Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA NY.N DENGAN DYSPEPSIA

DI RS BHAYANGKARA

OLEH:

NAMA : YUVENTUS T. KLAU

NIM : 176502721

KELAS : B

PRODI : S1 KEPERAWATAN

MENGETAHUI

PEMBIMBING KAMPUS PEMBIMBING KLINIK

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA

KUPANG

2023
A. DEFINISI
Dyspepsia atau dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari
rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan (Arif,
2000). Dyspepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati,
mual,kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang, sendawa (Dharmika, 2001).

Sedangkan menurut Aziz (1997), sindrom dyspepsia merupakan kumpulan gejala yang
sudah dikenal sejak lama, terdiri dari rasa nyeri epigastrium, kembung, rasa penuh, serta
mual-mual.

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak
enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks
gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung
kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2007).

Dispepsia adalah keluhan yang diasosiasikan sebagai akibat dari kelainan saluran
makanan bagian atas yang berupa nyeri perut bagian atas, perih, mual, yang kadang-kadang
disertai rasa panas di dada dan perut, lekas kenyang, anoreksia, kembung, regurgitasi, banyak
mengeluarkan gas asam dari mulut (Hadi, 2009).

Sedangkan menurut Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani dan Setiowulan, (2008).


Dispepsia merupakan kumpulan keluhan gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak atau
sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan.

B. ETIOLOGI
Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux. Jika
anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju esofagus
(saluran muskulo membranosa yang membentang dari faring ke dalam lambung). Hal ini
menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat
menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan. Penyebab
dispepsia secara rinci adalah:

 Menelan udara (aerofagi)


 Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
 Iritasi lambung (gastritis)
 Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
 Kanker lambung
 Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
 Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)
 Kelainan gerakan usus
 Stress psikologis, kecemasan, atau depresi
 Infeksi Helicobacter pylory

Penyebab dispepsia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :

a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya
(misalnya tukak peptic, gastritis, pankreastitis, kolesistitis dan lainnya).
b. Dispepsia non organik atau dyspepsia fungsional atau dyspepsia non ulkus (DNU), bila tidak
jelas penyebabnya.

C. MANIFESTASI KLINIS
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi
dispepsia menjadi tiga tipe :

1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala :


a. Nyeri epigastrum terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid
c. Nyeri saat lapar
d. Nyeri episodic
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejala seperti :
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal boating
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3. Dispepsia non-spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas) (Mansjoer, et al, 2007).

Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau
kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas
jangka waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan
sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan dapat
memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala
lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut
kembung).

Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi
respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang
tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan.

D. PATOFISIOLOGI
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti
nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang
sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada
lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat
mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam
pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga
intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.

E. PATHWAY

DISPEPSIA

Dispepsia Organik Dispepsia Fungsional


Stres Nikotin & Alkohol

Merangsang saraf simpati Respon mukosa lambung


N. Ke-V (Nervus Vagus)

Vasodilatasi mukosa gaster Eksfeliasi


(Pengelupasan)
↑ Produksi HCL di
Lambung

HCL kontak dengan


Ansietas
Mual mukosa gaster

Perubahan pada
Muntah Nyeri status kesehatan

Hipovolemia Nyeri Akut


Defisit Pengetahuan

Defisit Nutrisi Nausea

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium : lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya
seperti antara lain pankreasitis kronis, DM. Pada dispepsia biasanya hasil laboratorium
dalam batas normal.
2. Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda, serologi helicobacter pylori.
3. Endoskopi
a. CLO (Rapid urea test)
b. Patologi anatomi
c. Kultur mikroorganisme jaringan
d. PCR (Polymerase Chain Reaction)

G. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996,
ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan dengan
tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi dengan
penatalaksanaan dispepsia di masyarakat. Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan
obat, yaitu:

1. Antasida 20-150 ml/hari

Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasida akan generalisir sekresi
asam lambung. Antasida biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2,
dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus menerus, sifatnya hanya simtomatis,
untuk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga
berkhasiat sebagai absorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar
akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.

2. Antikolinergik

Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif
yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan
seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.

3. Antagonis reseptor H2

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau
esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis respetor H 2
antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.

4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah
omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
5. Sitoprotektif

Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain


bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat
berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang selanjutnya
memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan
sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site protective), yang
bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA).

6. Golongan prokinetik

Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan


metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan
refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung
(acid clearance) (Mansjoer et al, 2007).

7. Psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti - depresi dan cemas)

Pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang
muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi (Sawaludin,
2005). Sedangkan penatalaksanaan Non Farmakologinya adalah sebagai berikut:

 Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung.


 Menghindari faktor resiko sepeti alcohol, makanan yang pedas, obat-obatan yang
belebihan, nikotin, rokok, dan stress.
 Atur pola makan.
F. PENGKAJIAN

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang


dilakukan yaitu: Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa
data. Data fokus yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut,
rasa pedih di ulu hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa
lekas kenyang, perut kembung, rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar
cairan dari lambung secar tiba-tiba). (Mansjoer A, 2000, Hal. 488).

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) yang terdiri


dari rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan
keluhan lain, perasaan panas di dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi,
kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah,
dan beberapa keluhan lainnya (Warpadji Sarwono, et all, 1996, hal. 26)

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nausea b.d. iritasi lambung
2. Nyeri Akut b.d. agen pencedera fisiologis

G. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO Hari/ Diagnosa Tujuan Dan Intervensi


Tanggal Keperawatan Kriteria Hasil
1 Kamis D.0077 L.08066 I.08238
02,03,2023 Nyeri akut b.d Setelah di lakukan Manajemen nyeri
agen pencedera tindakan Observasi :
fisiologis keperawatan 1. Identifikasi lokasi,
selama 1x24 jam karakteristik, durasi,
diharapkan tingkat frekoensi, kualitas,
nyeri menururn intensitas nyeri
dengan kriteria 2. Identifikasi skala nyeri
hasil : 3. Identivikasi respon nyeri
1. Keluhan non verbal
nyeri 4. Indentivikas faktor yang
menurun (5) meperberat dan
2. Meringis memperingan nyeri
menurun (5) Terapeutik
3. Gelisah 1. Berikan teknik non
menurun(5) farmakologis untuk
4. Kesulitan mengurangi rass nyeri
tidur 2. kontrol lingkungan yang
menurun(5) memperberat rasa nyeri
3. fasilitas istirahat dan tidur
4. pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemiliha strtegi meredakan
nyeri
Edukasi
1. jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. anjurkam memotir nyeri
secara mandiri
4. anjurkan mengunkan
analgetik secara tepat
5. ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
kolaborasi
1. kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu

2 Kamis D.0076 L. 12111 I.03117


02,03,2023 Nausea b.d. Setelah di lakukan Menejemen mual
iritasi lambung tindakan Obserfasi
ditandai dengan keperawatan 1. Identifikasi pengalaman
mual,muntah selama 1x24 jam mual
dan pucat diharapkan 2. Idetifikasi dampak mual
nausea dapat terhadap kualitas hidup
teratasi dengan 3. Identifikasi faktor
kriteria hasil : penyebab mual
1. keluhan 4. Monitor mual
mual 5. Monitor asupan nutrisi dan
membaik(5) kalori
2. perasaan Terapeutik
ingin muntah 1. Kendalikan faktor
membaik(5) lingkungan penyebab mual
3. pucat 2. Kurangi atau hilangkan
menurun (5) keadaan penyebab mual
3. Berikan makanan dalam
jumlah kecil dan menarik
Edukasi
1. Anjurkan istirahat dan
tidur yang cukup
2. Anjurkan sering
membersihkan mulut
kecuali jika merangsang
mual
3. Ajarkan penggunaan
teknik nonfarmakologis
untuk mengatasi mual
Kolaborasi
1. Kolabrasii pemberian
antimetik jika perlu

A. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana/intervensi keperawatan oleh
perawat terhadap pasien.

B. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart.2002. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2. Jakarta: EGC

Doengoes. E. M, et al.2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC

Hadi, S.1995. Gastroenterologi Edisi 4. Bandung: Alumni

Herdman, T.H dan Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015 –

2017 Edisi 10. EGC : Jakarta

Manjoer, A, et al.2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jakarta: Medika aeusculapeus

Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.L, dan Setiowulan, W.1999. Kapita

Selekta Kedokteran. Jilid 1. Edisi 1. Jakarta: Media Aesculapius

Price & Wilson.1994. Patofisiologi, Edisi 4, Jakarta: EGC

Suryono Slamet, et al.2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Jakarta: FKUI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan

Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Warpadji Sarwono, et al.1996. Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai