JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat TYME
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Interaksi Obat Pada Proses
Eksresi.
Dalam pelaksanaan penyusunan makalah ini, penulis mendapatkan bantuan serta
dukungan dari berbagai pihak. Tanpa bantuan mereka kami tidak akan menyelesaikan
penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu, yang dengan tanpa menguragi rasa hormat kami tidak
dapat menyebutkan satu persatu.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan
tugas ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari sempurna namun demikian semoga tugas
ini dapat memberi sumbangsih yang bermanfaat bagi seluruh bidang kefarmasian di masa
sekarang dan di masa mendatang.
Jakarta,
Oktober 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Interaksi obat adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh
obat lain yang diberikan bersamaan. Kemungkinan terjadinya peristiwa interksi harus selalu
dipertimbangkan dalam klinik, manakala dua obat atau lebih diberikan secara bersamaan atau
hampir bersamaan. Tidak semua interaksi obat membawa pengaruh yang merugikan, beberapa
interaksi justru diambil manfaatnya dalam praktek pengobatan, misalnya saja peristiwa
interaksi antara probenesid dengan penisilin, di mana probenesid akan menghambat sekresi
penisilin
di
tubuli
ginjal,
sehingga
akan
memperlambat
ekskresi
penisilin
dan
BAB II
ISI
I.
Interaksi obat
Di dalam tubuh obat mengalami berbagai macam proses hingga akhirnya obat di
keluarkan lagi dari tubuh. Proses-proses tersebut meliputi, absorpsi, distribusi,
metabolisme (biotransformasi), dan eliminasi. Dalam proses tersebut, bila berbagai
macam obat diberikan secara bersamaan dapat menimbulkan suatu interaksi. Selain itu,
obat juga dapat berinteraksi dengan zat makanan yang dikonsumsi bersamaan dengan
obat.
Interaksi obat adalah peristiwa berubahnya efek yang dihasilkan oleh suatu obat
dengan unsur lain yang diberikan secara bersamaan atau hampir bersamaan yang dapat
menguntungkan atau merugikan, dimana interaksi antara obat dengan obat lain (interaksi
obat-obat), interaksi obat dengan makanan (interaksi obat-makanan) dan obat dengan
unsur-unsur lainnya.
Tidak semua interaksi obat membawa pengaruh yang merugikan, beberapa
interaksi justru diambil manfaatnya dalam pengobatan. Namun interaksi obat ada juga
yang membawa pengaruh buruk/merugikan. Secara singkat dampak negatif dari interaksi
ini kemungkinan akan timbul sebagai,
akibat makin banyaknya dan makin seringnya penggunaan apa yang dinamakan
Polypharmacy atau Multiple Drug Therapy . Interaksi obat yang tidak diinginkan
dapat dicegah bila kita mempunyai pengetahuan farmakologi tentang obat-obat yang
dikombinasikan. Tetapi haruslah diakui bahwa pencegahan itu tidaklah semudah yang kita
sangka, mengingat jumlah interaksi yang mungkin terjadi pada orang penderita yang
menerima pengobatan polypharmacy cukup banyak.
Interaksi yang terjadi di dalam tubuh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu interaksi
farmakodinamik dan interaksi farmakokinetik. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi
antar obat (yang diberikan berasamaan) yang bekerja pada reseptor yang sama sehingga
menimbulkan efek sinergis atau antagonis. Interaksi farmakokinetik adalah interaksi antar
2 atau lebih obat yang diberikan bersamaan dan saling mempengaruhi dalam proses
ADME (absorpsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi) sehingga dapat meningkatkan
atau menurunkan salah satu kadar obat dalam darah. Selanjutnya akan dibahas lebih lanjut
tentang interaksi farmakokinetik.
II. Interaksi Obat dalam Ekskresi
a. Ekskresi melalui empedu dan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan dalam ekskresi melalui empedu terjadi akibat kompetisi antara obat
dan metabolit obat untuk sistem transport (sekresi aktif ke dalam empedu) yang sama.
Sedangkan sirkulasi enterohepatik yang dapat diputuskan dengan mensupresi bakteri
usus yang menghidrolisis konyugat obat atau dengan mengikat obat yang dibebaskan
sehingga tidak dapat direabsorpsi.
b. Sekresi tubuli ginjal.
Penghambatan sekresi di tubuli ginjal terjadi akibat kompetisi antara obat dan
metabolit obat untuk sistem transport aktif yang sama, terutama untuk obat asam dan
metabolit yang bersifat asam.
c. Perubahan pH urin.
