DYSPEPSIA
(2232311003)
B. ETIOLOGI
Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux.
Jika anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju
esofagus (saluran muskulo membranosa yang membentang dari faring ke dalam
lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-
inflammatory, dapat menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum
dapat ditemukan. Penyebab dispepsia secara rinci adalah:
C. MANIFESTASI KLINIS
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan,
membagi dispepsia menjadi tiga tipe :
D. PATOFISIOLOGI
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat
seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan
menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat
mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung,
kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan
merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla
oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan
maupun cairan.
E. PATHWAY
DISPEPSIA
Dispepsia Organik Dispepsia Fungsional
Muntah Nyeri
G. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996,
ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan
dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi
dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat. Pengobatan dispepsia mengenal
beberapa golongan obat, yaitu:
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasida akan generalisir
sekresi asam lambung. Antasida biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3,
Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus menerus, sifatnya
hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam
waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai absorben sehingga bersifat nontoksik,
namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa
MgCl2.
2. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak
selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat
menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek
sitoprotektif.
3. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah
omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
5. Sitoprotektif
6. Golongan prokinetik
Pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang
muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi (Sawaludin,
2005). Sedangkan penatalaksanaan Non Farmakologinya adalah sebagai berikut:
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan
yaitu: Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Data fokus
yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu hati,
mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut
kembung, rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar
rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan lain,
perasaan panas di dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut terasa
penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan lainnya
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nausea b.d. iritasi lambung
2. Nyeri Akut b.d. agen pencedera fisiologis
3. Hipovolemia b.d. kehilangan cairan aktif
4. Defisit Nutrisi b.d. ketidakmampuan mencerna makanan dan mengabsorbsi nutrien
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Hari / tgl / waktu Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Rencana Keperawatan
Nausea b.d. iritasi lambung Setelah dilakukan intervensi Manajemen Mual (I.03117)
keperawatan selama 3 x 24 jam, maka Observasi
tingkat nausea menurun, dengan Identifikasi pengalaman mual
kriteria hasil: Identifikasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan
1. Perasaan ingin muntah (mis: bayi, anak-anak, dan mereka yang tidak
menurun dapat berkomunikasi secara efektif)
Identifikasi dampak mual terhadap kualitas hidup
(mis: nafsu makan, aktivitas, kinerja, tanggung
jawab peran, dan tidur)
Identifikasi faktor penyebab mual (mis:
pengobatan dan prosedur)
Identifikasi antiemetik untuk mencegah mual
(kecuali mual pada kehamilan)
Monitor mual (mis: frekuensi, durasi, dan tingkat
keparahan)
Terapeutik
Kendalikan faktor lingkungan penyebab mual
(mis: bau tidak sedap, suara, dan rangsangan
visual yang tidak menyenangkan)
Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual
(mis: kecemasan, ketakutan, kelelahan)
Berikan makanan dalam jumlah kecil dan
menarik
Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak
berbau, dan tidak berwarna, jika perlu
Edukasi
Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali
jika merangsang mual
Anjurkan makanan tinggi karbohidrat, dan rendah
lemak
Ajarkan penggunaan teknik non farmakologis
untuk mengatasi mual (mis: biofeedback,
hipnosis, relaksasi, terapi musik, akupresur)
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat antiemetik, jika perlu
Manajemen Muntah (I.03118)
Observasi
Identifikasi pengalaman muntah
Identifikasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan
(mis: bayi, anak-anak, dan mereka yang tidak
dapat berkomunikasi secara efektif)
Identifikasi dampak muntah terhadap kualitas
hidup (mis: nafsu makan, aktivitas, kinerja,
tanggung jawab peran, dan tidur)
Identifikasi faktor penyebab muntah (mis:
pengobatan dan prosedur)
Identifikasi antiemetik untuk mencegah muntah
(kecuali muntah pada kehamilan)
Monitor muntah (mis: frekuensi, durasi, dan
tingkat keparahan)
Terapeutik
Kontrol lingkungan penyebab muntah (mis: bau
tidak sedap, suara, dan stimulasi visual yang tidak
menyenangkan)
Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab
muntah (mis: kecemasan, ketakutan)
Atur posisi untuk mencegah aspirasi
Pertahankan kepatenan jalan napas
Bersihkan mulut dan hidung
Berikan dukungan fisik saat muntah (mis:
membantu membungkuk atau menundukkan
kepala)
Berikan kenyamanan selama muntah (mis:
kompres dingin di dahi, atau sediakan pakaian
kering dan bersih)
Berikan cairan yang tidak mengandung karbonasi
minimal 30 menit setelah muntah
Edukasi
Anjurkan membawa kantong plastik untuk
menampung muntah
Anjurkan memperbanyak istirahat
Ajarkan penggunaan Teknik non farmakologis
untuk mengelola muntah (mis: biofeedback,
hipnosis, relaksasi, terapi musik, akupresur)
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat antiemetik, jika perlu
Nyeri Akut b.d. agen Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri (I.08238)
pencedera fisiologis keperawatan selama 3 x 24 jam, maka Observasi
tingkat nyeri menurun, dengan kriteria Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
hasil: kualitas, intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri menurun Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun Idenfitikasi respon nyeri non verbal
3. Sikap protektif menurun Identifikasi faktor yang memperberat dan
4. Gelisah menurun memperingan nyeri
5. Kesulitan tidur menurun Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
6. Frekuensi nadi membaik nyeri
Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
Berikan Teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis: TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, Teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis: suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
Fasilitasi istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi
nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Edukasi
Ajarkan posisi duduk, jika mampu
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
(mis: Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart.2002. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2. Jakarta: EGC
Herdman, T.H dan Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015 –
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.L, dan Setiowulan, W.1999. Kapita
Suryono Slamet, et al.2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Jakarta: FKUI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Disusun oleh
Repal Ilyas N
2232311003
Keterangan :
: Laki-laki : Garis perkawinan
: Meninggal
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Composmentis
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 89 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu tubuh : 36, 3oC
c. Pemeriksaan fisik head to toe
1) Kepala
Warna rambut hitam sedikit beruban, bentuk kepalasimetris, tidak
ada lesi, tidak ada luka, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
2) Mata
Kelopak mata sedikit cekung, tidak terdapat kelainan pada mata,
klien tidak menggunakan alat batu penglihatan, tidak ada nyeri
tekan.
3) Hidung
Tidak ada kelainan pada hidung, bentuk hidung simetris, berfungsi
dengan baik, tidak ada nyeri tekan.
4) Mulut dan Faring
Mulut klien terlihat kering, tidak ada kelainan, tidak ada sianosis.
5) Telinga
Bentuk telinga simetris, tidak ada kelainan, telinga tampak bersih,
tidak ada yeri tekan, klien tidak menggunakan alat bantu
pendengaran, telinga berfungsi dengan baik.
6) Leher
Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, tidak ada kelainan, tidak
ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
7) Dada
Bentuk dada simetris, tidak ada retralsi dada, tidak ada nyeri tekan,
bunyi jantung lup-dup, bunyi paru-paru vesikuler, tidak ada
benjolan, tidak ada nyeri tekan.
8) Abdomen
Tidak terdapat luka, tidak ada pembengkakan, bentuk abdomen
simetris, pasien mengalami distensi abdomen, bising usus 28
x/menit, tidak terdapat nyeri tekan, perkusi hipertimpani.
9) Musculoskeletal/ Ektremitas
Turgor kulit baik, akal hangat, CRT < 2 detik.
10) Pemeriksaan Genetalia
Tidak dikaji.
5. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan satuan
Hematologi
HB (Hemoglobin) 16,7 13,0 – 17,5 g/dL
Leukosit 46,4 40 – 52 %
Thrombosit 8,700 4,000 – 9,000 /Ul
Hematokrit/PVC 137,000 150000 – 350000 /uL
6. Terapi farmakologi
a. RL 20 tpm
b. Ceftriaxone
c. Ranitidine
d. Ondansentron
7. Analisa data
No Data Etiolgi Masalah
1 Subjektif: Agen infeksius Diare
Klien mengeluh BAB
cair 8x dalam sehari Merusak sel epitel
Objektif: mukosa
Klien terlihat lemas
Kelopak mata sedikit Absorbs air,
cekung elektrolit menurun
Perkusi hipertimpani
Diare
Objektif: gaster
hipertimpani
Nausea
B. Diagnosa keperawatan
1. Diare berhubungan dengan proses infeksi
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan mengabsorbsi
nutrient
4. Nausea bd iritasi lambung
C. Intervensi keperawatan
No Diagnosa Kriteria hasil Intervensi
Keperawatan
1 Diare berhubungan Setelah diberikan asuhan Manajemen Diare (I.03101)
dengan proses infeksi keperawatan selama 2 x 8 Observasi:
jam diharapkan eliminasi 1. Identifikasi penyebab diare (mis. Inflamasi
fekal membaik dengan gastrointestinal, iritasi gastrointestinal)
kriteria hasil: 2. Identifikasi gejala invaginasi
a. Kontrol pengeluaran 3. Identifikasi riwayat pemberian makanan
feses meningkat 4. Monitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi
b. Distensi abdomen tinja
menurun 5. Monitor tanda dan gejala hipovolemia
c. Nyeri abdomen 6. Monitor iritasi dan ulserasi kulit didaerah perineal
menurun 7. Monitor jumlah pengeluaran diare
d. Konsistensi feses 8. Monitor keamanan penyiapan makanan
membaik Terapeutik:
e. Frekuansi defekasi 1. Berikan asupan cairan oral pasang jalur intravena
membaik 2. Berikan cairan intravena
f. Peristatik usus 3. Berikan minum hangat
membaik 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Ambil sampel feses untuk kultur, jika perlu
Edukasi:
1. Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara
bertahap
2. Anjurkan menghindari makanan, pembentuk gas,
pedas, dan mengandung lactose
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian obat antimotilita
2. Kolaborasi pemberian obat antispasmodic/
spasmolitik
3. Kolaborasi pemberian obat pengeras feses
2 Nyeri akut Setelah diberikan asuhan Manajemen nyeri (I. 12391)
berhubungan dengan keerawtaan selama 2 X 8 Observasi:
agen pencedera jam diharapkan tingkat
fisiologis nyeri menurun dengan 1. Identifikasi Lokasi, karakteristik, durasi,
menrun nyeri
membaik nyeri
Terapeutik: