Anda di halaman 1dari 24

REFARAT URTIKARIA PADA ANAK

Disusun Oleh:

Sitti Putri Sriyanti Asis


11120192052
Pembimbing:
dr. Akhmad Kadir, Sp.A

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA


MAKASSAR
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Urtikaria adalah kelainan kulit yang ditandai dengan peninggian kulit yang
timbul mendadak dan/atau disertai angiodema; ukurannya bervariasi, biasanya
dikelilingi eritema, terasa gatal atau sensasi terbakar, umumnya menghilang
dalam 1-24 jam. Angioedema terjadi akibat edema lapisan dermis bagian
bawah dan jaringan subkutan, biasanya lebih dirasakan sebagai sensasi nyeri,
dan menghilang setelah 72 jam.
Urtikaria merupakan manifestasi klinis dari respons imunologi dan
inflamasi tubuh yang dapat tidak diketahui mekanisme kerjanya.1 Urtikaria
perlu dibedakan dengan berbagai kondisi medis lainnya yang juga
menimbulkan peninggian pada kulit seperti angioedema. Peninggian pada
urtikaria sendiri terbagi menjadi tiga tipe, pembengkakan sentral dengan
berbagai macam ukuran dan hampir semua dikelilingi oleh bagian yang
mengalami eritema, lesi yang menimbulkan rasa gatal hingga rasa terbakar,
serta peninggian semu pada kulit yang akan kembali normal dalam 30 menit
hingga 24 jam pertama.2 Sebanyak 15- 23% manusia setidaknya pernah
mengalami episode urtikaria satu kali selama hidupnya.
Sekitar 20% individu pernah mengalami urtikaria atau angioedema pada
suatu waktu di masa hidupnya. Urtikaria yang berlangsung kurang dari 6
minggu disebut urtikaria akut dan yang berlangsung (baik secara terus
menerus maupun berulang) lebih dari 6 minggu disebut urtikaria kronik. Pada
anak, kasus urtikaria akut lebih banyak terjadi.
Penyebab urtikaria terbanyak adalah degranulasi sel mast dengan akibat
munculnya urtika dan kemerahan (flushing) karena lepasnya performed
mediator, histamin, juga newly formed mediator pada late phase cutaneous
response. Pada anak, hal ini terutama terjadi akibat paparan terhadap alergen.
Sumber utama alergen yang mencetuskan urtikaria dengan perantara IgE
adalah makanan dan obat. Hal lain yang dapat mencetuskan

1
urtikaria/angioedema akut, dan juga sebagian urtikaria/angioedema kronik
adalah mekanisme non imunologik dan tidak melibatkan IgE. Dalam hal ini
terjadi pelepasan histamin, baik secara langsung, maupun akibat infeksi virus,
anafilatoksin, berbagai peptida, dan protein serta stimulus fisik. Pada urtikaria
kronis penyebab tersering adalah proses autoimun

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Urtikaria (kaligata, gidu, nettle rash, hives) adalah erupsi kulit yang
menonjol, berbatas tegas, berwarna merah, umumnya berbentuk bulat, gatal,
dan berwarna putih di bagian tengah bila ditekan. Angioedema (giant
urticaria, angioneurotic edema, quinkes edema) adalah sebuah lesi yang sama
dengan x

Gambar 1. Urtikaria

Gambar 2. Angioedema

3
Epidemiologi
Urtikaria dan angioedema sering dijumpai pada semua umur, orang
dewasa lebih banyak mengalami urtikaria dibandingkan dengan usia muda.
Ditemukan 40% bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria bersama-sama dengan
angioedema dan 11% angioedema saja. Lama serangan berlangsung
bervariasi, ada yang lebih dari satu tahun bahkan lebih dari 20 tahun.
Penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria dibandingkan dengan
orang normal. Tidak ada perbedaan frekuensi jenis kelamin, baik laki-laki
maupun perempuan. Umur, ras, aktivitas, letak geografis dan perubahan
musim dapat mempengaruhi hipersensitivitas yang diperankan oleh IgE.
Penisilin tercatat sebagai obat yang lebih sering menimbulkan urtikaria.

Klasifikasi
Urtikaria dapat diklasifikasikan berdasarkan durasi atau etiologi dan
mekanisme patofisiologi.
A. Durasi
1. Akut
Urtikaria akut biasanya terjadi beberapa jam sampai beberapa hari (kurang
dari 6 minggu) dan umumnya penyebabnya dapat diketahui.
2. Kronis
Urtikaria yang berlangsung lebih dari 6 minggu dan urtikaria biasanya
berulang dan tidak diketahui pencetusnya, serta dapat berlangsung sampai
beberapa tahun. Urtikaria kronik umumya ditemukan pada orang dewasa.

B. Etiologi dan Mekanisme Imun


1. Mekanisme imun
Mekanisme imun dapat diperantarai melalui reaksi hipersensitivitas tipe I, II,
dan III.
2. Mekanisme nonimun (anafilaktoid)
a. Angioedema herediter

4
b. Aspirin
c. Liberator histamin, yaitu zat yang menyebabkan pelepasan histamin seperti
opiat, pelemas otot, obat vasoaktif, dan makanan (putih telur, tomat, dan
lobster).
3. Fisik
a. Dermatografia (Writting on skin)
b. Urtikaria dingin
c. Urtikaria kolinergik
d. Urtikaria solar
e. Urtikaria panas
f. Urtikaria dan angioedema tekanan
g. Angioedema getar
h. Angioedema akuagenik
4. Miscellaneous
a. Urtikaria papular e.c gigitan serangga (nyamuk/lebah)
b. Urtikaria pigmentosa
c. Mastositosit sistemik
d. Infeksi disertai urtikaria
e. Urtikaria dengan penyakit sistemik yang mendasarinya:
- Penyakit vaskular kolagen
- Keganasan
- Ketidakseimbangan sistem endokrin
f. Faktor psikogenik
g. Urtikaria dan angioedema idiopatik

Etiologi
Pada penelitian, ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya.
Diduga penyebab urtikaria bermacam-macam, di antaranya: obat, makanan,
gigitan/sengatan serangga, bahkan fotosensitizer, inhalan, kontaktan, trauma
fisik, infeksi dan infestasi parasit, psikis, genetik, dan penyakit sistemik.

5
1. Obat
Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik
maupun non-imunologik. Hampir semua obat sistemik menimbulkan urtikaria
secara imunologik (Tipe I atau II). Contohnya ialah obat-obatan golongan
penisilin, sulfonamid, analgesik, pencahar, hormon, dan diuretik. Ada pula
obat yang secara non-imunologik langsung merangsang sel mast untuk
melepaskan histamin, misalnya kodein, opium, dan zat kontras. Aspirin
menimbulkan urtikaria karena menghambat sintesis prostaglandin dari asam
arakidonat.

2. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya akibat
reaksi imunologik. Makanan berupa protein atau bahan lain yang
dicampurkan ke dalamnya seperti zat warna, penyedap rasa, atau bahan
pengawet sering menimbulkan urtikaria alergika. Contoh makanan yang
sering menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan, kacang, udang, cokelat,
tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan semangka serta bahan yang
dicampurkan ke dalam makanan seperti asam nitrat, asam benzoat, dan ragi.

3. Gigitan/sengatan Serangga
Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtikaria setempat. Hal
ini sering diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe selular (tipe IV). Tetapi
venom dan toksin bakteri, biasanya dapat pula mengaktifkan komplemen.
Nyamuk, kepinding, dan serangga lainnya menimbulkan urtikaria berbentuk
papular di sekitar tempat gigitan, biasanya sembuh dengan sendirinya setelah
beberapa hari, minggu, atau bulan.

4. Bahan fotosensitizer
Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, bahan
kosmetik, dan sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.

6
5. Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, bulu binatang,
dan aerosol umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik. Reaksi ini
sering dijumpai pada penderita atopi dan disertai gangguan pernapasan.

6. Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk
tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia seperti
insect repelent (penangkis serangga), dan bahan kosmetik. Keadaan ini
disebabkan bahan tersebut menembus kulit dan menimbulkan urtikaria.

7. Trauma fisik
Trauma fisik dapat disebabkan oleh faktor dingin, yakni berenang atau
memegang benda dingin; faktor panas misalnya sinar matahari, sinar UV,
radiasi dan panas pembakaran; faktor tekanan yaitu goresan, pakaian ketat,
ikat pinggang, atau semprotan air; faktor vibrasi dan tekanan yang berulang-
ulang contohnya pijatan dapat menyebabkan urtikaria fisik baik secara
imunologik maupun non-imunologik.

8. Infeksi dan Infestasi


Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi
bakteri, virus, jamur, maupun infestasi parasit. Infeksi oleh bakteri contohnya
infeksi pada tonsil, gigi, dan sinus paranasal. Masih merupakan pertanyaan
apakah urtikaria muncul karena toksin bakteri atau oleh sensitisasi. Infeksi
virus hepatitis, mononukleosis, dan infeksi virus coxsackie pernah dilaporkan
sebagai faktor penyebab. Karena itu pada urtikaria yang idiopatik perlu
dipikirkan kemungkinan infeksi virus subklinis. Infeksi jamur kandida dan
dermatofit sering dilaporkan sebagai penyebab urtikaria. Infestasi cacing pita,
cacing tambang, cacing gelang, Schistosoma atau Echinococcus dapat
menyebabkan urtikaria.

7
9. Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan
peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapiler. Ternyata hampir 11.5%
penderita urtikaria menunjukkan gangguan psikis. Penyelidikan
memperlihatkan bahwa hipnosis dapat menghambat eritema dan urtikaria.
Pada percobaan induksi psikis, ternyata suhu kulit dan ambang rangsang
eritema meningkat.

10. Genetik
Faktor genetik ternyata berperan penting pada urtikaria dan angioedema,
walaupun jarang menunjukkan penurunan autosomal dominan. Diantaranya
ialah angioneurotik edema herediter, familial cold urticaria, familial
localized heat urticaria, vibratory angioedema, heredo-familial syndrome of
urticaria deafness and amyloidosis, dan erythropoietic protoporphyria.

11. Penyakit sistemik


Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria dan
lebih sering disebabkan oleh reaksi komplek antigen-antibodi. Penyakit
vesikobulosa seperti pemfigus dan dermatitis herpetiformis Duhring sering
menimbulkan urtikaria. Beberapa penyakit sistemik yang sering disertai
urtikaria antara lain limfoma, hipertiroid, artritis reumatoid, urtikaria
pigmentosa, demam reumatik dan lupus eritematosus sistemik.

Patogenesis
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang
meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan terjadinya
pengumpulan cairan setempat, sehingga secara klinis tampak edema setempat
disertai kemerahan.
Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator misalnya histamin, kinin, serotonin, slow
reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan prostaglandin oleh sel mast

8
dan atau basofil. Selain itu terjadi pula inhibisi proteinase oleh enzim
proteolitik misalnya kalikrin, tripsin, plasmin, dan hemotripsin di dalam sel
mast.
Baik faktor imunologik maupun non-imunologik mampu merangsang sel
mas atau basofil untuk melepaskan mediator-mediator tersebut (Gambar 2.1).
Pada yang non-imunologik, mungkin sekali siklik AMP (Adenosine Mono
Phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa
bahan kimia seperti golongan amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti
kodein, morfin, polimiksin dan beberapa antibiotik berperan pada keadaan
ini. Bahan kolinergik seperti asetilkolin dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit,
dengan mekanisme yang belum diketahui dapat mempengaruhi sel mas untuk
melepaskan mediator.

FAKTOR NON-IMUNOLOGIK FAKTOR IMUNOLOGIK

Bahan kimia pelepas mediator Reaksi Tipe I (IgE) inhalan,


(morfin, kodein) obat, makanan, infeksi

Faktor fisik (panas, dingin, Reaksi Tipe IV (kontaktan)


trauma, sinar X, cahaya Sel Mas
Basofil
Pengaruh komplemen
Efek Kolinergik

Aktivasi komplemen
(Ag-Ab, venom, toksin)

Pelepasan Mediator: Reaksi Tipe II


H1, SRSA, serotonin,
kinin, PEG, PAF
Reaksi Tipe III

Faktor Genetik:
Defisiensi C1 esterase
Alkohol, Emosi, Demam Vasodilatasi, Peningkatan inhibitor
Permeabilitas Kapiler Familial cold urticaria
Familial heat urticaria

Idiopatik
Urtikaria
9
Gambar 3. Diagram Faktor Imunologik dan Non-imunologik
yang Menimbulkan Urtikaria

Faktor fisik misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan
dapat secara langsung merangsang sel mas. Beberapa keadaan, misalnya
demam, panas, emosi, dan alkohol dapat merangsang langsung pembuluh
darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas.
Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria akut daripada kronik,
biasanya IgE terikat pada permukaan sel mas dan atau sel basofil karena
adanya reseptor Fc. Bila ada antigen yang sesuai berikatan dengan IgE, maka
terjadi degranulasi sel, sehingga terjadi pelepasan mediator. Keadaan ini jelas
tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi obat dan makanan.
Komplemen juga ikut berperan. Aktivasi komplemen secara klasik maupun
alternatif menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a, C5a) yang mampu
merangsang sel mas dan basofil. Hal ini terjadi pada urtikaria akibat venom
atau toksin bakteri.
Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi
sitotoksik dan kompleks imun. Pada keadaan ini, juga dilepaskan zat
anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak juga terjadi, misalnya setelah
pemakaian bahan penangkis serangga (insect repelent), bahan kosmetik, dan
penggunaan obat-obatan golongan sefalosporin. Kekurangan C1 esterase
inhibitor secara genetik menyebabkan edema angioneurotik yang herediter.

Gejala Klinis
Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa terbakar atau tertusuk. Klinis
tampak edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak
pucat. Bentuknya dapat papular seperti pada urtikaria akibat sengatan
serangga, besarnya dapat lentikular, numular sampai plakat. Bila mengenai
jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan submukosa atau

10
subkutan, juga beberapa organ dalam misalnya saluran cerna dan saluran
napas disebut dengan angioedema. Pada keadaan ini jaringan yang sering
terkena adalah wajah, biasanya disertai sesak napas, suara serak, dan rinitis.
Dermografisme, berupa edema dan eritema yang linear di kulit yang
terkena goresan benda tumpul, timbul dalam waktu lebih kurang 30 menit.
Pada urtikaria akibat tekanan, urtikaria timbul pada tempat yang tertekan,
misalnya di sekitar pinggang. Pada penderita ini dermografisme jelas terlihat.
Urtikaria akibat penyinaran biasanya pada gelombang 285-320 nm dan 400-
500 nm, timbul setelah 18-72 jam penyinaran, dan klinisnya berbentuk
urtikaria papular. Hal ini harus dibuktikan dengan tes foto tempel. Sejumlah
7-17% urtikaria disebabkan oleh faktor fisik, antara lain akibat panas, dingin,
tekanan dan penyinaran. Umumnya pada dewasa muda, terjadi pada episode
singkat dan umumnya kortikosteroid sistemik kurang bermanfaat.
Urtikaria kolinergik dapat timbul pada peningkatan suhu tubuh, emosi,
makanan yang merangsang dan pekerjaan yang berat. Biasanya sangat gatal,
ukurannya bervariasi dari beberapa milimeter sampai numular dan konfluen
membentuk plakat. Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti
nyeri perut, diare, muntah, dan nyeri kepala. Biasanya terjadi pada usia 15-25
tahun. Urtikaria akibat obat atau makanan umumnya timbul secara akut dan
generalisata.

Diagnosis
Anamnesis
 Adanya bentol kemerahan pada kulit yang mudah dikenali bahkan oleh orang
tua pasien.
 Awitan dan riwayat penyakit serupa sebelumnya: untuk membedakan akut
atau kronik dan mengidentifikasi faktor pencetus yang mungkin sama dengan
pencetus sebelumnya.
 Faktor pencetus ditanyakan faktor yang ada di lingkungan, seperti: alergen
berupa debu, tungau (terdapat pada karpet, kasur, sofa, tirai, boneka berbulu),
hewan peliharaan, tumbuhan, sengatan binatang, serta faktor makanan seperti

11
zat warna, zat pengawet, zat penambah/modifikasi rasa, obat-obatan
(misalnya: aspirin atau OAINS lainnya), dan faktor fisik (dingin, panas, dan
sebagainya)
 Riwayat penyakit dahulu: demam, keganasan, infestasi cacing
 Riwayat pengobatan untuk episode yang sedang berlangsung
 Riwayat atopi dan riwayat sakit lainnya pada keluarga

Pemeriksaan Fisik
 Pada pemeriksaan fisik ditemukan lesi kulit berupa bentol kemerahan yang
memutih di bagian tengah bila ditekan. Lesi disertai rasa gatal. Yang perlu
diperhatikan adalah distribusi lesi, pada daerah yang kontak dengan pencetus,
pada badan saja, dan jauh dari ekstremitas atau seluruh tubuh. Hal lain yang
perlu diperhatikan lagi adalah bentuk lesi yang mirip satu sama lain, bintik
kecil-kecil di atas daerah kemerahan yang luas pada urtikaria kolinergik.
 Yang perlu diwaspadai: adanya angioedema, adanya distres napas, adanya
kolik abdomen, suhu tubuh meningkat bila lesi luas, dan tanda infeksi lokal
yang mencetuskan urtikaria.
 Pada urtikaria kronik: hal terpenting adalah mencari bukti dan pola yang
menunjukkan penyait lain yang mendasari, lesi yang menghilang apabila
dilakukan eliminasi diet tertentu, seperti pada penyakit seliak, yaitu, urtikaria
menghilang setelah diberi diet bebas gluten.

Pemeriksaan Penunjang
I. Reaksi Hipersensitivitas Tipe I
Untuk reaksi hipersensitivitas alergi dan non alergi dapat dilakukan:
- Hitung eosinofil darah perifer/nasal
- Pemeriksaan konsentrasi tryptase serum, jika konsentrasinya >10 mg/ml
menunjukkan adanya aktivasi dari sel mast.
Untuk alergi yang diperantarai IgE dilakukan pemeriksaan:
- IgE total serum
Untuk alergen protein (inhalan/makanan) perlu dilakukan:

12
- Uji tusuk kulit
- Radio-Allergo-Sorbent Test (RAST): IgE spesifik serum
Untuk alergen obat perlu dilakukan:
- Uji tusuk kulit
Satu tetes larutan obat 1:100 dalam larutan garam fisiologis tanpa pengawet,
harus disertai kontrol positif dan negatif
- Uji intradermal
0,02 ml larutan obat 1:1000 dalam larutan garam fisiologis, harus disertai
kontrol positif dan negatif.

II. Urtikaria Fisik


- Gores kulit normal pada daerah volar lengan bawah dengan alat tumpul (stik
yang keras atau tounge blade/penekan lidah atau dengan kuku).
- Suatu reaksi wheal dan kemerahanberbentuk garis akan timbul dalam 2-3
menit setelah digores. Intensitas puncak terjadi 6-7 menit dan hilang spontan
dalam 20 menit. Tipe lambat terjadi dalam 6-9 jam pada sisi yang sama dan
menetap selama 24-48 jam.

III. Urtikaria Yang Tergantung Pada Temperatur


o Urtikaria dingin
- Tempelkan benda dingin pada kulit
- Pegang kubus es atau lebih baik benda dingin yang kering (baskom tembaga
yang diisi es, direndam dalam air dingin atau tabung kering berisi dry ice.

o Urtikaria panas
Tempelkan botol yang telah diisi dengan air panas pada kulit. Urtikaria akan
muncul dalam waktu beberapa menit

o Urtikaria solar
Sejumlah anak memiliki protoporfiria eritropoietik:

13
- Kulit diberi paparan pancaran sinar dengan berbagai panjang gelombang di
laboratorium
- Eritem yang pruritik akan muncul pada kulit yang terpajan pancaran sinar,
biasanya hilang dalam 24 jam

o Urtikaria tekanan
- Beri tekanan dengan beban, atau
- Gantung suatu beban 7-14 kg di sekeliling lengan bawah atau bahu selama 10
menit

o Angioedema vibrator
Tempelkan vibrator/mixer pada lengan bawah selama 4 menit

o Urtikaria akuagenik
Tempelkan kompres air/tap water dicoba pada berbagai temperatur pada kulit
yang akan diuji. Papul multipel yang gatal seperti urtikaria kolinergik akan
timbul dalam beberapa menit hingga 30 menit.

o Urtikaria kolinergik
Mandi air hangat atau beraktivitas hingga berkeringat. Wheal yang gatal
dengan diameter 1-3 mm dikelilingi daerah eritema yang luas timbul dalam 2-
20 menit. Episode ini akan menetap dalam 15-30 menit

14
Gambar 4. Uji Tusuk Kulit (Skin Prick Test)

Gambar 5. Uji Tempel (Patch Test)

15
Diagnosis Banding
a. Sengatan serangga multipel
Pada sengatan serangga akan terlihat titik di tengah bentol yang merupakan
bekas sengatan serangga.
b. Angioedema herediter
Kelainan ini merupakan kelainan yang jarang disertai urtikaria. Pada
kelainan ini terdapat edema subkutan atau submukosa periodik disertai rasa
sakit dan terkadang disertai edema laring. Edema biasanya mengenai
ekstremitas dan mukosa gastrointestinal yang sembuh setelah 1-4 hari. Pada
keluarga terdapat riwayat penyakit yang serupa. Diagnosis ditegakkan dengan
menemukan kadar komplemen C4 dan C2 yang menurun dan tidak adanya
inhibitor C1-esterase dalam serum.

Penatalaksanaan
Urtikaria akut pada umumnya lebih mudah diatasi dan kadang-kadang
sembuh dengan sendirinya tanpa memerlukan pengobatan. Prinsip
pengobatan urtikaria akut adalah sebagai berikut.

A. Penanganan Umum
1. Eliminasi/Penghindaran faktor penyebab
2. Antihistamin
Medikamentosa utama adalah antihistamin karena mediator utama pada
urtikaria adalah histamin. Preparat yang bisa digunakan:
 Antihistamin H1 generasi I (sedatif), misal Chlorfeniramin Maleat (CTM)
dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau antihistamin H 1
generasi II (nonsedatif), contoh setirizin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/kali
(usia < 2 tahun: 2 kali/hari; usia > 2 tahun: 1 kali/hari). Pada urtikaria akut
lokalisata cukup diberikan antihistamin H1.
 Penambahan antihistamin H2, misal simetidin 5 mg/kgBB/kali, 3 kali/hari
dapat membantu efektifitas antihistamin H1

16
Pada umumnya efek antihistamin telah terlihat dalam waktu 15-30 menit
setelah pemakaian oral, dan mencapai puncaknya pada 1-2 jam, sedangkan
lama kerjanya bervariasi dari 3-6 jam. Antihistamin dapat diberikan selama 7-
10 hari

3. Adrenergik
Pada urtikaria akut generalisata dan disertai gejala distress pernapasan, asma
atau edema laring, mula-mula diberi adrenalin (1:1000) dengan dosis 0,01
ml/kgBB/kali subkutan (makasimal 0,3 ml) dilanjutkan dengan pemberian
antihistamin.

4. Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan bila tidak memberi respon yang baik dengan obat
lain dengan mewaspadai efek samping yang dapat terjadi. Kortikosteroid
jangka pendek digunakan pada urtikaria akut yang berat dengan atau tanpa
angioedema atau bila urtikaria diduga berlangsung akibat reaksi alergi fase
lambat. Obat yang digunakan adalah prednison dengan dosis 1 mg/kgBB/hari
selama 5 hari, tapering off biasanya tidak dibutuhkan pada urtikaria akut.
5. Antileukotrien (Leukotriene pathway modifiers)
Antileukotrien dapat digunakan bersamaan dengan antihistamin H1 untuk
menangani urtikaria yang tidak terkontrol, tetapi penggunaannya sebagai
terapi tunggal masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Antileukotrien
pernah tercatat memiliki manfaat pada kasus alergi aspirin, namun efek
sesungguhnya masih belum dapat dipastikan. Salah satu antileukotrien yang
sering dipakai adalah montelukast dengan dosis yang dianjurkan untuk anak-
anak adalah 4-5 mg/hari. Tablet 4 mg digunakan pada anak 2-6 tahun dan 5
mg digunakan pada anak 6-15 tahun. Di Indonesia, antileukotrien itu sendiri
masih jarang digunakan dan preparatnya pun masih sangat terbatas. Preparat
antileukotrien yang telah beredar di Indonesia adalah zafirlukast, sedangkan

17
montelukast belum tersedia. Zafirlukast dapat digunakan untuk mengobati
asma akibat alergi.

Tabel 1. Antihistamin untuk Urtikaria dan Angioedema


Golongan Obat Dosis Frekuensi
Antihistamin H1 (generasi ke-1, sedatif)
Hydroxizine 0,5-2 mg/kg/kali Setiap 6-8 jam
(dewasa 25-100 mg)
Diphenhydramin 1-2 mg/kg/kali Setiap 6-8 jam
(dewasa 50-100 mg)
Chlorphenirami 0,25 mg/kg/hari Setiap 8 jam
n Maleat (dibagi 3 dosis)
Antihistamin H1 (generasi ke-2, nonsedatif)
Setirizin 0,25 mg/kg/kali 6-24 bulan: 2 kali/hari
>24 bulan: 1 kali/hari
Fexofenadin 6-11 tahun: 30 mg 2 kali/hari
> 12 tahun: 60 mg
Dewasa : 120 mg 1 kali/hari
Loratadin 2-5 tahun: 5 mg 1 kali/hari
> 6 tahun: 10 mg
Desloratadin 6-11 bulan: 1 mg 1 kali/hari
1-5 tahun: 1,25 mg
6-11 tahun: 2,5 mg
>12 tahun: 5 mg
Antihistamin H2
Cimetidine Bayi: 10-20 mg/kg/hari Tiap 6-12 jam (terbagi 2-4 dosis
Anak: 20-40 mg/kg/hari
Ranitidine 1 bln-16 tahun: 5-10 Tiap 12 jam (terbagi dalam 2
mg/kg/hari dosis)
B. Penanganan Khusus
Dilakukan sesuai dengan diagnosis jenis urtikaria

C. Penanganan Topikal
Untuk mengatasi pruritus, dapat diberikan lotion calamin atau bedak salisilat.

Urtikaria kronim biasanya lebih sukar diatasi. Idealnya adalah etap


identifikasi dan menghilangkan faktor penyebab, namun hal ini juga sulit
dilakukan. Untuk ini, selain antihistamin H1, juga dapat menambahkan obat
antihistamin H2. Kombinasi lain yang dapat diberikan adalah antihistamin H1
dan H2 pada malam hari atau antihistamin H1 dengan antidepresan trisiklik.

18
Pada kasus berat dapat diberikan antihistamin H1 dengan kortikosteroid
jangka pendek.

Suportif
 Lingkungan yang bersih dan nyaman (suhu ruangan tidak terlalu panas atau
pengap, dan ruangan tidak penuh sesak). Pakaian, handuk, sprei, dibilas
bersih dari sisa deterjen dan diganti lebih sering.
 Pasien dan keluarga diedukasi untuk kecukupan hidrasi, dan menghindarkan
garukan untuk mencegah infeksi sekunder

Indikasi Rawat
Urtikaria yang meluas dengan cepat (hitungan menit-jam) disertai dengan
angioedema hebat, distres pernapasan, dan nyeri perut hebat.

Prognosis
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat
ditemukan dan diatasi, sedangkan urtikaria kronis lebih sulit diatasi karena
penyebabnya sulit dicari. Pada umumnya, prognosis urtikaria dapat dikatakan
baik, tetapi karena urtikaria merupakan bentuk kutan anafilaksis sistemik,
dapat saja terjadi obstruksi jalan napas karena adanya edema laring atau
jaringan di sekitarnya, atau anafilaksis sistemik yang dapat mengancam jiwa.

19
BAB III
KESIMPULAN
Urtikaria merupakan manifestasi klinis dari respons imunologi dan inflamasi
tubuh yang dapat tidak diketahui mekanisme kerjanya.1 Urtikaria perlu
dibedakan dengan berbagai kondisi medis lainnya yang juga menimbulkan
peninggian pada kulit seperti angioedema. Peninggian pada urtikaria sendiri
terbagi menjadi tiga tipe, pembengkakan sentral dengan berbagai macam
ukuran dan hampir semua dikelilingi oleh bagian yang mengalami eritema,
lesi yang menimbulkan rasa gatal hingga rasa terbakar, serta peninggian semu
pada kulit yang akan kembali normal dalam 30 menit hingga 24 jam
pertama.2 Sebanyak 15- 23% manusia setidaknya pernah mengalami episode
urtikaria satu kali selama hidupnya.
Diagnosis
Anamnesis
 Adanya bentol kemerahan pada kulit yang mudah dikenali bahkan oleh orang
tua pasien.

20
 Awitan dan riwayat penyakit serupa sebelumnya: untuk membedakan akut
atau kronik dan mengidentifikasi faktor pencetus yang mungkin sama dengan
pencetus sebelumnya.
 Faktor pencetus ditanyakan faktor yang ada di lingkungan, seperti: alergen
berupa debu, tungau (terdapat pada karpet, kasur, sofa, tirai, boneka berbulu),
hewan peliharaan, tumbuhan, sengatan binatang, serta faktor makanan seperti
zat warna, zat pengawet, zat penambah/modifikasi rasa, obat-obatan
(misalnya: aspirin atau OAINS lainnya), dan faktor fisik (dingin, panas, dan
sebagainya)
 Riwayat penyakit dahulu: demam, keganasan, infestasi cacing
 Riwayat pengobatan untuk episode yang sedang berlangsung
 Riwayat atopi dan riwayat sakit lainnya pada keluarga

Pemeriksaan Fisik
 Pada pemeriksaan fisik ditemukan lesi kulit berupa bentol kemerahan yang
memutih di bagian tengah bila ditekan. Lesi disertai rasa gatal. Yang perlu
diperhatikan adalah distribusi lesi, pada daerah yang kontak dengan pencetus,
pada badan saja, dan jauh dari ekstremitas atau seluruh tubuh. Hal lain yang
perlu diperhatikan lagi adalah bentuk lesi yang mirip satu sama lain, bintik
kecil-kecil di atas daerah kemerahan yang luas pada urtikaria kolinergik.
 Yang perlu diwaspadai: adanya angioedema, adanya distres napas, adanya
kolik abdomen, suhu tubuh meningkat bila lesi luas, dan tanda infeksi lokal
yang mencetuskan urtikaria.
 Pada urtikaria kronik: hal terpenting adalah mencari bukti dan pola yang
menunjukkan penyait lain yang mendasari, lesi yang menghilang apabila
dilakukan eliminasi diet tertentu, seperti pada penyakit seliak, yaitu, urtikaria
menghilang setelah diberi diet bebas gluten.

Pemeriksaan Penunjang
I. Reaksi Hipersensitivitas Tipe I
Untuk reaksi hipersensitivitas alergi dan non alergi dapat dilakukan:

21
- Hitung eosinofil darah perifer/nasal
- Pemeriksaan konsentrasi tryptase serum, jika konsentrasinya >10 mg/ml
menunjukkan adanya aktivasi dari sel mast.
Untuk alergi yang diperantarai IgE dilakukan pemeriksaan:
- IgE total serum
Untuk alergen protein (inhalan/makanan) perlu dilakukan:
- Uji tusuk kulit
- Radio-Allergo-Sorbent Test (RAST): IgE spesifik serum
Untuk alergen obat perlu dilakukan:
- Uji tusuk kulit
Satu tetes larutan obat 1:100 dalam larutan garam fisiologis tanpa pengawet,
harus disertai kontrol positif dan negatif
- Uji intradermal
0,02 ml larutan obat 1:1000 dalam larutan garam fisiologis, harus disertai
kontrol positif dan negatif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sianoto, Melisa. 2017. Diagnosis dan Tatalaksana Urtikaria. Madiun


2. Rafikasari, Aulia. Fetarayani, Deasy. Setyaningrum, Trisniartami. 2019.
Profil Pasien Urtikaria. Universitas Airlangga
3. Aisah, Siti. 2007. Urtikaria. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Disunting
oleh Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, dan Siti Aisah. Jakarta: FK UI
4. Grattan, C.E.H dan Humphreys, F. 2007. Guideline For Evaluation And
Management Of Urticaria In Adults And Children. British Journal of
Dermatology 157. Halaman 1116-1123
5. Hay, Levin, Sondheimer, Deterding. 2009. Current Diagnosis and
Treatment in Pediatrics 19th Edition. New York: McGraw Hill
6. Huang, Shih Wen. 2010. Pediatrics Angioedema. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/885100-overview. [20 Mei 2011].
7. IDAI. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.

22
8. IDAI. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi I.
9. Kulszicky, Anthony. 2010. Urticaria and Angioedema. Immuno VI 05/10.
Halaman 1-12.
10. Leung, D.Y.M. 2007. Urticaria And Angioedema (Hives). Nelson
Textbook Of Pediatrics 17th Edition. Saunders: Philadelphia
11. Matondang, Soepriyadi, Setiabudiawan. 2007. Urtikaria-Angioedema.
Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak Edisi Kedua. Disunting oleh Akib,
Munash dan Kurniati. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
12. Ogbru, O. 2005. Montelukast, Singulair. [serial online].
http://www.medicinenet.com/montelukast/article.htm. [1 Juni 2011]
13. Schwartz, M.W. 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Alih bahasa oleh Pendit,
Hartawan, Iqbal, dan Yurita. Clinical Handbook of Pediatrics. Jakarta:
EGC

23

Anda mungkin juga menyukai