Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Dapat terjadi


secara akut maupun kronik, keadaan ini merupakan masalah untuk penderita
maupun untuk dokter. Walaupun patogenesis dan penyebab yang dicurigai telah
ditemukan ternyata pengobatan yang diberikan kadang-kadang tidak memberi
hasil seperti yang diharapkan.
Berdasarkan waktunya, urtikaria dapat berlangsung singkat (akut, kurang
dari 6 minggu), lama (kronis, lebih 6 minggu) dan berulang (kambuhan).
Berdasarkan angka kejadiannya, disebutkan bahwa sekitar 15-20 % populasi
mengalami urtikaria dalam masa hidupnya.
Kemungkinan mengalami urtikaria, tidak ada perbedaan ras dan umur
(terbanyak pada kelompok umur 40-50 an). Hanya saja, pada urtikaria kronis
(berulang dan lama) lebih sering dialami pada wanita (60%).
Singkatnya urtikaria terjadi akibat pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi)
dan peningkatankepekaan pembuluh darah kecil (kapiler) sehingga menyebabkan
pengeluaran cairan (transudasi) dar membran pembuluh darah, akibatnya terjadi
bentol pada kulit. Kondisi ini dikarenakan adanya pelepasan histamin yang dipicu
oleh paparan alergen ( bahan ataupun pencetustimbulnya reaksi alergi).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Urtikaria ?
2. Apakah Epidemiologi dari Urtikaria?
3. Apakah etiologi dari Urtikaria?
4. Apa saja klasifikasi dari Urtikaria?
5. Bagaimana patogenesis dari Urtikaria ?
6. Apa gejala klinis dari Urtikaria ?
7. Apa pemeriksaan penunjang dari Urtikaria ?
8. Bagaimana pengobatan Urtikaria?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran mengenai penyakit urtikaria
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari Urtikaria

1
b. Untuk mengetahui Epidemiologi dari Urtikaria
c. Untuk mengetahui etiologi dari Urtikaria
d. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi dari Urtikaria
e. Untuk mengetahui patogenesis dari Urtikaria
f. Untuk mengetahui apa saja gejala klinis dari Urtikaria
g. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Urtikaria
h. Untuk mengetahui bagaimana pengobatan dari Urtikaria

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam
sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan
menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di
permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo. Keluhan subyektif
biasanya gatal, rasa tersengat atau tertusuk. Angioedema adalah urtikaria

2
yang mengenai lapisan kulit yang lebih dalam dari pada dermis, dapat
disubmukosa atau di subkutis, juga dapat mengenai saliuran napas, saluran
cerna dan organ kardiovaskular. ( Juanda, 2007)
Urtikaria (biduran) merupakan reaksi kulit berupa lesi pada kulit.
Dalam waktu beberapa jam lesi akan menghilang, erupsi kulit seperti
benjolan tipis eritematosa dan papula dengan vasodilatasi kulit dan
pembuluh darah subkutan yang disertai dengan edema pada sekeliling
jaringan.
Urtikaria adalah lesi kulit yang banyak dikenal yang pada saat
tertentu dapat mengenai sedikitnya 25% dari populasi. Terdapat banyak
bentuk klinis urtikaria yang mengesankan bahwa akhirnya akan dikenali
berbagai determinan. Dewasa ini jelas bahwa beberapa jenis urtikaria
mencerminkan proses imunologis (terutama yang melibatkan IgE),
sedangkan yang lain tetap tidak dapat diterangkan sama sekali. ( Price &
Wison. 2005)

B. Epidemiologi
Urtikaria atau angioedema sering dijumpai pada semua umur, orang
dewasa lebih banyak mengalami urtikaria dibandingkan dengan usia muda.
Sheldon (1951) menyatakan bahwa umur rata-rata penderita urtikaria
nialah 35 tahun, jarang dijumpai pada umur kurang dari 10 tahun atau
lebih dari 60 tahun. (Juanda, 2007)
Ditemukan 40 % bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria bersama-sama
dengan angioedema, dan 11% angioedema saja. Lama serangan
berlangsung bervariasi, ada yang lebih dari satu tahun, bahkan ada yang
lebih dari 20 tahun.
Penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria dibandingkan
dengan orang normal. Tidak ada perbedaan frekuensi jenis kelamin, baik
laki-laki maupun wanita, umur,ras,jabatan/pekerjaan, letak geografis, dan
perubahan musim dapat mempengaruhi hipersensitivitas yang diperankan
oleh IgE. Penisilim tercatat sebagai obat yang lebih sering menimbulkan
urtikaria

