Anda di halaman 1dari 9

DISPEPSIA

Disusun Oleh:

Syalom Manasye Gracia Waworuntu

711331121007

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN MANADO

JURUSAN SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA

2023
A. Definisi Penyakit

Dyspepsia atau dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri


dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan
(Arif, 2000). Dyspepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri
ulu hati, mual,kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang, sendawa (Dharmika,
2001).

Sedangkan menurut Aziz (1997), sindrom dyspepsia merupakan kumpulan gejala


yang sudah dikenal sejak lama, terdiri dari rasa nyeri epigastrium, kembung, rasa penuh,
serta mual-mual.

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak
enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan
refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam
lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2007).

Dispepsia adalah keluhan yang diasosiasikan sebagai akibat dari kelainan saluran
makanan bagian atas yang berupa nyeri perut bagian atas, perih, mual, yang kadang-
kadang disertai rasa panas di dada dan perut, lekas kenyang, anoreksia, kembung,
regurgitasi, banyak mengeluarkan gas asam dari mulut (Hadi, 2009).

Sedangkan menurut Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani dan Setiowulan, (2008).


Dispepsia merupakan kumpulan keluhan gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak
atau sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan.

B. Diagnosa (Medis)
- Laboratorium : lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik
lainnya seperti antara lain pankreasitis kronis, DM. Pada dispepsia biasanya hasil
laboratorium dalam batas normal.
- Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda, serologi helicobacter pylori.
- Endoskopi
- CLO (Rapid urea test)
- Patologi anatomi
- Kultur mikroorganisme jaringan
- PCR (Polymerase Chain Reaction)
Menurut Putri dkk (2018) salah satudiagnosis Dispepsia dapat ditegakkan atas dasar
pemeriksaan Endoskopi. Hasil pemeriksaan endoskopi saluran cerna atas yang sering
ditemukan dari kasus dispepsia yaitu gastritis, dispepsia fungsional, gastritis erosif, dan
duodenitis.Lokasi kelainan dispepsia sering ditemukan pada lambung diikuti duodenum. Hasil
pemeriksaan endoskopi dapat ditemukan normal walaupun gejala dispepsia tersebut ada hal ini
dinamakan dengan istilah dispepsia fungsional (Kumar dkk, 2012). Pemeriksaan lain untuk
menegakkan diagnosis dispepsia dapat berupa tes darah, pemeriksaan nafas, pemeriksaan
feses, ultrasonografi abdomen dan pemeriksaan pencitraan (X-ray atau CT scan).
C. Manifestasi Klinis

Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi


dispepsia menjadi tiga tipe :

1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala :


a. Nyeri epigastrum terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid
c. Nyeri saat lapar
d. Nyeri episodic
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejala seperti :
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal boating
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3. Dispepsia non-spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas) (Mansjoer, et al,
2007).
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut
atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik
berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan
sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan
dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya.
Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi
(perut kembung).
Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi
respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang
tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan.
D. Patofisiologi Klinis

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti
nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stress, pemasukan makanan menjadi kurang
sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada
lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung. Kondisi demikian dapat
mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam
lambung, sehingga rangsangan di medula oblongata membawa impuls muntah sehingga intake
tidak adekuat baik makanan maupun cairan. Lambung mempunyai fungsi yaitu fungsi motorik
dan fungsi pencernaan dan sekresi. Fungsi motorik lambung dibagi menjadi :

a. Fungsi menampung

Menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi sedikit dicerna dan bergerak pada
saluran cerna. Menyesuaikan peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan relaksasi
reseptif otot polos diperantarai oleh nervus vagus dan dirangsang oleh gastrin.

b. Fungsi mencampur
Memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan mencampurnya dengan getah
lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi lambung. Kontraksi peristaltik diatur oleh
suatu irama listrik intrinsik dasar.

c. Fungsi pengosongan lambung

Diatur oleh pembukaan sfinger pilorus yang dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman,
aktivitas osmotik, keadaan fisik, serta oleh emosi, obat-obatan dan olah raga. Pengosongan
lambung diatur oleh faktor saraf dan hormonal seperti kolesistokinin.

Fungsi pencernaan dan sekresi antara lain :

a. Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL, pencernaan karbohidrat dan lemak oleh amilase
dan lipase dalam lambung kecil peranannya.

b. Sintesa dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan, peregangan antrum,
alkalinisasi antrum dan rangsangan vagus.

c. Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus halus bagian distal.

d. Sekresi mukus membentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi sebagai
pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut.

e. Sekresi bikarbonat, bersama dengan sekresi gel mukus, berperan sebagai barier dari asam
lumen dan pepsin. (Price dan Wilson, 2006).

Asam klorida (HCL) di dalam lambung mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Menggiatkan enzim-enzim pepsinogen yang dihasilkan getah lambung menjadi pepsin yang
berfungsi memecah protein menjadi pepton.

b. Sebagai desinfektan atau pembunuh kuman (bibit penyakit) yang masuk lambung.

c. Membantu dalam membuka dan menutup klep yang terdapat diantara pilorus dan
duodenum.
d. Merangsang pengeluaran (sekresi) getah usus.

