Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

“REVIEW MATERI INTERAKSI OBAT”

Oleh :

NAMA : AFNITASARI

NIM : B1A119361

KELAS : 03

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta
hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga
penulis bisa menyelesaikan makalah mata kuliah “INTERAKSI OBAT”.
Shalawat serta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad
SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan sunnah
untuk keselamatan umat di dunia.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Interaksi Obat
di program studi S1 Farmasi Universitas Megarezky. Selanjutnya penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu dosen
pembimbing mata kuliah Interaksi Obat dan kepada segenap pihak yang
telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam


penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bisa memberikan


manfaat maupun inspirasi untuk pembaca.

Soppeng, 7 Juni 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL ……………………………… i
KATA PENGANTAR . ii
………………………………
.
DAFTAR ISI ……………………………… iii
.
BAB I PENDAHULUAN ……………………………… 1
A. LATAR BELAKANG . 1
B. RUMUSAN MASALAH ……………………………… 2
C. TUJUAN PENULISAN . 2
D. MANFAAT PENULISAN ……………………………… 3
.
………………………………
.
………………………………
.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………… 4
A. INTERAKSI OBAT . 4
B. INTERAKSI OBAT DENGAN ………………………………
MAKANAN . 7
1. OBAT ANTIBIOTIK 9
2. OBAT ANTIHIPERTENSI ……………………………… 10
3. OBAT DM . 11
4. OBAT KOLESTEROL ……………………………… 13
5. OBAT ANTIHISTAMIN . 15
6. OBAT ANTIKONVULSAN ……………………………… 17
7. OBAT VITAMIN . 20
C. INTERAKSI OBAT ………………………………
MEKANISME ABSORPSI . 23
D. INTERAKSI OBAT ………………………………

iii
MEKANISME DISTRIBUSI . 25
E. INTERAKSI OBAT ………………………………
MEKANISME METABOLISME . 27
………………………………
.
………………………………
.

………………………………
.

………………………………
.

………………………………
.
BAB III PENUTUP ……………………………… 30
A. KESIMPULAN . 30
B. SARAN ……………………………… 30
.
………………………………
.
DAFTAR PUSTAKA ……………………………… 31
.

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat diubah
atau dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan bersamaan. Tidak
semua interaksi obat membawa pengaruh merugikan Interaksi obat
justru ada yang diambil manfaatnya dalam pengobatan.
Interaksi obat telah dikenali selama lebih dari 100 tahun.
Hingga kini seiring dengan peningkatan ketersediaan agen – agen
terapi yang kompleks serta penyebaran polifarmasi, potensi terjadinya
interaksi obat semakin besar dan telah menjadi suatu penyebab
penting dalam reaksi obat yang tak diinginkan (Adverse drug
reactions/ADR). Walaupun dibutuhkan regulasi untuk mendefinisikan
profil keamanan dari obat – obatan baru sebelum dipasarkan, potensi
terjadinya interaksi obat yang tak diinginkan tidak selalu tersedia
dengan jelas (Lestari D, 2017).
Risiko interaksi obat meningkat dengan jumlah obat yang
digunakan. Dalam sebuah penelitian di rumah sakit, tingkat Adverse
Drug Reaction pada pasien dengan 6-10 obat 7% berisiko interaksi,
meningkat menjadi 40% pada mereka yang memakai 16-20 obat-
obatan, dengan kenaikan eksponensial yang sebagian besar
disebabkan interaksi obat (Lestari D, 2017).
Interaksi obat dapat memberikan perubahan terhadap aktivitas
obat, baik dengan meningkatnya efek toksik atau justru menurunkan
efek terapi. Selain itu, beberapa interaksi obat juga dapat saling
mendukung kerja satu sama lain atau kebalikannya interaksi obat
dapat mengakibatkan kerja suatu obat dihambat oleh obat lain.
Terutama untuk pasien yang rentan terhadap interaksi obat,
diantaranya pasien lanjut usia (Restalita R, 2010).
Interaksi obat dibagi menjadi dua yaitu interaksi obat dengan

1
non obat dan interaksi obat dengan obat. Interaksi obat dengan non
obat yang dimaksud adalah interaksi dengan makanan dan interaksi
fisik obat (pH yang tidak sesuai, ada reduktor dan oksidator dalam
larutan, terpapar cahaya, reaksi dengan wadah, atau reaksi dengan
bahan tambahan).
Studi mengenai interaksi obat potensial yang dilakukan oleh
Bennet (2012) menunjukkan sekitar 80% pasien di rumah sakit
mengalami potensi interaksi obat dengan interaksi farmakodinamik
(62,2%) lebih dominan disbanding interaksi farmakokinetik (35,8%).
Interaksi farmakokinetik merupakan hasil dari perubahan karakteristik
absorpsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi obat. Interaksi
farmakodinamik merupakan hasil dan pengaruh kombinasi obat pada
tempat aktivitas biologis dan pengaruh aktivitas farmakologi pada
konsentrasi plasma standar. Meskipun interaksi obat terjadi melalui
bermacam-macam mekanisme, efeknya tetap sama yaitu efek
potensial atau antagonis obat (Zulfiana R, 2016).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan interaksi obat ?
2. Bagaimana efek interaksi obat dengan makanan ?
3. Bagaimana proses interaksi obat mekanisme absorpsi ?
4. Bagaimana proses interaksi obat mekanisme distribusi ?
5. Bagaimana proses interaksi obat mekanisme metabolisme ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian interaksi obat
2. Untuk mengetahui efek interaksi obat dengan makanan
3. Untuk mengetahui proses interaksi obat mekanisme absorpsi
4. Untuk mengetahui proses interaksi obat mekanisme distribusi
5. Untuk mengetahui proses interaksi obat mekanisme metabolisme

2
D. Manfaat Penulisan
Mengetahui dan memahami interaksi obat, efek yang terjadi jika
obat berinteraksi dengan makanan dan memahami proses interaksi
obat mekanisme absorpsi, distribusi, dan metabolisme.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Interaksi Obat
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat
pemakaian obat lain (interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat
tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi obat yang signifikan
dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama.
Interaksi obat terjadi ketika efek dari satu obat diupah oleh
kehadiran obat lain, jamu, makanan, minuman atau oleh beberapa
lingkungan bahan kimia (Lestari D, 2017).
Efek gabungan dari kombinasi tersebut bisa bermanifestasi
sebagai suatu efek yang aditif atau diperkuat dari salah satu atau lebih
obat, antagonism dari efek satu atau lebih obat, atau perubahan lain
dalam efek dari satu atau lebih obat. Interaksi yang signifikan secara
klinis mengacu pada kombinasi dari obat – obatan terapi yang
memiliki konsekuensi langsung pada kondisi pasien (Lestari D, 2017).
Perubahan efek obat akibat interaksi obat dapat bersifat
membahayakan dengan meningkatnya toksisitas obat atau
berkurangnya khasiat obat. Namun, interaksi dari beberapa obat juga
dapat bersifat menguntungkan seperti efek hipotensif diuretik bila
dikombinasikan dengan beta-bloker dalam pengobatan hipertensi
(Lestari D, 2017).
Interaksi obat dapat terjadi antara :
- Obat dengan obat
- Obat dengan makanan
- Obat dengan lingkungan
- Obat dengan hasil pemeriksaan klinik
Interaksi obat harus diperhatikan pada pasien beresiko tinggi,
faktor fisiologi tubuh (sistem fisiologi berbeda dengan normal : anak-
anak/bayi, geriatri, kehamilan dan kondisi tertentu.

4
Mekanisme interaksi obat dapat melalui beberapa cara, yakni
1) interaksi secara farmasetik (inkompatibilitas); 2) interaksi secara
farmakokinetik dan 3) interaksi secara farmakodinamik.
1. Interaksi Farmasetik
Interaksi farmasetik atau disebut juga inkompatibilitas farmasetik
bersifat langsung dan dapat secara fisik atau kimiawi, misalnya
terjadinya presipitasi, perubahan warna, tidak terdeteksi (invisible),
yang selanjutnya menyebabkan obat menjadi tidak aktif. Contoh:
interaksi karbcnisilin dengan gentamisin terjadi inaktivasi; fenitoin
dengan larutan dextrosa 5% terjadi presipitasi; amfoterisin B
dengan larutan NaCl fisiologik, terjadi presipitasi.
2. Interaksi Farmakokinetik
Interaksi dalam proses farmakokinetik, yaitu absorpsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi (ADME) dapat meningkatkan ataupun
menurunkan kadar plasma obat.6 Interaksi obat secara
farmakokinetik yang terjadi pada suatu obat tidak dapat
diekstrapolasikan (tidak berlaku) untuk obat lainnya meskipun
masih dalam satu kelas terapi, disebabkan karena adanya
perbedaan sifat fisikokimia, yang menghasilkan sifat
farmakokinetik yang berbeda. Contohnya, interaksi farmakokinetik
oleh simetidin tidak dimiliki oleh H2-bloker lainnya; interaksi oleh
terfenadin, aztemizole tidak dimiliki oleh antihistamin non-sedatif
lainnya.

3. Interaksi Farmakodinamik

5
Obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem
fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergistik,
atau antagonistik, tanpa ada perubahan kadar plasma ataupun
profil farmakokinetik lainnya. Interaksi farmakodinamik umumnya
dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan
obat yang berinteraksi, karena klasifikasi obat adalah berdasarkan
efek farmakodinamiknya. Selain itu, umumnya kejadian interaksi
farmakodinamik dapat diramalkan sehingga dapat dihindari
sebelumnya jika diketahui mekanisme kerja obat.
Contoh interaksi obat pada reseptor yang bersifat antagonistik
misalnya: interaksi antara Pbloker dengan agonis-p2 pada
penderita asma; interaksi antara penghambat reseptor dopamine
(haloperidol, metoclo-pramid) dengan levodopa pada pasien
parkinson. Beberapa contoh interaksi obat secara fisiologik serta
dampaknya antara lain sebagai berikut: interaksi antara
aminogliko-sida dengan furosemid akan meningkatkan risiko
ototoksik dan nefrotoksik dari aminoglikosida; Pbloker dengan
verapamil menimbulkan gagal jantung, blok AV, dan bradikardi
berat; benzodiazepin dengan etanol meningkatkan depresi
susunan saraf pusat (SSP); kombinasi obat-obat trombolitik,
antikoagulan dan anti platelet menyebabkan perdarahan.
Penggunaan diuretik kuat (misal furosemid) yang menyebabkan
perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit seperti
hipokalemia, dapat meningkatkan toksisitas digitalis jika diberikan
bersama-sama. Pemberian furosemid bersama relaksan otot
(misal, d-tubokurarin) menyebabkan paralisis berkepanjangan.
Sebaliknya, penggunaan diuretik hemat kalium (spironolakton,
amilorid) bersama dengan penghambat ACE (kaptopril)
menyebabkan hiperkalemia. Kombinasi anti hipertensi dengan
obat-obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID) yang menyebabkan
retensi garam dan air, terutama pada penggunaan jangka lama,

6
dapat menurunkan efek antihipertensi (Gitawati R, 2008).
Hal yang perlu diperhatikan dalam interaksi obat yaitu : Tidak
semua obat yg berinteraksi signifikan secara klinik, Interkasi obat tidak
selamanya merugikan, jika 2 obat berinteraksi tidak berarti tidak boleh
diberikan, interaksi tidak hanya untuk terapi yang berbeda tetapi
kadang untuk mengobati penyakit yang sama dan interaksi dpt
dimanfaatkan untuk meningkatkan pengobatan.
Kegunaan interaksi obat :
1. Meningkatkan kerja obat,ex : analgetik dan kafein
2. Mengurangi efek samping, ex : anastetika dan adrenalin
3. Memperluas spektrum, ex : kombinasi antiinfeksi
4. Memperpanjang kerja obat, ex : probenesid dan penisilin
Pasien yang rentan terhadap interaksi obat :
1. Pasien lanjut usia
2. Pasien yang mengkonsumsi lebih dari 1 macam obat
3. Pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal
4. Pasien dengan penyakit akut
5. Pasien dengan penyakit tidak stabil (kadang kambuh)
6. Pasien dengan karakteristik genetik ttt
7. Pasien yang dirawat oleh lebih dari 1 pasien.
B. Interaksi Obat dengan Makanan
Interaksi antara makanan dan obat-obatan dapat memiliki
pengaruh besar pada keberhasilan terapi obat. Ada obat yang
penyerapannya terganggu dengan adanya makanan dan ada juga
yang terbantu dengan adanya makanan. Hal ini akan menentukan
kapan sebaiknya obat diminum, sebelum atau sesudah makan. Yang
dimaksud dengan sebelum makan adalah keadaan ketika perut dalam
keadaan kosong. Sedangkan sesudah makan adalah keadaan saat
perut masih berisi makanan dan tidak boleh lebih dari dua jam. Jika
obat diberi dua jam setelah makan, makanan sudah diserap dan
diolah, sehingga kondisi ini disamakan dengan keadaan sebelum

7
makan.
Beberapa makanan sangat mempengaruhi terapi obat,
mengakibatkan efek samping yang serius, toksisitas, atau kegagalan
terapi. Interaksi dapat memiliki efek menguntungkan dengan
meningkatkan khasiat obat atau mengurangi efek potensial dari obat.
Apoteker harus memperhatikan interaksi obat dan makanan dari
setiap obat yang diberikan dan menasehati pasien mengenai
makanan atau minuman yang harus dihindari saat mengambil obat
tertentu.
Pasien berisiko tinggi, seperti pasien dewasa yang memakai
tiga atau lebih obat untuk kondisi kronis, pasien yang menderita
diabetes, depresi hipertensi, kolesterol tinggi atau gagal jantung
kongestif khususnya harus dipantau interaksi obat dan makanannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi obat dan makanan
antara lain: dosis, usia, dan kondisi pasien. Waktu makan dan obat
juga dapat mempengaruhi interaksi makanan dan obat, seperti tidak
mengkonsumsi susu bersamaan dengan obat tetracycline. Tetracyclin
dapat berikatan dengan senyawakalsium membentuk senyawa yang
tidak dapat diserap oleh tubuh, sehingga dapat mengurangi efek dari
tetracyclin.
Tidak semua obat dipengaruhi oleh makanan, tapi obat-obatan
dapat dipengaruhi oleh makanan dan waktu. Misalnya, mengambil
beberapa obat pada saat yang sama dengan makanan dapat
mempengaruhi penyerapan obat. Makanan dapat menunda atau
mengurangi penyerapan obat. Inilah sebabnya mengapa beberapa
obat-obatan harus diambil pada kosong perut. Di sisi lain, beberapa
obat lebih mudah ditoleransi saat diambil dengan makanan. Pasien
selalu disarankan untuk menanyakan pada dokter atau apoteker
apakah obat dikonsumsi sebelum atau seudah makan. Berikut ini
adalah beberapa contoh waktu pemberian obat antibiotik dan
kontraindikasinya.

8
Banyak obat-obatan dapat menyebabkan anoreksia, mengubah
rasa dan bau, menyebabkan mual dan muntah, dan pada akhirnya
mempengaruhi asupan makanan secara keseluruhan. ex : obat-
obatan seperti methylphenidate (Ritalin), yang mempengaruhi sistem
saraf pusat, dapat mengurangi nafsu makan.
Anoreksia digunakan untuk menurunkan berat badan dan untuk
mengobati obesitas dengan mengurangi nafsu makan. ex : adrenergik
dan agen serotonin, yang menyebabkan rasa kenyang, mengurangi
nafsu makan, dan meningkatkan pengeluaran energy.
Obat –obat yang mengubah atau menurunkan sensasi rasa :
Amphetamine, griseofulvin, Allopurinol, lidocaine, Ampisillin,
sulfasalazine, Benzokain, flurazepam, Captopril, nifedipin,
Klorfeniramin malleat, triazolam, Diltiazem.
Obat-obat yang meningkatkan nafsu makan: Antikonvulsan
(carbamazepine dan asam valproat), antihistamin (cyproheptadine
hydrochloride-Periactin), psikotropika (chlordiazepoxide hydrochloride-
Librium, diazepam-Valium, chloromazine hydrochloride - Thorazine,
meprobamate-Equanil), dan kortikosteroid (kortison, prednison).
1. Interaksi Obat Antibiotik dengan makanan
a. Interaksi Obat Amoxicillin dengan makanan berserat
Mengkonsumsi makanan berserat dengan amoxicillin
dapat mempengaruhi absorpsi atau penyerapan obat. Salah
satu factor yang mempengaruhi absorpsi obat yaitu luas
permukaan lambung. Semakin luas permukaan lambung
semakin cepat obat diabsorpsi. Sedangkan makanan berserat
akan memperkecil luas permukaan lambung karena makanan
berserat jika dicerna akan lama di lambung. Untuk itu,
dianjurkan meminum obat amoxicillin 1 sampai 2 jam sebelum
makan.

b. Interaksi Obat golongan Fluorokuinolon dan Tetrasiklin dengan

9
susu
Kedua obat ini jika dikonsumsi dengan susu (makanan
berkalsium) dapat mempengaruhi proses absorpsi karena
akan terbentuk senyawa khelat yang tidak larut sehingga obat
tidak terabsorpsi dan dapat terjadi gagal terapi.
COOH
HO CH3
NH-NH2

HO carbidopa

HO COOH

NH2

L-dopa
HO

Senyawa pengkhelat
c. Interaksi Obat Azitromycin dengan jus buah anggur
Obat ini merupakan golongan makrolida. Jika dikonsumsi
dengan jus buah anggur dapat mempengaruhi absorpsi obat,
zat yang terkandung dalam jus buah anggur yaitu
furanokumarin yang dapat mempengaruhi efektivitas obat bisa
2 sampai 3 kali dari dosis yang diinginkan.
Selain itu, dapat juga mempengaruhi metabolisme obat.
Adanya makanan yang dikonsumsi bersamaan dengan
azithromycin dapat mengakibatkan berkurangnya kandungan
enzim sitkrom, enzim ini berfungsi menguraikan obat golongan
makrolida di hati. Jika enzim ini berkurang metabolisme obat
dapat terhambat di hati.
2. Interaksi Obat Antihipertensi dengan makanan
a. Interaksi Obat Captopril dan Lisinopril dengan pisang
Lisinopril dan captopril merupakan obat hipertensi
golongan ACE-Inhibitor yang dapat meningkatkan konsentrasi
kalium serum sehingga akan terjadi hyperkalemia jika
dikonsumi dengan pisang karna pisang merupakan sumber
kalium. Jadi sebaiknya menghindari makanano yang

10
mengandung kalium tinggi seperti pisang pada saat
mengonsumsi obat lisinopril dan captopril.
b. Interaksi Obat Nifedipin dengan alcohol
Mekanisme kerja nifedipin yaitu menghambat influksi
calcium di jantung sehingga menurunkan tekanan darah.
Selain interaksi nifedipin dengan alcohol (bertambahnya kadar
nifedipin) yang dapat memberikan efek yang tidak diinginkan,
interaksi dengan makanan yang mengandung kalsium juga
dapat menyebabkan efek yang merugikan bagi tubuh yaitu
terjadinya penumpukan kalsium yang tinggi.
c. Interaksi Obat Nitrendipin dengan jeruk purut
Nitrendipine merupakan obat hipertensi golongan calcium
channel blockers (CCB) dengan menurunkan influksi ion
kalsium ke dalam jantung, miokard, sel-sel dalam system
konduksi jantung dan sel-sel otot polos pembuluh darah.
Interaksi dengan jeruk purut akan meningkatkan bioavaibilitas,
peningkatan bioavaibilitas menyebabkan tekanan darah sangat
turun. Senyawa yang terkandung dalam jeruk purut yang dapat
meningkatkan bioavaibilitas yaitu bioflavanoid.
3. Interaksi Obat DM dengan makanan
a. Interaksi Obat Acarbose dengan makanan yang mengandung
sukrosa seperti gula, tebu.
Mengkonsumsi obat acarbose dengan makanan yang
mengandung sukrosa menyebabkan gangguan abdomen,
produksi gas dalam perut (kembung), bahkan diare selama
pengobatan dengan acarbose akibat meningkatnya fermentasi
karbohidrat dalam kolon dan flatulen khususnya setelah
konsumsi makanan tinggi kandungan sukrosa. Untuk itu,
dianjurkan menghindari mengonsumsi makanan yang
mengandung sukrosa bersamaan dengan obat acarbose, juga
mematuhi diet diabetes dengan mengurangi mengonsumsi

11
makanan tinggi karbohidrat lainnya dengan kebutuhan gizi
penderita DM.
b. Interaksi Obat Gliquidon dengan makanan yang manis-manis
seperti minuman kaleng/botol, makanan yang banyak
karbohidrat, berlemak dan alcohol
Mengkonsumsi makanan tersebut dengan gliquidon dapat
mempengaruhi kadar gula dalam darah karena gliquidon
bekerja dengan cara merangsang produksi insulin organic dan
meningkatkan metabolisme tubuh penderita diabetes tipe 2.
Insulin merupakan hormone yang dihasilkan oleh kelenjar
pancreas, yang berperan penting dalam system metabolisme
tubuh sekaligus mengatur kadar gula darah.
Dianjurkan untuk melakukan diet olahraga, makan
makanan bergizi, tidak mengkonsumsi alcohol. Hindari
mengkonsumsi gliquidon bersamaan dengan rifampisin,
chlorpromazine, kortikosteroid, pil KB dan epinefrin karena
dapat menurunkan efektivitas gliquidon dan dapat
menghilangkan efek hipoglikomia.
c. Interaksi Obat Klorpropamid dengan alcohol
Interaksi ini termasuk dalam interaksi farmakokinetik pada
fase biotransformasi karena kedua zat ini mempengaruhi
perombakan enzimatis alcohol. Mekanisme yang terjadi yaitu
proses perombakan enzimatis dari alcohol di hati akan
terhambat pada fase asetaldehid sehingga jumlah asetaldehid
meningkat. Hal ini mengakibatkan efek alcohol meningkat yaitu
nyeri kepala, jantung berdebar, dan berkeringat.
Interaksi juga terjadi pada tembakau karena dapat
mempengaruhi resistensi insulin. Rokok tembakau
mengandung nikotin yang dapat mengaktifkan jalur
neuroendokrin (misalnya peningkatan kadar kortisol dan
katekolamin yang beredar) dan dapat meningkatkan glukosa

12
plasma.
d. Interaksi Obat Metformin dengan alcohol atau tembakau
Alcohol meningkatkan efek hipoglikemia sehingga
meningkatkan resiko asidosis laktat. Asidosis laktat dapat
terjadi perlahan-lahan dan memburuk seiring dengan waktu.
Efek yang biasa terjadi adalah sakit kepala atau nyeri otot,
merasa lemah,mual muntah ringan, diare, buang angina dan
sakit perut.
Hubungan metformin dengan asidosis laktat yaitu asidosis
laktat adalah penumpukan asam laktat dalam tubuh, yang
dapat berakibat fatal. Metformin mampu menghasilkan asam
laktat dalam jumlah besar. Hal tersebut bisa menghambat
gangguan tertentu yang lantas memaksa sel-sel tubuh untuk
melakukan metabolisme anaerob. Asam laktat adalah produk
hasil metabolisme anaerob yang akan membuat pH darah
lebih asam. Bila kadarnya sangat tinggi maka bisa
menyebabkan kerusakan atau gagalnya fungsi berbagai organ
tubuh.
4. Interaksi Obat Kolesterol dengan makanan
a. Interaksi Obat Lovastatin dengan grapefruit
Beberapa macam buah dapat berinteraksi dengan statin
dan meningkatkan penyerapannya ke dalam tubuh, sehingga
obat ini menjadi sangat tinggi di dalam tubuh. Peningkatan
kadar obat ini dalam tubuh dapat menyebabkan efek yang
tidak diinginkan seperti rabdomiolisis, yaitu suatu keadaan
yang diawali dengan rusaknya otot gerak tubuh sehingga lama
kelamaan otot hancur dan melepas zat-zat dari sel-sel otot
kedalam aliran darah dan dikeluarkan melalui air kencing.
Grapefruit mengandung furanocoumarin yang dapat
menghambat kerja protein sitokrom P450 (CYP) yang
berfungsi memproses obat-obatan di hati dan usus kecil.

13
Akibatnya grapefruit bisa mengganggu penyerapan obat serta
meningkatkan efek samping dari obat yang sedang
dikonsumsi.
Selain lovastatin, beberapa obat yang dapat berinteraksi
dengan grapefruit yaitu Zocor (simvastatin), Lipitor
(atorvastatin), dan pravachol (pravastatin). Dan selain
grapefruit, yang dapat berinteraksi dengan lovastatin yaitu
alcohol, buah delima, belimbing, nanas dan lemon.
Untuk itu hindari mengkonsumsi grapefruit dengan obat
lovastatin agar terhindar dari efek yang tidak diinginkan yaitu
rabdomiolisis.
b. Interaksi obat simvastatin dengan buah belimbing
Belimbing memiliki kandungan asam oksalat yang tinggi,
dimana beresiko pada pembentukan batu ginjal. Belimbing
juga memiliki efek penghambatan terhadap enzim
pengurai/permetabolisme sebagian besar obat, termasuk statin
(simvastatin) untuk dapat dikeluarkan dari tubuh. Dengan
begitu, jumlah obat di dalam darah menjadi tinggi bahkan
dapat mencapai jumlah yang berpotensi berbahaya, akibat dari
sedikitnya obat yang dapat dikeluarkan dari tubuh.
Enzim yang dihambat oleh buah belimbing yang
mengganggu proses metabolisme obat untuk dapat
dikeluarkan dari tubuh yaitu enzim HMG CoA reduktase.
Untuk itu konsumsi buah belimbing perlu dihindari saat
sedang mendapatkan terapi obat. Untuk buah-buahan selain
grapefruit dan belimbing, dalam sehari masih bisa
mengonsumsinya, tetapi harus diberikan jarak beberapa jam
dengan peminuman obat, baik sebelum ataupun setelahnya,
untuk menghindari efek yang tidak dikehendaki.

c. Interaksi obat Gemfibrozil dengan alcohol dan tembakau

14
Mengkonsumsi gemfibrozil dengan alcohol atau tembakau
secara moderat dapat mengurangi resiko gangguan
kardiovaskular jantung dan pembuluh darah, selain itu kadar
LDL mengalami penurunan yang paling lambat.
Makanan lain yang dapat berinteraksi dengan gemfibrozil
yaitu makanan yang kaya vitamin K diantaranya kubis, brokoli,
collard hijau dan bawang putih karena dapat mencegah
pembekuan dan pengenceran pada darah.
d. Interaksi obat pravastatin dan Mevastatin dengan jeruk keprok
Mengkonsumsi obat statin dengan jeruk keprok dapat
meningkatkan kadar statin di dalam tubuh, dan akhirnya dapat
menyebabkan kerusakan hati atau kerusakan otot yang dapat
mengakibatkan gagal ginjal.
Senyawa penting pada jeruk keprok yang dapat
berinteraksi dengan obat statin adalah furanokumarin.
Senyawa ini di metabolisme oleh CYP3A4 menjadi zat antara
reaktif yang terikat secara kovalen ke tempat aktif enzim,
menyebabkan inaktivasi ireversibel. Akibatnya, CYP3A4 di
usus kecil terganggu sampai dibentuknya enzim ini lagi. Selain
jeruk keprok beberapa keluarga jeruk lainnya bisa
memunculkan efek serupa seperti jeruk bali, jeruk nipis, dan
jeruk manis.
Makan atau minum sejumlah besar jeruk keprok
bersamaan atau beberapa jam sebelum atau sesudah
mengonsumsi obat statin, dapat mempercepat timbulnya efek
samping, atau pada kasus yang berat mengakibatkan
kerusakan organ.
5. Interaksi Obat Antihistamin dengan makanan
a. Interaksi Obat Chlorpheniramine maleat (CTM) dengan susu
Chlorpheniramine maleat (CTM) merupakan obat yang
bersifat asam lemah yang absorpsinya terjadi dilambung. Maka

15
seharusnya diminum dengan perut kosong atau cukupdiminum
dengan air putih saja. Jika diminum dengan susu akan
menghambat proses absopsi dilambung sehingga efek obat
menjadi lambat.
Obat lain yang dapat berinteraksi dengan CTM seperti
morfin, clonazepam, haloperidol, atropine, amitriptyline, dan
phenytoin.
Hindari konsumsi Chlorpheniramine malat (CTM) dengan
makanan maupun minuman yang mengandung susu atau
produk olahan susu secara bersamaan. Atau susu diminum 2
atau 3 jam setelah mengonsumsi CTM.
b. Interaksi Obat Cetrizine dengan susu
Cetirizine merupakan obat golongan antihistamin yang
dapat meringankan gejala alergi. Sejauh ini tidak terdapat
interaksi negatif saat mengonsumsi cetirizine dengan susu.
Dapat mengonsumsi cetirizine bersama dengan susu, Bahkan
aman bisa membantu penyerapan obat.
Makanan yang memberikan efek merugikan jika
dikonsumsi dengan cetirizine seperti Teh karena kandungan
zat tannin yang terdapat dalam teh dapat mengikat senyawa
aktif obat sehingga sukar untuk di absorpsi dan diserap tubuh.
c. Interaksi Obat Fexofenadine dengan Jeruk bali merah
Fexofenadine yang dikonsumsi bersamaan dengan Jeruk
Bali Merah akan menyebabkan terjadinya interaksi obat. Hal
tersebut dikarenakan adanya kandungan furanocoumarin
dalam Jeruk Bali Merah   bisa mengganggu penyerapan obat
serta meningkatkan efek samping dari obat tersebut..
Furanocoumarin dapat menghalangi enzim yang terkandung
dalam Fexofenadine sehingga penyerapan obat untuk
memblokir efek histamin dalam tubuh menjadi tidak optimal.
Akibatnya zat obat mungkin terserap terlalu banyak atau malah

16
hanya sangat sedikit ke dalam aliran darah.
Sebaiknya obat ini diminum dengan air mineral, jangan
minum jus saat mengonsumsi obat ini seperti jus apel, jus
jeruk, atau jus lainnya karena dapat mengurangi penyerapan
obat ini. Hindari atau batasi konsumsi Jeruk Bali Merah dalam
bentuk apapun saat mengonsumsi obat tertentu.
d. Interaksi Obat Cyproheptadine dengan alkohol
Alcohol atau etanol terdiri dari molekul karbon, hydrogen
dan oksigen, yang merupakan depresan dimana
memperlambat seseorang dalam melakukan tugas sehari-hari.
Saat berada di otak, alcohol bekerja pada salah satu
bagiannya yang disebut nucleus accumbens. Alcohol menekan
saraf dan otak, sementara saraf mempengaruhi hampir semua
fungsi tubuh. Alcohol yang cukup banyak akan membuat orang
mengantuk atau tertidur.
Cyproheptadine dapat membuat Anda mengantuk,
pemberian bersama dengan makanan atau minuman yang
mengandung alkohol dapat memperkuat efek mengantuk
(sedasi).
Hindari makanan atau minuman yang mengandung
alkohol saat sedang mengkonsumsi Cyproheptadine.
6. Interaksi Obat Antikonvulsan dengan makanan
a. Interaksi obat Diazepam dengan makanan berkarbohidrat dan
berserat
Efek interaksi yang terjadi yaitu menunda pengosongan
lambung, meningkatkan produksi empedu dan absorbsi, dan
meningkatkan entheropatik dan disolusi sekunder pada
eksresi asam lambung , karena kecepatan pengosongan
lambung secara signifikan mempengaruhi komposisi makanan
yang di cerna. Kecepatan pengosongan lambung ini dapat
mengubah ketersediaan hayati obat. Makanan yang

17
mengandung karbohidrat dan serat seperti sayur sawi
diketahui secara normal menunda pengosongan lambung.
Dalam sayuran kawi terkandung disebut tiosianat yang
dapat mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menyerap
yodium. Sayuran ini dapat menyebabkan kondisi
hipotiroidisme, yaitu kondisi kelenjat tiroid kurang aktif.
Makanan berserat dan karbohidrat memiliki serat
makanan merangsang lambung bekerja lebih lama untuk
melakukan proses penghancuran terhadap serat, tekstur licin
yang dimiliki serat juga semakin tambah menyulitkan lambung
untuk penghancuran serat dalam waktu yang singkat. Keadaan
ini berdampak pada semakin lamanya keberadaan serat
dilambung, sehingga pengosongan lambung juga akan lebih
lama.
Sebaiknya mengkonsumsi makanan berkabohidrat dan
berserat dengan porsi yang secukupnya, tidak boleh lebih dan
tidak boleh kurang.
b. Interaksi obat Carbamazepin dengan Grapefruit
Apabila Carbamazepin dan grapefruit dikonsumsi secara
bersamaan akan meningkatkan konsentrasi obat dalam
plasma darah. grapefruit dapat meningkatkan bioavaibilitas
carbamazepine melalui inhibisi enzim CYP34A pada dinding
usus dan hati akibatnya bisa memberi efek toxic yang memberi
gejala mual, gangguan penglihatan, pusing, atau ataxia.
Kandungan furanocoumarin pada grapefruit dapat
menyebabkan kadar darah naik lebih cepat dari biasanya.
Furanocoumarin juga dapat menghalangi enzim akibatnya zat
obat mungkin terserap terlalu banyak atau hanya sangat
sedikit kedalam aliran darah. Obat mungkin mengendap
ditubuh terlalu cepat atau terlalu lama. Sehingga dapat
berubah menjadi racun yang menyebabkan komplikasi

18
berbahaya.
Dengan indeks terapi obat yang sempit, pasien yang
menerima terapi carbamazepine sebaiknya menghindari
konsumsi grapefruits dan jus grapefruit secara teratur untuk
mencegah fluktuasi yang tidak semestinya pada level obat
plasma.
c. Interaksi obat Asam Valproat dengan Kedelai
Efek interaksi yang ditimbulkan yaitu terjadi penurunan
bioavailabilitas obat. Sehingga efek obat yang ditimbulkan juga
berkurang.
Makanan kedelai utuh mengandung sejumlah komponen
bioaktif isoflavon, terutama terdiri dari genistein dan daidzein.
Genistein dikenal menghambat isozim CYP1A dan CYP2E
yang bergantung pada metabolisme tikus mikroseptis hati tikus
in vitro.
Selain kedelai, alcohol juga dapat berinteraksi dengan
meningkatkan efeksamping system saraf dari asam valproate
seperti pusing, kantuk, dan sulit berkonsentrasi.
Untuk itu, hindari konsumsi asam valproat dengan kedelai
dan alcohol secara bersamaan.
d. Interaksi obat Fenitoin dengan makanan yang mengandung
asam volat
Fenitoin dapat bereaksi dengan makanan yang
mengandung asam folat misalnya Alvokat, brokoli, jagung,
wortel, kacang-kacangan, biji-bijan dan lain-lain yang dapat
meningkatkan disolusi dan absorbsi, mengakibatkan
terganggunya pelarutan senyawa aktif dan penyerapan obat,
khususnya makanan yang mengandung asam folat. Efek yang
terjadi yaitu Menunda pengosongan lambung, Meningkatkan
produksi empedu, Kadar fenitoin diturunkan oleh asam folat
dan konsumsi alkohol jangka panjang.

19
Penggunaan fenitoin pada ibu hamil tidak dianjurkan
apabila mengkonsumsi asamfolat. Karena asam folat dapat
meningkatkan resiko terjadinya kejang sehingga keputusan
pemberian asam folat dan dosisnya perlu dipertimbangkan
ulang.
Interaksi dengan obat lain juga terjadi yaitu pada INH,
dapat menurunkan metabolisme mekanisme kerjanya yaitu
menghambat perakhidroksilasi fenitoin sehingga kadar fenitoin
dalam darah meningkat dan ekskresi lewat urin dari HPPH
sebagai metabolit utama menurun.
7. Interaksi Obat Vitamin dengan makanan
a. Interaksi Obat Vitamin A dengan Hati Ayam
Interaksi suplementasi kombinasi Vitamin A dengan zat
besi berlangsung sinergis, dapat meningkatkan kadar Vitamin
A dan zat besi secara bersamaan. Hati ayam mengandung
banyak zat besi dan juga Vitamin A. Hati ayam mengandung
zat besi yang cukup tinggi.
Konsumsi Vitamin A dengan hati ayam yang mengandung
banyak Vitamin A dan zat besi terus menerus akan mengalami
hipervitaminosis (kondisi penumpukan vitamin yang sangat
berlebihan di dalam tubuh) yang akan menyebabkan
intoksikasi Vitamin A dengan gejala berupa hiperosteosis
dengan rasa nyeri dari tulang kaki (menjadi tebal), juga
malaise, nyeri kepala atau sendi, pusing, demam, keluh
lambung-usus, pembesaran hati dan limpa, perubahan pada
kulit dan mukosa serta kelainan hematologi.
Contoh makanan tinggi zat besi yang dapat berinteraksi
dengan Vit.A yaitu hati ayam, hati sapi, dan jeroan hewan.
Interaksi Vit.A dengan orlistat dapat menurunkan penyerapan
vitamin A.
Untuk mengatasi kondisi ini dengan tidak mengonsumsi

20
suplemen atau Vitamin A bersamaan dengan zat yang dapat
meningkatkan kadar Vitamin A dalam tubuh serta makanan
tinggi Vitamin A.
b. Interaksi Obat Vitamin C dengan susu
Vitamin C yang masuk ke tubuh umumnya butuh waktu
yang cukup lama untuk diserap. Ia harus ‘mengantri’ untuk
diolah menjadi metabolit. Dalam ‘antrian’ tersebut, Vitamin C
harus bercampur dengan makanan atau minuman lain yang
dikonsumsi berdekatan. Saat tercampur dengan susu di dalam
tubuh, penyerapan Vitamin C jadi sulit karena adanya lemak
dari susu tersebut. Hal ini memungkinkan sejumlah Vitamin C
terlanjur rusak sebelum diserap, sehingga manfaat Vitamin
C yang didapat tidak maksimal atau Kadar vitamin C yang
diserap akan berkurang.
Kalsium susu yang tinggi jika terkontaminasi dengan
Vitamin C bisa meningkatkan resiko terbentuknya kalsium
oksalat, yaitu zat sisa pengolahan Vitamin C. Kadar oksalat
yang tinggi dalam jangka panjang berpotensi mengendap dan
memicu batu ginjal.
Semua makanan yang berlemak akan mempengaruhi
absorpsi dari Vit.C itu sendiri mengingat Vit.C merupakan
vitamin yang larut dalam air dan bukan larut dalam lemak.
Untuk itu, beri jeda waktu sebelum atau setelah makan,
sekitar 2 jam sebelum atau setelah makan.
c. Interaksi Obat Vitamin E dengan Kacang Tanah
Pada makanan kacang tanah banyak mengandung
vitamin E sehingga ketika dikonsumsi secara bersamaan akan
menyebabkan kelebihan vitamin E didalam tubuh. Vitamin E
dalam jumlah tinggi dapat mengakibatkan darah menjadi
membeku sehingga pembuluh darah tidak lancar dan akan
mengakibatkan penyakit jantung dan stroke. Karena

21
kandungan vitamin E yang terlalu tinggi didalam tubuh
mengakibatkan darah menjadi membeku sehingga
menghalangi nutrien lain untuk bisa diserap oleh tubuh .
Makanan lain yang dapat berinteraksi dengan Vit.E selain
kacang tanah yaitu kedelai dimana akan berpengaruh pada
hormone reproduksi. Dan juga makanan yang mengandung
flavonoid seperti sayuran hijau dan buah-buahan.
Interaksi juga terjadi antara Vit.E dengan Vit.C dimana jika
dikonsumsi bersamaan akan meningkatkan antioksidan di
dalam tubuh. Jika berlebihan akan menurunkan efek Vit.E
didalam darah karena adanya Vit.C yang lebih dominan. Vit.C
akan lebih dominan didalam darah karena Vit.C lebih mudah
diserap oleh tubuh dari pada Vit.E yang larut dalam lemak.
Untuk itu dianjurkan mengkomsumsi vitamin E sesuai
dengan angka kebutuhan gizi perhari yaitu 15-16,5 IU atau
setara dengan 10-11 mg.
d. Interaksi Obat Vitamin D dengan Bayam
Vitamin D di dalam tubuh bermanfaat untul membentuk
struktur tulang dan gigi yang kuat. Vitamin ini akan
meningkatkan absorbs kalsium di saluran pencernaan. Vitamin
D3 (kalsitriol) berperan dalam metabolisme absorpsi kalsium
ke dalam tulang, fungsi otot, sekaligus meningkatkan sistem
kekebalan tubuh.  Vitamin D diserap di usus dengan bantuan
senyawa empedu hati dikarenakan vitamin ini tidak larut air.
Setelah diserap, vitamin D akan disimpan di jaringan lemak
(adipose) dalam bentuk yang tidak aktif.
Asam oksalat adalah asam yang banyak terdapat pada
buah dan sayuran. Asam ini bisa memengaruhi kemampuan
tubuh untuk menyerap kalsium. Contohnya bayam, sayuran ini
mengandung tinggi kalsium ternyata tinggi juga kadar
oksalatnya. Asam oksalat dapat mengikat kalsium sehingga

22
kalsium tidak bisa diserap dalam jumlah besar oleh tubuh.
Selain bayam, sayuran yang berwarna hijau gelap juga
memiliki asam oksalat di dalamnya. Mengonsumsi bayam
dapat menyebabkan penyerapan kalsium terjadi tidak dengan
baik atau hanya sebagian saja.
Selain asam oksalat makanan yang tinggi protein dan
fosfor juga dapat berinteraksi dengan Vit.D. Protein
menyebabkan kalsium dari Vit.D lebih cepat dikeluarkan
melalui urin sehingga dapat mengakibatkan seseorang
mengalami kondisi hiperkalsiuria yang dapat menipiskan tulang
sehingga rentan dengan patah tulang dan osteoporosis.
Interaksi Vit.D dengan obat lain seperti sukralfat dapat
mengakibatkan kadar sukralfat akan meningkat dengan
meningkatnya penyerapan aluminium yang terkandung dalam
sukralfat. Sedangkan jika dikonsumsi bersamaan dengan obat
anti kejang seperti fenitoin dan fenobarbital akan
menyebabkan efektivitas Vit.D akan menurun.
Untuk itu hindari mengkonsumsi bayam dalam jumlah
yang banyak jika sedang mengkonsumsi vitamin D.
C. Interaksi Obat Mekanisme Absorpsi

Mekanisme interaksi yang melibatkan absorpsi gastrointestinal

23
dapat terjadi melalui beberapa cara: (1) secara langsung, sebelum
absorpsi; (2) terjadi perubahan pH cairan gastrointestinal; (3)
penghambatan transport aktif gastrointestinal; (4) adanya perubahan
flora usus dan (5) efek makanan.
Interaksi yang terjadi secara langsung sebelum obat diabsorpsi
contohnya adalah interaksi antibiotika (tetrasiklin, fluorokuinolon)
dengan besi (Fe) dan antasida yang mengandung Al, Ca, Mg,
terbentuk senyawa chelate yang tidak larut sehingga obat antibiotika
tidak diabsorpsi. Obat-obat seperti digoksin, siklosporin, asam valproat
menjadi inaktif jika diberikan bersama adsorben (kaolin, charcoal) atau
anionic exchange resins (kolestiramin, kolestipol).
Terjadinya perubahan pH cairan gastrointestinal, misalnya
peningkatan pH karena adanya antasida, penghambat-H2, ataupun
penghambat pompa-proton akan menurunkan absorpsi basa-basa
lemah (misal, ketokonazol, itrakonazol) dan akan meningkatkan
absorpsi obat-obat asam lemah (misal, glibenklamid, glipizid,
tolbutamid). Peningkatan pH cairan gastrointestinal akan menurunkan
absorpsi antibiotika golongan selafosporin seperti sefuroksim aksetil
dan sefpodoksim proksetil.
Mekanisme interaksi melalui penghambatan transport aktif
gastrointestinal, misalnya grapefruit juice, yakni suatu inhibitor protein
transporter uptake pump di saluran cerna, akan menurunkan
bioavailabilitas beta-bloker dan beberapa antihistamin (misalnya,
fexofenadin) jika diberikan bersama-sama.7 Pemberian digoksin
bersama inhibitor transporter efflux pump Pglikoprotein (a.l.
ketokonazol, amiodarone, quinidin) akan meningkatkan kadar plasma
digoksin sebesar 60-80% dan menyebabkan intoksikasi (blokade
jantung derajat-3), menurunkan ekskresinya lewat empedu, dan
menurunkan sekresinya oleh sel-sel tubulus ginjal proksimal.
Adanya perubahan flora usus, misalnya akibat penggunaan
antibiotika berspektrum luas yang mensupresi flora usus dapat

24
menyebabkan menurunnya konversi obat menjadi komponen aktif.
Efek makanan terhadap absorpsi terlihat misalnya pada penurunan
absorpsi penisilin, rifampisin, INH, atau peningkatan absorpsi HCT,
fenitoin, nitrofurantoin, halofantrin, albendazol, mebendazol karena
pengaruh adanya makanan. Makanan juga dapat menurunkan
metabolisme lintas pertama dari propranolol, metoprolol, dan
hidralazine sehingga bioavailabilitas obat-obat tersebut meningkat,
dan makanan berlemak meningkatkan absorpsi obat-obat yang sukar
larut dalam air seperti griseovulvin dan danazol (Gitawati R, 2008).
D. Interaksi Obat Mekanisme Distribusi

1) Interaksi dalam ikatan protein plasma.


Jenis ini sering kali membahayakan. Bila suatu obat
dilepaskan dari ikatan proteinnya oleh suatu precipitant drug, maka
konsentrasiobject drug akan meningkat dan dapat menimbulkan
efek toksik. Hipoglikemik oral (klor propamid) yang diberikan
bersama-sama dengan sulfonamide, menyebabkan terlepasnya
klor propamid dari ikatan proteinnya sehingga efek hipoglikemik
meningkat. Tolbutamid diberikan bersamaan dengan fenil butazon
atau salisilat akan menyebabkan efek hipoglikemik
meningkat.substansi endogen dapat pula tergeser dari nikatan
proteinnya pada penggunaan beberapa obat. Misalnya bilirubin
dapat tergeser dari ikatan proteinnya dan dapat menyebabkan
korniuterus pada neonates yang diberikan salisilat atau preparat
sulfa.
Beberapa sifat obat yang akan menyebabkan terjadinya

25
interaksi ini antara lain :
a. Mempunyai ikatan yang kuat dengan protein plasma dan
volume distribusi yang kecil.
b. Mempunyai batas keamanan yang sempit, sehingga dapat
meningkatkan kadar obat bebas.
c. Efek toksik yang serius sebelum kompensasi terjadi misalnya
terjadinya pendarahan pada antikoagulan oral atau
hipoglikemia pada antidiabetik oral.
d. Eliminasinya mengalami kejenuhan seperti fenitoin, sehingga
peningkatan kadar obat bebas tidak disertai dengan
peningkatan kecepatan eliminasinya.
2) Interaksi dalam ikatan jaringan.
Kompetisi untuk ikatan dalam jaringan terjadi misalnya antar
digoksin dan kuinidin yang akan mengakibatkan terjadinya
peningkatan kadar plasma digoksin.
3) Interaksi pada reseptor.
Apabila dua atau lebih obat diberikan bersamaan mungkin
salah satu obat akan menduduki reseptor obat lain, sedemikian
rupa sehingga tidak ada respons. Misalnya reseptor alfa pada
pembuluh darah yang meberikan respons bila dikenai obat
norepineprin tetapi bila diberikan bersamaan dengan fenetrazin,
pentolamin, maka obat ini akan menduduki reseptor tersebut dan
tidak akan memberikan respons (Syahril A, 2016).

E. Interaksi Obat Mekanisme Metabolisme.

26
Mekanisme interaksi dapat berupa (1) penghambatan (inhibisi)
metabolisme, (2) induksi metabolisme, dan (3) perubahan aliran darah
hepatic.
Hambatan ataupun induksi enzim pada proses metabolisme
obat terutama berlaku terhadap obat-obat atau zat-zat yang
merupakan substrat enzim mikrosom hati sitokrom P450 (CYP).
Beberapa isoenzim CYP yang penting dalam metabolisme obat,
antara lain: CYP2D6 yang dikenal juga sebagai debrisoquin
hidroksilase dan merupakan isoenzim CYP pertama yang diketahui,
aktivitasnya dihambat oleh obat-obat seperti kuinidin, paroxetine,
terbinafine; CYP3A yang memetabolisme lebih dari 50% obat-obat
yang banyak digunakan dan terdapat selain di hati juga di usus halus
dan ginjal, antara lain dihambat oleh ketokonazol, itrakonazol,
eritromisin, klaritromisin, diltiazem, nefazodon; CYP1A2 merupakan
ezim pemetabolis penting di hati untuk teofilin, kofein, klozapin dan R-
warfarin, dihambat oleh obat-obat seperti siprofloksasin, fluvoksamin.

27
Interaksi inhibitor CYP dengan substratnya akan menyebabkan
peningkatan kadar plasma atau peningkatan bioavailabilitas sehingga
memungkinkan aktivitas substrat meningkat sampai terjadinya efek
samping yang tidak dikehendaki. Berikut ini adalah contoh-contoh
interaksi yang melibatkan inhibitor CYP dengan substratnya:
(1) Interaksi terfenadin, astemizol, cisapride (substrat CYP3A4/5)
dengan ketokonazol, itrakonazol, etitromisin, atau klaritromisin
(inhibitor poten CYP3A4/5) akan meningkatkan kadar substrat,
yang menyebabkan toksisitas berupa perpanjangan interval QT
yang berakibat terjadinya aritmia ventrikel (torsades de pointes)
yang fatal (cardiac infarct).
(2) Interaksi triazolam, midazolam (substrat) dengan ketokonazol,
eritromisin (inhibitor) akan meningkatkan kadar substrat,
meningkatkan bioavailabilitas (AUC) sebesar 12 kali, yang
berakibat efek sedasi obat-obat sedative di atas meningkat dengan
jelas.
Induktor atau zat yang menginduks enzim pemetabolis (CYP)
akan meningkatkan sistensis enzim tersebut. Interaksi induktor CYP
dengan substratnya menyebabkan laju kecepatan metabolisme obat
(substrat) meningkat sehingga kadarnya menurun dan efikasi obat
akan menurun; atau sebaliknya, induksi CYP menyebabkan
meningkatnya pembentukan metabolit yang bersifat reaktif sehingga
memungkinkan timbulnya risiko toksik. Berikut adalah contoh contoh
interaksi yang melibatkan induktor CYP dengan substratnya:
(1) Kontraseptik oral (hormon estradiol) dengan adanya induktor
enzim seperti rifampisin, deksametason, menyebabkan kadar
estradiol menurun sehingga efikasi kontraseptik oral menurun
(2) Asetaminofen (parasetamol) yang merupakan substrat CYP2E1,
dengan adanya inductor enzim seperti etanol, ENH, fenobarbital
yang diberikan secara terus menerus (kronik), menyebabkan
peningkatan metabolisme asetaminofen menjadi metabolit reaktif

28
sehingga meningkatkan risiko terjadinya hepatotoksisitas.
(3) Teofilin (substrat CYP1A2) pada perokok (hidrokarbon polisiklik
aromatik pada asap sigaret adalah induktor CYP1A2), atau jika
diberikan bersama karbamazepin (induktor), akan meningkatkan
metabolisme teofilin sehingga diperlukan dosis teofilin lebih tinggi.
Tetapi jika pemberian karbamazepin dihentikan sementara dosis
teofilin tidak diubah, dapat terjadi intoksikasi teofilin yang berat
(Gitawati R, 2008).

BAB III

29
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat
pemakaian obat lain (interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat
tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi obat yang signifikan
dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama.
Mekanisme interaksi obat dapat melalui beberapa cara,
yakni 1) interaksi secara farmasetik (inkompatibilitas) yang bersifat
langsung dan dapat secara fisik atau kimiawi; 2) interaksi secara
farmakokinetik yang melalui proses absorpsi, distribusi, metabolisme
dan ekskresi dan 3) interaksi secara farmakodinamik dimana obat
yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik
yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergistik, atau
antagonistik, tanpa ada perubahan kadar plasma ataupun profil
farmakokinetik lainnya.
Interaksi antara makanan dan obat-obatan dapat memiliki
pengaruh besar pada keberhasilan terapi obat. Ada obat yang
penyerapannya terganggu dengan adanya makanan dan ada juga
yang terbantu dengan adanya makanan. Obat-obat yang dapat
berinteraksi dengan makanan seperti obat antibiotic, antihipertensi,
DM, kolesterol, antihistamin, antikonvulsan dan vitamin.
B. SARAN
Saran dari penulis makalah yang ditujukan bagi pembaca
maupun pemakalah yang akan menjadikan makalah ini dapat
digunakan sebagai referensi dalam mengerjakan tugas atau sebagai
pegangan bahan ajar dengan memerhatikan penyusunnya dan tidak
bersifat plagiatisme.

DAFTAR PUSTAKA

30
Gitawati R. 2008. ”Artikel : Interaksi Obat dan Beberapa Implikasinya”.
Media Litbang Kesehatan Volume XVIII Nomor 4 Tahun 2008.

Lestari D. 2017. “Identifikasi Interaksi Obat Antihipertensi – Obat Lain :


Efek Interaksi Obat Terhadap Tercapainya Target Tekanan
Darah pada Pasien Stroke Iskemik”. Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin. Makassar.

Restalita R. 2010. “Evaluasi Interaksi Obat pada Peresepan Pasien Lanjut


Usia di Puskesmas Pancoran Mas Kota Depok (Periode
Januari dan April 2010)”. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Program Studi Farmasi. Depok.

Syahril A. 2016.”Interaksi Obat pada Proses Absorpsi”. Program Studi


Farmasi Fakultas Farmasi Institut Sains dan Teknologi
Nasional. Jakarta.

Zulfiana R. 2016. “Studi Penggunaan Obat pada Pasien Sepsis yang


Berpotensi Menimbulkan Interaksi Obat di Ruangan ICU RSUD
DR. SOETOMO Surabaya”. Fakultas Farmasi Universitas
Airlangga. Surabaya.

31

Anda mungkin juga menyukai