Disusun Oleh:
711331121026
2023
A. Definisi Penyakit
Gastroesophageal reflux adalah fenomena biasa yang dapat timbul pada setiap
orang sewaktu-waktu. Pada orang normal refluk ini terjadi pada posisi tegak sewaktu
habis makan.
GERD (Gastroesofageal Reflux Disease) adalah suatu penyakit yang jarang
terdiagnosis oleh dokter di Indonesia karena bila belum menimbulkan keluhan yang
berat seperti refluks esofagitis dokter belum bisa mendiagnosa. Refluks
gastroesofagus adalah masuknya isi lambung ke dalam esofagus yang terjadi secara
intermiten pada orang, terutama setelah makan (Asroel, 2002).
GERD adalah penyakit organ esofagus yang banyak ditemukan di negara
Barat. Berbagai survei menunjukkan bahwa 20-40% populasi dewasa menderita
heartburn (rasa panas membakar di daerah retrosternal), suatu keluhan klasik GERD.
Di Indonesia, penyakit ini sepintas tidak banyak ditemukan. Hanya sebagaian kecil
pasien GERD datang berobat pada dokter karena pada umumnya keluhannya ringan
dan menghilang setelah diobati sendiri dengan antasida. Dengan demikian hanya
kasus yang berat dan disertai kelainan endoskopi dan berbagai macam komplikasinya
yang datang berobat ke dokter (Djajapranata, 2001).
Prevalensi PRG bervariasi tergantung letak geografis, tetapi angka tertinggi
terjadi di Negara Barat. Trend prevalensi GERD di Asia meningkat. Di Hongkong
meningkat dari 29,8% (2002) menjadi 35% (2003). Sedangkan berdasarkan data salah
satu rumah sakit di Indonesi, RSCM menunjukkan peningkatan signifikan dari 6%
menjadi 26% dalam kurun waktu 5 tahun. Asian Burning Desire Survey (2006)
membuktikan bahwa pemahaman tentang GERD pada populasi di Indonesia adalah
yang terendah di Asia Pasifik, hanya sekitar 1%, sedangkan di Taiwan mencapai 81%
dan Hongkong 66%.
Antara laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan insidensi yang
begitu jelas, kecuali jika dihubungkan dengan kehamilan dan kemungkinan non-
erosive reflux disease lebih terlihat pada wanita. Walaupun perbedaan jenis kelamin
bukan menjadi faktor utama dalam perkembangan PRG, namun Barrett’s esophagus
lebih sering terjadi pada laki-laki.
Gastroesophageal reflux disease (GERD) terdiri dari spektrum gangguan
yang terkait, termasuk hernia hiatus, reflux disease dengan gejala yang terkait,
esofagitis erosif, striktur peptikum, Barrett esofagus, dan adenokarsinoma esofagus.
Selain beberapa patofisiologi dan hubungan antara beberapa gangguan ini, GERD
juga ditandai dengan terjadinya komorbiditas pada pasien yang identik dan oleh
epidemiologi perilaku yang serupa diantara mereka.
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD)
didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan
lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu
(troublesome) di esofagus maupun ekstra esofagus dan atau komplikasi (Susanto,
2002).
Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis makan.
Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik primer, isi
lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera dikembalikan ke lambung. Refluks
sejenak ini tidak merusak mukosa esofagus dan tidak menimbulkan keluhan atau
gejala. Oleh karena itu, dinamakan refluks fisiologis. Keadaan ini baru dikatakan
patologis, bila refluks terjadi berulang-ulang yang menyebabkan esofagus distal
terkena pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama. Istilah esofagitis refluks berarti
kerusakan esofagus akibat refluks cairan lambung, seperti erosi dan ulserasi epitel
skuamosa esofagus (Susanto, 2002).
B. Diagnosa (Medis)
1. Endoskopi
Dewasa ini endoskopi merupakan pemeriksaan pertama yang dipilih oleh evaluasi
pasien dengan dugaan PRGE. Namun harus diingat bahwa PRGE tidak selalu disertai
kerusakan mukosa yang dapat dilihat secara mikroskopik dan dalam keadaan ini
merupakan biopsi. Endoskopi menetapkan tempat asal perdarahan, striktur, dan
berguna pula untuk pengobatan (dilatasi endoskopi).
2. Radiologi
Pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama
pada kasus esofagitis ringan. Di samping itu hanya sekitar 25 % pasien PRGE
menunjukkan refluks barium secara spontan pada pemeriksaan fluoroskopi. Pada
keadaan yang lebih berat, gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding dan
lipatan mukosa, tukak, atau penyempitan lumen.
3. Tes Provokatif
a. Tes Perfusi Asam (Bernstein) untuk mengevaluasi kepekaan mukosa esofagus
terhadap asam. Pemeriksaan ini dengan menggunakan HCL 0,1 % yang
dialirkan ke esofagus. Tes Bernstein yang negatif tidak memiliki arti
diagnostik dan tidak bisa menyingkirkan nyeri asal esofagus. Kepekaan tes
perkusi asam untuk nyeri dada asal esofagus menurut kepustakaan berkisar
antara 80-90%.
b. Tes Edrofonium
Tes farmakologis ini menggunakan obat endrofonium yang disuntikan
intravena. Dengan dosis 80 µg/kg berat badan untuk menentukan adanya
komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari rekaman gerak peristaltik
esofagus secara manometrik untuk memastikan nyeri dada asal
esofagus.
4. Pengukuran pH dan tekanan esofagus
Pengukuran pH pada esofagus bagian bawah dapat memastikan ada tidaknya RGE,
pH dibawah 4 pada jarak 5 cm diatas SEB dianggap diagnostik untuk RGE. Cara lain
untuk memastikan hubungan nyeri dada dengan RGE adalah menggunakan alat yang
mencatat secara terus menerus selama 24 jam pH intra esofagus dan tekanan
manometrik esofagus. Selama rekaman pasien dapat memeberi tanda serangan dada
yang dialaminya, sehingga dapat dilihat hubungan antara serangan dan pH
esofagus/gangguan motorik esofagus. Dewasa ini tes tersebut dianggap sebagai gold
standar untuk memastikan adanya PRGE.
5. Tes Gastro-Esophageal Scintigraphy
Tes ini menggunakan bahan radio isotop untuk penilaian pengosongan esofagus dan
sifatnya non invasif (Djajapranata, 2001).
6. Pemeriksaaan Esofagogram
Pemeriksaan ini dapat menemukan kelainan berupa penebalan lipatan mukosa
esofagus, erosi, dan striktur.
7. Tes PPI
Diagnosis ini menggunakan PPI dosis ganda selama 1-2 minggu pada pasien yang
diduga menderita GERD. Tes positif bila 75% keluhan hilang selama satu minggu.
Tes ini mempunyai sensitivitas 75%.
8. Manometri esofagus
Tes ini untuk menilai pengobatan sebelum dan sesudah pemberian terapi pada pasien
NERD. Pemeriksaan ini juga untuk menilai gangguan peristaltik/motilitas
esofagus.
9. Histopatologi
Pemeriksaan untuk menilai adanya metaplasia, displasia atau keganasan. Tetapi
bukan untuk memastikan NERD (Yusuf, 2009).
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis GERD dapat berupa gejala yang tipikal (esofagus) dan
gejala atipikal (ekstraesofagus). Gejala GERD 70 % merupakan tipikal, yaitu :
D. Patofisiologi Klinis
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure
zone) yang dihasilkan oleh kontraksi Lower esophageal sphincter. Pada individu
normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad
yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada saat sendawa
atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila
tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3 mmHg) (Aru, 2009).
E. Pentalaksanaan Diet
a. Tujuan diet
1. mengatasi gejala
3. mencegah kekambuhan
4. mencegah komplikasi.
b. Prinsip diet
Secara garis besar, prinsip terapi GERD di pusat pelayanan kesehatan primer
berdasarkan Guidelines for the Diagnosis and Management of Gastroesophageal
Reflux Disease adalah dengan melakukan modifikasi gaya hidup dan terapi
medikamentosa GERD. Modifikasi gaya hidup, merupakan pengaturan pola hidup
yang dapat dilakukan dengan:
1. Menurunkan berat badan bila penderita obesitas atau menjaga berat badan
sesuai dengan IMT ideal
2. Meninggikan kepala ± 15-20 cm/ menjaga kepala agar tetap elevasi saat
posisi berbaringMakanan yang diperbolehkan untuk diet gastritis diantaranya yaitu
nasi, nasi tim, bubur roti gandum, makaroni, jagung, kentang, ubi, talas, havermout,
dan sereal (sumber karbohidrat yang kaya akan serat).
Jenis sayuran yang diperbolehkan yaitu sayuran yang tidak menimbulkan gas
seperti bayam, buncis, labu kuning, labu siam, wortel, kacang panjang, tomat,
gambas, kangkung, kecipir, daun kenikir, ketimun, daun selada, dan taoge. Sayuran
yang dihindari diantaranya kol, kembang kol, lobak, sawi, nangka muda, dan sayuran
mentah yang apabila dikonsumsi akan mengakibatkan peningkatan asam lambung.
c. Jenis diet
d. Syarat diet