Perubahan ini akan menghasilkan perubahan bersihan ginjal (melalui perubahan
jumlah reabsorpsi pasif di tubuli ginjal) yang berarti secara klinik hanya bila:
Fraksi obat yang diekskresi utuh oleh ginjal cukup besar (lebih dari 30%) dan
Obat berupa basa lemah dengan pKa 7,5-10 atau asam lemah dengan pKa 3,07,5.
tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran
efek obat. Liur dapat dijadikan sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat
tertentu. Rambut pun dapat digunakan untuk menemukan logam toksik, misalnya arsen
pada kedokteran forensik. Pada ibu yang menyusui, eliminasi obat dan metabolitnya
dalam air susu ibu dapat menyebabkan intoksikasi yang membahayakan bayi.
a. Ekskresi melalui ginjal
Ginjal merupakan organ ekskresi terpenting dalam tubuh, kecepatan, dan
besarnya ekskresi melalui ginjal ditentukan dari 3 proses yaitu filtrasi di glomerulus,
sekresi aktif di tubuli ginjal dan reabsorpsi pasif di tubuli proksimal.
Glomerulus yang merupakan jaringan kapiler dapat melewatkan semua zat
yang lebih kecil dari albumin melalui celah antarsel endotelnya sehingga semua obat
yang tidak terikat protein plasma mengalami filtrasi di sana. Untuk filtrasi glomerulus,
sifat kelarutan obat tidak berpengaruh, dimana senyawa yang larut dalam lemak
difiltrasi sama baiknya seperti senyawa yang larut dalam air. Laju filtrasi meningkat
pada kenaikan tekanan darah dalam kapiler glomerulus, pada peningkatan luas
permukaan filtrasi pada kondisi glomerulus yang tenang dan pada pengurangan
protein plasma akibat berkurangnya ikatan protein dengan bahan obat.
Di tubuli proksimal, asam organik (penisilin, probenesid, salisilat, konyugat
glukoronid dan asam urat) diekskresi aktif melalui sistem transport untuk asam
organik, dan basa organik (neostigmin, kolin, histamin) dieksresi aktif melalui sistem
transport untuk basa organik. Kedua sistem transport tersebut relatif tidak selektif
sehingga terjadi kompetisi antar-asam organik dan antar-basa organik dalam sistem
transportnya masing-masing. Untuk zat-zat endogen misalnya asam urat, sistem
transport ini dapat berlangsung dua arah, artinya terjadi sekresi dan reabsorpsi.
Reabsorpsi tubulus, pada kebanyakan bahan obat merupakan proses difusi
pasif tergantung pada sifat kelarutan obat, harga pka dan harga pH urine. Senayawa
yang larut dalam lemak dapat diabsorpsi oleh usus dengan baik dan mudah menembus
epitel tubulus dan di reabsorpsi dengan baik. Sedangkan senyawa hidrofil hampir tidak
dapat diabsorpsi melalui usus, sukar berdifusi melalui tubulus. Pada intoksikasi
dengan bahan basa misalnya alkaloid, eliminasi racun dapat dipercepat dengan
pengasaman urine, dan pada intoksikasi bahan asam misalnya asam barbiturat,
eliminasi racundapat dipercepat dengan pembasaan urine.
Di tubuli proksimal dan distal terjadi reabsorpsi pasif untuk bentuk non-ion.
Oleh karena itu,untuk obat yang berupa elektrolit lemah, proses reabsorpsi tergantung
pada pH lumen tubuli yang menentukan derajat ionisasinya. Bila urin lebih basa, asam
lemah terionisasi lebih banyak sehingga reabsorpsinya berkurang, akibatnya
eskresinya meningkat. Sebaliknya, bila urin bersifat asam, ekskresi asam lemah
berkurang. Keadaan yang berlawanan terjadi dalam basa lemah. Prinsip ini digunakan
untuk mengobati keracunan obat yang ekskresinya dapat dipercepat dengan
pembasaan atau pengasaman urin, misalnya salisilat, fenobarbital.
Sekresi tubulus, obat didasarkan pada proses difusi aktif. Melalui sistem
transport yang terlokalisasi dalam sel-sel tubulus proksimal, banyak asam organik
misalnya penisilin, vitamin C, asam salisilat juga probenesid. Penisilin mempunyai
sifat-sifat kelarutan amfoter dikeluarkan melalui konsentrasi dalam urine. Probenesid
konsentrasi dan juga landaian tekanan antara darah dan udara pernapasan. Di sini
terjadi proses difusi murni. Yang berbeda dengan pengambilan bahan-bahan oleh paruparu yaitu hanya arah landaian konsentrasi yang berlawanan. Dengan penurunan
kelarutan dalam darah, ekskresi melalui paru-paru meningkat. Ekskresi dapat
ditingkatkan melalui kenikan volume pernapasan serta volume jantung per satuan
waktu dan dengan demikian kenaikan pasokan darah ke paru-paru.
BAB III
PEMBAHASAN
Tabel Interaksi Obat
a. Ekskresi Melalui Empedu dan Sirkulasi Enterohepatik
No
Obat A
Obat B
1. Probenesid Rifampisin,
Mekanisme
Efek
Obat A mengurangi Efek obat B
Rekomendasi
Dosis harus
Indometasin,
ekskresi
disamakan
penisilin
melalui empedu
obat
jika diberikan
secara
2.
Neomisin,
Kontrasepsi
Rifampisin oral
bersamaan
Obat A mensupresi Efek obat B , Tidak boleh
bakteri usus sehingga dapat merusak diberikan
menghambat
ginjal
dan bersamaan
sirkulasi
menimbulkan
enterohepatik
dan
pada
hindari
wanita
hamil
Obat B
Metotreksat,
Mekanisme
Efek
Obat
A Efek/toksisitas
penisilin,
menghambat
furosemid,
sekresi obat B
sulfinpirazon,
ke dalam tubuli
PAS,
ginjal
sehingga
obat B
Rekomendasi
2.
Salisilat
indometasin
bersihan
ginjal
Metotreksat,
obat B
Obat
penisilin
menghambat
A Efek/toksisitas
obat B
sekresi obat B
ke dalam tubuli
ginjal
sehingga
bersihan
3.
Sulfonamid
Metotreksat
ginjal
obat B
Obat
A Efek/toksisitas Dosis
menghambat
obat B
sekresi obat B
obat
tersebut perlu
disesuaikan.
ke dalam tubuli
ginjal
sehingga
bersihan
4.
Fenilbutazon
Klorpropamid,
ginjal
obat B
Obat
A Efek/toksisitas Tidak
asetoheksamid, menghambat
5.
Dikumarol
obat B
boleh
diberikan
secara
bersamaan
hipoglikemik
ginjal
sehingga
oral,
bersihan
sulfonamida
Klorpropamid
obat B
Obat
ginjal
A Efek/toksisitas
menghambat
obat B
sekresi obat B
ke dalam tubuli
ginjal
sehingga
bersihan
6.
Furosemid
ginjal
Gentamisin,
obat B
Obat
sefaloridin
menghambat
A Efek/toksisitas Tidak
obat B
boleh
diberikan
sekresi obat B
secara
ke dalam tubuli
bersamaan
ginjal
karena
sehingga
bersihan
obat B
ginjal
dapat
mengakibatkan
otoksisitas,
jika
ingin
diberikan
secara
bersamaan
sebaiknya
digunakan
diuretik
yang
lain misalnya :
tiazid
7.
Indometasin,
Penisilin
sulfinpirazon
Obat
A Efek/toksisitas
menghambat
obat B
sekresi obat B
ke dalam tubuli
ginjal
sehingga
bersihan
8.
Salisilat
ginjal
Probenesid,
obat B
Obat
sulfinpirazon
menghambat
A Efek obat B
sebagai
Fenilbutazon, Tiazid,
ginjal
Obat
indometasin
menghambat
furosemid
boleh
diberikan
secara
ke dalam tubuli
bersamaan
ginjal
c. Perubahan pH urin
No.
Obat A
Obat B
Mekanisme
Efek
Rekomendasi
1.
Obat
Amonium
Obat
bersifat
klorida
basa:
pengobatan
Amfetamin,
efedrin,
obat A)
(untuk mengasamkan
urin
antara
sehingga
ginjal
B menimbulkan
obat A
efek
fenfluramin,
kuinidin
terjadi
yang
yang
menguntungkan
Natrium
sehingga
bikarbonat,
Obat
asetozolamid
membasakan urin
dapat
sehingga
bersihan
2.
ginjal
Obat
Natrium
obat A
Obat
bersifat
bikarbonat
membasakan urin
terjadi
asam:
(untuk
sehingga
Salisilat,
pengobatan
bersihan
fenobarbital
efek
menguntungkan
misalnya
ehingga
Al(OH)3,
diberikan secara
Mg(OH)2.
bersamaan
ginjal
yang
antara
B menimbulkan
yang
apat
Bila terjadi perubahan pH urin maka akan menyebabkan perubahan klirens ginjal. Jika
harga pH urin naik akan meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat asam lemah,
sedangkan jika harga pH turun akan meninngkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat
asam lemah.
Contoh : pemberian pseudoefedrin(obat asam lemah) diberikan bersamaan ammonium
klorida maka akan meningkatkan ekskresi pseudoefedrin. Terjadi ammonium klorida
akan mengasamkan urin sehingga terjadi peningkatan ionisasi pseudoefedrin dan
eliminasi dari pseudoefedrin juga meningkat
V. Peran Apoteker dan Asisten Apoteker dalam Mencegah Interaksi Obat
Satu prinsip yang harus menjadi perhatian utama saat memberikan informasi
kepada pasien mengenai penggunaan obat adalah pastikan pasien untuk mengikuti
petunjuk yang diberikan agar dapat memperoleh manfaat yang maksimum dengan resiko
minimum dari obat yang diminum. Adapun informasi yang perlu disampaikan kepada
pasien mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum mengkonsumsi obat, terkait
dengan kemungkinan adanya interaksi dengan makanan atau minuman adalah :
-
Pasien harus mentaati petunjuk yang terdapat pada label atau etiket yang
melengkapi.
- Kapan obat seharusnya dikonsumsi, apakah sebelum atau sesudah makan, atau
bersamaan dengan makanan. Atau pada saat perut kosong.
- Boleh tidaknya obat dikonsumsi bersamaan dengan susu, kopi, teh, atau minuman
lain seperti minuman ringan atau alcohol.
- Efek yang mungkin terjadi jika suatu obat dikonsumsi dengan makanan, misalnya
bisa menurunkan atau meningkatkan absorbsi obat, atau bisa mengiritasi lambung
jika diberikan sebelum makan.
- Hindari semaksimal mungkin pemakaian obat gabungan (polifarmasi), kecuali jika
memang kondisi penyakit yang diobati memerlukan gabungan obat dan pengobatan
gabungan tersebut sudah diterima dan terbukti secara ilmiah manfaatnya. Misalnya:
pengobatan tuberkulosis,
pengobatan infeksi berat seperti sepsis, dan lain-lain.
-
Jika memang harus memberikan obat gabungan (lebih dari satu) bersamaan,
yakinkan bahwa tidak ada Interaksi yang merugikan, baik secara kinetik atau
dinamik
Evaluasi efek sesudah pemberian obat-obat secara bersamaan untuk menilai ada
tidaknya efek samping / toksik dari salah satu atau kedua obat.
Ikutilah sedini mungkin pemakaian obat secara bersamaan bila ternyata ada efek
samping atau efek toksik yang timbul
BAB IV
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Interaksi obat adalah kejadian di mana suatu zat mempengaruhi aktivitas obat. Efekefeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau menghasilkan efek baru yang
tidak dimiliki sebelumnya. Interaksi bisa saja terjadi antara obat dengan makanan, obat
dengan herbal, obat dengan mikronutrien, dan obat injeksi dengan kandungan infus
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas
atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi. Mekanisme interaksi obat diantaranya
yaitu inkompatibilitas ini terjadi diluar tubuh (sebelum obat diberikan) antar obat yang tidak
tercampurkan (inkompatibel). Pencampuran obat demikian menyebabkan terjadinya
menyebebkan terjadinya interaksi langsung secara fisik atau kimiawi, yang hasilnya mungkin
terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna, terjadi kelembapan bahan obat dan
lain lain, atau mungkin juga tidak terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat inaktivasi obat.
III.2 Saran
Karena kebanyakan interaksi obat memiliki efek yang tak dikehendaki, umumnya
interaksi obat dihindari karena kemungkinan mempengaruhi prognosis. Namun, ada juga
interaksi yang sengaja dibuat, sebaiknya dalam penggunaan obat yang akan dikombinasikan
dokter harus lebih memahami reaksi kimia atau inkompatibilitas dari pada obat yang akan
diberikan, terutama untuk obat injeksi dan infus.
DAFTAR PUSTAKA
1. Center for Drug Evaluation and Research (CDER). In Vivo Drug Metabolism/Drug
Interaction Studies - Study Design, Data Analysis, and Recommendations for Dosing
and Labeling. 1999
2. Brazier NC, Levine MA. Drug-herb interaction among commonly used conventional