Anda di halaman 1dari 14

TUGAS INTERAKSI OBAT

INTERAKSI OBAT PADA PROSES EKSKRESI


DI SUSUN OLEH :
RINI SUNDARI (10334020)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2009

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat TYME

yang telah melimpahkan

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Interaksi Obat Pada Proses
Eksresi.
Dalam pelaksanaan penyusunan makalah ini, penulis mendapatkan bantuan serta
dukungan dari berbagai pihak. Tanpa bantuan mereka kami tidak akan menyelesaikan
penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu, yang dengan tanpa menguragi rasa hormat kami tidak
dapat menyebutkan satu persatu.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan
tugas ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari sempurna namun demikian semoga tugas
ini dapat memberi sumbangsih yang bermanfaat bagi seluruh bidang kefarmasian di masa
sekarang dan di masa mendatang.

Jakarta,

Oktober 2013

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
Interaksi obat adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh
obat lain yang diberikan bersamaan. Kemungkinan terjadinya peristiwa interksi harus selalu
dipertimbangkan dalam klinik, manakala dua obat atau lebih diberikan secara bersamaan atau
hampir bersamaan. Tidak semua interaksi obat membawa pengaruh yang merugikan, beberapa
interaksi justru diambil manfaatnya dalam praktek pengobatan, misalnya saja peristiwa
interaksi antara probenesid dengan penisilin, di mana probenesid akan menghambat sekresi
penisilin

di

tubuli

ginjal,

sehingga

akan

memperlambat

ekskresi

penisilin

dan

mempertahankan penisilin lebih lama dalam tubuh.


Takaran obat resep harus cukup tinggi untuk menyerang penyakit yang bersangkutan,
tetapi cukup rendah agar terhindar munculnya efek samping yang berat. Obat lain, baik nonresep atau narkoba, jamu, atau bahkan makanan kadang kala mengakibatkan perubahan besar
pada jumlah suatu obat dalam aliran darah kita. Hal ini diketahui sebagai interaksi obat.
Interaksi obat adalah masalah yang penting karena tingkat obat yang terlalu tinggi dalam
aliran darah dapat mengakibatkan efek samping yang berat. Sebaliknya tingkat obat yang
terlalu rendah dapat berarti obat tersebut tidak berhasil.

BAB II
ISI
I.

Interaksi obat
Di dalam tubuh obat mengalami berbagai macam proses hingga akhirnya obat di
keluarkan lagi dari tubuh. Proses-proses tersebut meliputi, absorpsi, distribusi,
metabolisme (biotransformasi), dan eliminasi. Dalam proses tersebut, bila berbagai
macam obat diberikan secara bersamaan dapat menimbulkan suatu interaksi. Selain itu,
obat juga dapat berinteraksi dengan zat makanan yang dikonsumsi bersamaan dengan
obat.

Interaksi obat adalah peristiwa berubahnya efek yang dihasilkan oleh suatu obat
dengan unsur lain yang diberikan secara bersamaan atau hampir bersamaan yang dapat
menguntungkan atau merugikan, dimana interaksi antara obat dengan obat lain (interaksi
obat-obat), interaksi obat dengan makanan (interaksi obat-makanan) dan obat dengan
unsur-unsur lainnya.
Tidak semua interaksi obat membawa pengaruh yang merugikan, beberapa
interaksi justru diambil manfaatnya dalam pengobatan. Namun interaksi obat ada juga
yang membawa pengaruh buruk/merugikan. Secara singkat dampak negatif dari interaksi
ini kemungkinan akan timbul sebagai,

Terjadinya efek samping

Tidak tercapainya efek terapetik yang diinginkan.


Meningkatnya kejadian interaksi obat dengan effek yang tidak diinginkan adalah

akibat makin banyaknya dan makin seringnya penggunaan apa yang dinamakan
Polypharmacy atau Multiple Drug Therapy . Interaksi obat yang tidak diinginkan
dapat dicegah bila kita mempunyai pengetahuan farmakologi tentang obat-obat yang
dikombinasikan. Tetapi haruslah diakui bahwa pencegahan itu tidaklah semudah yang kita
sangka, mengingat jumlah interaksi yang mungkin terjadi pada orang penderita yang
menerima pengobatan polypharmacy cukup banyak.
Interaksi yang terjadi di dalam tubuh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu interaksi
farmakodinamik dan interaksi farmakokinetik. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi
antar obat (yang diberikan berasamaan) yang bekerja pada reseptor yang sama sehingga
menimbulkan efek sinergis atau antagonis. Interaksi farmakokinetik adalah interaksi antar
2 atau lebih obat yang diberikan bersamaan dan saling mempengaruhi dalam proses
ADME (absorpsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi) sehingga dapat meningkatkan
atau menurunkan salah satu kadar obat dalam darah. Selanjutnya akan dibahas lebih lanjut
tentang interaksi farmakokinetik.
II. Interaksi Obat dalam Ekskresi
a. Ekskresi melalui empedu dan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan dalam ekskresi melalui empedu terjadi akibat kompetisi antara obat
dan metabolit obat untuk sistem transport (sekresi aktif ke dalam empedu) yang sama.
Sedangkan sirkulasi enterohepatik yang dapat diputuskan dengan mensupresi bakteri
usus yang menghidrolisis konyugat obat atau dengan mengikat obat yang dibebaskan
sehingga tidak dapat direabsorpsi.
b. Sekresi tubuli ginjal.

Penghambatan sekresi di tubuli ginjal terjadi akibat kompetisi antara obat dan
metabolit obat untuk sistem transport aktif yang sama, terutama untuk obat asam dan
metabolit yang bersifat asam.
c. Perubahan pH urin.
Perubahan ini akan menghasilkan perubahan bersihan ginjal (melalui perubahan
jumlah reabsorpsi pasif di tubuli ginjal) yang berarti secara klinik hanya bila:

Fraksi obat yang diekskresi utuh oleh ginjal cukup besar (lebih dari 30%) dan

Obat berupa basa lemah dengan pKa 7,5-10 atau asam lemah dengan pKa 3,07,5.

III.Anatomi ginjal, empedu, dan paru-paru


Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk
metabolit hasil biotrnasformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar
diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi melalui paru.
Ekskresi dapat terjadi, bergantung dari sifat fisikomia (bobot molekul, harga pKa,
kelarutan, tekanan uap) senyawa yang diekskresi, melalui:

Ginjal (dengan urin)

Empedu dan usus (dengan feses)

Paru-paru (dengan udara ekspirasi)


Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu dan rambut,

tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran
efek obat. Liur dapat dijadikan sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat
tertentu. Rambut pun dapat digunakan untuk menemukan logam toksik, misalnya arsen
pada kedokteran forensik. Pada ibu yang menyusui, eliminasi obat dan metabolitnya
dalam air susu ibu dapat menyebabkan intoksikasi yang membahayakan bayi.
a. Ekskresi melalui ginjal
Ginjal merupakan organ ekskresi terpenting dalam tubuh, kecepatan, dan
besarnya ekskresi melalui ginjal ditentukan dari 3 proses yaitu filtrasi di glomerulus,
sekresi aktif di tubuli ginjal dan reabsorpsi pasif di tubuli proksimal.
Glomerulus yang merupakan jaringan kapiler dapat melewatkan semua zat
yang lebih kecil dari albumin melalui celah antarsel endotelnya sehingga semua obat