C. Etiologi
Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui
penyebabnya. Diduga penyebab urtikaria bermacam-macam di antaranya :

3
obat,makanan,gigitan/sengatan serangga, bahkan fotosensitizer,inhalan,
kontaktan, trauma fisik,infrksi dan infestasi parasit,psikis, genetik, dan
penyakit sistemik. (Kumar,dkk. 2009)

1. Obat
Bermacam-macam obat dapay mmenimbulkan urtikaria, baik secara
imunologik maupun nonimunologik. Hampir semua obat sistemik
menimbulkan urtikatia secara imunologik tipe I atauII. Contohnya ialah
obat-obat golongan penisilin, sulfonamid, analgesik, pencahar, hormon,
diuretik. Ada pula obat yang secara nonimunologik langsung
merangsang sel mas untuk melepaskan histamin, misalnya kodein,
opium, dan zat kontras. Aspirin menimbulkan urtikariakarena
menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakidonat.

2. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting dari urtikaria yang
akut,umumnya akibat reaksi imunologik. Makanan berupa protein atau
bahan lain yang dicampurkan ke dalamnya seperti zat warna, penyedap
rasa, atau bahan pengawet sering menimbulkan urtikaria alergika.
Contoh makanan yang sering menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan,
kacang, udang, coklat, tomat, arbel, babi, keju, bawang dan semangka.
Bahan yang dicampurkan seperti asam nitrat, asam benzoat, ragi,
salisilat dan penisilin.

3. Gigitan.Sengatan Serangga
Gigitan/ sengatan serangga dapat menimbulkan urtikan setempat,
agaknya hal ini lebih banyak diperantai oleh IgE (tipe 1) dan tipe seluler
(tipe IV). Tetapi venom dan toksin bakteri, biasanya dapat pula
mengaktifkan komplemen., Nyamuk, kepinding dan serangga lainnya
menimbulkan urtika bentuk papular di sekitar tempat gigitan, biasanya
sembuh dengan sendirinya setelah beberapa hari, minggu atau bulan.

4. Bahan fotosensitizer
Bahan semacam in, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid,
bahkan kosmetik dan sabun gernisid sering menimbulkan urtikaria.

5. Inhalan

4
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debubinatang,
dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe
I). Reaksi ini sering dijumpai pada penderita atopi dan disertai
gangguan nafas.

6. Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang,
serbuk tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan
kimia, misalnya insect repelent (penangkis serangga), dan bahan
kosmetik. Keadaan ini disebabkan bahan tersebut menembus kulit dan
menimbulkan urtikaria.

7. Trauma Fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh gaktor dingin, yakni berenang atau
memegang benda dingin, faktor panas, misalnya sinar matahari, sinar
U.V, radiasi, dan panas pembakaran, faktror tekanan yaitu gotrsan,
pakaian ketat, ikat pinggang, air yang menetes atau semprotan air,
vibrasi dan tekanan berulang-ilang contohnya pijatan,
keringat,pekerjaan berat, demam, dan emosi menyebabka urtikaria fisik,
baik secara imunologik maupun non imunologik.

8. Infeksi atau Infestasi


Bermacam-macam infeksi dapay menimbulkan urtikaria, isalnya infeksi
bakteri, birus, jamur, maupun infestasi parasit. Infeksi oleh bakteri
contohnya pada infeksi tonsil, infeksi gigi dan sinusitis. Infeksi jamur
kandida dan dermatofit sering dilaporkan sebagai penyebab urtikaria.
Infestasi cacing pita, cacing tambang, cacing glang juga Schistoma atau
Echinococcus dapat menyebabkan urtikaria.

9. Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mas atau langsung menyebabkan
peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapilar. Ternyata hampir
11,5% penderita urtikaria menunjukkan gangguan psikis. Penyelidikan
memperlihatkan bahwa hipnosis dapat menghambat eritema dn urtika.

5
Pada pervobaan induksi psikis, ternyata suhu kulit dan ambang
rangsang eritema meningkat.

10. Genetik
Faktror genetik ternyata berperan penting pada urtikaria dan
angioedema, walaupun jarang menunjukkan penurunan autosomal
dominan,Di antaranya adalah angineurotik edema herediter, familial
cold urticaeia, familial localized gheat urticaria, vibratory
angioedema, heredo-familial syndeomw of urticaria deafness and
amyloidosis dan erytheopoietic protopotphria.

11. Penyakit Sistemik


Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan
urtikaria, reaksi lebih sering disebabkan nreaksi kompleks antigen-
antibodi. Penyakit vesiko-bulosa, misalnya pemfigus dan dermatitis
gerpetiformis Duhring, sering menimbulkan urtikaria. Sejumlah 7-9%
penderita lupus eritematosus sistemik dapat mengalami ertikaria.
Beberapa penyakit sistemik yang sering disertai urtikaria antara lain
limfoma, hipertiroid, hepatitis, urtikaria pigmentosa, artritis pada
demam reumatik dan artritis reumatoid juvenilis.

D. Klasifikasi
Terdapat bermacam-macam penggolongan urtikaria, berdasarkan
lamanya serangan berlangsung dibedakan urtikaria akut dan urtikaria
kronik. Disebut akut bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu, atau
berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari, bila melebihi
waktu tersebut digolongkan sebagai urtikaria kronik. Urtikaria akut lebih
sering terjadi pada anak muda, umumnya laki-laki lebih sering dari pada
perempuan. Urtikaria kronik lebih sering pada wanita usia pertengahan.
Penyebab urtikaria akut lebih mudah diketahui, sedangkan pada urtkaria
kronik sulit ditemukan. Ada kecenderungan urtikaria lebih sering diderita
oleh penderita atopik. (Juanda, 2007)
Berdasarkan morfologi klinis, urtikaria dibedakan menurut
bentuknya, yaitu urtikaria papular bila berbentuk papul, gutata bila
besarnya sebesar tetesanair, dan grata bila ukurannya besar-besar. Terdapat
pula yang anular dan arsinar, menurut luasnya dan dalamnya jaringan yang

6
terkena, dibedakan urtikaria lokal, generalisata dan angioedema. Ada pula
yangmenggolongkan berdasarkan penyebab rtikaria dan mekanisme
terjadinya, maka dikenal urtikaria imunologik, urtikaria nonimunologik
dan idiopatik, sebagai berikut :
a. Urtikaria atas dasar reaksi Imunologik
1) Bergantung pada IgE (reaksi alergik tipe I)
a) Pada atopi
b) Antigen spesifik (polen, obat, venom)
2) Ikut sertanya komplemen
a) Pada reaksi sitoroksik (reaksi alergi tipe II)
b) Pada reaksi kompleks imun (reaksi alergi tipe III)
c) Defisiensi C1 esterase inhibitor (genetik)
3) Reaksi alergi tipe IV (Urtikaria Kontak)

b. Urtikaria atas dasar reaksi Non Imunologik


1) Langsung memacu sel mas, sehingga terjadi pelepasan mediator
(misalnya obat golongan opiat danbahan kontras)
2) Bahan yang menyebabkan perubahan metabolisme asam arakidonat
(misalnya aspirin, obat anti-inflamasi non-steroid, golongan
azodyes).
3) Trauma fisik misalnya demografisme, rangsangan dingin, panas
atau sinardan bahan kolinergik.
4) Urtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanismenya,
digolongkan Idiopatik.

E. Patogenesis
Sangat penting diketahui mekanisme terjadinya urtikaria, karena hal ini
akan dapat membantu pemeriksaan yang rasional. Urtikaria terjadi karena
vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang meningkat, sehingga terjadi
transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan setempat.
Sehingga, scara klinis tampak edema setempat disertai kemerahan.
Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas dapat terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator, misalnya histamin, klinin, serotonin, slow
reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan prostaglandin oleh sel mas
dan atau basofil. Selain itu terjadi pula inhibisi proteinase oleh enzim
proteolitik, misalnya kaikrin, tripsin,plasmin, dan hemotripsin didalam sel
mas. Baik faktor imunologik, maupun nonimunologik mampu merangsang sel
mas atau basofil untuk melepaskan mediator tersebut.

7
Pada nonmunologik mungkin sekali siklik AMP (Adenosine Mono
Phosphate) memegang peranan penting dalam pelepasan mediator.
Beberapa bahan kimia seperti golongan amindan derivat amidin, obat-
obatanseperti morfin, kodein, polimiksin, dan beberapa antibiotik berperan
pada keadaan ini. Bahan kolinergik, misalnya asetilkolin dilepaskan oleh
saraf kolinergik kulit secara tidak diketahui mekanismenya, langsung
dapat mempengaruhi sel mas untuk melepaslan mediator. Faktor fisik,
misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X dan pemijatan dapat secara
langsung merangsang sel mas. Beberapa keadaan misalnya demam, panas,
emosi, dan alkohol dapat merangsang langsung pada pembuluh darah
kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas.
Faaktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut dari
pada yang kroik. Biasanya IgE terikat pada permukaan sel mas dan atau
sel basofil karena adanya reseptor Fc, bila ada antigen yang sesuai
berikatan dengan IgE, maka terjadi degranulasi sel, sehingga mmapu
melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe I
(anafilaksis), misalnya alergi obat dan makanan. Komplemen juga ikut
berperan, aktivasi komplemen secara klasik maupun secara alternatif
menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a,C5a) yang mampu merangsang
sel mas dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin bakteri.
Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi
sitotoksik dan kompleks imun, pada keadaan ini juga dilepaskan zat
anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak dapat juga terjadi, misalnya setelah
pemakaian bahan penangkis serangga, bahan kosmetik, dan
sefalosporin.Kekurangan C1 esterase inhibitor secara genetik
menyebabkan edema angioneurotik yang herediter.
Urtikaria akibatpenyinaran biasanya pada gelombang 285-321 nm
dan 400-500 nm, timbul setelah 18-72 jam penyinaran, dan klinis
berbentuk urtikaria papular. Halini harus dibuktikan dengan tes foto
tempel. Sejumlah 7-17% urtikaria kronik disebabkan faktor fisik, antara
lain akibat dingin, panas, tekanan dan penyinaranb. Umumnya pada
dewasa muda, trjadi pada episode singkat, dan biasanya umum
kortikosteroid sistemik kuang bermanfaat.

8
Urtikaria kolinergik dapat timbul pada peningkatan suhu tubuh,
emosi, makanan yang merangsang, dan pekerjaan berat. Biasanya sangat
gatal, urtikabervariasi dari beberapa mm sampai numular dan konfluen
membentuk plakat. Serangan berat sering disertai gangguan sistemik
seperti nyeri perut, diare, munath-muntah dan nyeri kepala, dijumpai pada
umur 15-25 tahun, Urtikaria akibat obat atau makanan umunya timbul
secara akut dan generalisata.

Faktor imunologik Faktor non imunologik


Reaksi Tipe I ( IgE) Bahan-bahan kimia
Inhalan, obat, Pelepasan mediator
makanan, infeksi.
(morfin, kodein)

Reaksi II SEL MAS


Faktor fisik (panas,
Reaksi III BASOFIL dingin, trauma, sinar X,
Reaksi tipe IV cahaya)
(kontaktan)

Efek kolinergik
Pengaruh komplemen
aktivasi komplemen
klasik alternatif (Ag- Faktor genetik
Ab, Venom, toksin.

