Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

DYSPEPSIA

OLEH:

VANI PUTRI ERVIANI


JNR0220158

PROGRAM STUDI PROFESI NERS REGULER

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

TAHUN 2022
I. DEFINISI

Dyspepsia atau dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang


terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami
kekambuhan (Arif, 2000). Dyspepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang
terdiri dari nyeri ulu hati, mual,kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang,
sendawa (Dharmika, 2001).

Sedangkan menurut Aziz (1997), sindrom dyspepsia merupakan kumpulan


gejala yang sudah dikenal sejak lama, terdiri dari rasa nyeri epigastrium, kembung,
rasa penuh, serta mual-mual.

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa


tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan
keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan
regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III,
2007).

Dispepsia adalah keluhan yang diasosiasikan sebagai akibat dari kelainan


saluran makanan bagian atas yang berupa nyeri perut bagian atas, perih, mual, yang
kadang-kadang disertai rasa panas di dada dan perut, lekas kenyang, anoreksia,
kembung, regurgitasi, banyak mengeluarkan gas asam dari mulut (Hadi, 2009).

Sedangkan menurut Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani dan Setiowulan,


(2008). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan gejala klinis yang terdiri dari rasa
tidak enak atau sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan.

II. ANATOMI FISIOLOGI


a. Anatomi
Menurut Diyono dan Muliyanti (2013), lambung terletak oblik dari kiri
ke kanan berbentuk menyilang di abdomen atas di bawah diafragma. Pada
saat kosong, lambung berbentuk tabung (seperti huruf J) dan pada saat penuh
seperti buah alpukat.
Jumlah yang dianjurkan untuk kapasitas normal lambung adalah satu
sampai dua liter. Anatomi lambung terdiri dari fundus, korpus, dan antrum
pyloricum atau piloris. Pada bagian atas kanan terdapat cekungan kurvatura
minor dan di bawah kiri terdapat cekungan kurvatura mayor serta di masing-
masing ujung kurvatura terdapat sfinger yang berfungsi mengatur
pengeluaran dan pemasukan.
b. Fisiologi
Menurut Diyono dan Muliyanti (2013), fungsi lambung dibagi menjadi 2
bagian yaitu :
1) Fungsi Motorik
a) Fungsi resevair adalah menyimpan makanan dan dicerna terus hingga
menjadi sedikit. Makanan di saluran sesuai tingkat volume tanpa ada
penambahan tekanan. Gastrin merangsang saraf vagus untuk
memerantai terjadinya rileksasi reseptif otot polos.
b) Fungsi mencampur merupakan pemecahan makanan menjadi partikel
kecil dan bercampur dengan getah lambung yang melalui kontraksi
otot yang ada pada lambung.
c) Fungsi pengosongan lambung merupakan suatu yang dikendalikan
oleh pembukaan sfinger piloris dan dipengaruhi oleh viskositas,
emosi, keasaman, volume, keadaan fisik, serta aktivitas osmotik,
kerja dan obat-obatan.
d) Fungsi pencernaan dan sekresi
a) Pencernaan karbohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase dalam
lambung kecil peranannya serta awal mula pencernaan protein
oleh pepsin dan HCI.
b) Sintesis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang
dimakan, peregangan antrum, dan rangsangan vagus.
c) Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari
usus halus bagian distal.
Pengaturan sekret lambung dibagi menjadi fase sefalik, gastrik dan
instestinal. Fase sefalik dimulai sebelum makanan masuk lambung seperti
melihat, mengecap, mencium, dan memikir. Pada fase ini diperantarai oleh
saraf vagus dan dihilangkan dengan vagotomi. Impuls eferen kemudian
dihantarkan melalui saraf vagus ke lambung, sehingga kelenjar gastrik
dirangsang mengeluarkan asam HCI, pepsinogen dan menambah mukus. Fase
sefalik menghasilkan sekitar 10% dari sekresi lambung normal. Fase gastrik
dimulai pada saat makanan mencapai antrum pilorus. Distensi yang terjadi
diantrum menyebabkan rangsangan mekanis pada dinding lambung sehingga
impuls-impuls merangsang pelepasan hormon gastrin dan kelenjar-kelenjar
lambung dan terjadi sekresi. Pelepasan gastrin dirangsang oleh pH alkali,
garam empedu diantrum dan protein makanan serta alkohol. Fase intestinal
pada saat gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Protein yang ditelah
dicerna didalam duodenum merangsang pelepasan gastrin usus, suatu hormon
yang menyebabkan lambung terus mensekresikan cairan lambung.

III. ETIOLOGI
Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid
reflux. Jika anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas
menuju esofagus (saluran muskulo membranosa yang membentang dari faring ke
dalam lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti
obat anti-inflammatory, dapat menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab
dispepsia belum dapat ditemukan. Penyebab dispepsia secara rinci adalah:

 Menelan udara (aerofagi)


 Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
 Iritasi lambung (gastritis)
 Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
 Kanker lambung
 Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
 Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)
 Kelainan gerakan usus
 Stress psikologis, kecemasan, atau depresi
 Infeksi Helicobacter pylory

Penyebab dispepsia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :


a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya (misalnya tukak peptic, gastritis, pankreastitis, kolesistitis dan
lainnya).
b. Dispepsia non organik atau dyspepsia fungsional atau dyspepsia non ulkus
(DNU), bila tidak jelas penyebabnya.
IV. TANDA DAN GEJALA
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan,
membagi dispepsia menjadi tiga tipe :
1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala :
a. Nyeri epigastrum terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid
c. Nyeri saat lapar
d. Nyeri episodic
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejala seperti :
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal boating
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3. Dispepsia non-spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas) (Mansjoer, et
al, 2007).
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut
atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik
berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai
dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita,
makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi
nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan
flatulensi (perut kembung).
Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak
memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala
lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan.

V. KOMPLIKASI
Penderita sindrom dishpepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya
komplikasi yang tidak ringan. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
a. Pendarahan
b. Kanker lambung
c. Muntah darah
d. Ulkus peptikus

VI. PATOFISIOLOGI
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat
seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan
menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat
mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung,
kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan
merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla
oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan
maupun cairan.
VII.PATHWAY

DISPEPSIA

Dispepsia Organik Dispepsia Fungsional

Stres Nikotin & Alkohol

Merangsang saraf simpati Respon mukosa lambung


N. Ke-V (Nervus Vagus)

Vasodilatasi mukosa gaster Eksfeliasi


(Pengelupasan)
↑ Produksi HCL
di Lambung

HCL kontak dengan


Ansietas
Mual mukosa gaster

Perubahan pada
Muntah Nyeri
status kesehatan

Hipovolemia Nyeri Akut


Defisit Pengetahuan

Defisit Nutrisi Nausea


VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium : lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik
lainnya seperti antara lain pankreasitis kronis, DM. Pada dispepsia biasanya hasil
laboratorium dalam batas normal.
2. Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda, serologi helicobacter
pylori.
3. Endoskopi
a. CLO (Rapid urea test)
b. Patologi anatomi
c. Kultur mikroorganisme jaringan
d. PCR (Polymerase Chain Reaction)

IX. PENATALAKSANAAN MEDIS


Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996,
ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan
dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi
dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat. Pengobatan dispepsia mengenal
beberapa golongan obat, yaitu:
1. Antasida 20-150 ml/hari
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasida akan generalisir
sekresi asam lambung. Antasida biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3,
Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus menerus, sifatnya
hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam
waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai absorben sehingga bersifat nontoksik,
namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa
MgCl2.
2. Antikolinergik

Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak
selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat
menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek
sitoprotektif.
3. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik
atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis
respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir
dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah
omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
5. Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2).
Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel
parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang
selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan
meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif
(site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran
cerna bagian atas (SCBA).
6. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan
metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional
dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam
lambung (acid clearance) (Mansjoer et al, 2007).
7. Psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti - depresi dan cemas)
Pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang
muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi
(Sawaludin, 2005). Sedangkan penatalaksanaan Non Farmakologinya adalah
sebagai berikut:
 Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung.
 Menghindari faktor resiko sepeti alcohol, makanan yang pedas, obat-obatan
yang belebihan, nikotin rokok, dan stress.
 Atur pola makan.
X. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan

yaitu: Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Data fokus

yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu

hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut

kembung, rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar

tiba-tiba). (Mansjoer A, 2000, Hal. 488).

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) yang terdiri

dari rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan

lain, perasaan panas di dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut

terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan

lainnya (Warpadji Sarwono, et all, 1996, hal. 26)

b. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

1. Nausea berhubungan dengan iritasi lambung (D.0076)


2. Nyeri Akut behubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)
3. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (D.0023)
4. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan dan
mengabsorbsi nutrien (D.0019)
5. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan ketidaktahuan menemukan sumber
informasi dan kurang terpapar informasi (D.0111)
6. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (D. 0080)
c. Rencana Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Rasional


Rencana Keperawatan
Keperawatan hasil
Nausea b.d. iritasi Setelah dilakukan tindakan Manajemen mual (I.03117) a. Untuk menidentifikasi
lambung (D.0076) keperawatan diharapkan a. Identifikasi isyarat non perasaan tidak nyaman pada
Tingkat Nausea (L.08065) verbal ketidaknyamanan klien
menurun. Dengan kriteria (mis. bayi, anak-anak, dan b. Untuk mengetahui dampak
hasil: mereka yang tidak dapat dari keluhan klien
a. Nafsu makan berkomunkasi secara efektif) c. Sebagai data untuk
meningkat b. Identifikasi dampak mual intervensi selajutnya
b. Keluhan mual menurun (mis. nafsu makan, aktivitas d. Untuk mempertahankan
c. Perasaan ingin muntah kerja, tanggung jawab peran, intake nutrisi pada klien
menurun dan tidur) e. Untuk
c. Monitor mual (mis. menghentikan/mengurangi
frekuensi, durasi, dan perasaan mual klien
tingkat keparahan)
d. Berikan makanan dalam
jumlah kecil dan menarik
e. Kolaborasi pemberian
antiemetik
Manajemen muntah (I.03118) a. Sebagai data intervensi
a. Identifikasi karakteristik selanjutnya
mutah (mis. wana, b. Untuk megetahui jumlah
konsistensi, adanya darah, kebutuhan cairan dan
waktu, frekuensi, dan eletrolit klien
durasi) c. Untuk mmpertahankan
b. Monitor keseimbangan cairan pada tubuh klien
cairan dan elektrolit d. Untuk menghentikan mual,
c. Anjurkan memperbanyak muntah
istirahat
d. Kolaborasi pemberian
antiemetik
Nyeri Akut b.d. Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I.08238) a. Sebagai data intervensi
agen pencedera keperawatan diharapkan a. Identifikasi lokasi, selanjutnya
fisiologis (D.0077) Tingkat Nyeri (L.08066) karakteristik, durasi, b. Untuk mengetahui kekuatan
menurun. Dengan kriteria frekuensi, kualitas, nyeri
hasil: intensitas nyeri c. Untuk mengetahui ekuatan
a. Keluhan nyeri b. Identifikasi skala nyeri nyeri klien
menurun c. Identifikasi respon d. Untuk mengontrol rasa
b. Meringis menurun nonverbal nyeri yang dirasakan klien
c. Gelisah menurun d. Ajarkan teknik non secara mandiri
d. Anoreksia menurun farmakologi, untuk e. Untuk
e. Mual, muntah mengurangi rasa nyeri mengurangi/menghetikan
menurun e. Kolaborasi pemberian rasa nyeri
f. Pola tidur membaik analgetik

Hipovolemia b.d. Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipovolemia (I.03116) a. Untuk mengetahui apakah
kehilangan cairan keperawatan diharapkan a. Periksa tanda dan gejala klien mengalami
aktif (D.0023) Status Cairan (L.030280) hipovolemia hipovolema atau tidak
membaik. Dengan kriteria b. Monitor status cairan b. Untuk mengetahui jumlah
hasil: termasuk intake dan output kebutuhan cairan pada
a. Turgor kulit membaik cairan tubuh klien
b. Perasaan lemah c. Anjurkan memperbanyak c. Untuk meempetahankan
menurun asupan cairan oral kebutuhan cairan klien
c. Membran mukosa d. Kolaborasi pemberian cairan d. Untuk mempertahankan
membaik IV isotonis (mis. NaCl, RL) kebutuhan cairan tubuh kien
d. Intake cairan membaik
Defisit Nutrisi b.d. Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi (I.03119) a. Untuk megetahui apakah
ketidakmampuan keperawatan diharapkan a. Monitor berat badan klien mengalami
mencerna makanan Status Nutrisi (L.03030) b. Monitor hasil pemeriksaan pengurangan jumlah nutrisi
dan mengabsorbsi membaik. Dengan kriteria laboratorium b. Sebagai data intervensi
nutrien (D.0019) hasil: selanjutnya
c. Berikan suplmen makanan,
a. Verbalisasi keinginan c. Untuk meningkatkan
jika perlu
untuk meningkatkan keinginan makan klien
d. Kolaborasi dengan ahli gizi
nurisi meningkat d. Untuk mempertahankan
untuk menentukan jumla
b. Perasaan cepat kebutuhan jumlah nutrisi
kalori dan jenis nutrien yang
kenyang menurun klien
dibutuhkan
c. Nyeri abdomen
menrurun
d. Nafsu makan
membaik

Defisit Setelah dilakukan tindakan Edukasi kesehatan (I.12383) a. Untuk persiapan pendidikan
Pengetahuan b.d. keperawatan diharapkan a. Sediakan materi dan media kesehatan pada klien
ketidaktahuan Tingkat Pengetahuan pendidikan kesehatan b. Sebagai kontrak waktu
menemukan (L.12111)) membaik. Dengan b. Jadwalkan pendidikan c. Untuk memberikan
sumber informasi kriteria hasil: kesehatan sesuai kesempatan, baragkali
dan kurang a. Kemampuan kesepakatan masih ada yang ingin
terpapar informasi menjelaskan c. Berikan kesempatan untuk ditanyakan klien
(D.0111) pengetahuan tentang bertanya
suatu topik
meningkat
b. Pertanyaan tentang
masalah yang
dihadapi menurun
c. Perilaku membaik

Ansietas b.d. krisis Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas (I.09314) a. Sebagai data intervensi
situasional keperawatan diharapkan a. Monitor tanda-tanda ansietas selanjutnya
(D.0080) Tingkat Ansietas (L.09093) (verbal dan non verbal) b. Untuk mengetahui langkah
menurun. Dengan kriteria b. Pahami situasi yang intervensi selanjutnya
hasil: membuat ansietas c. Terapi relaksasi dapat
a. Verbalisasi c. Latih teknik relaksasi membantu klien merasa
kebingungan rileks
menurun
b. Verbalisasi
khawatir akibat
kondisi yang
dihadapi menurun
c. Perilaku gelisah
menurun
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart.2002. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2. Jakarta: EGC

Doengoes. E. M, et al.2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC

Hadi, S.1995. Gastroenterologi Edisi 4. Bandung: Alumni

Herdman, T.H dan Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015 –

2017 Edisi 10. EGC : Jakarta

Manjoer, A, et al.2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jakarta: Medika aeusculapeus

Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.L, dan Setiowulan, W.1999. Kapita

Selekta Kedokteran. Jilid 1. Edisi 1. Jakarta: Media Aesculapius

Price & Wilson.1994. Patofisiologi, Edisi 4, Jakarta: EGC

Suryono Slamet, et al.2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Jakarta: FKUI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan

Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Warpadji Sarwono, et al.1996. Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai