Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NN. N DENGAN DYSPEPSIA

Dosen pembimbing :

Ns. Susana Widyaningsih, S.Kep., MNS

Disusun oleh :

Nama : Nadila Syarifa Adha Intani


NIM : 2011020196
Kelas : 6D
Praktek : RS Siti Aminah Bumiayu

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN S1

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2023
LAPORAN PENDAHULUAN DYSPEPSIA

A. Pengertian Dyspepsia
Dyspepsia atau dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri
dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami
kekambuhan (Arif, 2020). Dyspepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang
terdiri dari nyeri ulu hati, mual,kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang,
sendawa (Dharmika, 2021).
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak
enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan
refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi
asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2018).
Dispepsia adalah keluhan yang diasosiasikan sebagai akibat dari kelainan saluran
makanan bagian atas yang berupa nyeri perut bagian atas, perih, mual, yang kadang-
kadang disertai rasa panas di dada dan perut, lekas kenyang, anoreksia, kembung,
regurgitasi, banyak mengeluarkan gas asam dari mulut (Hadi, 2017).
B. Etiologi
Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux.
Jika anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju
esofagus (saluran muskulo membranosa yang membentang dari faring ke dalam
lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-
inflammatory, dapat menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum
dapat ditemukan. Penyebab dispepsia secara rinci adalah:
 Menelan udara (aerofagi)
 Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
 Iritasi lambung (gastritis)
 Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
 Kanker lambung
 Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
 Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)
 Kelainan gerakan usus
 Stress psikologis, kecemasan, atau depresi
 Infeksi Helicobacter pylory
Penyebab dispepsia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya (misalnya tukak peptic, gastritis, pankreastitis, kolesistitis dan
lainnya).
b. Dispepsia non organik atau dyspepsia fungsional atau dyspepsia non ulkus (DNU),
bila tidak jelas penyebabnya.
C. Tanda Gejala
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan,
membagi dispepsia menjadi tiga tipe :
1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala :
a. Nyeri epigastrum terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid
c. Nyeri saat lapar
d. Nyeri episodic
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejala seperti :
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal boating
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3. Dispepsia non-spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas) (Mansjoer, et al,
2007).
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat
akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik
berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai
dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita,
makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa
mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual,
sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung).
Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak
memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau
gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan.
D. Pathofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat
seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan
menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat
mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung,
kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan
merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla
oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan
maupun cairan.
E. Pathway

DISPEPSIA

Dispepsia Organik Dispepsia Fungsional

Stres Nikotin & Alkohol

Merangsang saraf simpati Respon mukosa lambung


N. Ke-V (Nervus Vagus)

Vasodilatasi mukosa gaster Eksfeliasi


(Pengelupasan)
↑ Produksi HCL di
Lambung

HCL kontak dengan


Ansietas
Mual mukosa gaster

Muntah Perubahan pada


Nyeri status kesehatan

Hipovolemia
Nyeri Akut
Defisit Pengetahuan

Defisit Nutrisi Nausea


F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium : lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik
lainnya seperti antara lain pankreasitis kronis, DM. Pada dispepsia biasanya hasil
laboratorium dalam batas normal.
2. Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda, serologi helicobacter
pylori.
3. Endoskopi
a. CLO (Rapid urea test)
b. Patologi anatomi
c. Kultur mikroorganisme jaringan
d. PCR (Polymerase Chain Reaction)
G. Penatalaksanaan
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996,
ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan
dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi
dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat. Pengobatan dispepsia mengenal
beberapa golongan obat, yaitu:
1. Antasida 20-150 ml/hari
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasida akan generalisir sekresi
asam lambung. Antasida biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH) 3, Mg(OH)2,
dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus menerus, sifatnya hanya
simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu
lebih lama, juga berkhasiat sebagai absorben sehingga bersifat nontoksik, namun
dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.
2. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak
selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat
menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek
sitoprotektif.
3. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau
esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis respetor H2
antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah
omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
5. Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2).
Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal.
Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang selanjutnya
memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan
sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site protective), yang
bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA).
6. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan
metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional
dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam
lambung (acid clearance) (Mansjoer et al, 2007).
7. Psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti - depresi dan cemas)
Pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang
muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi (Sawaludin,
2005). Sedangkan penatalaksanaan Non Farmakologinya adalah sebagai berikut:
 Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung.
 Menghindari faktor resiko sepeti alcohol, makanan yang pedas, obat-obatan
yang belebihan, nikotin rokok, dan stress.
 Atur pola makan.
H. Fokus Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan
yaitu: mengumpukan data, mengelompokkan data dan menganalisis data. Data focus
yang berhubungan dengan dyspepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu hati,
mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut
kembung, rasa panas di dada dan perut , regurgitasi(keluar cairan dari lambung secara
tiba-tiba).
Data subjektif yang didapatkan yaitu keluhan utama : nyeri pada ulu hati dan
mengeluh mual muntah. Keluhan penyakit saat ini : mekanisme terjadinya, riwayat
penyakit terdahulu : adanya penyakit saraf atau riwayat cedera sebelumnya, kebiasaan
minum alkohol, konsumsi medikasi anticoagulant atau agen antiplatelet, adanya alergi
dan status imunisasi.
Data objektif : Airway ada perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi). Nafas berbunyi stridor, ronki mengi positif (kemungkinan karena
aspirasi). Breathing dilakukan auskultasi dada terdengar stridor/ronki/mengi.
RR>24x/menit. Circulation adanya perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi),
perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan bradikardi
diritmia). Disability adanya lemah/letargi, lelah, kaku, hilang keseimbangan, perubahan
kesadaran bisa sampai koma.
Pengkajian sekunder terdiri dari keluhan utama yaitu, adanya mual muntah
curigai apendisitis atau obstruksi usus, nyeri epigastrium yang kolik, curigai gastritis atau
gastroenteritis, anoreksia dengan diare.
Riwayat sosial dan medis yaitu, riwayat penggunaan dan penyalahgunaan
alkohol. Curigai penyakit hati, penyalah gunaan obat intravena, gejala putus obat,
pembedahan abdomen sebelumnya, curigai adanya obstruksi usus, penyakit hati atau
gastritis. Alasan mencari pengobatan yaitu , identifikasi perubahan pada gejala:
identifikasi kontak dengan perawat kesehatan lainnya untuk penyakit ini. Nyeri yaitu
catatan riwayat dan durasi nyeri, dan menggunakan metode pengkajian nyeri yaitu
Provocate, Quality, Region, Severe dan Time (PQRST).
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nausea b.d. iritasi lambung
2. Nyeri Akut b.d. agen pencedera fisiologis
3. Hipovolemia b.d. kehilangan cairan aktif
4. Defisit Nutrisi b.d. ketidakmampuan mencerna makanan dan mengabsorbsi nutrien
5. Defisit Pengetahuan b.d. ketidaktahuan menemukan sumber informasi dan kurang
terpapar informasi
6. Ansietas b.d. krisis situasional
J. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d. agen pencedera fisiologis
2. Defisit Nutrisi b.d. ketidakmampuan mencerna makanan dan mengabsorbsi nutrien
3. Nausea b.d. iritasi lambung

K. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
. Keperawatan
1. (D.0077) Nyeri Akut (L.08066) Setelah (I.08238) Manajemen
b.d. agen pencedera dilakukan tindaan selama Nyeri
fisiologis 3x24 jam diharapkan O :
Tingkat Nyeri Menurun,  Idenifikasi lokasi,
dengan kritera hasil : karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
Indikator A T
intensitas nyeri
Keluhan nyeri 2 5
 Identifikasi skala
Meringis 2 5
nyeri
Gelisah 2 5
 Identifiksi respons
Kesulitan tidur 2 5
nyeri nonverbal
T:
 Berikan teknik
Ket :
nonfarmakologis
1. Meningkat
untuk mengurangi
2. Cukup meningkat
rasa nyeri (mis.
3. Sedang
Teknik nafas
4. Cukup menurun
dalam)
5. Menurun
 Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
penilaian strategi
meredakan nyeri
E:
 Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
K:
 Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika perlu
2 (D.0019) Defisit (L.03030) Setelah dilakukan (I.03119) Manajemen
Nutrisi b.d. tindaan selama 3x24 jam Nutrisi
ketidakmampuan diharapkan Status Nutrisi O:
mencerna makanan dan Membaik, dengan kriteria  Identifikasi status
mengabsorbsi nutrien hasil : nutrisi
Indikator A T  Identifikasi
Porsi makan 2 5 kebutuhan kalori
yang dan jenis nutrien
dihabiskan
 Monitor asupan
BB 2 5
Frekuensi 2 5 makanan
makan T:
Nafsu makan 2 5
 Fasilitasi
Membrane 2 5
mukosa menentukan
pedoman diet
 Berikan makanan
Ket 1 :
tinggi serat untuk
1. Menurun
mencegah
2. Cukup menurun
konstipasi
3. Sedang
E:
4. Cukup meningkat
 Anjurkan diet yang
5. Meningkat
diprogamkan
K:
Ket 2:  Kolaborasi dengan
1. Memburuk ahli gizi untuk
2. Cukup memburuk menentukan jumlah
3. Sedang kalori dan jenis
4. Cukup membaik nutrien yang
5. Membaik dibutuhkan, jika
perlu

3. (D.0076) Nausea b.d. (L.08065) Setelah dilakukan (I.03117) Manajemen


iritasi lambung tindaan selama 3x24 jam mual
diharapkan Tingkat Nausea O:
Menurun, dengan kriteria  Identifikasi faktor
hasil : penyebab mual
 Identifikasi
Indikator A T
antimetik untuk
Keluhan mual 2 5
mencegah mual
Perasaan ingin 2 5
 Monitor mual
muntah
 Monitor asupan
Pucat 2 5
nutrisi dan kalori
T:

Ket 1 :  Kendalikan faktor

1. Meningkat lingkungan

2. Cukup meningkat penyebab mual

3. Sedang E:

4. Cukup menurun  Anjurkan istirahat

5. Menurun dan tidur yang


cukup

Ket 2 :  Anjurkan makanan


1. Memburuk tinggi karbohidrat
2. Cukup memburuk dan rendah lemak
3. Sedang K:
4. Cukupmembaik  Kolaborasi
5. Membaik pemberian antimeti,
jika perlu

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart.2018. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2. Jakarta: EGC

Doengoes. E. M, et al.2019. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC

Hadi, S.2017. Gastroenterologi Edisi 4. Bandung: Alumni

Herdman, T.H dan Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015 –

2017 Edisi 10. EGC : Jakarta

Manjoer, A, et al.2018. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jakarta: Medika aeusculapeus

Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.L, dan Setiowulan, W.2019. Kapita

Selekta Kedokteran. Jilid 1. Edisi 1. Jakarta: Media Aesculapius

Price & Wilson.2019. Patofisiologi, Edisi 4, Jakarta: EGC

Suryono Slamet, et al.2021. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Jakarta: FKUI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan

Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan

Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan

Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai