PENDAHULUAN
2.1 DEFINISI
Dispepsia merupakan sindrom atau kumpulan gejala atau keluhan yang terdiri
dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa
cepat kenyang, perut rasa penuh atau begah.1
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys-), berarti sulit, dan (Pepse),berarti
pencernaan (N.Talley, et al., 2005). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala
klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau
mengalami kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di
dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia.3
Ada berbagai macam definisi dispepsia. Salah satu definisi yang dikemukakan
oleh suatu kelompok kerja internasional adalah: Sindroma yang terdiri dari keluhan -
keluhan yang disebabkan karena kelainan traktus digestivus bagian proksimal yang
dapat berupa mual atau muntah, kembung, dysphagia, rasa penuh, nyeri epigastrium
atau nyeri retrosternal dan ruktus, yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Dengan
demikian dispepsia merupakan suatu sindrom klinik yang bersifat kronik.2
Dalam klinik tidak jarang para dokter menyamakan dispepsia dengan gastritis.
Hal ini sebaiknya dihindari karena gastritis adalah suatu diagnosa patologik, dan tidak
semua dispepsia disebabkan oleh gastritis dan tidak semua kasus gastritis yang
terbukti secara patologi anatomik disertai gejala dispepsia. Karena dispepsia dapat
disebabkan oleh banyak keadaan maka dalam menghadapi sindrom klinik ini
penatalaksanaannya seharusnya tidak seragam.3
Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu :
1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya. Sindroma dispepsia organik terdapat kelainan yang nyata terhadap
organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang pankreas,
radang empedu, dan lain-lain.1,6
2. Dispepsia non organik atau dispepsia fungsional, atau dispesia non ulkus, bila tidak
jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan
struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan
endoskopi setelah 3 bulan dengan gejala dispepsia.7
Manifestasi Klinis
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan,
membagi
dispepsia menjadi tiga tipe :
1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia), dengan gejala:
a. Nyeri epigastrium terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid
c. Nyeri saat lapar
d. Nyeri episodik
2.2 ETIOLOGI
Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna; tukak gaster atau
duodenum, gastritis, tumor, infeksi Helicobacter pylori.
Obat – obatan seperti anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa
antibiotic, digitalis, teofilin dan sebagainya.
Penyakit pada hati, pankreas, system bilier, hepatitis, pancreatitis, kolesistetis
kronik. Penyakit sistemik: diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit jantung
koroner.
Bersifat fungsional, yaitu dispepsia yang terdapat pada kasus yang tidak
terbukti adanya kelainan atau gangguan organic atau structural biokimia, yaitu
dispepsia fungsional atau dispepsia non ulkus.1
Klasifikasi Dispepsia Berdasarkan Etiologi
A. Organik
1. Obat-obatan
Akhalasia
Obstruksi esophagus
Karsinoma gaster
Kholesistitis
d. Penyakit pankreas
Pankreatitis
Karsinoma pankreas
e. Penyakit usus
Malabsorbsi
Angina abdominal
Karsinoma kolon
a. Tuberculosis
b. Gagal ginjal
d. Diabetes melitius
f. Ketidakseimbangan elektrolit
5. Lain-lain
b. Penyakit kolagen5-11
Kerja enzim dan pelumatan oleh otot lambung mengubah makanan menjadi
lembut seperti bubur, disebut chyme (kim) atau bubur makanan. Otot lambung bagian
pilorus mengatur pengeluaran kim sedikit demi sedikit dalam duodenum. Caranya,
otot pilorus yang mengarah ke lambung akan relaksasi (mengendur) jika tersentuh
kim yang bersifat asam. Sebaliknya, otot pilorus yang mengarah ke duodenum akan
berkontraksi (mengerut) jika tersentuh kim. Jadi, misalnya kim yang bersifat asam
tiba di pilorus depan, maka pilorus akan membuka, sehingga makanan lewat. Oleh
karena makanan asam mengenai pilorus belakang, pilorus menutup. Makanan
tersebut dicerna sehingga keasamannya menurun. Makanan yang bersifat basa di
belakang pilorus akan merangsang pilorus untuk membuka. Akibatnya, makanan
yang asam dari lambung masuk ke duodenum. Demikian seterusnya. Jadi, makanan
melewati pilorus menuju duodenum segumpal demi segumpal agar makanan tersebut
dapat tercerna efektif. Seteleah 2 sampai 5 jam, lambung kosong kembali.13
Pengaturan peristiwa ini terjadi baik melalui saraf maupun hormon. Impuls
parasimpatikus yang disampaikan melalui nervus vagus akan meningkatkan motilitas,
secara reflektoris melalui vagus juga akan terjadi pengosongan lambung. Refleks
pengosongan lambung ini akan dihambat oleh isi yang penuh, kadar lemak yang
tinggi dan reaksi asam pada awal duodenum. Keasaman ini disebabkan oleh hormon
saluran cerna terutama sekretin dan kholesistokinin-pankreo-zimin, yang dibentuk
dalam mukosa duodenum dan dibawa bersama aliran darah ke lambung. Dengan
demikian proses pengosongan lambung merupakan proses umpan balik humoral.13
Kelenjar di lambung tiap hari membentuk sekitar 2-3 liter getah lambung,
yang merupakan larutan asam klorida yang hampir isotonis dengan pH antara 0,8-1,5,
yang mengandung pula enzim pencemaan, lendir dan faktor intrinsik yang dibutuhkan
untuk absorpsi vitamin B12. Asam klorida menyebabkan denaturasi protein makanan
dan menyebabkan penguraian enzimatik lebih mudah. Asam klorida juga
menyediakan pH yang cocok bagi enzim lambung dan mengubah pepsinogen yang
tak aktif menjadi pepsin. 13
Asam klorida juga akan membunuh bakteri yang terbawa bersama makanan.
Pengaturan sekresi getah lambung sangat kompleks. Seperti pada pengaturan
motilitas lambung serta pengosongannya, di sini pun terjadi pengaturan oleh saraf
maupun hormon. Berdasarkan saat terjadinya, maka sekresi getah lambung dibagi
atas fase sefalik, lambung (gastral) dan usus (intestinal).13
Fase Usus mula-mula akan terjadi peningkatan dan kemudian akan diikuti
dengan penurunan sekresi getah lambung. Jika kim yang asam masuk ke usus
duabelas jari akan dibebaskan sekretin. Ini akan menekan sekresi asam klorida dan
merangsang pengeluaran pepsinogen. Hambatan sekresi getah lambung lainnya
dilakukan oleh kholesistokinin-pankreozimin, terutama jika kim yang banyak
mengandung lemak sampai pada usus halus bagian atas.13
Di samping zat-zat yang sudah disebutkan ada hormon saluran cerna lainnya
yang berperan pada sekresi dan motilitas. GIP (gastric inhibitory polypeptide)
menghambat sekresi HC1 dari lambung dan kemungkinan juga merangsang sekresi
insulin dari kelenjar pankreas.13
Somatostatin, yang dibentuk tidak hanya di hipothalamus tetapi juga di
sejumlah organ lainnya antara lain sel D mukosa lambung dan usus halus serta
kelenjar pankreas, menghambat sekresi asam klorida, gastrin dan pepsin lambung dan
sekresi sekretin di usus halus. Fungsi endokrin dan eksokrin pankreas akan turun
(sekresi insulin dan glukagon serta asam karbonat dan enzim pencernaan). Di
samping itu, ada tekanan sistemik yang tak berubah, pasokan darah di daerah n.
Splanchnicus akan berkurang sekitar 20-30%.13
Rangsang Rangsang
Lokal Ganglion
(makanan)
Degranulasi mastosit
Pembebasan
Stimulasi sel G
asethilkolin
Stimulasi Sel
Parietal
Pembebasan HCl
Gejala GERD lebih menonjol pada waktu penderita terbaring terlentang dan
berkurang bila penderita duduk.
Gambaran Endoskopi:
Didapatkan lesi berupa robekan pada daerah spinter esophagus yang dibagi menjadi 4
derajat (Pembagian Los Angeles) :
Grade A :
Robekan mukosa tidak lebih dari 5 mm
Grade B :
Ada robekan mukosa yang lebih dari 5 mm dan kalau ada robekan mukosa di tempat
lain tidak berhubungan dengan robekan mukosa yang pertama.
Grade C :
Robekan mukosa pada 1 lipatan mukosa berhubungan dengan lipatan mukosa yang
lain tetapi tidak difus.
Grade D :
Robekan mukosa difus.15
Dispepsia Fungsional
Gejala dispepsia fungsional (menurut kriteria Roma) :
a. Gejala menetap selama 3 bulan dalam 1 tahun terakhir.
b. Nyeri epigastrium yang menetap atau sering kambuh (recurrent).
c. Tidak ada kelainan organik yang jelas (termasuk endoskopi)
d. Tidak ada tanda-tanda IBS (Irritable Bowel Syndrome)
BAB III
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : NKS
Agama : Hindu
Suku/ Bangsa : Bali
Pekerjaan :-
Alamat : Kerambitan
Umur : 87 tahun
Laki/ Perempuan : Perempuan
Tgl. Penerimaan : 30 September 2017
II. PEMERIKSAAN
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri ulu hati
Ananmesis Terpimpin : Dialami sejak 1 minggu yang lalu, tidak terus menerus,
perut terasa kembung dan sering merasa mual. Pasien
sering makan tidak teratur.
Riwayat minum obat (-)
Riwayat keluhan yang sama (+), jika terlambat makan.
BAB : Encer,terakhir 5x/hari
BAK : Tidak ada keluhan
Riwayat darah tinggi tidak terkontrol
PEMERIKSAAN FISIS
- Status present : Sakit ringan / gizi cukup/ composmentis
(BB = 43 kg, TB = 148 cm, IMT= 19.63 kg/m2)
- Tanda Vital : TD = 180/110mmHg P = 20x/menit
N = 92x/menit S = 36,5oC
- Kepala : Konjungtiva anemis (-)
Sklera ikterus (- )
Bibir sianosis (-)
- Leher : MT (-)
NT (-)
- Thoraks : I = Simetris, kiri = kanan
P = Massa tekan (-), Nyeri Tekan (+), vokal fremitus
kiri=kanan
P = Sonor, Batas Paru Hepar ICS VI kanan depan.
A = Bronkovesikuler, Rh -/- Wh -/-.
- Jantung : I = Ictus cordis tidak tampak
P = Ictus cordis tidak teraba
P = Pekak
A = BJ I/II, murni regular, bising (-)
- Abdomen : I = Datar, ikut gerak nafas
A = Peristaltik (+), kesan meningkat
P = MT (-), NT (-), Hepar/Lien tidak teraba
P = Tympani
- Ekstremitas : udema (-), fraktur (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG = Dalam batas normal
GDS = Dalam batas normal
Elektrolit = Dalam batas normal
DIAGNOSIS
Dispepsia syndrome
III. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana nonfarmakologi berupa saran kepada pasien untuk :
1. Tidak menunda makan, mengatur pola makan dengan makan secara teratur
dan sebaiknya mengkonsumsi makanan berserat tinggi, bergizi, serta
perbanyak minum air putih.
2. Kurangi mengkonsumsi makanan pedas, kecut, banyak mengandung gas yang
dapat menimbulkan gas di lambung (kubis, kol, kentang, semangka, melon)
dan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi lambung.
3. Menghindari konsumsi obat –obat yang dapat mengiritasi lambung seperti
obat anti inflamasi, misalnya yang mengandung ibuprofen, aspirin dan
ketoprofen. Sebaiknya di ganti dengan Acetaminophen karena tidak
mengakibatkan iritasi pada lambung.
4. Menghindari stress.
Tatalaksana farmakologi yang diberikan adalah :
Rawat Inap, Konsultasi dr Dwija, SpPD
1. Nacl 0,9 % : D5 1:1 20 tpm
2. Captopril 2 x 50 mg
3. amlodipin 1 x 5 mg
4. pantoprazole 2 x 40 mg
5. antasida syr 3xCI
6. Sukralfat syr 3x C I
Tatalaksana:
1. Istirahat
2. Atur pola makan
3. Diet Rendah garam 1900 Kkal
4. Terapi Lanjutkan
5. Observasi TTV
\
DAFTAR PUSTAKA
1. Djojoningrat D. Pendekatan klinis penyakit gastrointestinal. Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam, Ed. IV, 2007. Indonesia; Balai Penerbit FKUI. H. 285
5. Citra JT. Perbedaan depresi pada pasien dispepsia organik dan fungsional.
Bagian Psikiatri FK USU 2003.
11. Delaney BC. 10 Minutes consultation dyspepsia. BMJ. 2001. Available from:
http://www.bmj.com/cgi/content/full/322/7289/776.
13. Glenda NL. Gangguan lambung dan duodenum. Patofisiologi. Edisi ke-6.
EGC; 2006.h.417-19.
14. Riza TC, Bushra S. Dyspepsia. Prim Care Clinical Office Pract 34 2007;1:99–
108.
15. Fauci AS, Braunwald, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson LJ et al.
Peptic ulcer disease in Harrison’s Principle of Internal Medicine, 17th ed,
Vol.II.2008. USA: Mc Graw Hill Medical, p.287