehamilan
Golongan Nama Obat Efek Samping
Antibiotik Aminoglikosida (streptomisin dl) Ototoksisitas, tuli
Kloramfenikol Grey baby syndrome, hemolisis (G6PD)
Fluorokuinolon Atralgia
Nitrofurantoin hemolisis (G6PD)
Primakuin hemolisis (G6PD)
Sulfonamid (kec sulfasalazine) Kern ikterus, hemolisis (G6PD)
Tetrasiklin Gangguan pertumbuhan tulang,
hipoplasia enamel
Trimethoprim Antagonis folat >> risiko neural
tube defect
148. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

Metode deteksi dini terhadap lesi pra kanker


dengan mengaplikasikan asam asetat 3-5 % pada
daerah sambungan skuamo kolumnar (SSK)

Keuntungan
Pemeriksaan yang dapat dilakukan di pelayanan
primer
Mudah dan murah
Nilai sensitivitas dan spesifitas yang cukup memadai
Non invasif
Kategori Pemeriksaan IVA

Kategori yang dapat digunakan adalah


IVA negatif = Serviks normal.
IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis),
atau kelainan jinak lainnya (polip serviks).
IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white
epithelium) mengarah pada diagnosis Serviks-
pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat atau
kanker serviks in situ).
IVA- Kanker serviks bermanfaat bagi penurunan
kematian akibat kanker serviks bila ditemukan
masih pada stadium invasif dini.
IVA
IVA pemeriksaan inspeksi visual asam
asetat (3-5%)
Pada IVA syaratnya adalah zona transformasi
bisa terdeteksi
Waktu Skrining Berdasarkan WHO
Skrining minimal 1X pada usia 35-40 tahun
Bila fasilitas memungkinkan lakukan
Tiap 5-10 tahun pada usia 35-55
Optimal: Pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada
wanita usia 25-60 tahun
Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila hasil
positif (+) adalah 1 tahun dan bila hasil negatif (-)
adalah 5 tahun

Bila hasil positif krioterapi


Pap Smear
Pap smear dan IVA skrining kanker serviks
Pap smear lebih akurat daripada IVA
Syarat-syarat Pap smear
Dalam 2x24 jam tidak berhubungan seksual
Dalam 2x24 jam tidak membersihkan atau memakain
tampoon vagina
Tidak sedang menstruasi
Kapan pap smear:
Usia 21-65
Setiap 3 tahun sekali
Dibawah 21 tahun, bila sudah pernah berhubungan seksual
149. Gangguan Proses Menyusui: Mastitis
Inflamasi / infeksi payudara

Diagnosis
Payudara (biasanya unilateral) keras,
memerah, dan nyeri
Dapat disertai benjolan lunak
Dapat disertai demam > 38 C
Paling sering terjadi di minggu ke-3 dan
ke-4 postpartum, namun dapat terjadi
kapan saja selama menyusui
Faktor Predisposisi
Bayi malas menyusu atau tidak menyusu
Menyusui selama beberapa minggu setelah melahirkan
Puting yang lecet
Menyusui hanya pada satu posisi, sehingga drainase payudara tidak sempurna
Bra yang ketat dan menghambat aliran ASI
Riwayat mastitis sebelumnya saat menyusui
Mastitis & Abses Payudara: Tatalaksana
Tatalaksana Umum Abses Payudara
Tirah baring & >> asupan cairan Stop menyusui pada payudara yang
Sampel ASI: kultur dan diuji sensitivitas abses, ASI tetap harus dikeluarkan
Tatalaksana Khusus Bila abses >> parah & bernanah
Berikan antibiotika : antibiotika
Kloksasilin 500 mg/6 jam PO , 10-14 hari Rujuk apabila keadaan tidak
ATAU
membaik.
Eritromisin 250 mg, PO 3x/hari, 10-14
hari Terapi: insisi dan drainase
Tetap menyusui, mulai dari payudara sehat. Periksa sampel kultur resistensi
Bila payudara yang sakit belum kosong dan pemeriksaan PA
setelah menyusui, pompa payudara untuk Jika abses diperkirakan masih banyak
mengeluarkan isinya. tertinggal dalam payudara, selain
Kompres dingin untuk << bengkak dan nyeri. drain, bebat juga payudara dengan
Berikan parasetamol 3x500mg PO elastic bandage 24 jam tindakan
Sangga payudara ibu dengan bebat atau bra kontrol kembali untuk ganti kassa.
yang pas.
Berikan obat antibiotika dan obat
Lakukan evaluasi setelah 3 hari. penghilang rasa sakit
150. Inversio Uteri
Uterus terputar balik
2 jenis
Komplit: bila fundus uteri terdapat dalam vagina dengan selaput
lendirnya berada di bagian luar
Inkomplit: bila fundus hanya menekuk ke dalam dan tidak keluar
ostium uteri
Bila uterus yang berputar balik keluar dari vulva inversio
prolaps
Etiologi
Tonus otot rahim lemah
Tekanan/ tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan
apda tangan, tarikan pada tali pusat)
Kanalis servikalis yang longgar
Inversio Uteri

G E J A L A & TA N DA TERAPI
Syok Reposisi dalam anestesi
Fundus uteri sama sekali setelah syok teratasi
tidak teraba atau teraba Bila plasenta belum lepas
lekukan pada fundus plasenta jangan dilepaskan
Kadang tampak sebuah dulu sebelum reposisi
massa yang merah diluar dapat menimbulkan
vulva fundus yang
terbalik; atau teraba massa perdarahan banyak
berpermukaan kasar dalam Reposisi dapat dilakukan
vagina manual atau operasi
Perdarahan
151. Mioma Uteri
Disebut juga: fibroid, leimioma, leimiomata, fibromioma
Tumor jinak yang tumbuh dari jaringan otot uterus
Dapat terdiri dari satu mioma atau beberapa mioma kecil
Epidemiologi: 20-50% wanita usia subur

4 Tipe Mioma Uteri


Subserosa
Tumbuh dilapisan luar uterus dan
kearah luar
Intramural
Tumbuh didalam dinding uterus
Submukosa
Dibawah lapisan kavum uteri
polimenorrhea, infertilitas,
keguguran
Pedunculated
Memiliki tangkai http://www.myoma.co.uk/about-uterine-myoma.html
Mioma Geburt
Mioma submukosa pedinkulata: jenis mioma
submukosa yang mempunyai tangkai

Dapat keluar dari rongga rahim ke vagina


melalui saluran servik: mioma geburt atau
mioma yang dilahirkan
Mioma Uteri
G E J A L A D A N TA N D A
Perdarahan banyak dan lama selama masa haid atau pun di luar masa haid
Rasa nyeri karena tekanan tumor dan terputarnya tangkal tumor, serta adanya infeksi
rahim
Penekanan organ sekitar tumor seperti kandung kemih, ureter, rektum, organ lain
gangguan BAB atau BAK, pelebaran pembuluh darah vena dalam panggul, gangguan
ginjal
Infertilitas akibat penekanan pada saluran indung telur
Pada bagian bawah perut dekat rahim terasa kenyal

FA KTOR P R E D ISP OSISI


Nulipara, infertilitas, riwayat keluarga

DIAGNOSIS
Massa yang menonjol/ teraba seperti bagian janin, tes HCG (-)
USG abdominal/ transvaginal
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
Mioma Uteri: Tatalaksana
Pemeriksaan Berkala
Pemeriksaan fisik &USG setiap 6-8 minggu untuk mengawasi
pertumbuhan, ukuran, dan jumlah bila stabil observasi setiap
3-4 bulan

Terapi Hormonal
Preparat progestin atau GnH efek hipoestrogen

Terapi Operasi
Miomektomi
Bila pasien masih muda/ingin memiliki anak
Histerektomi
Bila tidak ingin memiliki anak lagi atau nyeri hebat yang tidak sembuh
dengan terapi
Miolisis
Koagulasi laparoskopik dengan neodymium
Embolisasi arteri uteri
152. Dysmenorrhea

Nyeri berat, kram pada abdomen bagian bawah dan


bisa diikuti oleh berkeringat, takikardia, sakit kepala,
mual/muntah, diare

Primer: tanpa kelainan patologis, onset < 20 tahun


Sekunder: berhubungan dengan kelainan pelvis
Dysmenorrhea: Endometriosis

Pengertian : adanya jaringan endometrium (kelenjar


atau stroma) di luar uterus.:

Etiologi: Penyakit estrogen dependen


1. Teori transplantasi ektopik jaringan endometrium
2. Teori meteplasia jaringan selomik
3. Teori induksi

854
Endometriosis: Faktor Risiko

Faktor genetik:
Risiko 7x lbh besar pada riwayat ibu penderita
endometriosis

Faktor imunologi
Tidak semua wanita dengan menstruasi retrograd
akan menderita endometriosis, mungkin ada
kekurangan imun yang mempengaruhi

855
Endometriosis: Gejala Klinik
Dismenore
Timbul beberapa saat sebelum keluarnya darah haid,
berlangsung selama menstruasi dan progresif

Subfertilitas/infertilitas

Abortus spontan
Meningkat 40% dibanding wanita normal 15-25%

Keluhan lain
Di kolon & rektum : distensi abdomen, kostipasi
Di ureter : obstruksi, disuri, hematuri dll
856
Endometriosis: Pemeriksaan

Umumnya tidak menunjukan kelainan

Nodul pada daerah ligamentum sakrouterina dan


kavum douglas

Nyeri pada septum rektovagina dan pembesaran


ovarium unilateral (kistik)

Kasus berat : uterus retroversi fiksata, pergerakan


ovarium dan tuba terbatas
Endometriosis: Pemeriksaan

Laparoskopi : untuk biopsi lesi


USG, CT scan, MRI
Endometriosis: Terapi

1. Operatif
2. Non-Operatif
Gonadotropin-releasing hormone agonists, Danazol,
Norethindrone, Gestrinone
All acyclic, some high androgen, others high progesterone,
all low estrogen
Negative side effects such as accelerated bone loss, weight
gain, nausea, breakthrough bleeding
Pain killers (aspirin, morphine, and codeine)
153. Fisiologi Hormon
Reproduksi Wanita
Fisiologi Hormon Reproduksi Wanita
Fase Ovulasi
Hari ke-14: Kadar estrogen sel pra ovulasi >> umpan balik negatif:
FSH << hipofisis ganti mengeluarkan LH merangsang
pelepasan oosit sekunder dari folikel de Graaf siap dibuahi

Fase Pasca Ovulasi


Folikel De Graaf jadi korpus luteum tetap memproduksi estrogen
& progesteron menebalkan endometrium & merangsang sekresi
lendir pada vagina & pertumbuhan kelenjar susu pada payudara
Tujuan menyiapkan implantasi zygot pada uterus bila terjadi
pembuahan atau kehamilan
Fisiologi Hormon Reproduksi Wanita
Fase Menstruasi
Bila tidak terjadi fertilisasi korpus luteum akan mengkerut menjadi
korpus albicans produksi hormon estrogen & progesteron terhenti
Kadar estrogen & progesteron << peluruhan endometrium
pendarahan dari uterus selama + 5 hari dengan volume darah sekitar 50
ml

Fase Pra Ovulasi


Akhir menstruasi: hipotalamus mengeluarkan GnRH merangsang
hipofisis mengeluarkan FSH pembentukan folikel primer dalam ovarium
mengelilingi oosit primer tumbuh sampai hari ke 14 dari hari I
menstruasi folikel matang (de Graaf) dengan oosit sekunder di
dalamnya
Selama pertumbuhannya folikel melepas estrogen pembentukan
kembali lapisan endometrium (proliferasi) & penetralan sifat asam pada
serviks agar lebih mendukung kehidupan sperma
Lendir Serviks
154. Infertilitas pada Pria: Etiologi

https://www.andrologyaustralia.org/your-health/male-infertility/
Cutt-off reference values for semen Characteristics as
published in consecutive WHO manuals
Sperma Abnormal

Azoospermia: tidak terdapat sperma hidup dalam cairan


sperma dalam cairan ejakulat ejakulat
Oligospermia: jumlah sperma Astenozoospermia: motilitas <
kurang dari 20 juta per ml normal
cairan ejakulat Teratozoospermia: morfologi
abnormal
Necrozoospermia: tidak ada
Infertilitas: Tatalaksana
155. ISK pada Kehamilan
Patofisiologi (terutama akhir trimester II dan awal trimester III)
Perubahan mekanis dan hormonal urin tertahan di saluran kencing
Peningkatan hormon progesteron menambah besar dan berat rahim
serta mengakibatkan pengenduran otot polos saluran kencing

Etiologi
E. coli (80-90%), klebsiella-enterobacter (5%), proteus mirabilis,
enterococcus, staphylococcus

Gejala dan Tanda


Nyeri suprapubik, disuria, pielonefritis

Komplikasi (terutama bila menginfeksi ginjal)


Prematuritas, anemia, hipertensi, preeklampsi, BBLR
ISK pada Kehamilan: Terapi
156. Versi Luar
Prosedur untuk melakukan perubahan presentasi janin
melalui manipulasi fisik dari satu kutub ke kutub lain
yang lebih menguntungkan bagi berlangsungnya proses
persalinan pervaginam dengan baik

Klasifikasi:
Berdasarkan arah pemutaran
Versi Sepalik : merubah bagian terendah janin menjadi
presentasi kepala
Versi Podalik : merubah bagian terendah janin menjadi
presentasi bokong
Berdasarkan cara pemutaran
Versi luar (external version)
Versi internal ( internal version)
Versi Bipolar ( Braxton Hicks version)
Syarat Versi Luar
Janin dapat lahir pervaginam atau diperkenankan untuk lahir pervaginam
(tak ada kontraindikasi)
Bagian terendah janin masih dapat dikeluarkan dari pintu atas panggul
(belum enggage)
Dinding perut ibu cukup tipis dan lentur sehingga bagian-bagian tubuh
janin dapat dikenali (terutama kepala) dan dapat dirasakan dari luar
dengan baik
Selaput ketuban utuh
Pada parturien yang sudah inpartu : dilatasi servik kurang dari 4 cm
dengan selaput ketuban yang masih utuh
Pada ibu yang belum inpartu :
Pada primigravida : usia kehamilan 34 36 minggu.
Pada multigravida : usia kehamilan lebih dari 38 minggu.
Indikasi dan Kontraindikasi Versi Luar
Indikasi :
Letak bokong.
Letak lintang.
Letak kepala dengan talipusat atau tangan terkemuka.
Penempatan dahi

Kontra indikasi :
Perdarahan antepartum.
Pada plasenta praevia atau plasenta letak rendah, usaha memutar janin dikhawatirkan akan
menyebabkan plasenta lepas dari insersionya sehingga akan menambah perdarahan.
Hipertensi.
Pada penderita hipertensi pada umumnya sudah terjadi perubahan pembuluh arteriole plasenta
sehingga manipulasi eksternal dapat semakin merusak pembuluh darah tersebut sehingga terjadi
solusio plasenta.
Cacat uterus.
Jaringan parut akibat sectio caesar atau miomektomi pada mioma intramural merupakan locus
minoris resistancea yang mudah mengalami ruptura uteri.
Kehamilan kembar.
Primitua, nilai sosial anak yang tinggi atau riwayat infertilitas
Insufisiensi plasenta atau gawat janin.
Faktor yang menentukan keberhasilan:
Paritas.
Presentasi janin.
Jumlah air ketuban

Faktor yang mempengaruhi terjadinya kegagalan


Bagian terendah janin sudah engage .
Bagian janin sulit diidentifikasi (terutama kepala).
Kontraksi uterus yang sangat sering terjadi.
Hidramnion.
Talipusat pendek.
Kaki janin dalam keadaan ekstensi (frank breech)
Kriteria Versi Luar dianggap gagal:
Ibu mengeluh nyeri saat dilakukan pemutaran.
Terjadi gawat janin atau hasil NST memperlihatkan
adanya gangguan terhadap kondisi janin.
Bagian janin tidak dapat diidentifikasi dengan baik
oleh karena sering terjadi kontraksi uterus saat
dilakukan palpasi.
Terasa hambatan yang kuat saat melakukan rotasi.
Masalah kontroversial dalam tindakan versi luar :
Penggunaan tokolitik
Penggunaan analgesia epidural
Komplikasi Versi Luar :
Solusio plasenta
Ruptura uteri
Emboli air ketuban
Hemorrhagia fetomaternal
Isoimunisasi
Persalinan Preterm
Gawat janin dan IUFD

Sumber: American College of Obstetricians and Gynecologists : External Cephalic


version. Practice Bulletin No 13, February 2000
157. Metode Kontrasepsi: Klasifikasi

Metode permanen
Digunakan oleh pasangan yang sudah tidak
menginginkan anak/ berisiko bila memiliki anak

Metode Menjarangkan kehamilan


Untuk memberikan jarak yang layak antar anak
Menunda kehamilan saat pasangan menyesuaikan
kehidupan pascapersalinan
Metode Terminal
Vasektomi
sterilisasi pria
vas deferens dipotong
kedua ujung diikat

Tubektomi
sterilisasi pada wanita:
bagian dari tuba falopii dibuang
kedua ujung diikat erat (ligasi)
bisa dilakukan melalui:
sterilisasi post partum
sterilisasi laparoskopik
VASECTOMY
Female Sterilization Overview
Anatomy

Ampulla
Isthmus

Infundibulum

Fimbria
Methods of Female Sterilization
Interval Post Partum/ Labor & Delivery
Laparoscopic Pomeroy
Electrocoagulation (Mono Parkland
and Bi -Polar)
Irving
Falope Ring
Uchida
Hulka Clip
Filshie Tubal Ligation System
Filshie Tubal Ligation
System
Hysteroscopy
Essure
Adiana
Methods of Female Sterilization1
Procedure Timing Technique
Minilaparotomy Post Partum Mechanical Devices (Clips,
Rings)
Post Abortion
Tubal Ligation or Excision
Interval
Laparoscopy Interval Only Electrocoagulation
(Unipolar, Bipolar)
Mechanical Devices (Clips,
Rings)
Laparotomy In conjunction with other Mechanical Devices (Clips,
surgery (Cesarean Rings)
section, salpingectomy,
Tubal Ligation or Excision
ovarian cystectomy, etc.)
1 Female Sterilization In: Landry E, ed. Contraceptive Sterilization: Global Issues and Trends. New York: Engender Health; 2002: 139-160

Since 2002, hysteroscopic methods are available and can be performed


interval-only (Essure and Adiana).
Methods of Female Sterilization
Pomeroy Technique
Developed in 1930 by Ralph Hayword
Pomeroy
Incision suprapubic and
subumbilical (PP)
Isthmic portion is ligated twice with
0 or 2-0 plain catgut suture Tied
Segment is then excised
Inspect for hemostasis and the
presence of the tubal lumen
Cut
Benefits
Easy technique
Highly effective Final result
Relatively inexpensive (excluding lab
costs for pathology)
Complications
Failure Rate: 7.5/1000
Infection and bleeding
Potential ectopic pregnancy

1 Pregnancy After Tubal Sterilization with Bi-Polar Electrocoagulation. Obstetrics and GYN. August 1999 Volume
94. Herbert B Petterson et al for the CREST Working Group
Kontrasepsi Mantap

KEUNTUNGAN KERUGIAN
Efektif dan permanen Rasa sakit/ tidak nyaman
Tidak ada efek samping jangka pendek
jangka panjang Risiko pembedahan
Tidak mempengaruhi proses Tidak dapat dilakukan untuk
menyusui orang yang masih memiliki
Tidak mengganggu anak
hubungan seksual
Tindakan aman &
sederhana
158. Varisela pada Kehamilan
Faktor Predisposisi
kontak dengan penderita cacar, belum mendapatkan vaksinasi cacar sebelumnya,
dan kurangnya status nutrisi

Diagnosis
Lesi kulit berupa vesikel kemerahan dan gatal di seluruh tubuh yang sering disertai
demam.

Tatalaksana
Umum: pencegahan infeksi sebelum hamil dengan vaksinasi, pencegahan infeksi
selama kehamilan dengan menghindari kontak, dan pencegahan infeksi pasca salin
dengan memberikan vaksinasi
Khusus: ibu dengan varicella + pneumonitis diberikan asiklovir 800 mg per oral 5 kali
per hari selama 7 hari, pada komplikasi yang lebih berat asiklovir IV diberikan pada
dosis 10-15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5-10 hari dimulai dari 24-72 jam setelah
muncul luar

Asiklovir efektif diberikan 24 jam setelah muncul ruam. Aman digunakan pada
kehamilan di atas 20 minggu, sebelum itu harus diberikan dengan hati-hati.
Prognosis Varisela pada Kehamilan
Pada kehamilan kurang dari 28 minggu: risiko sindrom
varisela fetal yang ditandai dengan adanya mikroftalmia,
korioretinitis, katarak, gangguan saraf, hipoplasia
ekstremitas, mikrosefali, atrofi korteks serebri, dan
gangguan tumbuh kembang janin
Pada kehamilan lebih dari 28 minggu terdapat risiko
kelahiran preterm dan ketuban pecah dini
Evaluasi USG untuk mendeteksi kelainan janin
Jika ibu terinfeksi 5 hari sebelum atau 2 hari sesudah
persalinan berikan Varicella Zoster Immunoglobulin (VZIG)
pada bayi

Sumber: buku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan.
159. Abortus
Definisi: Ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan pada kehamilan < 20 minggu atau berat janin <
500 gram

Diagnosis dengan bantuan USG


Perdarahan pervaginam (bercak hingga berjumlah banyak)
Perut nyeri & kaku
Pengeluaran sebagian produk konsepsi
Serviks dapat tertutup/ terbuka
Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya

Faktor Predisposisi
Faktor dari janin: kelainan genetik (kromosom) paling banyak
Faktor dari ibu: infeksi, kelainan hormonal (hipotiroidisme, DM),
malnutrisi, obat-obatan, merokok, konsumsi alkohol, faktor immunologis &
defek anatomis seperti uterus didelfis, inkompetensia serviks, dan
sinekhiae uteri karena sindrom Asherman
Faktor dari ayah: Kelainan sperma
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
PERDARAHA BESAR
DIAGNOSIS SERVIKS GEJALA LAIN
N UTERUS
Tes kehamilan +
Sesuai usia
Abortus imminens Sedikit-sedang Tertutup lunak Nyeri perut
kehamilan
Uterus lunak

Sesuai atau lebih Nyeri perut >>


Abortus insipiens Sedang-banyak Terbuka lunak
kecil Uterus lunak

Nyeri perut >>


Lebih kecil dari usia
Abortus inkomplit Sedikit-banyak Terbuka lunak Jaringan +
kehamilan
Uterus lunak

Sedikit atau tanpa


Tertutup atau Lebih kecil dari usia nyeri perut
Abortus komplit Sedikit-tidak ada
terbuka lunak kehamilan Jaringan keluar
Uterus kenyal

Perdarahan Membesar, nyeri Demam


Abortus septik Lunak
berbau tekan leukositosis
Tidak terdapat gejala
nyeri perut
Lebih kecil dari usia
Missed abortion Tidak ada Tertutup Tidak disertai
kehamilan
ekspulsi jaringan
konsepsi
Abortus
Missed abortion: kematian janin <20 minggu,
dan seluruh hasil konsepsi masih tertahan di
dalam uterus. Dulu dipakai kriteria selama 8
minggu tidak ditemukan ada perkembangan
janin dan janin ternyata mati karena tidak
ada USG.
Missed Abortion: Tatalaksana
Usia Kehamilan:
<12 minggu: evakuasi dengan AVM atau sendok kuret.
Antara 12-16 minggu: pastikan serviks terbuka, bila perlu lakukan
pematangan serviks sebelum dilakukan dilatasi dan kuretase. Lakukan
evakuasi dengan tang abortus dan sendok kuret.
16-22 minggu: Lakukan pematangan serviks. Lakukan evakuasi dengan infus
oksitosin 20 U dalam 500 ml NaCl 0,9%/RL dengan kecepatan 40 tpm
hingga terjadi ekspulsi hasil konsepsi.
Evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila
kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
Pemeriksaan PA jaringan.
Evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan
produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar Hb setelah 24
jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat
diperbolehkan pulang.
160. Fritsch or Asherman Syndrome
Kondisi yang memiliki ciri khas adanya adesi atau fibrosis endometrium yang
sering disebabkan oleh proses dilatasi dan kuretase

Istilah lain yang sering digunakan


Adesi intrauterin, atresia uterine, atrofi uterine traumatika, sklerosis endometrium,
dan sinekia intrauterin

Diagnosis
Riwayat dilatasi dan kuretase
ditunjang dengan adanya jaringan
parut pada uterus oleh
histerosonografi atau
histerosalfingografi

Terapi
Bedah diikuti dengan hormonal untuk
mencegah timbulnya jaringan parut
161. KB: Metode Alami
Menghitung masa subur
Siklus teratur Siklus Haid 14 hari = hari subur
Siklus tidak teratur: (siklus menstruasi terpendek 18) dan (siklus menstruasi
terpanjang - 11)
Menggunakan 3 6 bulan siklus menstruasi

Mengukur suhu basal


tubuh (pagi hari)
Saat ovulasi: suhu tubuh
akan meningkat 1-2 C
Simulasi Penghitungan Masa Ovulasi

SIKLUS HAID: 30 HARI

SIKLUS HAID - 14 HARI =


16 HARI SELALU 14 HARI

3-8 Juli: haid 18 Juli: OVULASI 2 Agustus 17 Agustus:


Menstruasi OVULASI
Berikutnya
162. Asam Folat dan Kehamilan

Kebutuhan akan folic acid sampai 50-100 g/hari pada


wanita normal dan 300-400 g/hari pada wanita hamil
sedangkan hamil kembar lebih besar lagi

Dosis
Untuk defisiensi asam folat: 250-1000 mcg (microgram) per hari
Untuk wanita hamil dalam menghindari defek pada tube nerual:
Minimal 400 mcg asam folat per hari
Wanita dengan riwayat kehamilan sebelumnya memiliki
komplikasi defek tube neural biasanya mengkonsumsi 4mg asam
folat per hari pada sebulan pertama sebelum kehamilan dan
diteruskan hingga 3 bulan setelah konsepsi
Spina bifida
163.
164. Asma dan Kehamilan

Pengaruh kehamilan pada asma:


hormon estrogen: kongesti kapiler hidung
(terutama trimester ketiga)
hormon progesteron: peningkatan laju
pernapasan, bronkodilatasi
hormon kortisol bebas: << gejala asma
prostaglandin (terutama trimester III):
bronkokonstriktor (Nelson and Piercy, 2001)
Komplikasi Asma pada Kehamilan

Bagi Ibu:
Preeklampsia, hipertensi, hiperemesis gravidarum,
perdarahan pervaginam, induksi, komplikasi
kehamilan

Bagi Janin
Kematian perinatal, IUGR, kehamilan preterm,
hipoksia neonatal, BBLR
Asma pada Kehamilan
Diagnosis: sama seperti pasien tidak hamil (Sesak/ sulit bernapas, wheezing,
batuk berdahak, ronkhi)

Tatalaksana pada kehamilan


O2 dan pasang kanul IV.
Hindari penggunaan obat penekan batuk, sedatif dan antihistamin.
Berikan cairan Ringer Laktat atau NaCl 0,9%.
Salbutamol via nebulizer
Metilprednisolon IV 40-60 mg/ 6 jam, ATAU hidrokortison IV 2 mg/kgBB/ 4 jam atau
setelah loading dose 2 mg/kgBB dilanjutkan infus 0,5 mg/kgBB/jam.
Jika ada tanda infeksi, beri ampisilin 2 g IV tiap 6 jam.
Rujuk ke fasilitas yang memadai. Di rumah sakit rujukan, pertimbangkan foto
thoraks, laboratorium, alat monitor fungsi vital, dan rawat intensif bilamana perlu.
Konsultasi dengan dokter spesialis paru atau penyakit dalam dan dokter spesialis
obstetri dan ginekologi.

Bila harus dilakukan persalinan: Jangan beri prostaglandin. Untuk mencegah


perdarahan pascasalin, beri oksitosin 10 unitIM atau ergometrin 0,2 mg IM.
165. FIVE LEVEL OF PREVENTION
Dilakukan pada orang sehat
Health promotion Promosi kesehatan
Contoh: penyuluhan

Dilakukan pada orang sehat


Specific Mencegah terjadinya kesakitan
protection Contoh: vaksinasi, cuci tangan pakai sabun

Dilakukan pada orang sakit


Early diagnosis & Tujuannya kuratif
prompt treatment Contoh: Pengobatan yang tepat pada pasien TB

Dilakukan pada orang sakit


Disability Membatasi kecacatan
limitation Contoh: pasien neuropati DM latihan senam kaki

Dilakukan pada orang sakit dengan kecacatan


Rehabilitation Optimalisasi fungsi tubuh yang masih ada
Contoh: latihan berjalan pada pasien pasca stroke
Pencegahan Primer-Sekunder-Tersier
Pencegahan Primer-Sekunder-Tersier
166.HIPOTESIS NOL DAN HIPOTESIS ALTERNATIF

Kapan suatu penelitian membutuhkan


hipotesis? Hipotesis diperlukan pada penelitian
analitik (penelitian yang ingin membuktikan
adanya hubungan antara paparan dengan
terjadinya outcome). Pada penelitian yang
deskriptif (misalnya prevalensi hipertensi di
Indonesia), hipotesis tidak harus ada.

Terdapat 2 macam hipotesis: Hipotesis nol (null


hypothesis) dan hipotesis alternatif.
Hipotesis nol (H0) : hipotesis yang
menyatakan tidak adanya hubungan antara
variabel independen/paparan (X) dengan
variabel dependen/outcome (Y). Contoh:
Tidak ada hubungan antara merokok dengan
kanker paru.

Hipotesis alternatif/hipotesis kerja (Ha/ H1):


Hipotesis yang menyatakan adanya hubungan
antara variabel independen/paparan(X) dan
variabel dependen/outcome (Y) yang diteliti.
Contoh: Merokok berhubungan dengan kanker
paru, atau merokok menyebabkan
peningkatan kejadian kanker paru.
Hipotesis Nol dan Hipotesis Alternatif
Kapan hipotesis nol diterima atau ditolak?
Harus dilakukan uji hipotesis dengan menetapkan
terlebih dahulu nilai alpha (). Alpha adalah tingkat
kesalahan yang ditetapkan di mana hasil penelitian
menyatakan bahwa hipotesis nolnya benar padahal
kenyataan dalam populasi hipotesis alternatif yang
benar. Umumnya disepakati nilai =0,05.
Bila nilai p-value > , maka hipotesis nol diterima.
Bila nilai p-value < , maka hipotesis nol ditolak
sehingga hipotesis alternatif yang diterima.
167. Tabel Uji Hipotesis
TABEL UJI HIPOTESIS
VARIABEL
U J I S TAT I S T I K U J I A LT E R N AT I F
INDEPENDEN DEPENDEN

Fisher (digunakan untuk tabel


Kategorik Kategorik Chi square 2x2)*
Kolmogorov-Smirnov
(digunakan untuk tabel bxk)*

Kategorik T-test independen Mann-Whitney**


Numerik
(2 kategori)
T-test berpasangan Wilcoxon**

One Way Anova


Kruskal Wallis**
Kategorik (berpasangan)
Numerik
(>2 kategori) Repeated Anova (tdk
Friedman**
berpasangan)
Numerik Numerik Korelasi Pearson Korelasi Spearman**
Regresi Linier
Keterangan:
* : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi
**: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal
Langkah Menentukan Uji Statistik
Tentukan sifat variabel yang diuji (numerik atau kategorik)

Bila ada variabel yang bersifat numerik, tentukan apakah


variabel tersebut terdistribusi normal atau tidak. Atau bila
kedua variabel bersifat kategorik, tentukan apakah
memenuhi persyaratan uji chi square. Untuk mengerjakan
soal UKDI, bila tidak disebutkan, maka diasumsikan bahwa
variabel tersebut terdistribusi normal atau memenuhi
persyaratan chi square.

Lihat tabel untuk menentukan uji hipotesis apa yang sesuai.


Korelasi Pearson vs Regresi Linier
Penelitian yang meneliti hubungan antara dua
variabel, di mana kedua variabel bersifat
numerik, dapat menggunakan korelasi Pearson
dan regresi linier.

Korelasi pearson digunakan untuk mengetahui


arah dan kekuatan hubungan antara kedua
variabel. Sedangkan regresi linier digunakan
untuk memprediksi nilai variabel dependen
melalui variabel independen (dinyatakan dalam
persamaan Y = a + bX).
168. BREAKING BAD NEWS
Hal yang perlu dilakukan dokter dalam
menyampaikan hal buruk: ABCDE

Am Fam Physician. 2001 Dec 15;64(12):1975-1979


Breaking Bad News
B: Build therapeutic environment
A: Advance preparation
Tentukan preferensi pasien
Dokter harus menguasai (seberapa jauh pasien ingin
masalah klinis pasien secara mendengar berita yang
keseluruhan disampaikan)
Siapkan ruangan dan situasi Bila memungkinkan, ajak
yang nyaman untuk berbicara keluarga untuk mendampingi
Latih diri untuk menyampaikan Bila sesuai dengan budaya,
berita dengan tenang dan sentuh pasien
tidak emosional
Yakinkan pasien bahwa dokter
akan terus mendampingi

Am Fam Physician. 2001 Dec 15;64(12):1975-1979


Breaking Bad News
C: Communicate well D: Deal with patient and
Tanyakan harapan pasien family reaction
dan keluarganya
Nilai bagaimana reaksi
Bicara perlahan tetapi jelas
keluarga, termasuk
Hindari menangis strategi copingnya
Pasien mungkin tidak dapat (denial, anger, dll)
menerima seluruh isi
pembicaraan Tunjukkan empati
Buat resume pembicaraan
dan rencana tindak lanjut

Am Fam Physician. 2001 Dec 15;64(12):1975-1979


Breaking Bad News
E: encourage and validate
emotion
Berikan harapan yang realistis
(misalnya, meski peluang
sembuh sangat kecil, ada opsi
apa saja untuk
mengoptimalkan kualitas
hidup)
Eksplorasi kebutuhan spiritual
dan sistem support pasien
Libatkan pelayanan
interdisiplin

Am Fam Physician. 2001 Dec 15;64(12):1975-1979


169. KEJADIAN EPIDEMIOLOGIS PENYAKIT

Sporadik: kejadian penyakit tertentu di suatu


daerah secara acak dan tidak teratur.
Contohnya: kejadian pneumonia di DKI
Jakarta.

Endemik: kejadian penyakit di suatu daerah


yang jumlahnya lebih tinggi dibanding daerah
lain dan hal tersebut terjadi terus menerus.
Contohnya: Malaria endemis di Papua.
Epidemik dan KLB: Epidemik dan KLB sebenarnya
memiliki definisi serupa, namun KLB terjadi pada
wilayah yag lebih sempit (misalnya di satu
kecamatan saja). Indonesia memiliki kriteria KLB
berdasarkan Permenkes 1501 tahun 2010 (di
slide selanjutnya).

Pandemik: merupakan epidemik yang terjadi


lintas negara atau benua. Contohnya: kejadian
MERS-COV di dunia tahun 2014-2015.
Kriteria KLB (Permenkes 1501, tahun 2010)
Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada
atau tidak dikenal pada suatu daerah
Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun
waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis
penyakitnya
Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut
jenis penyakitnya
Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah
per bulan dalam tahun sebelumnya
Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya
Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)
kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen)
atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit
periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu
periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
170. FIVE LEVEL OF PREVENTION
Dilakukan pada orang sehat
Health promotion Promosi kesehatan
Contoh: penyuluhan

Dilakukan pada orang sehat


Specific Mencegah terjadinya kesakitan
protection Contoh: vaksinasi, cuci tangan pakai sabun

Dilakukan pada orang sakit


Early diagnosis & Tujuannya kuratif
prompt treatment Contoh: Pengobatan yang tepat pada pasien TB

Dilakukan pada orang sakit


Disability Membatasi kecacatan
limitation Contoh: pasien neuropati DM latihan senam kaki

Dilakukan pada orang sakit dengan kecacatan


Rehabilitation Optimalisasi fungsi tubuh yang masih ada
Contoh: latihan berjalan pada pasien pasca stroke
Pencegahan Primer-Sekunder-Tersier
Pencegahan Primer-Sekunder-Tersier
171. JENIS VARIABEL

Nominal
Kategorik
Ordinal
Variabel
Interval
Numerik
Rasio
VARIABEL ORDINAL
Data yang diperoleh dengan cara
VARIABEL NOMINAL kategorisasi atau klasifikasi, tetapi
Data yang diperoleh dengan cara diantara data tersebut terdapat
kategorisasi atau klasifikasi. hubungan.
Posisi data setara. Misalnya: jenis Posisi data tidak setara. Misalnya
pekerjaan. tingkat kepuasan pelanggan, dibagi
Tidak bisa dilakukan operasi matematika menjadi tidak puas, puas, dan sangat
(X, +, - atau : ) puas.
Tidak bisa dilakukan operasi
matematika (X, +, - atau : )

VARIABEL INTERVAL
data yang diperoleh dengan cara VARIABEL RASIO
pengukuran, dimana jarak antar dua titik data yang diperoleh dengan cara
pada skala, sudah diketahui. Misalnya pengukuran, dimana jarak antar dua titik
variabel suhu tubuh dalam Celcius, pada skala, sudah diketahui.
sudah diketahui bahwa jaraknya antara Ada angka nol mutlak. Misalnya tinggi
0-100 derajat Celcius. badan, berat badan.
Tidak ada angka nol mutlak Bisa dilakukan operasi matematika.
Bisa dilakukan operasi matematika.
Cara Sederhana Membedakan Variabel Interval
dan Rasio
Prinsipnya adalah pada variabel rasio, kita dapat merasiokan 2
pengukuran dengan nilai yang sama.

Contoh variabel rasio:


Berat (berat benda 40 kg dapat diperoleh dari 2 benda dengan berat
masing-masing 20 kg)
Gaji (gaji Rp 1.000.000 dapat diperoleh dari 2 orang dengan gaji
masing-masing Rp 500.000)

Contoh variabel interval:


Suhu tubuh (Suatu benda dengan suhu 100 derajat C tidak sama
dengan suhu 2 benda yang masing-masing suhunya 50 derajat C)
Tingkat keasaman/ pH (suatu larutan dengan pH 6 tidak sama
dengan ada 2 larutan yang masing-masing memiliki pH 3 kemudian
dicampur)
172. PELANGGARAN ETIKA
PENELITIAN
Secara umum, dibagi menjadi 2 yaitu:

Fraud: pelanggaran dalam prosedur standar dan/


atau etika penelitian, yang dilakukan oleh peneliti
untuk mendapatkan keuntungan tertentu.

Misconduct: pelanggaran dalam prosedur standar


dan/ atau etika penelitian yang dilakukan oleh
peneliti karena kurangnya pengetahuan atau
ketidaktelitian peneliti.

Fraud and misconduct in clinical research: A concern. Perspect Clin Res. 2013 Apr-Jun; 4(2): 144147.
doi: 10.4103/2229-3485.111800
3 Jenis Fraud
Fabrication: menciptakan data baru yang
sebenarnya tidak ada.

Falsification: mengubah data yang ada


menjadi data yang sesuai keinginan peneliti.

Plagiarisme: mengeksploitasi pekerjaan atau


ide orang lain sebagai ide dari diri peneliti
sendiri.
Fraud and misconduct in clinical research: A concern. Perspect Clin Res. 2013 Apr-Jun; 4(2): 144147.
doi: 10.4103/2229-3485.111800
173. PROPORSI DAN RASIO
Proporsi: perbandingan yang pembilangnya
merupakan bagian dari penyebut. Proporsi
digunakan untuk melihat komposisi suatu
variabel dalam populasi.
Rumus proporsi: x/ (x+y)

Rasio: perbandingan dua bilangan yang tidak


saling tergantung. Ratio digunakan untuk
menyatakan besarnya kejadian.
Rumus rasio: x/y
174. METODE PROMOSI KESEHATAN
METODE PROMOSI KESEHATAN MASSAL
Ceramah umum (public speaking), misalnya pada hari kesehatan
nasional, menteri kesehatan atau pejabat kesehatan lainnya
berpidato dihadapan massa rakyat untuk menyampaikan pesan-
pesan kesehatan.
Diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik, baik siaran TV
maupun radio.
Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter atau petugas
kesehatan lainnya tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan
disuatu media massa
Film
Tulisan-tulisan dimajalah atau Koran, baik dalam bentuk artikel
maupaun Tanya jawab/ konsultasi tentang kesehatan dan penyakit.
Billboard, yang dipasang dipinggir jalan, spanduk, poster, dsb.
Contoh : Billboard Ayo ke Posyandu.
Metode Promosi Kesehatan untuk Kelompok
(<15 orang)
Diskusi kelompok:
dipimpin 1 pemimpin diskusi, pemimpin memberi pertanyaan atau
kasus sehubungan dengan topik yang dibahas untuk memancing
anggota untuk berpendapat.

Curah Pendapat (Brain Storming):


Prinsipnya sama dengan metode diskusi kelompok. Bedanya, pada
permulaannya pemimpin kelompok memancing dengan satu
masalah dan kemudian tiap peserta memberikan jawaban-jawaban
atau tanggapan (curah pendapat). Sebelum semua peserta
mencurahkan pendapatnya, tidak boleh diberikan komentar oleh
siapapun. Harus setelah semua mengeluarkan pendapatnya, tiap
anggota dapat mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.
Metode Promosi Kesehatan untuk Kelompok
(<15 orang)
Bola salju (snowballing): Kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan (1
pasang 2 orang) kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah.
Setelah lebih kurang 5 menit maka tiap 2 pasang bergabung menjadi 1.
Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari
kesimpulannya. Kemudian tiap-tiap pasang yang sudah beranggotakan 4
orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya dst, sampai akhirnya
akan terjadi diskusi seluruh anggota kelompok.

Kelompok kecil (buzz group): Kelompok langsung dibagi menjadi


kelompok-kelompok kecil (buzz group) yang kemudian diberi suatu
permasalahan yang sama atau tidak sama dengan kelompok lain.
Masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut. Selanjutnya
hasil dari tiap kelompok didiskusikan kembali dan dicari kesimpulannya.
Metode Promosi Kesehatan untuk Kelompok
(<15 orang)
Role play: Beberapa anggota kelompok diunjuk sebagai pemegang peran
tertentu untuk memainkan peranan, misalnya sebagai dokter Puskesmas,
sebagai perawat, atau bidan, dan sebagainya, sedangkan anggota yang
lain sebagai pasien atau anggota masyarakat. Mereka memperagakan,
misalnya bagaimana komunikasi/interaksi sehari-hari dalam
melaksanakan tugas.

Simulation game: Gabungan antara role play dengan diskusi kelompok.


Pesan-pesan kesehatan disajikan dalam beberapa bentuk permainan
seperti permainan monopoli. Cara memainkannya persis seperti bermain
monopoli dan menggunakan dadu, gaco (petunjuk arah) selain papan
main. Beberapa orang menjadi pemain dan sebagian lagi berperan
sebagai narasumber.
Alat Bantu Promosi Kesehatan
(Menurut Cone of Experience, Edgar Dale)
175. VALIDITAS UJI DIAGNOSTIK
Skrining test harus dibandingkan dengan suatu
gold standard atau reference standard
Harus dibuat tabel 2x2 yang membandingkan
uji diagnostik yang diteliti dengan gold
standardnya.
POPULATION
WITHOUT
TEST WITH DISEASE
DISEASE
Have Disease No Disease but
Have Positive Test Have Positive Test
POSITIVE = TRUE =FALSE
POSITIVES POSITIVES
(TP) (FP)
Have Disease No Disease but
Have Negative Test Have Negative Test
NEGATIVE = FALSE =TRUE
NEGATIVES NEGATIVES
(FN) TN)

TP TN
SENSITIVITAS =
SPESIFISITAS =
TP+FN TN+FP
Konsep sensitifitas dan spesifisitas dari tes
skrining dengan hasil tes yang bersifat dikotomus
:
Contoh pada kalkulasi dibawah ini :
Dari 100 orang sakit, 80 diidentifikasikan secara benar
(hasil tes positif ) oleh tes skrining
Sensitifitas dari tes adalah 80%.
Disini 20 orang tidak dapat diidentifikasikan dengan benar
oleh tes skrining tersebut.
Dari 900 orang yang tidak sakit, 800 diidentifikasikan
secara benar (hasil tes negatif) oleh tes skrining
Spesifisitas dari tes adalah 800/900 atau 89%.
Disini ada 100 orang yang tidak dapat diidentifikasikan
dengan benar oleh tes skrining tersebut
PREDICTIVE VALUE
Untuk menilai efficacy dari suatu skrining test,
diukur predictive value.

Definisi: probabilitas sakit terhadap Suatu


hasil pemeriksaan test

Terdiri dari positive predictive value (ppv)


dan negative predictive value (npv).
Predictive Value of Tests
Test D+ D Total
T+ TP FP TP+FP
T FN TN FN+TN
Total TP+FN FP+TN N

Predictive value positive (PVP) proportion of


positive tests that are actually cases
= TP / (TP+FP)
Predictive value negative (PVN) proportion of
negative tests that are actually non-cases
= TN / (TN+FN)
Gerstman Chapter 4 937
NET SENSITIVITY
Net sensitivity digunakan pada tes multipel untuk
suatu penyakit untuk menggambarkan sensitivitas total
dari tes multipel tersebut.

Tes multipel tersebut dapat dilakukan secara serial/


sekuensial atau paralel/ simultan.
Serial: tes dikerjakan bertahap. Misalnya awalnya pasien
diperiksa tes A. Bila hasil tes A positif, baru dilanjutkan
dengan tes B. Bila hasil tes A negatif, pasien tidak diperiksa
tes B.
Paralel: tes multipel tersebut dikerjakan bersama-sama.
Misalnya, tiap pasien langsung dilakukan tes A dan B
bersamaan tanpa memperhitungkan apakah hasil tes A
positif atau negatif.
Rumus Net Sensitivity
Rumus net sensitivity untuk tes yang
dikerjakan secara serial adalah:
Sensitivitas tes A x Sensitivitas tes B

Rumus net sensitivity untuk tes yang


dikerjakan secara paralel adalah:
Sensitivitas (Sn) Tes A + Sn Tes B (Sn Tes A x Sn Tes B)
176. TEKNIK SAMPLING
Probability Sampling Techique lebih baik
dibanding non-probability
Simple Random Sampling: pengambilan sampel dari
semua anggota populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata/tingkatan yang ada dalam
populasi itu.

Stratified Sampling: Penentuan sampling tingkat


berdasarkan karakteristik tertentu (usia, jenis kelamin,
dsb). Misalnya untuk mengambil sampel dipisahkan
dulu jenis kelamin pria dan wanita. Baru kemudian dari
kelompok pria diambil sampel secara acak, demikian
juga dari kelompok wanita.
Probability Sampling Techique lebih
baik dibanding non-probability
Cluster Sampling: disebut juga sebagai teknik sampling daerah.
Pemilihan sampel berdasarkan daerah yang dipilih secara acak.
Contohnya mengambil secara acak 20 kecamatan di Jakarta.
Seluruh penduduk dari 20 kecamatan terpilih dijadikan sampel.

Multistage random sampling: teknik sampling yang menggunakan 2


teknik sampling atau lebih secara berturut-turut. Contohnya
mengambil secara acak 20 kecamatan di Jakarta (cluster sampling).
Kemudian dari masing-masing kecamatan terpilih, diambil 50
sampel secara acak (simple random sampling).

Systematical Sampling anggota sampel dipilh berdasarkan urutan


tertentu. Misalnya setiap kelipatan 10 atau 100 dari daftar pegawai
disuatu kantor, pengambilan sampel hanya nomor genap atau yang
ganjil saja.
Non-probability Sampling
Purposive Sampling: sampel yang dipilih secara khusus
berdasarkan tujuan penelitiannya.
Snowball Sampling: Dari sampel yang sedikit tersebut
peneliti mencari informasi sampel lain dari yang
dijadikan sampel terdahulu, sehingga makin lama
jumlah sampelnya makin banyak
Quota Sampling:anggota sampel pada suatu tingkat
dipilih dengan jumlah tertentu (kuota) dengan ciri-ciri
tertentu
Convenience sampling:mengambil sampel sesuka
peneliti (kapanpun dan siapapun yang dijumpai
peneliti)
177. VISUM ET REPERTUM KORBAN HIDUP

Visum et repertum biasa/tetap. Visum et repertum ini


diberikan kepada pihak peminta (penyidik) untuk korban
yang tidak memerlukan perawatan lebih lanjut.

Visum et repertum sementara. Visum et


repertum sementara diberikan apabila korban memerlukan
perawatan lebih lanjut karena belum dapat membuat
diagnosis dan derajat lukanya. Apabila sembuh
dibuatkan visum et repertum lanjutan.

Visum et repertum lanjutan. Dalam hal ini korban tidak


memerlukan perawatan lebih lanjut karena sudah sembuh,
pindah dirawat dokter lain, atau meninggal dunia.
Visum et repertum untuk orang mati (jenazah)

Pada pembuatan visum et repertum ini, dalam


hal korban mati maka penyidik mengajukan
permintaan tertulis kepada pihak Kedokteran
Forensik untuk dilakukan bedah mayat
(outopsi).
Jenis VeR lainnya
Visum et repertum Tempat Kejadian Perkara (TKP). Visum ini dibuat
setelah dokter selesai melaksanakan pemeriksaan di TKP.

Visum et repertum penggalian jenazah. Visum ini dibuat setelah dokter


selesai melaksanakan penggalian jenazah.

Visum et repertum psikiatri . Visum pada terdakwa yang pada saat


pemeriksaan di sidang pengadilan menunjukkan gejala-gejala penyakit
jiwa.

Visum et repertum barang bukti. Misalnya visum terhadap barang bukti


yang ditemukan yang ada hubungannya dengan tindak pidana, contohnya
darah, bercak mani, selongsong peluru, pisau.
178-179. KAIDAH DASAR MORAL

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
(nonmaleficence)
Selain menghormati martabat manusia,
dokter juga harus mengusahakan agar Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
Pengertian berbuat baik diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih dari diikuti.
sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect
Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
for person) / Autonomy ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
Setiap individu (pasien) harus kewarganegaraan, status perkawinan,
diperlakukan sebagai manusia yang serta perbedaan jender tidak boleh dan
tidak dapat mengubah sikap dokter
memiliki otonomi (hak untuk menentukan terhadap pasiennya.
nasib diri sendiri), Tidak ada pertimbangan lain selain
Setiap manusia yang otonominya kesehatan pasien yang menjadi perhatian
berkurang atau hilang perlu mendapatkan utama dokter.
perlindungan. Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
180. ANTROPOLOGI FORENSIK
Penentuan seks dari kerangka panggul,
tengkorak
Penentuan ras dari tengkorak
Perkiraan umur berdasarkan pertumbuhan
tulang panjang
Perkiraan tinggi badan panjang tulang
panjang
Penentuan Usia
Usia pada saat kematian dapat diperkirakan
dengan memeriksa perubahan biologis dari
orang tersebut.
Penutupan sutura di tengkorak merupakan
salah satu indikator usia. Setelah 25-31 tahun,
estimasi umur menjadi lebih sulit.
Penentuan Jenis Kelamin
181. Perlukaan akibat kekerasan
o Kekerasan bersifat mekanik
Kekerasan tumpul
Kekerasan tajam
Tembakan senjata api

o Kekerasan bersifat alam


Luka akibat api
Luka akibat listrik

o Kekerasan bersifat kimiawi


Luka akibat asam keras
Luka akibat basa kuat
Luka Akibat Kekerasan Tumpul
Luka memar: Tampak sebagai bercak, biasanya
berbentuk bulat/lonjong. Luka memar yang baru
terjadi tampak sebagai bercak biru kemerahan dan
agak menimbul.
Proses penyembuhan menyebabkan warna bercak
berubah menjadi kebiruan, kehijauan, kecoklatan,
kekuningan dan akhirnya hilang saat terjadi penyembuhan
sempurna dalam 7-10 hari.

Luka robek: Luka terbuka tepi tidak rata, pada salah


satu sisi dapat ditemukan jejas berupa luka lecet tekan.
Ada jembatan jaringan.
Luka Akibat Kekerasan Tumpul
Luka lecet tekan: Tampak sebagai
bagian kulit yang sedikit
mencekung, berwarna kecoklatan.
Bentuknya memberikan gambaran
bentuk benda penyebab luka.

Luka lecet geser: Bagian yang


pertama bergeser memberikan
batas yang lebih rata, dan saat
benda tumpul meningalkan kulit
yang tergeser berbatas tidak rata.
Tampak goresan epidermis yang
berjalan sejajar.
Luka Akibat Kekerasan Tajam
Luka tusuk: Akibat kekerasan tajam yang mengenai kulit
dengan arah kekerasan tegak terhadap permukaan kulit.
Tepi luka rata.
Lebar luka menggambarkan lebar pisau yang digunakan.
Karena elastisitas kulit, dalamnya luka tidak menggambarkan
panjangnya pisau

Luka sayat: Akibat kekerasan tajam yang bergerak k.l sejajar


dengan permukaan kulit. Panjang luka jauh melebihi
dalamnya luka.

Luka bacok: Akibat kekerasan tajam dengan bagian mata


senjata yang mengenai kulit dengan arah tegak. Kedua
sudut luka lancip dengan luka yang cukup dalam.
Luka Bakar
Luka bakar api: menimbulkan kerusakan kulit
yang bervariasi, tergantung pada tingginya
suhu dan lamanya api mengenai kulit.
Luka bakar ringan kelainan hanya pada tebalnya
kulit, berupa eritema,vesikel atau bula
Luka bakar sedangkerusakan sudah melewati
tebalnya kulit
Luka bakar beratPengarangan
jaringan/karbonifikasi
Luka Bakar
Luka bakar benda panas: kerusakan kulit terbatas, sesuai
dengan penampang benda yang mengenai kulit. Bentuk
luka sesuai dengan bentuk permukaan benda padat.

Luka bakar listrik: Benda beraliran listrik saat mengenai


kulit, oleh tahanan yang terdapat pada kulit, akan
menimbulkan panas yang dapat merusak kulit dalam
bentuk luka bakar benda padat. Pada kulit basah, listrik
dialirkan tanpa merusak kulit.
Bila listrik mengalir melewati medula oblongata pusat vital
akan terganggu; melewati daerah jantungfibrilasi ventrikel;
melewati otot sela igakejang otot pernafasan.
Luka Bakar
Luka akibat petir: Tubuh
yang tersambar petir
memberikan gambaran
pada kulit seperti cabang
pohonarborescent mark.
Dapat terjadi pecahnya
membrana timpani dengan
perdarahan pada liang telinga
Pakaian compang camping
dengan tepi yang terbakar
Luka Tembak
Luka tembak masuk: pada tubuh korban tersebut akan
didapatkan perubahan yang diakibatkan oleh berbagai
unsur atau komponen yang keluar dari laras senjata api
tersebut, seperti anak peluru, butir-butir mesiu yang
tidak terbakar atau sebagian terbakar, asap atau jelaga,
api, partikel logam, minyak pada anak peluru.

Luka tembak keluar: tidak adanya kelim lecet, kelim-


kelim lain juga tentu tidak ditemukan. Luka tembak
keluar pada umumnya lebih besar dari luka tembak
masuk.
182. PEMERIKSAAN PADA KASUS
KEJAHATAN SEKSUAL
Persetubuhan yang diancam pidana oleh KUHP :
pemerkosaan, persetubuhan pada wanita tidak berdaya,
persetubuhan dengan wanita yang belum cukup umur

Setiap pemeriksaan untuk pengadilan harus


berdasarkan permintaan tertulis dari penyidik yang
berwenang
Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban
merupakan benda bukti. Jika korban datang sendiri
dengan membawa surat permintaan dari polisi, jangan
diperiksa, minta korban kembali kepada polisi.
Setiap visum et repertum harus dibuat berdasarkan
keadaan yang didapatkan pada tubuh korban pada
waktu permintaan VeR diterima oleh dokter.
Peran Dokter dalam Kasus Kejahatan Seksual

Kesimpulan VeR:
Ada/tidaknya bukti persetubuhan, dan kapan perkiraan
terjadinya
Ada/tidaknya kekerasan pada perineum dan daerah lain
(termasuk pemberian racun/obat/zat agar menjadi tidak
berdaya) toksikologi
Usia korban (berdasarkan haid, dan tanda seks sekunder)
Penyakit hubungan seksual, kehamilan, dan kelainan
kejiwaan sebagai akibat dari tindak pidana

Dokter tidak melakukan pembuktian adanya pemerkosaan


PEMERIKSAAN DALAM KASUS
KEJAHATAN SEKSUAL
PEMERIKSAAN
SEMEN
Pemeriksaan Pada pakaian, bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap
visual daripada sekitarnya. Dan Bercak yang sudah agak tua berwarna
kekuningan.

Perabaan dan Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap,
penciuman bila tidak teraba kaku, masih dapat dikenali dari permukaan bercak yang
teraba kasar. Pada penciuman, bau air mani seperti klorin (pemutih) atau
bau ikan
Ultraviolet (UV) Semen kering (bercak semen) berfluoresensi (bluish-white) putih
kebiruan di bawah iluminasi UV dan menunjukkan warna yang
sebelumnya tak nampak. Namun Pemeriksaan ini tidak spesifik,sebab
nanah, fluor albus, bahan makanan, urin, dan serbuk deterjen yang
tersisa pada pakaian sering berflouresensi juga.
PEMERIKSAAN
KIMIAWI
Metode Florence Cairan vaginal atau bercak mani yang
sudah dilarutkan, ditetesi larutan yodium
(larutan Florence) di atas objek glass
Hasil yang diharapkan: kristal-kristal
kholin peryodida tampak berbentuk
jarum-jarum / rhomboid yang berwarna
coklat gelap
Metode Berberio Cairan vagina atau bercak semen yang
sudah dilarutkan, diteteskan pada objek
glass, lalu ditambahkan asam pikrat dan
diamati di bawah mikroskop.
Hasil yang diharapkan: Kristal spermin
pikrat akan terbentuk rhomboik atau
jarum yang berwarna kuning kehijauan.
PEMERIKSAAN
KIMIAWI
Metode PAN Bercak pada pakaian diekstraksi
dengan cara menempelkan kertas
saring Whatman no.2 yang dibasahi
dengan aquadest, selama 10 menit.
Hasil positif menunjukkan warna
merah jambu.

Fosfatase asam Dapat dilakukan pada cairan vagina


dan pada bercak semen di pakaian.
Hasil yang diharapkan: warna ungu
timbul dalam waktu kurang dari 30
detik, berarti asam fosfatase berasal
dari prostat.
PEMERIKSAAN CAIRAN MANI
Sampel :
1. Forniks posterior vagina
Fosfatase asam, PAN, Berberio, Florence

2. Bercak pada pakaian


Pemeriksaan Taktil, Visual, Sinar UV,
Fosfatase asam, PAN, Berberio, Florence
Pemeriksaan Sperma
Pemeriksaan Sperma tanpa pewarnaan
Tujuan: Untuk melihat motilitas spermatozoa.
Pemeriksaan ini paling bermakna untuk
memperkirakan saat terjadinya persetubuhan.
Sperma didalam liang vagina masih dapat
bergerak dalam waktu 4 5 jam post-coitus;
sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak
sampai sekitar 24-36 jam post coital dan bila
wanitanya mati masih akan dapat ditemukan 7-8
hari.
Pemeriksaan Sperma
Pemeriksaan dengan pewarnaan
Bila sediaan dari cairan vagina, dapat diperiksa
dengan Pulas dengan pewarnaan gram, giemsa
atau methylene blue atau dengan pengecatan
Malachite-green.
Bila berasal dari bercak semen (misalnya dari
pakaian), diperiksa dengan pemeriksaan Baechii.
Hasil: spermatozoa dengan kepala berwarna
merah dan ekor berwarna biru muda terlihat
banyak menempel pada serabut benang
Pewarnaan Malachite Green
Keuntungan dengan pulasan
ini adalah inti sel epitel dan
leukosit tidak terdiferensiasi,
sel epitel berwarna merah
muda merata dan leukosit
tidak terwarnai. Kepala
spermatozoa tampak
berwarna ungu, bagian hidung
merah muda.

Dikatakan positif, apabila


ditemukan sperma paling
sedikit satu sperma yang utuh.
Pewarnaan Baechii
Reagen dapat dibuat dari : Acid
fuchsin 1 % (1 ml), Methylene
blue 1 % (1 ml), Asam klorida 1
% (40 ml).

Hasil : Serabut pakaian tidak


berwarna, spermatozoa dengan
kepala berwarna merah dan ekor
berwarna biru muda terlihat
banyak menempel pada serabut
benang.
183. LUKA TEMBAK
Dalam memberikan pendapat atau kesimpulan dalam
visum et repertum, tidak dibenarkan menggunakan istilah
pistol atau revolver; oleh karena perkataan pistol
mengandung pengertian bahwa senjatanya termasuk
otomatis atau semi otomatis, sedangkan revolver berarti
anak peluru berada dalam silinder yang akan memutar jika
tembakan dilepaskan.

Oleh karena dokter tidak melihat peristiwa


penembakannya, maka yang akan disampaikan adalah;
senjata api kaliber 0,38 dengan alur ke kiri dan sebagainya.
Luka Tembak Menempel Erat
Luka simetris di tiap sisi
Jejas laras jelas mengelilingi lubang luka
Tidak akan dijumpai kelim jelaga atau kelim
tattoo
Kelim pada Luka Tembak
Kelim tato: akibat butir mesiu; gambaran bintik-
bintik hitam bercampur perdarahan, tidak dapat
dihapus dengan kain.
Kelim jelaga: akibat asap; gambaran bintik-bintik
hitam yang dapat dihapus dengan kain.
Kelim api: akibat pembakaran dari senjata; luka
bakar terlihat dari kulit dan rambut di sekitar luka
yang terbakar.
Kelim lecet: akibat partikel logam; bentuknya luka
lecet atau luka terbuka yang dangkal
Luka Tembak Masuk vs Keluar
Luka tembak masuk: pada tubuh korban tersebut akan
didapatkan perubahan yang diakibatkan oleh berbagai
unsur atau komponen yang keluar dari laras senjata api
tersebut, seperti anak peluru, butir-butir mesiu yang
tidak terbakar atau sebagian terbakar, asap atau jelaga,
api, partikel logam, minyak pada anak peluru.

Luka tembak keluar: tidak adanya kelim lecet, kelim-


kelim lain juga tentu tidak ditemukan. Luka tembak
keluar pada umumnya lebih besar dari luka tembak
masuk.
184. HAK HIDUP JANIN
Diatur dalam UU Hak Asasi Manusia.

Pasal 52
Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga,
masyarakat, dan negara.
Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak
anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam
kandungan.

Pasal 53
Setiap anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup,
mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya.
Setiap anak sejak kelahirannya, berhak atas suatu nama dan status
kewarganegaraannya.
185. Perlukaan akibat kekerasan
o Kekerasan bersifat mekanik
Kekerasan tumpul
Kekerasan tajam
Tembakan senjata api

o Kekerasan bersifat alam


Luka akibat api
Luka akibat listrik

o Kekerasan bersifat kimiawi


Luka akibat asam keras
Luka akibat basa kuat
Luka Akibat Kekerasan Tumpul
Luka memar: Tampak sebagai bercak, biasanya
berbentuk bulat/lonjong. Luka memar yang baru
terjadi tampak sebagai bercak biru kemerahan dan
agak menimbul.
Proses penyembuhan menyebabkan warna bercak
berubah menjadi kebiruan, kehijauan, kecoklatan,
kekuningan dan akhirnya hilang saat terjadi penyembuhan
sempurna dalam 7-10 hari.

Luka robek: Luka terbuka tepi tidak rata, pada salah


satu sisi dapat ditemukan jejas berupa luka lecet tekan.
Ada jembatan jaringan.
Luka Akibat Kekerasan Tumpul
Luka lecet tekan: Tampak sebagai
bagian kulit yang sedikit
mencekung, berwarna kecoklatan.
Bentuknya memberikan gambaran
bentuk benda penyebab luka.

Luka lecet geser: Bagian yang


pertama bergeser memberikan
batas yang lebih rata, dan saat
benda tumpul meningalkan kulit
yang tergeser berbatas tidak rata.
Tampak goresan epidermis yang
berjalan sejajar.
Luka Akibat Kekerasan Tajam
Luka tusuk: Akibat kekerasan tajam yang mengenai kulit
dengan arah kekerasan tegak terhadap permukaan kulit.
Tepi luka rata.
Lebar luka menggambarkan lebar pisau yang digunakan.
Karena elastisitas kulit, dalamnya luka tidak menggambarkan
panjangnya pisau

Luka sayat: Akibat kekerasan tajam yang bergerak k.l sejajar


dengan permukaan kulit. Panjang luka jauh melebihi
dalamnya luka.

Luka bacok: Akibat kekerasan tajam dengan bagian mata


senjata yang mengenai kulit dengan arah tegak. Kedua
sudut luka lancip dengan luka yang cukup dalam.
Luka Bakar
Luka bakar api: menimbulkan kerusakan kulit
yang bervariasi, tergantung pada tingginya
suhu dan lamanya api mengenai kulit.
Luka bakar ringan kelainan hanya pada tebalnya
kulit, berupa eritema,vesikel atau bula
Luka bakar sedangkerusakan sudah melewati
tebalnya kulit
Luka bakar beratPengarangan
jaringan/karbonifikasi
Luka Bakar
Luka bakar benda panas: kerusakan kulit terbatas, sesuai
dengan penampang benda yang mengenai kulit. Bentuk
luka sesuai dengan bentuk permukaan benda padat.

Luka bakar listrik: Benda beraliran listrik saat mengenai


kulit, oleh tahanan yang terdapat pada kulit, akan
menimbulkan panas yang dapat merusak kulit dalam
bentuk luka bakar benda padat. Pada kulit basah, listrik
dialirkan tanpa merusak kulit.
Bila listrik mengalir melewati medula oblongata pusat vital
akan terganggu; melewati daerah jantungfibrilasi ventrikel;
melewati otot sela igakejang otot pernafasan.
Luka Bakar
Luka akibat petir: Tubuh
yang tersambar petir
memberikan gambaran
pada kulit seperti cabang
pohonarborescent mark.
Dapat terjadi pecahnya
membrana timpani dengan
perdarahan pada liang telinga
Pakaian compang camping
dengan tepi yang terbakar
Luka Tembak
Luka tembak masuk: pada tubuh korban tersebut akan
didapatkan perubahan yang diakibatkan oleh berbagai
unsur atau komponen yang keluar dari laras senjata api
tersebut, seperti anak peluru, butir-butir mesiu yang
tidak terbakar atau sebagian terbakar, asap atau jelaga,
api, partikel logam, minyak pada anak peluru.

Luka tembak keluar: tidak adanya kelim lecet, kelim-


kelim lain juga tentu tidak ditemukan. Luka tembak
keluar pada umumnya lebih besar dari luka tembak
masuk.
186. PEMERIKSAAN PADA KASUS
KEJAHATAN SEKSUAL
Peran dokter dalam kasus kejahatan seksual
adalah:
1. Menentukan ada tidaknya tanda
persetubuhan
2. Menentukan adanya tanda kekerasan
3. Memperkirakan umur
4. Menentukan pantas tidaknya korban untuk
dikawin

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011,
Menentukan Ada Tidaknya Persetubuhan
Persetubuhan adalah peristiwa di mana alat kelamin laki-
laki masuk ke dalam alat kelamin perempuan, sebagian
atau seluruhnya.

Tanda pasti persetubuhan adalah adanya sperma dalam


vagina.

Adanya robekan pada selaput dara bukanlah tanda pasti


persetubuhan, karena robekan pada selaput dara hanya
menunjukkan bahwa ada benda padat yang masuk ke
dalam kelamin perempuan.

Pada pelaku yang aspermia, pemeriksaan ditujukan untuk


mendeteksi adanya air mani dalam vagina.
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.
Menentukan Adanya Tanda Kekerasan

Memeriksa apakah ada bekas luka


berdasarkan daerah yang terkena, berapa
perkiraan kekuatan kekerasan.

Bila tidak ditemukan luka, ada kemungkinan


dilakukan pembiusan sebelum kejahatan
seksual. Maka perlu dicari adanya racun serta
gejala racun tersebut pada korban.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.
Memperkirakan Umur
Dapat dilakukan dari pemeriksaan gigi geligi
atau pemeriksaan foto rontgen tulang.

Perkiraan umur diperlukan untuk menentukan


apakah korban dan/atau pelaku sudah dewasa
(21 tahun ke atas).

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.
Menentukan Pantas Tidaknya Korban
Untuk Dikawin
Pengertian pantas tidaknya untuk dikawin
dinilai dari apakah korban telah siap untuk
dibuahi yang dimanifestasikan dengan sudah
mengalami menstruasi.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Abdul Muniem Idries. 2011.
187. INFANTISIDA
Infanticide atau pembunuhan anak adalah
pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu
dengan atau tanpa bantuan orang lain terhadap
bayinya pada saat dilahirkan atau beberapa saat
sesudah dilahirkan, oleh karena takut diketahui
orang lain bahwa ia telah melahirkan anak.

Pasal berkaitan infantisida: pasal 341-343 KUHP.


Pemeriksaan dalam kasus Infantisida
Hal-hal yang harus ditentukan atau yang perlu
dijelaskan dokter dalam pemeriksaannya adalah:
Berapa umur bayi dalam kandungan, apakah sudah
cukup bulan untuk dilahirkan.
Apakah bayi lahir hidup atau sudah mati saat
dilahirkan.
Bila bayi lahir hidup, berapa umur bayi sesudah lahir.
Apakah bayi sudah pernah dirawat.
Apakah penyebab kematian bayi.
Penentuan Usia Janin
Bayi dianggap cukup bulan jika: Panjang badan di atas
45 cm, berat badan 2500 3500 gram, lingkar kepala
lebih dari 34 cm.
Untuk menentukan umur bayi dalam kandungan, ada
rumus empiris yang dikemukakan oleh De Haas, yaitu
menentukan umur bayi dari panjang badan bayi.
Untuk bayi (janin) yang berumur di bawah 5 bulan, umur
sama dengan akar pangkat dua dari panjang badan. Jadi
bila dalam pemeriksaan didapati panjang bayi 20 cm, maka
taksiran umur bayi adalah 20 yaitu antara 4 sampai 5
bulan dalam kandungan atau lebih kurang 20 22 minggu
kehamilan.
Untuk janin yang berumur di atas 5 bulan, umur sama
dengan panjang badan (dalam cm) dibagi 5 atau panjang
badan (dalam inchi) dibagi 2.
Penentuan Usia Janin
Keadaan ujung-ujung jari: apakah kuku-kuku telah melewati ujung
jari seperti anak yang dilahirkan cukup bulan atau belum. Garis-
garis telapak tangan dan kaki dapat juga digunakan, karena pada
bayi prematur garis-garis tersebut masih sedikit.
Keadaan genitalia eksterna: bila telah terjadi descencus
testiculorum maka hal ini dapat diketahui dari terabanya testis pada
scrotum, demikian pula halnya dengan keadaan labia mayora
apakah telah menutupi labia minora atau belum; testis yang telah
turun serta labia mayora yang telah menutupi labia minora terdapat
pada anak yang dilahirkan cukup bulan dalam kandungan si-ibu.
Hal tersebut di atas dapat diketahui bila bayi segar, tetapi bila bayi
telah busuk, labia mayora akan terdorong keluar.
Penentuan Bayi Lahir Hidup/ Mati
Pemeriksaan luar: Pada bayi yang lahir hidup, pada
pemeriksaan luar tampak dada bulat seperti tong . biasanya
tali pusat masih melengket ke perut, berkilat dan licin.
Kadang-kadang placenta juga masih bersatu dengan tali
pusat. Warna kulit bayi kemerahan.

Penentuan apakah seorang anak itu dilahirkan dalam


keadaan hidup atau mati, pada dasarnya adalah sebagai
berikut:
Adanya udara di dalam paru-paru.
Adanya udara di dalam lambung dan usus,
Adanya udara di dalam liang telinga bagian tengah, dan
Adanya makanan di dalam lambung.

Penentuan pasti dengan tes apung paru.


Tes Apung Paru
Keluarkan paru-paru dengan mengangkatnya mulai dari trachea sekalian
dengan jantung dan timus. Kesemuanya ditaruh dalam baskom berisi air.
Bila terapung artinya paru-paru telah terisi udara pernafasan.

Untuk memeriksa lebih jauh, pisahkan paru-paru dari jantung dan timus,
dan kedua belah paru juga dipisahkan. Bila masih terapung, potong
masing-masing paru-paru menjadi 12 20 potongan-potongan kecil.
Bagian-bagian ini diapungkan lagi. Bagian kecil paru ini ditekan dipencet
dengan jari di bawah air. Bila telah bernafas, gelembung udara akan
terlihat dalam air. Bila masih mengapung, bagian kecil paru-paru ditaruh di
antara 2 lapis kertas dan dipijak dengan berat badan. Bila masih
mengapung, itu menunjukkan bayi telah bernafas. Sedangkan udara
pembusukan akan keluar dengan penekanan seperti ini, jadi ia akan
tenggelam.
Bayi Lahir Mati: Still birth vs Dead Born
Still birth, artinya dalam kandungan masih hidup, waktu dilahirkan
sudah mati. Ini mungkin disebabkan perjalanan kelahiran yang
lama, atau terjadi accidental strangulasi dimana tali pusat melilit
leher bayi waktu dilahirkan.

Dead born child, di sini bayi memang sudah mati dalam kandungan.
Bila kematian dalam kandungan telah lebih dari 2 3 hari akan
terjadi maserasi pada bayi. Ini terlihat dari tanda-tanda:
Bau mayat seperti susu asam.
Warna kulit kemerah-merahan.
Otot-otot lemas dan lembek.
Sendi-sendi lembek sehingga mudah dilakukan ekstensi dan fleksi.
Bila lebih lama didapati bulae berisi cairan serous encer dengan dasar
bullae berwarna kemerah-merahan.
Alat viseral lebih segar daripada kulit.
Paru-paru belum berkembang.
Ada/ Tidaknya Tanda Perawatan
Tidak adanya tanda perawatan adalah sbb:
Tubuh masih berlumuran darah,
Ari-ari (placenta), masih melekat dengan tali pusat dan
masih berhubungan dengan pusar (umbilicus),
Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak
tidak beraturan, hal ini dapat diketahui dengan
meletakkan ujung tali pusat tersebut ke permukaan air,
Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi
serta di daerah yang mengandung lipatan-lipatan kulit,
seperti daerah lipat ketiak, lipat paha dan bagian
belakang bokong.
188. PELANGGARAN DALAM PELAYANAN
KEDOKTERAN
Pelanggaran dapat berupa:
Pelanggaran etik
Pelanggaran disiplin
Pelanggaran hukum (pidana dan perdata)
Pelanggaran Etik
Dasar: Kode Etik Dokter Indonesia (KODEKI),
yang berisi kewajiban umum, kewajiban
terhadap pasien, dan kewajiban terhadap
teman sejawat.

Alur: Laporan dari institusi pelayanan


komite etik di institusi pelayanan MKEK
ditentukan sanksi ringan/ sedang/ berat
Intisari KODEKI
KEWAJIBAN UMUM KEWAJIBAN THD PASIEN KEWAJIBAN THD DIRI SENDIRI & TS

menjunjung tinggi, menghayati dan wajib merujuk jika tidak mampu, setiap dokter harus memelihara
mengamalkan sumpah dokter (pasal atas persetujuan pasien(pasal 14) kesehatannya supaya dapat
1) bekerja dengan baik (pasal 20)
setiap dokter wajib merahasiakan
Seorang dokter wajib selalu segala sesuatu yang diketahuinya setiap dokter harus senantiasa
melakukan pengambilan keputusan tentang seorang pasien , bahkan mengikuti perkembangan ilmu
profesional secara independen, dan juga setelah pasien itu meninggal pengetahuan dan teknologi
mempertahankan perilaku dunia (pasal 16) kedokteran/kesehatan (psl 21)
profesional dalam ukuran yang
tertinggi. (pasal 2) setiap dokter wajib melakukan setiap dokter memperlakukan
pertolongan darurat sbg suatu teman sejawat nya sebagaimana
dalam melakukan pekerjaannya tugas perikemanusiaan, kecuali ia sendiri ingin diperlakukan
seorang dokter tidak boleh bila ia yakin ada orang lain (pasal 18)
dipengaruhi oleh sesuatu yang bersedia dan mampu
mengakibatkan hilangnya kebebasan memberikannya (pasal 17)
& kemandirian profesi (pasal 3)

seorang dokter hanya memberi surat


keterangan dan pendapat yang telah
diperiksa sendiri kebenarannya
(pasal7)
Pelanggaran Disiplin
Pelanggaran terhadap standar profesi
kedokteran.

Alur: delik aduan MKDKI sanksi.

Sanksi Disiplin (Pasal 69 ayat 3, UUPK):


1. Pemberian peringatan tertulis
2. Rekomendasi pencabutan STR atau SIP
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan
di institusi pendidikan kedokteran
Pelanggaran Hukum
Dokter adalah bagian dari komunitas (publik)
sehingga berlaku kepadanya HUKUM PUBLIK.

Hukum publik dapat berupa pidana atau


perdata.
Sanksi Pidana dalam UU No.29 Th 2004 Tentang
Praktik Kedokteran
Pasal 75 Praktik tanpa STR
Pasal 76 praktik tanpa SIP
Pasal 77 menggunakan gelar seolah-olah
dr/drg yang memiliki STR
Pasal 79 tidak memasang papan praktik,
tidak membuat rekam medik, tidak sesuai
standar profesi (rasional,merujuk,dll)
Pasal 80 mempekerjakan dr/drg tanpa STR
& SIP
Sanksi Perdata Menurut KUH Perdata
Wan Prestasi, jika hubungan yuridis dokter-pasien adalah perjanjian
membawa hasil (resultaatverbintenis) dengan memakai pasal 1239 KUH
Perdata,

Perbuatan melawan hukum, jika hubungan yuridis dokter-pasien adalah


perjanjian memasang tekad (inspanningsverbintenissen) atau perjanjian
teraupetik dengan memakai pasal 1365 KUH Perdata.

Melalaikan pekerjaan sebagai penanggungjawab. Artinya, dokter


bertanggungjawab atas kesalahan yang dibuat bawahannya (perawat,
paramedis) yang secara langsung diawasinya dalam melaksanakan perintah
atau petunjuk dokter. Bawahan dokter tersebut merupakan perpanjangan
tangan dokter (verlengende arm van de geneesher) dalam melakukan
tindakan medik. Pasal yang digunakan adalah pasal 1367 ayat (3) KUH
Perdata,
189. TIPE TENGGELAM
Tipe Kering (Dry drowning):
akibat dari reflek vagal yang dapat menyebabkan henti jantung
atau akibat dari spasme laring karena masuknya air secara tiba-
tiba kedalam hidung dan traktus respiratorius bagian atas.
Banyak terjadi pada anak-anak dan dewasa yang banyak
dibawah pengaruh obat-obatan (Hipnotik sedatif) atau alkohol
tidak adausaha penyelamatan diri saat tenggelam.

Tipe Basah (Wet drowning)


terjadi aspirasi cairan
Aspirasi air sampai paru menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah paru. Air bergerak dengan cepat ke membran kapiler
alveoli. Surfaktan menjadi rusak sehingga menyebabkan
instabilitas alveoli, ateletaksis dan menurunnya kemampuan
paru untuk mengembang.
Tipe Tenggelam
Secondary drowning/near drowning
Korban masih hidup atau masih bisa diselamatkan
saat hampir tenggelam. Namun setelah dilakukan
resusitasi selama beberapa jam, akhirnya korban
meninggal.

Immersion syndrome
Korban meninggal tiba-tiba saat tenggelam pada air
yang sangat dingin
Akibat refleks vagal
Berdasarkan Lokasi Tenggelam
AIR TAWAR AIR LAUT
Air dengan cepat diserap Pertukaran elektrolit dari
dalam jumlah besar air asin ke darah
hemodilusi natrium plasma
hipervolemia dan meningkat air akan
hemolisis massif dari sel- ditarik dari sirkulasi
sel darah merah hipovolemia dan
kalium intrasel akan hemokonsentrasi
dilepas hiperkalemia hipoksia dan anoksia
fibrilasi ventrikel dan
anoksia yang hebat pada
miokardium.
Tanda Tenggelam
Tanda korban masih hidup saat tenggelam:
Ditemukannya tanda cadaveric spasme
Perdarahan pada liang telinga
Adanya benda asing (lumpur, pasir, tumbuhan dan binatang
air) pada saluran pernapasan dan pencernaan
Adanya bercak paltouf di permukaan paru
Berat jenis darah pada jantung kanan dan kiri berbeda
Ditemukan diatome
Adanya tanda asfiksia
Ditemukannya mushroom-like mass
5 Tanda Pasti Tenggelam
Terdapat tanda asfiksia
Diatome pada pemeriksaan getah paru
Bercak paltouf di permukaan paru
Berat jenis darah yang berbeda antara jantung
kiri dan kanan
Mushroom-like mass
Pemeriksaan Luar Korban Tenggelam
Mayat dalam keadaan basah berlumuran pasir dan benda-benda
asing lainnya yang terdapat di dalam air laut dan kadang-kadang
bercampur lumpur.

Busa halus putih yang berbentuk jamur (mush room-like mass).


Masuknya cairan kedalam saluran pernafasan merangsang terbentuknya
mukus, substansi ini ketika bercampur dengan air dan surfaktan dari paru-
paru dan terkocok oleh karena adanya upaya pernafasan yang hebat. Busa
dapat meluas sampai trakea, bronkus utama dan alveoli.

Cutis anserina pada ekstremitas akibat kontraksi otot erector pilli


yang dapat terjadi karena rangsangan dinginnya air.
Pemeriksaan Luar Korban Tenggelam
Washer woman hand. Telapak tangan dan kaki berwarna
keputihan dan berkeriput yang disebabkan karena inhibisi
cairan ke dalam cutis dan biasanya membutuhkan waktu yang
lama.
Cadaveric spasme. Merupakan tanda vital yang terjadi pada
waktu korban berusaha menyelamatkan diri., dengan cara
memegang apa saja yang terdapat dalam air.
Luka lecet akibat gesekan benda-benda dalam air.
Penurunan suhu mayat
Lebam mayat terutama pada kepala dan leher
Pemeriksaan Dalam Korban Tenggelam
Pemeriksaan terutama ditujukan pada sistem pernapasan, busa halus
putih dapat mengisi trakhea dan cabang-cabangnya, air juga dapat
ditemukan, demikian pula halnya dengan benda-benda asing yang ikut
terinhalasi bersama benda air.
Benda asing dalam trakhea dapat tampak secara makroskopis misalnya
pasir, lumpur, binatang air, tumbuhan air dan lain sebagainya; sedangkan
yang tampak secara mikroskopis diantaranya telur cacing dan diatome
(ganggang kersik).
Pleura dapat berwarna kemerahan dan terdapat bintik-bintik perdarahan.
Perdarahan ini dapat terjadi karena adanya kompresi terhadap septum
interalveoli, atau oleh karena terjadinya fase konvulsi akibat kekurangan
oksigen.
Bercak perdarahan yang besar (diameter 3-5 cm), terjadi karena robeknya
partisi inter alveolar, dan sering terlihat di bawah pleura; bercak ini
disebut sebagai bercak Paltauf.
Bercak berwarna biru kemerahan dan banyak terlihat pada bagian bawah
paru-paru, yaitu pada permukaan anterior dan permukaan antar bagian
paru-paru.
Pemeriksaan Dalam Korban Tenggelam
Kongesti pada laring
Emphysema aquosum atau emphysema
hyroaerique yaitu paru-paru tampak pucat
dengan diselingi bercak-bercak merah di antara
daerah yang berwarna kelabu;
Obstruksi pada sirkulasi paru-paru akan
menyebabkan distensi jantung kanan dan
pembuluh vena besar dan keduanya penuh berisi
darah yang merah gelap dan cair, tidak ada
bekuan.
Pemeriksaan Konfirmasi Kasus Tenggelam

Terdapat pemeriksaan khusus pada kasus mati


tenggelam (drowning), yaitu :
Percobaan getah paru (lonset proef)
Pemeriksaan diatome (destruction test)
Pemeriksaan kimia darah (gettler test & Durlacher
test).
Tes getah paru (lonset proef)
Kegunaan melakukan percobaan paru (lonsef proef)
yaitu mencari benda asing (pasir, lumpur, tumbuhan,
telur cacing) dalam getah paru-paru mayat.
Syarat melakukannya adalah paru-paru mayat
harus segar / belum membusuk.
Cara melakukan percobaan getah paru (lonsef proef)
yaitu permukaan paru-paru dikerok (2-3 kali) dengan
menggunakan pisau bersih lalu dicuci dan iris
permukaan paru-paru. Kemudian teteskan diatas objek
gelas. Syarat sediaan harus sedikit mengandung
eritrosit.
Tes Diatom
TES DIATOM 4 CARA PEMERIKSAAN DIATOM:
Diatom adalah alga atau Pemeriksaan mikroskopik langsung.
ganggang bersel satu dengan Pemeriksaan permukaan paru disiram
dinding terdiri dari silikat (SiO2) dengan air bersih iris bagian perifer
yang tahan panas dan asam kuat. ambil sedikit cairan perasan dari
jaringan perifer paru, taruh pada gelas
Bila seseorang mati karena objek tutup dengan kaca penutup. Lihat
tenggelam maka cairan bersama dengan mikroskop.
diatome akan masuk ke dalam Pemeriksaan mikroskopik jaringan
saluran pernafasan atau dengan metode Weinig dan Pfanz.
pencernaan kemudian diatome Chemical digestion. Jaringan
akan masuk kedalam aliran darah dihancurkan dengan menggunakan
melalui kerusakan dinding kapiler asam kuat sehingga diharapkan diatom
pada waktu korban masih hidup dapat terpisah dari jaringan tersebut.
dan tersebar keseluruh jaringan.
Inseneration. Bahan organik
dihancurkan dengan pemanasan dalam
oven.
Tes Kimia Darah
TEST KIMIA DARAH Test Gettler: Menunjukan adanya
Mengetahui ada tidaknya perbedaan kadar klorida dari
hemodilusi atau hemokonsentrasi darah yang diambil dari jantung
pada masing-masing sisi dari kanan dan jantung kiri. Pada
jantung, dengan cara memeriksa korban tenggelam di air laut
gaya berat spesifik dari kadar kadar klorida darah pada jantung
elektrolit antara lain kadar kiri lebih tinggi dari jantung
sodium atau clorida dari serum kanan.
masing-masing sisi. Tes Durlacher: Penentuan
Dianggap reliable jika dilakukan perbedaan berat plasma jantung
dalam waktu 24 jam setelah kanan dan kiri. Pada semua kasus
kematian tenggelam berat jenis plasma
jantung kiri lebih tinggi daripada
jantung kanan .
190. KAIDAH DASAR MORAL

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
(nonmaleficence)
Selain menghormati martabat manusia,
dokter juga harus mengusahakan agar Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
Pengertian berbuat baik diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih dari diikuti.
sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect
Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
for person) / Autonomy ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
Setiap individu (pasien) harus kewarganegaraan, status perkawinan,
diperlakukan sebagai manusia yang serta perbedaan jender tidak boleh dan
tidak dapat mengubah sikap dokter
memiliki otonomi (hak untuk menentukan terhadap pasiennya.
nasib diri sendiri), Tidak ada pertimbangan lain selain
Setiap manusia yang otonominya kesehatan pasien yang menjadi perhatian
berkurang atau hilang perlu mendapatkan utama dokter.
perlindungan. Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
191. Karsinoma nasofaring
Nasopharyngeal symptom
Mild epistaxis, Nasal congestion
Eye symptom
Diplopia
Ear symptom
Tinitus, Otalgia, Hearing loss
Neural symptom
Invasion to cranial nerve V, IX, X, XI, XII
191. Malignancy
History Physical Exam. Diagnosis Treatment
Male in 5th decade, unilateral obstruction & Ca sinonasal Surgery
exposed with nickel, rhinorrea. Diplopia, proptosis
chrom, formalin, . Bulging of palatum, cheek
terpentin. protrusion, anesthesia if
involving n.V

Elderly with history of Posterior rhinoscopy: mass at KNF Radiotherapy,


smoking, preservative fossa Rosenmuller, cranial chemoradiation,
food. Tinnitus, otalgia nerves abnormality, surgery.
epistaxis, diplopia, enlargement of jugular lymph
neuralgia trigeminal. nodes.
painful ulceration, otalgia Painful ulceration with Ca tonsil Surgery
& slight bleeding. induration of the tonsil.
Lymph node enlargement.

Male, young adult, with Anterior rhinoscopy: red Juvenile Surgery


recurrent epistaxis. shiny/bluish mass. No lymph angiofibroma
nodes enlargement.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Diagnosis:
CT scan
Biopsi (diagnosis pasti)

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Grays anatomy for students.
192. Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran pada lansia, 25-30% terjadi pada usia 65-70
tahun.
Presbikusis: tuli simetris, terutama nada tinggi, karena proses
penuaan.
Sensorik: sel rambut & sel sustentakular berkurang, organ korti rata
Neural:neuron koklea berkurang
Strial: atropi stria vaskularis
Konduktif: membran basilar kaku
Gangguan Pendengaran
Cocktail party deafness
Tanda tuli koklear, pasien terganggu oleh suara background
sulit mendengar di lingkungan ramai.
Dijumpai pada presbikusis & noice induced hearing loss.

Presbikusis Noise induced hearing loss


Terjadi pada usia >65 Pajanan bising jangka
tahun. panjang cochlear
Bilateral sensorineural deafness
dengan/tanpa tinnitus.
Bilateral
193. Visual reinforcement audiometry
FUNCTION
Otoacoustic a sound which is generated from within the inner ear;
emission related to the amplification function of the cochlea;
simple, non-invasive, test for hearing defects in newborn
babies and in children who are too young to cooperate in
conventional hearing tests
Auditory an auditory evoked potential extracted from ongoing
brainstem electrical activity in the brain and recorded via electrodes
response placed on the scalp.;
The resulting recording is a series of vertex positive waves of
which I through V are evaluated;
used for newborn hearing screening, auditory threshold
estimation, intraoperative monitoring, determining hearing
loss type and degree, and auditory nerve and brainstem
lesion detection
193. Visual reinforcement audiometry
FUNCTION
Behavioural presenting sounds to a baby and observing their responses;
observation
audiometry
Visual The procedure relies on continued cooperation of the child, in
reinforcement particular their ability to stay in the required test position;
audiometry VRA uses lighted and/or animated toys that are flashed on
simultaneously with the presentation of an auditory signal (warble
tones, narrow band noise or speech) during a conditioning period.
Pure tone - a subjective, behavioural measurement of hearing threshold, as it
audiometry relies on patient response to pure tone stimuli.
- used on adults and children old enough to cooperate with the test
procedure
- hearing test used to identify hearing threshold levels of an
individual, enabling determination of the degree, type and
configuration of a hearing loss;
194. Granuloma laring
Tumor jinak yang biasanya terdapat pada processus vocalis
aritenoid, regio laring, diatas plika vokalis (laring
supraglotik), dibawah plika vokalis (laring subglotik), dan
pada musculomembranous vocal fold
Etiologi iritasi dan inflamasi kronik, akibat refluks
gastroesophageal ke laring, trauma langsung pada laring,
pemasangan intubasi, penggunaan otot laring yang terlalu
berat (bicara, bernyanyi, batuk)
Gejala: bisa asimptomatik, granuloma pada prosesus
vokalis suara serak, rasa tidak nyaman pada
tenggorokan, tenggorokan gatal dengan atau tanpa batuk,
dapat menyebabkan sesak nafas
Smooth, flesh-colored
mass may be
pedunculated or sessile.
Associated with
surrounding erythema
and ulceration
Diagnosticbiopsy
Treatment reflux management, voice
rehabilitation, excision with steroid injection or
systemic
Kelainan Laring

Papillomatosis

Ca laring

Nodul pita suara

Granuloma Polip pita suara


Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
194. Kelainan Laring
Diagnosis Karakteristik
Polip pita suara Penyebab: inflamasi kronik. Polip bertangkai, unilateral. Di
sepertiga anterior/medial/seluruhnya. Dapat terjadi di segala
usia, umumnya dewasa. Gejala: parau. Jenis: polip mukoid
(keabu-abuan & jernih) & polip angiomatosa (merah tua).
Papilloma laring Tumbuh pada pita suara anterior atau subglottik. Seperti buah
murbei, putih kelabu/kemerahan. Sangat rapuh, tidak
berdarah, & sering rekuren.
Gejala: parau, kadang batuk, sesak napas. Terapi: ekstirpasi.
Nodul pita suara Penyebab: penyalahgunaan suara dalam waktu lama. Suara
parau. Laringoskopi: nodul kecil berwarna keputihan,
umumnya bilateral, di sepertiga anterior/medial.
Granuloma Penyebab: pemasangan ETT, refluks gastroesofageal. Gejala:
disfonia, odinofagia, batuk, globus. Lesi biasanya unilateral,
1/3 posterior plica vocalis.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


195. Otitis eksterna sirkumskripta
Tanda OE:
Nyeri jika aurikel ditarik ke belakang atau tragus
ditekan.
Otitis externa sirkumskripta (furuncle)
Etiologi: Staph. aureus, Staph. albus
Terbatas pada kelenjar minyak/rambut yg
terobstruksi
Hanya pada bagian kartilago telinga, tidak
ada jaringan penyambung di bawah kulit
sangat nyeri
Th/: AB topikal, analgetik topikal.
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Externa
Otitis eksterna difus (swimmers ear)
Etiologi: Pseudomonas, Staph. albus, E. coli.
Kondisi lembab & hangat bakteri tumbuh
Sangat nyeri, liang telinga: edema, sempit, nyeri
tekan (+), eksudasi
Jika edema berat pendengaran berkurang
Th/: AB topikal, kadang perlu AB sistemik
AB: ofloxacin, ciprofloxacin, colistin, polymyxin B,
neomycin, chloramphenicol, gentamicin, &
tobramycin.
Ofloxacin & ciprofloxacin: AB tunggal dengan
spektrum luas untuk patogen otitis eksterna.

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Externa
Malignant otitis externa (necrotizing OE)
Pada pasien diabetik lansia atau imunokompromais.
OE dapat menjadi selulitis, kondritis, osteitis,
osteomielitis neuropati kranial.
Liang telinga bengkak & nyeri, jaringan granulasi merah
tampak di posteroinferior sambungan kartilago dengan
tulang, di 1/3 dalam.
Awalnya gatal, lalu cepat menjadi nyeri, sekret (+), &
pembengkakan liang telinga.

Th/: antibiotik topikal & sistemik, debridemen agresif.

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.


Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
196. Labirinitis
Inflamasi pada rongga telinga dalam akibat
virus yang dapat terjadi melalui 3 rute
(timpanogenik, meningeal, dan hematogen)
Onset subakut (meningkat dalam beberapa
jam), membaik secara bertahap dalam 2
minggu
Bentuk labirinitis:
1. Labirinitis serosa : difus atau sirkumskripta
2. Labirinitis supuratif : akut atau kronik
196. Labirinitis
Labirinitis supuratif terjadi dalam 4 stadium:
1. Iritatif/serosa: produksi eksudat pada perilimfe
2. Akut/purulen: invasi bakteri dan leukosit
3. Fibrosa/laten: proliferasi fibroblas dan jaringan
granulasi pada perilimfe
4. osseosa/sklerotik: deposisi jaringan tulang baru
Gejala penurunan pendengaran, tinitus,
gejala vestibular (vertigo, kehilangan
keseimbangan, nistagmus)
197. Rinitis Alergi
Check for asthma
Diagnosis of allergic rhinitis especially in patients with severe
and/or persistent rhinitis
Intermittent Persistent
symptoms symptoms

Moderate- Moderate-
Mild severe Mild severe

Not in preferred order In preferred order


oral H1 blocker intranasal CS
or intranasal H1-blocker Not in preferred order
oral H1 blocker H1 blocker or LTRA*
and/or decongestant
or intranasal H1-blocker
or LTRA* and/or decongestant Review the patient
or intranasal CS after 2-4 w ks
or LTRA*
(or chromone)
Im proved Failure
In persistent rhinitis Review diagnosis
review the patient Step-down Review compliance
after 2-4 w ks and continue Query infections
treatment or other causes
for > 1 m onth
If failure: step-up
If im proved: continue
for 1 m onth
Blockage
Add or increase add
Rhinorrhea
intranasal CS decongestant
add ipratropium
dose or oral CS
(short term)

Failure
referral to specialist

Allergen and irritant avoidance may be appropriate

If conjunctivitis
Add
oral H1-blocker
or intraocular H1-blocker
or intraocular cromone
(or saline)

Consider specific immunotherapy


http://www.aafp.org/afp/2010/0615/p1440.html
198. Polip nasi
Etiology
Exact etiology is unknown. The role of eosinophil mediated to mucosal damage

Pathogenesis
Polyps consist of pseudostratified respiratory epithelium and subject to
metaplasia due to local inflammatory pressure. Polyps can undergo fibrosis and
neovascularization

Clinical
Nasal airway obstruction, chronic rhinosinusitis, exacerbation of asthma,
bleeding, anosmia, polyps arise in nasal airway as clean mass of soft tissue

Treatment
Steroid, surgery
199. Laringomalasia
Laringomalasia adalah kelainan kongenital dimana
epiglotis lemah
Akibat epiglotis yang jatuh, akan menimbulkan stridor
kronik, yang diperparah dengan gravitasi (berbaring).
Pada pemeriksaan dapat terlihat laring berbentuk
omega
Laringomalasia biasanya terjadi pada anak dibawah 2
tahun, dimulai dari usia 4-6 minggu, memuncak pada
usia 6 bulan dan menghilang di usia 2 tahun.
Sebagian besar kasus tidak memerlukan tatalaksana.
200. Otomikosis
The infection may be either sub
acute or acute and is characterized
by inflammation, pruritis, scaling and
severe discomfort.

The mycosis results in inflammation,


superficial epithelial masses of debris
containing hyphae, suppuration and
pain.

In addition, symptoms of hearing loss


and aural fullness are as a result of
accumulation of fungal debris in the
canal.

Pak J Med Sci. 2014 May-Jun; 30(3): 564567.


Otomikosis (Fungal Otitis Externa)

Tatalaksana
Asam asetat 2% dalam alkohol atau povidon iodine 5%
atau antifungal topikal (nistatin/clotrimazol 1%)
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otomikosis (Fungal Otitis Externa)

Univariate analysis showed that the predisposing factors for


otomycosis were:
frequent swimming in natural or artificial pools (Relative Risk (RR) 3.7;
CI 1.7-8.1),
daily ear cleaning (RR 3.5; CI 1.8-6.8) and
excessive use of eardrops containing antibiotics and corticoids (RR =
9.3; IC95% = 4.3-20.1).

The most common etiologic agents were:


Aspergillus flavus (20.4%), Candida albicans (16.3%), Candida
parapsilosis (14.3%), & Aspergillus niger (12.2%).

Anda mungkin juga menyukai