Disusun Oleh:
711331121007
2023
A. Definisi Penyakit
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak
enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan
refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam
lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2007).
Dispepsia adalah keluhan yang diasosiasikan sebagai akibat dari kelainan saluran
makanan bagian atas yang berupa nyeri perut bagian atas, perih, mual, yang kadang-
kadang disertai rasa panas di dada dan perut, lekas kenyang, anoreksia, kembung,
regurgitasi, banyak mengeluarkan gas asam dari mulut (Hadi, 2009).
B. Diagnosa (Medis)
- Laboratorium : lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik
lainnya seperti antara lain pankreasitis kronis, DM. Pada dispepsia biasanya hasil
laboratorium dalam batas normal.
- Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda, serologi helicobacter pylori.
- Endoskopi
- CLO (Rapid urea test)
- Patologi anatomi
- Kultur mikroorganisme jaringan
- PCR (Polymerase Chain Reaction)
Menurut Putri dkk (2018) salah satudiagnosis Dispepsia dapat ditegakkan atas dasar
pemeriksaan Endoskopi. Hasil pemeriksaan endoskopi saluran cerna atas yang sering
ditemukan dari kasus dispepsia yaitu gastritis, dispepsia fungsional, gastritis erosif, dan
duodenitis.Lokasi kelainan dispepsia sering ditemukan pada lambung diikuti duodenum. Hasil
pemeriksaan endoskopi dapat ditemukan normal walaupun gejala dispepsia tersebut ada hal ini
dinamakan dengan istilah dispepsia fungsional (Kumar dkk, 2012). Pemeriksaan lain untuk
menegakkan diagnosis dispepsia dapat berupa tes darah, pemeriksaan nafas, pemeriksaan
feses, ultrasonografi abdomen dan pemeriksaan pencitraan (X-ray atau CT scan).
C. Manifestasi Klinis
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti
nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stress, pemasukan makanan menjadi kurang
sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada
lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung. Kondisi demikian dapat
mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam
lambung, sehingga rangsangan di medula oblongata membawa impuls muntah sehingga intake
tidak adekuat baik makanan maupun cairan. Lambung mempunyai fungsi yaitu fungsi motorik
dan fungsi pencernaan dan sekresi. Fungsi motorik lambung dibagi menjadi :
a. Fungsi menampung
Menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi sedikit dicerna dan bergerak pada
saluran cerna. Menyesuaikan peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan relaksasi
reseptif otot polos diperantarai oleh nervus vagus dan dirangsang oleh gastrin.
b. Fungsi mencampur
Memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan mencampurnya dengan getah
lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi lambung. Kontraksi peristaltik diatur oleh
suatu irama listrik intrinsik dasar.
Diatur oleh pembukaan sfinger pilorus yang dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman,
aktivitas osmotik, keadaan fisik, serta oleh emosi, obat-obatan dan olah raga. Pengosongan
lambung diatur oleh faktor saraf dan hormonal seperti kolesistokinin.
a. Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL, pencernaan karbohidrat dan lemak oleh amilase
dan lipase dalam lambung kecil peranannya.
b. Sintesa dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan, peregangan antrum,
alkalinisasi antrum dan rangsangan vagus.
c. Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus halus bagian distal.
d. Sekresi mukus membentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi sebagai
pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut.
e. Sekresi bikarbonat, bersama dengan sekresi gel mukus, berperan sebagai barier dari asam
lumen dan pepsin. (Price dan Wilson, 2006).
a. Menggiatkan enzim-enzim pepsinogen yang dihasilkan getah lambung menjadi pepsin yang
berfungsi memecah protein menjadi pepton.
b. Sebagai desinfektan atau pembunuh kuman (bibit penyakit) yang masuk lambung.
c. Membantu dalam membuka dan menutup klep yang terdapat diantara pilorus dan
duodenum.
d. Merangsang pengeluaran (sekresi) getah usus.
Getah lambung yang dimaksud diatas (gastric juice) sekresinya dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu faktor psikis dan hormonal.
a. Faktor psikis
Faktor ini sama dengan yang mempengaruhi kerja glandula saliva (kelenjar ludah) yaitu reflek
pikir, melihat atau mencium makanan yang dapat merangsang keluarnya getah lambung.
b. Faktor hormonal
Gejala yang ditimbulkan oleh dispepsia antara lain berupa mual, muntah, anoreksia
dan diare. Mual merupakan sensasi subjektif yang tidak menyenangkan dan sering mendahului
muntah. Terjadinya muntah diawali dengan berjalannya impuls-impuls aferen ke pusat muntah
sebagai aferen vagus dan simpatis. Impuls aferen ini berasal dari lambung atau duodenum
yang muncul sebagai respon terhadap stimulasi kimiawi oleh emetik (bahan penyebab
muntah). Apabila refleks muntah terjadi pada pusat muntah, terjadi melalui aktifitas beberapa
syaraf kranialis ke wajah dan kerongkongan serta neuron motorik spinalis ke otot abdomen
dan diaframa. Gejala-gejala yang dapat terjadi sebelum muntah adalah mual, takikardi dan
berkeringat. (Corwin, 2009).
E. Penatalaksanaan Nutrisi
Diit pada penyakit dispepsia diberikan untuk penyakit yang berhubungan dengan
saluran cerna. Gangguan pada saluran cerna umumnya berupa sindroma dispepsia
yaitu kumpulan gejala yang terdiri dari mual, muntah, nyeri epigastrum, kembung,
nafsu makan berkurang dan rasa cepat kenyang. Tujuan diet adalah untuk
memberikan makanan dan cairan secukupnya yang tidak memberatkan lambung serta
mencegah dan menetralkan sekresi asam lambung yang berlebihan. Syarat diet
penyakit dispepsia (diet lambung) adalah :
a. Mudah cerna, porsi kecil dan sering diberikan
b. Energi dan protein cukup, sesuai kemampuan pasien untuk menerimanya.
c. Lemak rendah, yaitu 10-15 % dari kebutuhan energi total yang ditingkatkan secara
bertahap hingga sesuai kebutuhan.
d. Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara bertahap.
e. Cairan cukup, terutama bila ada muntah
f. Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara termis,
mekanis, maupun kimia (disesuaikan dengan daya terima perorangan).
g. Laktosa rendah bila ada gejala intoleransi laktosa, umumnya tidak dianjurkan
minum susu terlalu banyak.
h. Makan secara perlahan di lingkungan yang tenang.
i. Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja 24-48 jamuntuk memberi
istirahat pada lambung. (Almatsier, 2005).
Penatalaksanaan dispesia menurut Arimbi (2012) mecakup pengaturan diet
dan pengobatan medis, antara lain sebagai berikut:
a. Membatasi konsumsi makanan yang dapat menyebabkan terjadinya dispepsia
seperti mengkonsumsi makanan pedas, minuman kafein dan beralkohol
b. Makan dalam porsi kecil tetapi sering dan dianjurkan untuk makan 5-6 kali dalam
sehari
c. Menghindari penggunaan atau konsumsi anti nyeri seperti aspirin dan ibu profen.
Gunakan anti nyeri lain yang lebih aman bagi lambung seperti parasetamol
d. Mengontrol stres dan rasa cemas
e. Antasida
f. Penghambat pompa proton (PPI). Golongan obat ini dapat mengurangi produksi
asam lambung
g. Penyekat H2 reseptor antagonists (H2RAs)
h. Prokinetik dapat membantu proses pengosongan lambung
i. Antibiotik. Pemberian dilakukan jika dyspepsia disebabkan oleh infeksi
j. Anti-depressants atau anti-anxiety dapat digunakan untuk menghilangkan rasa tidak
nyaman yang disebabkan oleh dispesia dengan menurunkan sensasi nyeri yang
dialami
k. Psikoterapi
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart.2002. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2. Jakarta: EGC
Herdman, T.H dan Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi
2015 –
aeusculapeus
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.L, dan Setiowulan,
Aesculapius
Suryono Slamet, et al.2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Jakarta: FKUI
Pusat PPNI