yang tidak terikat protein plasma mengalami filtrasi di sana. Untuk filtrasi glomerulus,
sifat kelarutan obat tidak berpengaruh, dimana senyawa yang larut dalam lemak
difiltrasi sama baiknya seperti senyawa yang larut dalam air. Laju filtrasi meningkat
pada kenaikan tekanan darah dalam kapiler glomerulus, pada peningkatan luas
permukaan filtrasi pada kondisi glomerulus yang tenang dan pada pengurangan
protein plasma akibat berkurangnya ikatan protein dengan bahan obat.
Di tubuli proksimal, asam organik (penisilin, probenesid, salisilat, konyugat
glukoronid dan asam urat) diekskresi aktif melalui sistem transport untuk asam
organik, dan basa organik (neostigmin, kolin, histamin) dieksresi aktif melalui sistem
transport untuk basa organik. Kedua sistem transport tersebut relatif tidak selektif
sehingga terjadi kompetisi antar-asam organik dan antar-basa organik dalam sistem
transportnya masing-masing. Untuk zat-zat endogen misalnya asam urat, sistem
transport ini dapat berlangsung dua arah, artinya terjadi sekresi dan reabsorpsi.
Reabsorpsi tubulus, pada kebanyakan bahan obat merupakan proses difusi
pasif tergantung pada sifat kelarutan obat, harga pka dan harga pH urine. Senayawa
yang larut dalam lemak dapat diabsorpsi oleh usus dengan baik dan mudah menembus
epitel tubulus dan di reabsorpsi dengan baik. Sedangkan senyawa hidrofil hampir tidak
dapat diabsorpsi melalui usus, sukar berdifusi melalui tubulus. Pada intoksikasi
dengan bahan basa misalnya alkaloid, eliminasi racun dapat dipercepat dengan
pengasaman urine, dan pada intoksikasi bahan asam misalnya asam barbiturat,
eliminasi racundapat dipercepat dengan pembasaan urine.
Di tubuli proksimal dan distal terjadi reabsorpsi pasif untuk bentuk non-ion.
Oleh karena itu,untuk obat yang berupa elektrolit lemah, proses reabsorpsi tergantung
pada pH lumen tubuli yang menentukan derajat ionisasinya. Bila urin lebih basa, asam
lemah terionisasi lebih banyak sehingga reabsorpsinya berkurang, akibatnya
eskresinya meningkat. Sebaliknya, bila urin bersifat asam, ekskresi asam lemah
berkurang. Keadaan yang berlawanan terjadi dalam basa lemah. Prinsip ini digunakan
untuk mengobati keracunan obat yang ekskresinya dapat dipercepat dengan
pembasaan atau pengasaman urin, misalnya salisilat, fenobarbital.
Sekresi tubulus, obat didasarkan pada proses difusi aktif. Melalui sistem
transport yang terlokalisasi dalam sel-sel tubulus proksimal, banyak asam organik
misalnya penisilin, vitamin C, asam salisilat juga probenesid. Penisilin mempunyai
sifat-sifat kelarutan amfoter dikeluarkan melalui konsentrasi dalam urine. Probenesid

dapat disekresi dengan bantuan enzim pengangkut dan kadang-kadang terjadi


persaingan anatara beberapa ion untuk enzim.
Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal sehingga
dosis perlu diturunkan atau interval pemberian diperpanjang. Bersihan kreatinin dapat
dijadikan patokan dalam menyesuaikan dosis atau interval pemberian obat.

b. Ekskresi melalui empedu dan usus


Banyak metabolit obat yang terbentuk di hati diekskresi ke usus melalui
empedu, kemudian dibuang melalui feses, tetapi lebih sering diserap kembali di
saluran cerna dan akhirnya diekskresi melalui ginjal. Senyawa yang diekskresi dengan
empedu, terutama senyawa-senyawa yang mempunyai bobot molekul lebih dari 500
dan juga senyawa yang diperoleh melalui metabolisme. Sebaliknya bahan-bahan
dengan bobot molekul di bawah 300 tampak lebih baik dalam urin.
Penetrasi ke dalam kapiler empedu dari suatu sel hati terjadi baik melalui
difusi ataupun transport aktif. Transport aktif ditunjukkan misalnya untuk berbagai zat
warna asam (antara lain bromsulfalein, fenol merah) dan zat kontras rontgen. Di
samping itu, mungkin terdapat sistem transport lain untuk basa organik dan untuk
bahan netral dengan gugus polar. Ekskresi glukoronida melalui empedu khususnya
berarti dari segi kuantitatif. Tetrasiklin, kloramfenikol dan beberapa antibiotik lain
serta sulfonamida memasuki empedu dalam konsentrasi yang masih bersifat
bakteriostatik.
Dalam usus, konjugat yang diekskresi melalui empedu sebagian diuraikan lagi
dan sebagian besar direabsorpsi seperti halnya bahan yang larut dalam lemak yang
diekskresi dengan empedu. Dengan cara ini, bahan-bahan berhasil kembali ke dalam
hati melalui vena porta (sirkulasi enterohepatik). Ini menyebabkan perlambatan
elimasi. Baru setelah pembentukan metabolit yang larut dalam air yang dapat
melewati ginjal, senyawa ini benar-benar diekskresi.

c. Ekskresi melalui paru-paru


Pengeluaran gas melalui paru-paru, khususnya setelah pembiusan dan
pengeluaran senyawa-senyawa yang menguap terjadi sebanding dengan landaian

konsentrasi dan juga landaian tekanan antara darah dan udara pernapasan. Di sini
terjadi proses difusi murni. Yang berbeda dengan pengambilan bahan-bahan oleh paruparu yaitu hanya arah landaian konsentrasi yang berlawanan. Dengan penurunan
kelarutan dalam darah, ekskresi melalui paru-paru meningkat. Ekskresi dapat
ditingkatkan melalui kenikan volume pernapasan serta volume jantung per satuan
waktu dan dengan demikian kenaikan pasokan darah ke paru-paru.

BAB III
PEMBAHASAN
Tabel Interaksi Obat
a. Ekskresi Melalui Empedu dan Sirkulasi Enterohepatik
No
Obat A
Obat B
1. Probenesid Rifampisin,

Mekanisme
Efek
Obat A mengurangi Efek obat B

Rekomendasi
Dosis harus

Indometasin,

ekskresi

disamakan

penisilin

melalui empedu

obat

jika diberikan
secara

2.

Neomisin,

Kontrasepsi

Rifampisin oral

bersamaan
Obat A mensupresi Efek obat B , Tidak boleh
bakteri usus sehingga dapat merusak diberikan
menghambat

ginjal

dan bersamaan

sirkulasi

menimbulkan

enterohepatik

ketulian pada penggunaan


bayi

dan
pada

hindari
wanita

hamil

b. Sekresi Tubuli Ginjal


No
Obat A
1. Probenesid

Obat B
Metotreksat,

Mekanisme
Efek
Obat
A Efek/toksisitas

penisilin,

menghambat

furosemid,

sekresi obat B

sulfinpirazon,

ke dalam tubuli

PAS,

ginjal

sehingga

obat B

Rekomendasi

2.

Salisilat

indometasin

bersihan

ginjal

Metotreksat,

obat B
Obat

penisilin

menghambat

A Efek/toksisitas
obat B

sekresi obat B
ke dalam tubuli
ginjal

sehingga

bersihan
3.

Sulfonamid

Metotreksat

ginjal

obat B
Obat

A Efek/toksisitas Dosis

menghambat

obat B

sekresi obat B

obat

tersebut perlu
disesuaikan.

ke dalam tubuli
ginjal

sehingga

bersihan
4.

Fenilbutazon

Klorpropamid,

ginjal

obat B
Obat

A Efek/toksisitas Tidak

asetoheksamid, menghambat

5.

Dikumarol

obat B

boleh

diberikan

penisilin, anti sekresi obat B

secara

koagulan oral, ke dalam tubuli

bersamaan

hipoglikemik

ginjal

sehingga

oral,

bersihan

sulfonamida
Klorpropamid

obat B
Obat

ginjal
A Efek/toksisitas

menghambat

obat B

sekresi obat B
ke dalam tubuli
ginjal

sehingga

bersihan
6.

Furosemid

ginjal

Gentamisin,

obat B
Obat

sefaloridin

menghambat

A Efek/toksisitas Tidak
obat B

boleh

diberikan

sekresi obat B

secara

ke dalam tubuli

bersamaan

ginjal

karena

sehingga

bersihan
obat B

ginjal

dapat

mengakibatkan
otoksisitas,

jika

ingin

diberikan
secara
bersamaan
sebaiknya
digunakan
diuretik

yang

lain misalnya :
tiazid
7.

Indometasin,

Penisilin

sulfinpirazon

Obat

A Efek/toksisitas

menghambat

obat B

sekresi obat B
ke dalam tubuli
ginjal

sehingga

bersihan
8.

Salisilat

ginjal

Probenesid,

obat B
Obat

sulfinpirazon

menghambat

A Efek obat B
sebagai

sekresi obat B urikosurik


ke dalam tubuli
9.

Fenilbutazon, Tiazid,

ginjal
Obat

indometasin

menghambat

furosemid

A Efek obat B Tidak


sebagai

boleh

diberikan

sekresi obat B diuretik

secara

ke dalam tubuli

bersamaan

ginjal

c. Perubahan pH urin
No.

Obat A

Obat B

Mekanisme

Efek

Rekomendasi

1.