Getah lambung yang dimaksud diatas (gastric juice) sekresinya dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu faktor psikis dan hormonal.

a. Faktor psikis

Faktor ini sama dengan yang mempengaruhi kerja glandula saliva (kelenjar ludah) yaitu reflek
pikir, melihat atau mencium makanan yang dapat merangsang keluarnya getah lambung.

b. Faktor hormonal

Ada dua tahapan yaitu :

1. Tahapan gastrium, berdasarkan pada timbulnya rangsangan setelah makanan masuk ke


lambung, hormon gastrin terproduksi yang berfungsi merangsang keluarnya getah lambung.

2. Tahapan intestinal berdasarkan timbulnya rangsangan chyme memasuki mukosa duodenal


akan mengeluarkan sekresi hormon ini berfungsi merangsang keluarnya getah pankreatik dan
empedu. Bila terdapat lemak dalam makanan yang masuk ke usus maka akan keluar hormon
enterogaster yang berfungsi menghambat keluarnya cairan lambung (HCL). Selain untuk
dapat menghambat berlangsungnya motilitas Gastro Intestinal Tract dengan demikian
makanan yang telah tercerna akan tertahan lebih lama dalam lambung dan usus.
(Kartasapoetra dan Marsetyo, 2005).

Gejala yang ditimbulkan oleh dispepsia antara lain berupa mual, muntah, anoreksia
dan diare. Mual merupakan sensasi subjektif yang tidak menyenangkan dan sering mendahului
muntah. Terjadinya muntah diawali dengan berjalannya impuls-impuls aferen ke pusat muntah
sebagai aferen vagus dan simpatis. Impuls aferen ini berasal dari lambung atau duodenum
yang muncul sebagai respon terhadap stimulasi kimiawi oleh emetik (bahan penyebab
muntah). Apabila refleks muntah terjadi pada pusat muntah, terjadi melalui aktifitas beberapa
syaraf kranialis ke wajah dan kerongkongan serta neuron motorik spinalis ke otot abdomen
dan diaframa. Gejala-gejala yang dapat terjadi sebelum muntah adalah mual, takikardi dan
berkeringat. (Corwin, 2009).

E. Penatalaksanaan Nutrisi

Diit pada penyakit dispepsia diberikan untuk penyakit yang berhubungan dengan
saluran cerna. Gangguan pada saluran cerna umumnya berupa sindroma dispepsia
yaitu kumpulan gejala yang terdiri dari mual, muntah, nyeri epigastrum, kembung,
nafsu makan berkurang dan rasa cepat kenyang. Tujuan diet adalah untuk
memberikan makanan dan cairan secukupnya yang tidak memberatkan lambung serta
mencegah dan menetralkan sekresi asam lambung yang berlebihan. Syarat diet
penyakit dispepsia (diet lambung) adalah :
a. Mudah cerna, porsi kecil dan sering diberikan
b. Energi dan protein cukup, sesuai kemampuan pasien untuk menerimanya.
c. Lemak rendah, yaitu 10-15 % dari kebutuhan energi total yang ditingkatkan secara
bertahap hingga sesuai kebutuhan.
d. Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara bertahap.
e. Cairan cukup, terutama bila ada muntah
f. Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara termis,
mekanis, maupun kimia (disesuaikan dengan daya terima perorangan).
g. Laktosa rendah bila ada gejala intoleransi laktosa, umumnya tidak dianjurkan
minum susu terlalu banyak.
h. Makan secara perlahan di lingkungan yang tenang.
i. Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja 24-48 jamuntuk memberi
istirahat pada lambung. (Almatsier, 2005).
Penatalaksanaan dispesia menurut Arimbi (2012) mecakup pengaturan diet
dan pengobatan medis, antara lain sebagai berikut:
a. Membatasi konsumsi makanan yang dapat menyebabkan terjadinya dispepsia
seperti mengkonsumsi makanan pedas, minuman kafein dan beralkohol
b. Makan dalam porsi kecil tetapi sering dan dianjurkan untuk makan 5-6 kali dalam
sehari
c. Menghindari penggunaan atau konsumsi anti nyeri seperti aspirin dan ibu profen.
Gunakan anti nyeri lain yang lebih aman bagi lambung seperti parasetamol
d. Mengontrol stres dan rasa cemas
e. Antasida
f. Penghambat pompa proton (PPI). Golongan obat ini dapat mengurangi produksi
asam lambung
g. Penyekat H2 reseptor antagonists (H2RAs)
h. Prokinetik dapat membantu proses pengosongan lambung
i. Antibiotik. Pemberian dilakukan jika dyspepsia disebabkan oleh infeksi
j. Anti-depressants atau anti-anxiety dapat digunakan untuk menghilangkan rasa tidak
nyaman yang disebabkan oleh dispesia dengan menurunkan sensasi nyeri yang
dialami
k. Psikoterapi
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart.2002. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2. Jakarta: EGC

Doengoes. E. M, et al.2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC

Hadi, S.1995. Gastroenterologi Edisi 4. Bandung: Alumni

Herdman, T.H dan Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi
2015 –

2017 Edisi 10. EGC : Jakarta

Manjoer, A, et al.2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jakarta: Medika

aeusculapeus

Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.L, dan Setiowulan,

W.1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Edisi 1. Jakarta: Media

Aesculapius

Price & Wilson.1994. Patofisiologi, Edisi 4, Jakarta: EGC

Suryono Slamet, et al.2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Jakarta: FKUI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan

Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus

Pusat PPNI

Warpadji Sarwono, et al.1996. Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai