Dosen jaga :
Apt. Antonius N.W.P., M.P.H.
Disusun oleh :
Novia Paramitha 172210101105
Nilam Wardah 172210101135
Shifwatu Dzakiyyah 172210101137
Tsamratul Fadhilah 172210101143
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2020
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Ny. MST, usia 52 tahun , berat badan 69 kg, tinggi badan 152 cm datang rumah sakit dengan
keluhan nyeri ulu hari sudah sejak seminggu yang lalu, disertai rasa panas di dada, sering
bersendawa dan terasa asam ketika bersendawa. Gejala dirasakan sering terjadi baik setelah
makan maupun sebelum tidur. Pasien sebelumnya juga sering mengalami gejala seperti ini
dan hanya diobati dengan antasida. Pasien juga mengeluhkan batuk dan sulit bernafas 2 hari
ini.
Pasien memiliki riwayat penyakit nyeri sendi sejak 5 tahun yang lalu dan diobati dengan
diklofenak Na rutin 1x sehari, asam urat sejak 3 tahun yang lalu dan rutin diobati dengan
allopurinol dan. Pasien juga memiliki kebiasaan minum kopi minimal 1x sehari dan sangat
menyenangi makanan pedas.
Dokter melakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Hasil pemeriksaan TTV : TD 120/80
mg/dL, HR 68x/menit, RR 23x/menit, suhu 36,5C. Hasil pemeriksaaan fisik : terdengar
bunyi “wheeezing” saat pasien bernafas, jantung normal, tidak terdapat hepatomegali. Hasil
pemeriksaan laboratorium : HB 12,7 g/dL, RBC 4,8x10 6/uL, WBC 8,2x103/uL, LED 15
mm/h, Asam urat 6,5 mg/dL.
Dokter mendiagnosis : GERD dengan asthma like sindrome
Terapi : Anflat 3x1 tablet sebelum makan, Episan 3x1 Cth, Graseric 150 mg 3x1 tablet
(untuk 1 minggu)
Satu minggu kemudian pasien datang lagi untuk dilakukan evaluasi oleh dokter. Pasien
terkadang masih naik asam lambungnya, meski tidak sesering dulu. Dokter kemudian
meresepkan Omeyus 20 mg 2x1 tablet, Anflat 3x1 tablet dan Damaben 10 mg 3x1 tablet.
1. Ny. MST didagnosis GERD dengan asthma like sindrome. Apa saja data subyektif dan
obyektif yang mendukung diagnosis tersebut?
Data subyektif:
Pasien mengalami nyeri ulu hati sudah seminggu yang lalu, disertai rasa panas di
dada, sering bersendawa dan terasa asam ketika bersendawa. Gejala tersebut sering
dirasakan setelah makan maupun sebelum tidur.
Pasien mengeluhkan batuk dan sulit bernafas sudah 2 hari.
Riwayat penyakit: Nyeri sendi, asam urat
Riwayat pengobatan: Na diklofenak, allopurinol, antasida
Pasien memiliki kebiasaan minum kopi minimal 1 kali sehari dan sangat suka
makanan pedas
Data obyektif:
Hasil pemeriksaan TTV: TD 120/80 mg/dL, HR 68x/menit, RR 23x/menit, suhu
36,5C.
Hasil pemeriksaan fisik: terdengar bunyi “wheeezing” saat pasien bernafas, jantung
normal, tidak terdapat hepatomegali.
Hasil pemeriksaan laboratorium : HB 12,7 g/dL, RBC 4,8x106/uL, WBC 8,2x103/uL,
LED 15 mm/h, Asam urat 6,5 mg/dL.
2. Adakah faktor resiko penyebab GERD pada pasien Ny. MST?
Obesitas
Ny. MST mempunyai BB 69 kg dan TB 152 cm maka nilai BMI atau IMT (indeks
massa tubuh) yaitu BMI= BB(kg)/TB2(m)= 69 kg/(1,52)2 cm= 29,86 kg/m2. Nilai
tersebut termasuk kategori obesitas berdasarkan data kemenkes. Salah satu teori
yang menjelaskan hubungan antara berat badan berlebih dengan penyakit GERD
yakni penurunan fungsi sfingter esofagus bawah (lower esophageal sphincter/LES).
Berat badan yang berlebih akan menimbulkan beberapa kondisi, seperti peningkatan
tekanan intraabdomen, pengosongan lambung yang tidak seimbang, penurunan
tekanan dari LES, serta peningkatan frekuensi dari transient lower esophageal
spinchter relaxation (TLESR). Keseluruhan faktor tersebut nantinya akan
menyebabkan penurunan fungsi LES yang berlanjut menjadi ketidakseimbangan
antara pertahanan esofagus dengan reflukstat lambung. Ketidakseimbangan ini yang
nantinya berujung menjadi penyakit GERD.
Usia
Ny. MST berusia 52 tahun, penyakit GERD lebih banyak diderita oleh pasien usia
>40 tahun. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa secara
epidemiologi, kasus GERD lebih banyak terjadi pada usia yang lebih tua. Seperti
yang dikemukakan oleh Heaney, dkk bahwa GERD lebih mudah didapatkan pada
pasien yang berusia lebih tua. Hal tersebut terkait dengan banyak obat yang
seringkali harus dikonsumsi pasien dengan usia lebih tua, seperti obat anti
hipertensi, yang dapat menyebabkan sensasi heartburn. Selain itu, semakin tua usia
pasien maka semakin mudah terjadi peningkatan berat badan dan menjadi obesitas,
yang merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya GERD. Studi lain
dikemukakan oleh Ronkainen, dkk bahwa semakin tua usia seseorang, lebih
cenderung untuk kehilangan massa otot, terutama bila aktivitasnya sangat sedikit
(jarang berolahraga). Hal ini berakibat pada lambatnya pembakaran kalori di tubuh.
Bila disertai dengan asupan kalori yang banyak, maka peningkatan berat badan akan
terjadi.
Makanan Pedas
Ny. MST sangat menyukai makanan pedas, makanan pedas sering memicu gejala
GERD. Konsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang lambung
untuk berkontraksi dan kandungan bubuk cabai tersebut dapat menghilangkan sel
epitel pada lapisan mukosa. Apabila mengkonsumsi makanan pedas lebih dari satu
kali dalam seminggu selama minimal 6 bulan dan dibiarkan berlangsung lama maka
akan menyebabkan iritasi pada mukosa lambung.
Minuman kopi
Ny. MST memiliki kebiasaan meminum kopi minimal 1x sehari. Kafein di dalam
kopi berefek meningkatkan sekresi gastrin sehingga merangsang produksi asam
lambung.
Obat antiinflamasi non-steroid (OAINS)
Ny. MST memiliki riwayat penyakit nyeri sendi sejak 5 tahun yang lalu dan diobati
dengan diklofenak Na rutin 1x sehari. Na diklofenak masuk kedalam golongan obat
antiinflamasi non-steroid. Penggunaan rutin obat golongan antiinflamasi non-steroid
dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya inflamasi esophagus.
Allopurinol
Ny. MST mempunyai riwayat penyakit asam urat sejak 3 tahun yang lalu dan rutin
diobati dengan allopurinol. Obat allopurinol mempunyai efek samping yang telah
dikonfirmasi FDA antara lain sakit kepala, influenza, tingkat kreatini darah yang
lebih tinggi, dan refluks gastroesofageal. Dari efek samping tersebut, allopurinol
menjadi factor resiko penyakit GERD.
3. Adakah hubungan antara terjadinya GERD dengan Asma? Jelaskan
Ada, GERD merupakan faktor yang paling sering terlupakan dalam etiopatogenesis
asma. Asma dan GERD dapat terjadi secara bersama dan saling memberatkan, yakni efek
fisiologik obstruksi jalan napas pada asma memperburuk GERD atau GERD dapat
memicu terjadinya asma.
Pada penderita asma, GERD dapat menyebabkan tejadinya proses bronkokonstriksi.
Mekanisme patofisiologi terjadinya bronkokonstriksi adalah reflek vagal, peningkatan
reaktivitas bronkus, dan mikroaspirasi.
Reflek vagal dapat terjadi karena esofagus, bronchial tree, dan lambung yang
berasal dari segmen embrionik yang sama dan dipersarafi oleh nervus vagus. Sehingga
adanya zat asam di esofagus dapat menstimulasi reseptor esofageal dan menginisiasi
terjadinya reflek vagal. Akibat infuse asam tersebut ditemukan adanya penurunan pada
aliran udara yang diukur dengan volume ekspirasi paksa pada detik pertama (VEP1) dan
penurunan saturasi oksigen (Isaac, 2009). Mekanisme yang kedua yaitu peningkatan
reaktivitas saluran napas (bronkus), Wu (2000) menyimpulkan bahwa penderita asma
yang diinduksi oleh stimulasi HCl pada esofagus menunjukkan peningkatan reaktivitas
saluran napas.
Pada mikroaspirasi, isi lambung refluks ke proksimal esofagus, hipofaring, laring,
dan trakea menyebabkan respon pada saluran napas. Mekanisme ini dikenal sebagai teori
refluks. Adanya refluks asam esofagus menyebabkan penurunan peak expiratory volume
rate (PEVR) sebesar 8L/menit dan pada kondisi asma berat (Isaac, 2009) ditemukan 37
episode refluks esofagus dalam 5 menit yang dinilai dengan pengukuran pH esofagus.
4. Ny. MST memiliki riwayat penyakit nyeri sendi dan asam urat. Adakah hal tersebut
menjadi faktor resiko terjadinya GERD?
Pada pasien dengan riwayat penyakit nyeri sendi yang menerima pengobatan, Na
Diklofenak yang tergolong NSAID non selektif mampu menjadi salah satu faktor obat
penginduksi kerusakan lambung sehingga dapat menjadi salah satu faktor resiko
terjadinya GERD. Sedangkan untuk asam urat, belum ditemukan mekanisme yang terkait
antara kenaikan asam urat terhadap faktor resiko terjadinya GERD.
5. Pada sesi konseling, pasien diminta melakukan modifikasi gaya hidup dengan
menurunkan berat badan, makan sedikit2 tetapi sering dan meninggikan posisi kepala
saat tidur. Apakah hal tersebut efektif untuk membantu mengobati GERD? Jelaskan
Modifikasi gaya hidup di atas scukup danbahkan sangat efektif untuk mengurangi
atau mengobati GERD pada pasien karena di ambil dari (Irawati, S 2013,
‘Penatalaksanaan Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)) dinyatakan bahwa Tujuan
dari pengurangan brat badan adalah untuk mengurangi tekanan intraabdomen sehingga
dapat meningkatkan fungsi LES yang tadinya menurun, sehingga memperbaiki barier
antrirefluks dan mencegah terjadinya refluks. Kemudian Tujuan dari perintah konsleng
tersebut yaitu berguna untuk menurunkan produksi asam lambung sehingga tidak terjadi
refluks. karena ketika makan (adanya makanan dilambung) dapat menurunkan asam
lambung tersebut. Dan untuk tujuan meninggikan kepala saat tidur di lakukan supaya
asam lambung tidak mudah naik ke esofagus sehingga dapat mencegah refluks.
6. Saat pemeriksaa pasien mendapatkan terapi Anflat, Episan dan Graseric. Bagaimanakah
efektivitas obat tersebut untuk terapi GERD pasien?
Efektivitas dari obat yang di berikan di atas cukup baik dan efektif untuk terapi
GERD Dimana anflat disini tergolong sebagai obat antasida yang berfungsi menetralkan
asam lambung. Selanjutnya episan, digunakan sebagai pelindung mukosa dimana akan
melindungi permukaan mukosa pada lambungdari iritasi. Dan graseric mengandung
ranithidin, sebagai antagonis reseptor H2 (menghambat reseptor H2).
7. Seminggu kemudian dokter memberikan obat lain yaitu Omeyus, Anflat dan Damaben.
Bagaimanakah mekanisme kerja obat tersebut dan apakah kombinasi obat ini lebih
efektif dibandingkan terapi sebelumnya? Bagaimanakah saran terkait pengobatan pasien
Ny. MST?
Mekanisme Omeyus (Omeprazole)
Golongan inhibitor pompa proton, yang bekerja dengan cara memblokir sistem
enzim yang bertanggung jawab untuk transpor aktif proton ke dalam lumen
gastrointestinal, yaitu hidrogen / kalium adenosin trifosfatase (H+ / K+ ATPase) dari
sel parietal lambung, juga dikenal sebagai 'Pompa proton' (Martindale 36th. 2009. hal
1692).
Pada dasarnya, omeprazole menekan basal lambung dan merangsang sekresi
asam. Efek penghambatan omeprazol terjadi dengan cepat dalam 1 jam pemberian,
dengan efek maksimum terjadi dalam 2 jam. Efek penghambatan berlangsung
sekitar 72 jam setelah pemberian, diikuti dengan kembali ke aktivitas awal dalam 3
sampai 5 hari. Dengan penggunaan obat setiap hari, efeknya akan stabil pada empat
hari.
Metabolisme omeprazol terjadi melalui sistem enzim sitokrom P450 hati; dua
isozim CYP utama yang terlibat adalah CYP2C19 dan CYP3A4. Ekskresi urin
adalah jalur utama ekskresi metabolit omeprazol. Omeprazole memiliki waktu paruh
pendek setengah jam hingga satu jam pada subjek sehat dan sekitar tiga jam untuk
pasien dengan gangguan hati, tetapi efek farmakologisnya bertahan lebih lama
terkonsentrasi dalam sel parietal di mana ia membentuk hubungan kovalen dengan
H+ / K+ ATPase, yang dihambatnya secara permanen (NCBI .2020).
Mekanisme Anflat (Magnesium hydroxide, Aluminum hydroxide, Simethicone)
Anflat termasuk dikombinasi Magnesium hydroxide, Aluminum hydroxide,
Simethicone yang termasuk golongan antasida.
Magnesium hidroksida adalah senyawa anorganik. Secara alami ditemukan
sebagai mineral brucite. Magnesium hidroksida digunakan sebagai antasida atau
pencahar baik dalam suspensi cairan oral atau bentuk tablet kunyah. Selain itu,
magnesium hidroksida memiliki sifat penekan asap dan penghambat api dan dengan
demikian digunakan secara komersial sebagai penghambat api.
Aluminium hidroksida adalah garam anorganik basa yang bekerja dengan
menetralkan asam klorida dalam sekresi lambung. Aluminium hidroksida secara
perlahan larut dalam lambung dan bereaksi dengan asam klorida membentuk
aluminium klorida dan air. Ini juga menghambat aksi pepsin dengan meningkatkan
pH dan melalui adsorpsi. Efek sitoprotektif dapat terjadi melalui peningkatan ion
bikarbonat (HCO3-) dan prostaglandin.
Simethicone dapat mengurangi tegangan permukaan gelembung gas sehingga
menyebar dan mencegah kantong gas di sistem GI.
Mekanisme Damaben (Metoclopramide)
Termasuk golongan Metoclopramide menyebabkan efek antiemetik dengan
menghambat reseptor dopamin D2 dan serotonin 5-HT3 di zona pemicu
kemoreseptor (CTZ) yang terletak di area postrema otak. Pemberian obat ini
menyebabkan efek prokinetik melalui tindakan penghambatan pada reseptor D2
presinaptik dan postsynaptic, agonisme reseptor serotonin 5-HT4, dan antagonisme
penghambatan reseptor muskarinik. Tindakan ini meningkatkan pelepasan
asetilkolin, menyebabkan peningkatan sfingter esofagus bagian bawah (LES) dan
tonus lambung, mempercepat pengosongan lambung dan transit melalui usus.
Metoclopramide memusuhi reseptor dopamin D2. Dopamin memberikan efek
relaksan pada saluran gastrointestinal melalui pengikatan pada reseptor D2 otot.
DAFTAR PUSTAKA
Ajjah, B. F. F., Mamfaluti, T., & Putra, T. R. I. (2020). HUBUNGAN POLA MAKAN
DENGAN TERJADINYA GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE
(GERD). Journal of Nutrition College, 9(3), 169-179.
Dipiro J, Dipiro J, Schwinghammer T, and Wells B. 2015. Pharmacotherapy Handbook 9th
edition. United State of America: The McGraw-Hill Companies.
Drug Bank. 2020. Aluminum hydroxide https://go.drugbank.com/drugs/DB06723 [Diakses
pada Jumat, 9 Oktober 2020]
Drug Bank. 2020. Magnesium hydroxide https://go.drugbank.com/drugs/DB09104 [Diakses
pada Jumat, 9 Oktober 2020]
Pb, A., I. D. I. Skp, M. D. Saputera, dan W. Budianto. 2017. Diagnosis dan tatalaksana
gastroesophageal re ux disease ( gerd ) di pusat pelayanan kesehatan primer.
44(5):329–332.
Purthana, I. N. H. S., & Somayana, G. HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN LEBIH
DENGAN PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGEAL DI RSUP SANGLAH
DENPASAR PERIODE JULI–DESEMBER 2018. E-Jurnal Medika Udayana, 9(6),
30-34.