Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN DASAR DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN

CAIRAN DAN ELEKTROLIT PADA NY P DENGAN KASUS/PENYAKIT


DISPEPSIA DIRUANG HESTI RS TK II PROF DR J A LATUMETEN

DIBUAT OLEH :

Nama : Esterlina Saukoly


Nim : 1240212022028

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

STIKes RS Prof Dr J A LATUMETEN


BAB I KONSEP PENYAKIT DISPEPSIA

A. DEFINISI

Dyspepsia atau dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari
rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan (Arif,
2000). Dyspepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati,
mual,kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang, sendawa (Dharmika, 2001).

Sedangkan menurut Aziz (1997), sindrom dyspepsia merupakan kumpulan gejala yang
sudah dikenal sejak lama, terdiri dari rasa nyeri epigastrium, kembung, rasa penuh, serta mual-
mual.

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak
enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks
gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini
tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2007).

Dispepsia adalah keluhan yang diasosiasikan sebagai akibat dari kelainan saluran
makanan bagian atas yang berupa nyeri perut bagian atas, perih, mual, yang kadang-kadang
disertai rasa panas di dada dan perut, lekas kenyang, anoreksia, kembung, regurgitasi, banyak
mengeluarkan gas asam dari mulut (Hadi, 2009).

Sedangkan menurut Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani dan Setiowulan, (2008).


Dispepsia merupakan kumpulan keluhan gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak atau sakit
di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan.

B. ETIOLOGI
Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux. Jika anda
memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju esofagus (saluran
muskulo membranosa yang membentang dari faring ke dalam lambung). Hal ini menyebabkan
nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat menyebabkan
dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan. Penyebab dispepsia secara
rinci adalah:

 Menelan udara (aerofagi)


 Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
 Iritasi lambung (gastritis)
 Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
 Kanker lambung
 Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
 Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)
 Kelainan gerakan usus
 Stress psikologis, kecemasan, atau depresi
 Infeksi Helicobacter pylory

Penyebab dispepsia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :

a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya
(misalnya tukak peptic, gastritis, pankreastitis, kolesistitis dan lainnya).
b. Dispepsia non organik atau dyspepsia fungsional atau dyspepsia non ulkus (DNU), bila tidak
jelas penyebabnya.

C. MANIFESTASI KLINIS
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi
dispepsia menjadi tiga tipe :

1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala :


a. Nyeri epigastrum terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid
c. Nyeri saat lapar
d. Nyeri episodic
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejala seperti :
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal boating
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3. Dispepsia non-spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas) (Mansjoer, et al, 2007).
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau
kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas
jangka waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan
sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan dapat
memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain
meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung).
Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi respon
terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak biasa,
maka penderita harus menjalani pemeriksaan.

D. PATOFISIOLOGI

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti
nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang
sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung
akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan
peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung,
sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak
adekuat baik makanan maupun cairan.

E. PATHWAY

DISPEPSIA
Dispepsia Organik Dispepsia Fungsional

Stres Nikotin & Alkohol

Merangsang saraf simpati Respon mukosa lambung


N. Ke-V (Nervus Vagus)

Vasodilatasi mukosa gaster Eksfeliasi


(Pengelupasan)
↑ Produksi HCL di
Lambung

HCL kontak dengan


Ansietas
Mual mukosa gaster

Perubahan pada
Muntah Nyeri
status kesehatan

Hipovolemia Nyeri Akut


Defisit Pengetahuan

Defisit Nutrisi Nausea

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium : lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya
seperti antara lain pankreasitis kronis, DM. Pada dispepsia biasanya hasil laboratorium dalam
batas normal.
2. Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda, serologi helicobacter pylori.
3. Endoskopi
a. CLO (Rapid urea test)
b. Patologi anatomi
c. Kultur mikroorganisme jaringan
d. PCR (Polymerase Chain Reaction)

G. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996, ditetapkan
skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan dengan tenaga ahli
(gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan
dispepsia di masyarakat. Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:

1. Antasida 20-150 ml/hari

Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasida akan generalisir sekresi asam
lambung. Antasida biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH) 3, Mg(OH)2, dan Mg
triksilat. Pemberian antasid jangan terus menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk
mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat
sebagai absorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan
diare karena terbentuk senyawa MgCl2.

2. Antikolinergik

Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu
pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asama
lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.

3. Antagonis reseptor H2

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau
esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis respetor H2 antara
lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.

4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)


Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses
sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol,
lansoprazol, dan pantoprazol.

5. Sitoprotektif

Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain


bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat
berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki
mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat
mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan
protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA).

6. Golongan prokinetik

Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid.
Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis
dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance)
(Mansjoer et al, 2007).

7. Psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti - depresi dan cemas)

Pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul
berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi (Sawaludin, 2005).
Sedangkan penatalaksanaan Non Farmakologinya adalah sebagai berikut:

 Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung.


 Menghindari faktor resiko sepeti alcohol, makanan yang pedas, obat-obatan yang
belebihan, nikotin rokok, dan stress.
 Atur pola makan.
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Proses keperawatan terdiri dari 5 tahapan yang saling berkaitan, yaitu


pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

1.1 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari rangkaian


proses keperawatan. Tahap pengkajian merupakan tahapan dari
pengumpulan data klien dan perumusan kebutuhan atau masalah status
kesehatan klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis,
psikologis, sosial dan spiritual [ CITATION Fat18 \l 1057 ].
1. Identitas Pasien
Identitas pasien terdiri dari : Nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, suku bangsa, alamat,
diagnosa medis, nomor rekam medis, tanggal dan jam MRS.
2. Identitas Penanggung Jawab
Identitas penanggung jawab pasien, meliputi : Nama, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, suku
bangsa, dan alamat.
3. Keluhan Utama
Pada penderita dispepsia akan mengalami nyeri atau pedih pada
epigastrium di samping atas dan bagian samping dada depan
epigastrium, mual, muntah dan tidak nafsu makan, kembung, rasa
kenyang
4. Riwayat Penyakit Pasien
a. Riwayat penyakit sekarang
Melakukan pengkajian yang dapat mendukung keluhan utama
dengan cara memberikan pertanyaan mengenai kronologis keluhan
utama yang dirasakan dan keluhan penyerta.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah Sering nyeri pada daerah epigastrium, adanya stress
psikologis, riwayat minum-minuman beralkohol.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang lain juga pernah menderita
penyakit saluran pencernaan
d. Riwayat alergi terhadap obat-obatan atau yang lain
Penting untuk mengkaji riwayat konsumsi obat-obatan dan
riwayat alergi terhadap jenis obat, makanan, udara, debu.
e. Riwayat kebiasaan yang berkaitan dengan kesehatan
Kaji apakah pasien memiliki riwayat kebiasaan merokok,
minum-minuman keras, ketergantungan obat-obatan, dan olahraga.
f. Riwayat Psikososial
Kaji konsep spiritual dan konsep diri (meliputi : gambaran diri,
ideal diri, harga diri, identitas diri, dan peran) pada pasien dispepsia
BAB II LANDASAN TEORI KEPERAWATAN

Diagnosa Diagnosa keperawatan merupakan suatu keputusan klinis


terhadap pengalaman atau respon individu, keluarga, atau komunitas
pada masalah kesehatan, pada resiko masalah kesehatan atau pada proses
kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan merupakan
bagian vital untuk menegakkan asuhan keperawatan yang tepat untuk
membantu klien mencapai derajat kesehatan yang optimal. [ CITATION
PPN171 \l 1057 ].
Berdasarkan SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia),
diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada pasien dengan
dispepsia sebagai berikut :
1. ( D.0077 ) Nyeri akut berhubungan dengan Agen Pencedera
Fisiologis (inflamasi).
2. ( D.0032 ) Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan atau mencerna makanan
3. ( D.0037 ) Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
adanya mual, muntah.
4. ( D.0080 ) Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
atau terjadi perubahan status kesehatannya.
1.2 Intervensi

No. Masalah Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi Keperawatan (SIKI)
1. ( D.0077 ) Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri ( I.08238 )
selama 1x24 jam diharapkan tingkat nyeri
menurun dengan kriteria hasil: Observasi
1. Keluhan nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
2. Kesulitan tidur menurun durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
3. Anoreksia menurun nyeri Identifikasi skala nyeri
4. Muntah menurun 2. Identifikasi respon nyeri non verbal
5. Mual menurun Identifikasi faktor yang memperberat
6. Frekuensi nadi membaik dan memperingan nyeri
7. Tekanan darah membaik 3. Identifikasi pengetahuan dan
8. Gelisah menurun keyakinan tentang nyeri
4. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
5. Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas nyeri
6. Monitor efek samping penggunaan
analgetik

Terapeutik
1. Berikan teknik nonfamakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
music,
2. biofeedback, terapi pijat, aromaterapi
3. teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
4. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
5. Fasilitas istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi:
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
3. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
4. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu.
2. ( D.0032 ) Resiko defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nutrisi ( I.03119 )
selama 1x24 jam diharapkan status nutrisi
membaik dengan kriteria hasil : Observasi
1. Porsi makanan yang dihabiskan 1. Identifikasi status nutrisi Identifikasi
meningkat alergi dan intoleransi makanan
2. Nyeri abdomen menurun 2. Identifikasi maknan yang
3. Frekuensi makan membaik disukai Identifikasi kebutuhan
4. Nafsu makan membaik kalori dan jenis nutrien
5. Membran mukosa membaik 3. Monitor asupan makanan
4. Monitor berat badan
5. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium

Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet
(mis. Piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika
perlu

Edukasi:
1. Anjurkan posisi duduk, Jika mampu
Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan.
3. ( D.0037 ) Resiko ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pemantauan Elektrolit
elektrolit selama 1x24 jam diharapkan status cairan
menurun dengan kriteria hasil :
1. Kekuatan nadi meningkat
2. Turgor kulit meningkat
3. Perasaan lemah menurun
4. Keluhan haus menurun
5. Tekanan darah membaik
6. Membran mukosa membaik
7. Intake cairan membaik
4. ( D.0080 ) Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Reduksi Ansietas ( I.09314 )
selama 1x24 jam diharapkan tingkat
ansietas menurun dengan kriteria hasil : Observasi
1. Perilaku gelisah menurun 1. Identifikasi saat tingkat ansietas
2. Keluhan pusing menurun berubah (mis. Kondisi, waktu,
3. Anoreksia menurun stresor)
4. Tekanan darah menurun 2. Identifikasi kemampuan mengambil
5. Pucat menurun keputusan
6. Pola tidur membaik 3. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal
7. Palpitasi menurun dan nonverbal)

Terapeutik
1. Ciptakan suasana terapeutik untuk
menumbuhkan kepercayaan
2. Pahami situasi yang membuat
ansietas
3. Dengarkan dengan penuh perhatian
4. Gunakan pendekatan yang tenang
dan meyakinkan
5. Motivasi mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan
6. Diskusikan perencanaan realistis
tentang peristiwa yang akan datang
Edukasi:
1. Jelaskan prosedur, temasuk sensasi
yang mungkin dialami
2. Informasikan secara factual
mengenai diagnosis, pengobatan, dan
prognosis Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien,jika perlu
3. Anjurkan melakukan kegiatan yang
tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
4. Anjurkan mengungkapkan perasaan
dan persepsi
5. Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
6. Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
7. Latih teknik relaksasi

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas,jika perlu
1.3 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu pasien memperbaiki masalah status kesehatan yang
dihadapi menjadi lebih baik dengan kriteria hasil sesuai yang diharapkan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berfokus pada kebutuhan klien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi pelayanan keperawatan, strategi implementasi keperawatan,
dan kegiatan komunikasi [ CITATION Din171 \l 1057 ]. Perawat melakukan tindakan
keperawatan untuk melaksanakan intervensi yang disusun pada tahap perencanaan
dan pada tahap terakhir implementasi dilakukan pendokumentasian berupa tindakan
dan respon klien. Adapun proses pada implementasi yaitu :
a. Mengkaji kembali pasien
b. Menentukan kebutuhan perawatan terhadap bantuan
c. Mengimplementasikan intervensi keperawatan
d. Melakukan supervisi terhadap asuhan keperawatan yang didelegasikan
e. Mendokumentasikan tindakan keperawatan

1.4 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses


keperawatan tujuannya untuk mengetahui apakah tindakan keperawatan yang telah
dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan merupakan
tolok ukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan dalam
pemenuhan kebutuhan pasien. Penilaian ini merupakan tahapan yang menentukan
apakah tujuan tercapai [ CITATION Din171 \l 1057 ]. Dengan dilakukannya evaluasi
keperawatan terhadap masalah yang dihadapi pasien maka perawat dapat
mengambil keputusan :
1. Mengakhiri tindakan keperawatan, apabila pasien sudah mencapai tujuan yang
ditetapkan.
2. Memodifikasi intervensi keperawatan, apabila pasien belum mencapai tujuan
yang sudah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes. E. M, et al.2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC

Hadi, S.1995. Gastroenterologi Edisi 4. Bandung: Alumni

Herdman, T.H dan Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015 –

2017 Edisi 10. EGC : Jakarta

Manjoer, A, et al.2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jakarta: Medika aeusculapeus

Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.L, dan Setiowulan, W.1999. Kapita

Selekta Kedokteran. Jilid 1. Edisi 1. Jakarta: Media Aesculapius

Price & Wilson.1994. Patofisiologi, Edisi 4, Jakarta: EGC

Suryono Slamet, et al.2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Jakarta: FKUI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan

Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Warpadji Sarwono, et al.1996. Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai