Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN DISPEPSIA

I. KONSEP MEDIS
1. DEFENISI
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys) berarti sulit dan Pepse berarti
pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari
rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami
kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada
(heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia
(Mansjoer A edisi III, 2000 hal : 488).
Dispepsia mengacu pada rasa kenyang yang tidak mengenyangkan sesudah
makan, yang berhubungan dengan mual, sendawa, nyeri ulu hati dan mungkin kram
dan begah perut. Sering kali diperberat oleh makanan yang berbumbu, berlemak
atau makanan berserat tinggi, dan oleh asupan kafein yang berlebihan, dyspepsia
tanpa kelainan lain menunjukkan adanya gangguan fungsi pencernaan (Williams &
Wilkins, 2011).
Batasan dispepsia
a. Dyspepsia organic, bila telah diketahui adanya kelainan organic sebagai
penyebabnya. Sindroma dyspepsia organik terdapat keluhan yang nyata terhadap
organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang pancreas,
radang empedu, dan lain – lain.
b. Dyspepsia non-organik atau dyspepsia fungsional, atau dyspepsia non-ulkus
(DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dyspepsia fungsional tanpa disertai kelainan
atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium,
radiologi, endoskopi ( teropong saluran pencernaan).
2. ETIOLOGI
Seringnya, dispepsia dikarenakan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux.. Hal
ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa perubahan yang terjadi pada saluran
cerna atas akibat proses penuaan, terutama pada ketahanan mukosa lambung
(Wibawa, 2006). Kadar lambung lansia biasanya mengalami penurunan hingga 85%.
Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat menyebabkan
dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan.
Penyebab dispepsia secara rinci adalah:
a. Menelan udara (aerofagi)
b. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
c. Iritasi lambung (gastritis)
d. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
e. Kanker lambung
f. Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
g. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)
h. Kelainan gerakan usus
i. Stress psikologis, kecemasan, atau depresi
j. Infeksi Helicobacter pylory
k. Perubahan pola makan
l. Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam
waktu yang lama
m. Alkohol dan nikotin rokok
n. Stres
o. Tumor atau kanker saluran pencernaan
3. MANIFESTASI KLINIK
a. nyeri perut (abdominal discomfort)
b. Rasa perih di ulu hati
c. Mual, kadang-kadang sampai muntah
d. Nafsu makan berkurang
e. Rasa lekas kenyang
f. Perut kembung
g. Rasa panas di dada dan perut
h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)
4. PATOFISIOLOGI
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat
seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan
makanan menjadi minus sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung
dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding
lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang
akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di
medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik
makanan maupun cairan.
5. PENATALAKSANAAN MEDIK
a. Penatalaksanaan non farmakologis
1) Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
2) Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-obatan yang
berlebihan, nikotin rokok, dan stres
3) Atur pola makan
b. Penatalaksanaan farmakologis yaitu:
Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam
mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross patofisiologinya
pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % masalah DF reponsif
terhadap placebo.
Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung) golongan
antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetik (mencegah
terjadinya muntah)
Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu :
1. Antasid 20-150 ml/hari
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi
asam lambung. Campuran yang biasanya terdapat dalam antasid antara lain Na
bikarbonat, AL (OH)3, Mg (OH)2 dan Mg trisilikat. Penggunaan obat ini sebaiknya
jangan diberikan terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa
nyeri. Mg trisilikat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai
adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan
diare karena terbentuk senyawa MgCl2.
2. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu
pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan sekresi
asam lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.
3. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak diberdayakan untuk mengobati dispepsia organik atau
esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis reseptor H2
antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin dan famotidin.
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
Sesuai dengan namanya, golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada
stadium akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk
golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol dan pantoprazol.
5. Sitoprotektif
Prostaglandin sintetik seperti misoprostol (PGE) dan enprestil (PGE2). Selain
bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat
berfungsi meningkatkan sekresi prostaglandin endogen, yang selanjutnya
memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan
sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (sebagai site
protective), yang senyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian
atas (SCBA).
6. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan prokinetik, yaitu sisaprid, dom peridon dan
metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan
refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam
lambung (acid clearance).
6. DIAGNOSTIK
Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu:
a. Pemeriksaan laboratorium
biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam
tinja dan urine. Lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik
lainnya antara lain pankreatitis kronis, DM. Pada dyspepsia biasanya hasil
laboratorium dalam batas normal.
b. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat
dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan
berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita
makan (Mansjoer, 2007).
c. Endoskopi
bisa diberdayakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus kecil untuk
mendapatkan contoh jaringan untuk biopsy dari lapisan lambung. Contoh tersebut
kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung
terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan batu emas,
selain sebagai diagnostic sekaligus terapeutik.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:
o CLO (rapid urea test)
o Patologi anatomi (PA)
o Kultur mikroorganisme (MO) jaringan
o PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian
d. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi,
yatu OMD dengan kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test
(belum tersedia di Indonesia) (Mansjoer, 2007
e. Kadang dilakukan pemeriksaan lain,
seperti pengukuran kontraksi kerongkongan atau respon kerongkongan terhadap
asam.
7. KOMPLIKASI
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya
komplikasi yang tidak ringan. Adapun komplikasi dari dispepsia antara lain:
a. Perdarahan
b. Kangker lambung
c. Muntah darah
d. Ulkus peptikum

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. DATA DASAR PENGKAJIAN
 Identitas
a. Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, suku/ bangsa, agama, pekerjaan,
pendidikan, alamat.
b. Identitas penanggung jawab: nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
hubungan dengan pasien, alamat.
 Pengkajian
1) Alasan utama datang ke rumah sakit
2) Keluhan utama (saat pengkajian)
3) Riwayat kesehatan sekarang
4) Riwayat kesehatan dahulu
5) Riwayat kesehatan keluarga
6) Riwayat pengobatan dan alergi
 Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum: sakit/nyeri, status gizi, sikap, personal hygiene dan lain-
lain.
b. Data sistemik
o Sistem persepsi sensori: pendengaran, penglihatan, pengecap/penghidu, peraba,
dan lain-lain
o Sistem penglihatan: nyeri tekan, lapang pandang, kesimetrisan mata, alis,
kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, reflek, pupil, respon cahaya, dan lain-lain.
o Sistem pernapasan: frekuensi, batuk, bunyi napas, sumbatan jalan napas, dan
lain-lain.
o Sistem kardiovaskular: tekanan darah, denyut nadi, bunyi jantung, kekuatan,
pengisian kapiler, edema, dan lain-lain.
o Sistem saraf pusat: kesadaran, bicara, pupil, orientasi waktu, orientasi tempat,
orientasi orang, dan lain-lain.
o Sistem gastrointestinal: nafsu makan, diet, porsi makan, keluhan, bibir, mual dan
tenggorokan, kemampuan mengunyah, kemampuan menelan, perut, kolon dan
rektum, rectal toucher, dan lain-lain.
o Sistem muskuloskeletal: rentang gerak, keseimbangan dan cara jalan,
kemampuan memenuhi aktifitas sehari-hari, genggaman tangan, otot kaki, akral,
fraktur, dan lain-lain.
o Sistem integumen: warna kulit, turgor, luka, memar, kemerahan, dan lain-lain.
o Sistem reproduksi: infertil, masalah menstruasi, skrotum, testis, prostat,
payudara, dan lain-lain.
o Sistem perkemihan: urin (warna, jumlah, dan pancaran), BAK, vesika urinaria.
c. Data penunjang
d. Terapi yang diberikan
e. Pengkajian masalah psiko-sosial-budaya-dan spiritual
o Psikologi
 Perasaan klien setelah mengalami masalah ini
 Cara mengatasi perasaan tersebut
 Rencana klien setelah masalahnya terselesaikan
 Jika rencana ini tidak terselesaikan
 Pengetahuan klien tentang masalah/penyakit yang ada
o Sosial
 Aktivitas atau peran klien di masyarakat
 Kebiasaan lingkungan yang tidak disukai
 Cara mengatasinya
 Pandangan klien tentang aktivitas sosial di lingkungannya
o Budaya
 Budaya yang diikuti oleh klien
 Aktivitas budaya tersebut
 Keberatannya dalam mengikuti budaya tersebut
 Cara mengatasi keberatan tersebut
o Spiritual
 Aktivitas ibadah yang biasa dilakukan sehari-hari
 Kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan
 Aktivitas ibadah yang sekarang tidak dapat dilaksanakan
 Perasaaan klien akibat tidak dapat melaksanakan hal tersebut
 Upaya klien mengatasi perasaan tersebut
 Apa keyakinan klien tentang peristiwa/masalah kesehatan yang sekarang
sedang dialami
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Inayah (2004) bahwa diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada klien
dengan dispepsia.
a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
b. Nutrisi minus dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah
makan, anoreksia.
c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya
mual, muntah
d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya
3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menngulangi masalah keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan.
a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri, dengan kriteria klien
melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya ras nyeri
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat nyeri, beratnya 1. Berguna dalam
(skala 0 – 10) pengawasan kefektifan obat,
2. Berikan istirahat dengan kemajuan penyembuhan
posisi semifowler 2. Dengan posisi semi-fowler
3. Anjurkan klien untuk dapat menghilangkan
menghindari makanan yang tegangan abdomen yang
dapat meningkatkan kerja asam bertambah dengan posisi
lambung telentang
4. Anjurkan klien untuk tetap 3. dapat menghilangkan nyeri
mengatur waktu makannya akut/hebat dan menurunkan
5. Observasi TTV tiap 24 jam aktivitas peristaltik
6. Diskusikan dan ajarkan teknik 4. mencegah terjadinya perih
relaksasi pada ulu hati/epigastrium
7. Kolaborasi dengan pemberian 5. sebagai indikator untuk
obat analgesik melanjutkan intervensi
berikutnya
6. Mengurangi rasa nyeri atau
dapat terkontrol
7. Menghilangkan rasa nyeri
dan mempermudah kerjasama
dengan intervensi terapi lain
b. Nutrisi minus dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah
makan, anoreksia.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan
individu, dengan kriteria menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau dan dokumentasikan 1. Untuk mengidentifikasi
dan haluaran tiap jam secara indikasi/perkembangan dari
adekuat hasil yang diharapkan
2. Timbang BB klien 2. Membantu menentukan
3. Berikan makanan sedikit tapi keseimbangan cairan yang
sering tepat
4. Catat status nutrisi paasien: 3. meminimalkan anoreksia,
turgor kulit, timbang berat badan, dan mengurangi iritasi gaster
integritas mukosa mulut, 4. Berguna dalam
kemampuan menelan, adanya mendefinisikan derajat
bising usus, riwayat masalah dan intervensi yang
mual/rnuntah atau diare. tepat Berguna dalam
5. Kaji pola diet klien yang pengawasan kefektifan obat,
disukai/tidak disukai. kemajuan penyembuhan
6. Monitor intake dan output 5. Membantu intervensi
secara periodik. kebutuhan yang spesifik,
7. Catat adanya anoreksia, mual, meningkatkan intake diet klien.
muntah, dan tetapkan jika ada 6. Mengukur keefektifan nutrisi
hubungannya dengan medikasi. dan cairan
Awasi frekuensi, volume, 7. Dapat menentukan jenis
konsistensi Buang Air Besar diet dan mengidentifikasi
(BAB). pemecahan masalah untuk
meningkatkan intake nutrisi.
c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya
mual, muntah
Tujuan : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku yang perlu untuk
memperbaiki defisit cairan, dengan kriteria mempertahankan/menunjukkan perubaan
keseimbangan cairan, dibuktikan stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
INTERVENSI RASIONAL
1. Awasi tekanan darah dan 1. Indikator keadekuatan
nadi, pengisian kapiler, status volume sirkulasi perifer dan
membran mukosa, turgor kulit hidrasi seluler
2. Awasi jumlah dan tipe 2. Klien tidak mengkomsumsi
masukan cairan, ukur haluaran cairan sama sekali
urine dengan akurat mengakibatkan dehidrasi atau
3. Diskusikan strategi untuk mengganti cairan untuk
menghentikan muntah dan masukan kalori yang
penggunaan laksatif/diuretik berdampak pada
4. Identifikasi rencana untuk keseimbangan elektrolit
meningkatkan/mempertahankan 3. Membantu klien menerima
keseimbangan cairan optimal perasaan bahwa akibat
misalnya : jadwal masukan muntah dan atau penggunaan
cairan laksatif/diuretik mencegah
5. Berikan/awasi hiperalimentasi kehilangan cairan lanjut
IV 4. Melibatkan klien dalam
rencana untuk memperbaiki
keseimbangan untuk berhasil
5. Tindakan daruat untuk
memperbaiki ketidak
seimbangan cairan elektroli
d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya
Tujuan : Mendemonstrasikan koping yang positif dan mengungkapkan penurunan
kecemasan, dengan kriteria menyatakan pemahaman tentang penyakitnya.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat kecemasan 1. Mengetahui sejauh mana
2. Berikan dorongan dan berikan tingkat kecemasan yang
waktu untuk mengungkapkan dirasakan oleh klien sehingga
pikiran dan dengarkan semua memudahkan dlam tindakan
keluhannya selanjutnya
3. Jelaskan semua prosedur dan 2. Klien merasa ada yang
pengobatan memperhatikan sehingga klien
4. Berikan dorongan spiritual merasa aman dalam segala
hal tundakan yang diberikan
3. Klien memahami dan
mengerti tentang prosedur
sehingga mau bekejasama
dalam perawatannya.
4. Bahwa segala tindakan
yang diberikan untuk proses
penyembuhan penyakitnya,
masih ada yang berkuasa
menyembuhkannya yaitu
Tuhan Yang Maha Esa.

D. IMPLEMENTASI
E. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan mencakup pencapaian terhadap tujuan
apakah masalah teratasi atau tidak, dan apabila tidak berhasil perlu dikaji,
direncanakan dan dilaksanakan dalam jangka waktu panjang dan pendek tergantung
respon dalam keefektifan intervensi
DATAR PUSTAKA
Brunner & Suddart, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2 Jakarta,
EGC
Inayah Iin, 2004, Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pencernaan, edisi pertama, Jakarta, Salemba Medika.
Price & Wilson, 1994, Patofisiologi, edisi 4, Jakarta, EGC

Anda mungkin juga menyukai