PELEPASAN MEDIATOR

VASODILATASI
Alkohol
PERMEABILITAS
Emosi
KAPILAR MENINGKAT
Demam

URTIKARIA

F. Gejala Klinis

9
Data subjektif biasanya gatal, rasa terbakar, atau tertusuk. Klinis
tampak eritema dan edema setempat, kadang-kadang bagian tengah tampak
lebih pucat. Bentuknya dapat papular seperti pada urtikaria akibat sengatan
serangga,besarnya dapat lentikular, numular, sampai plakat. Bila mengenai
jaringan lebih dalam sampai dermis dan jaringan submukosa atau subkutan
juga beberapa alat dalam misalnya saluran cerna dan napas, disebut
angioedema. Pada keadaan ini jaringan yang lebih sering terkena ialah muka,
disertai sesak napas, serak dan rinitis. (Price & Wison, 2005)
Dermografisme, berupa edema dan eritema yang linear dikulit yang
terkena goresan benda tumpul timbul dalam waktu lebih kurang 30 menit.
Pada urtikaria akibat tekanan, urikaria timbul pada tempat yang tertekan
misalnya didaerah pinggang, pada penderita ini dermografisme jelas terlihat.
Urtikaria akibat penyinaran biasanya pada gelombang 285-320 nm dan
400-500 nm. Timbul setelah 18-27 jam penyinaran, dan klinis berbentuk
urtikaria papular. Sejumlah 7-17 % urtikaria kronik disebabkan faktor fisik
antar lain akibat dingin, panas, tekanan dan penyinaran.
Urtikaria kolinergik dapat timbul padapeningkatan suhu tubuh, emosi,
makanan yang merangsang dan pekerjaan berat. Biasanya sangat gatal,
urtikaria berpariasi dari beberapa mm sampai numular dan konfluen
membentuk plakat. Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti
nyeri perut, diare, muntah-muntah, dan nyeri kepala dijumpai pada umur 15-
25 tahun.

G. Pemeriksaan Penunjang
Walaupun melalui anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis mudah
ditegakkan diagnosis urtikaria, beberapa pemeriksaan diperlukan untuk
membuktikan penyebabnya, misalnya :
1. Pemeriksaan darah, urin dan feses rutin untuk menilai ada tidasknya
infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam. Cryoglobulin
dan cold hemolysin perlu diperiksa pada dugaan urtikaria dingin.
2. Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok serta usapan vagina perlu
untuk menyingkirkan adanya infeksi fokal.
3. Pemeriksaan kadar IgE, eosinofil dan komplemen.
4. Tes kulit, meskipun terbatas kegunaannya dapat dipergunakan untuk
membantu diagnosis. Uji gores (scratch test) dan uji tusuk (prick test),

10
serta tes intradermal dapat digunakan untuk mencari alergen inhalan,
makanan dermatofit dan kandida.
5. Tes eliminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang
dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi
satu.
6. Pemeriksaan hitopatologik, walaupun tidak selalu diperlukan, dapat
membantu diagnosis. Biasanya terdapat kelainan berupa pelebaran
kapilar di papila dermis, geligi epidermiss mendatar, dan serat kolagen
membengkak.
7. Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel.
8. Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosis urtikaria
kolinergik
9. Tes dengan es (Ice Cube Test)
10. Tes dengan air hangat.

H. Pengobatan
Pengobatan yang paling ideal tentu saja mengobati penyebab atau bila
mungkin menghindarin penyebab yang dicurigai. Bila tidak mungkin paling
tidak menvoba mengurangi penyebab tersebut, sedikit-dikitnya tidak
menggunakan dan tidak berkontak dengan penyebabnya.
Pengobatan dengan antihistamin pada urtikaria sangat bermanfaat.
Cara kerja histamin telah diketahui dengan jelas, yaitu menghambat histamin
pada reseptor-reseptornya.
Secara klinis dasar pengobatan pada urtikaria dan angioedema
dipercayakan kepada efek antagonis terhadap histamin pada reseptor H1,
namun efektivitas tersebut acapkali berkaitan dengan efek samping
farmakologik, yaitu seasi. Dalam perkembangannya terdapat antihistamin
yang baru yang berkhasiat terhadap reseptor H1 tetapi nonsedasi, golongan
ini disebut sebagai antihistamin nonklasik.
Pada umumnya, efek histamin telah terlihat dalam waktu 15-30
menit setelah pemakaian oral, dan mencapai puncaknya pada 1-2 jam,
sedangkan lama kerjanya bervariasi dari 3-6 jam. Tetapi ada juga antihistamin
yang waktu kerjanya lebih lama yaitu meklizin dan klemastin.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam


sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan
menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di
permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo.
Kemungkinan mengalami urtikaria, tidak ada perbedaan ras dan
umur (terbanyak pada kelompok umur 40-50 an). Hanya saja, pada

12
urtikaria kronis (berulang dan lama) lebih sering dialami pada wanita
(60%).

B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat digunakan dalam pembelajaran
keperawatan sehingga jika ditemukan kekeliruan dapat diperbaiki.

13

Anda mungkin juga menyukai