Obat

Amonium

Obat

bersifat

klorida

basa:

pengobatan

Amfetamin,

pada keracunan bersihan

efedrin,

obat A)

B Efek obat A Interaksi

(untuk mengasamkan
urin

antara

sehingga

obat A dan obat

ginjal

B menimbulkan

obat A

efek

fenfluramin,
kuinidin

terjadi

yang

yang

menguntungkan
Natrium

sehingga

bikarbonat,

Obat

asetozolamid

membasakan urin

dapat

B Efek obat A diberikan secara


bersamaan

sehingga
bersihan
2.

ginjal

Obat

Natrium

obat A
Obat

bersifat

bikarbonat

membasakan urin

terjadi

asam:

(untuk

sehingga

obat A dan obat

Salisilat,

pengobatan

bersihan

fenobarbital

pada keracunan obat A

efek

obat A), antasid

menguntungkan

misalnya

ehingga

Al(OH)3,

diberikan secara

Mg(OH)2.

bersamaan

B Efek obat A Interaksi

ginjal

yang
antara

B menimbulkan

IV. Permasalahan proses Interaksi obat pada ekskresi


a. Gangguan ekskresi ginjal akibat kerusakan ginjal oleh obat
Jika suatu obat yang ekskresinya melalui ginjal diberikan bersamaan obat-obat yang
dapat merusak ginjal, maka akan terjadi akumulasi obat tersebut yang dapat
menimbulkan efek toksik
Contoh : digoksin diberikan bersamaan dengan obat yang dapat merusak ginjal
(aminoglikosida, siklosporin) mengakibatkan kadar digoksin naik sehingga timbul
efek toksik
b. Kompetisi untuk sekresi aktif di tubulus ginjal
Jika di tubulus ginjal terjadi kompetisi antara obat dan metabolit obat untuk sistem
transport aktif yang sama dapat menyebabkan hambatan sekresi.
Contoh : jika penisilin diberikan bersamaan probenesid mak akan menyebabkan
klirens penisilin turun, sehingga kerja penisilin lebih panjang
c. Perubahan pH urin

yang
apat

Bila terjadi perubahan pH urin maka akan menyebabkan perubahan klirens ginjal. Jika
harga pH urin naik akan meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat asam lemah,
sedangkan jika harga pH turun akan meninngkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat
asam lemah.
Contoh : pemberian pseudoefedrin(obat asam lemah) diberikan bersamaan ammonium
klorida maka akan meningkatkan ekskresi pseudoefedrin. Terjadi ammonium klorida
akan mengasamkan urin sehingga terjadi peningkatan ionisasi pseudoefedrin dan
eliminasi dari pseudoefedrin juga meningkat
V. Peran Apoteker dan Asisten Apoteker dalam Mencegah Interaksi Obat
Satu prinsip yang harus menjadi perhatian utama saat memberikan informasi
kepada pasien mengenai penggunaan obat adalah pastikan pasien untuk mengikuti
petunjuk yang diberikan agar dapat memperoleh manfaat yang maksimum dengan resiko
minimum dari obat yang diminum. Adapun informasi yang perlu disampaikan kepada
pasien mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum mengkonsumsi obat, terkait
dengan kemungkinan adanya interaksi dengan makanan atau minuman adalah :
-

Pasien harus mentaati petunjuk yang terdapat pada label atau etiket yang
melengkapi.

- Kapan obat seharusnya dikonsumsi, apakah sebelum atau sesudah makan, atau
bersamaan dengan makanan. Atau pada saat perut kosong.
- Boleh tidaknya obat dikonsumsi bersamaan dengan susu, kopi, teh, atau minuman
lain seperti minuman ringan atau alcohol.
- Efek yang mungkin terjadi jika suatu obat dikonsumsi dengan makanan, misalnya
bisa menurunkan atau meningkatkan absorbsi obat, atau bisa mengiritasi lambung
jika diberikan sebelum makan.
- Hindari semaksimal mungkin pemakaian obat gabungan (polifarmasi), kecuali jika
memang kondisi penyakit yang diobati memerlukan gabungan obat dan pengobatan
gabungan tersebut sudah diterima dan terbukti secara ilmiah manfaatnya. Misalnya:
pengobatan tuberkulosis,
pengobatan infeksi berat seperti sepsis, dan lain-lain.
-

Jika memang harus memberikan obat gabungan (lebih dari satu) bersamaan,
yakinkan bahwa tidak ada Interaksi yang merugikan, baik secara kinetik atau
dinamik

Kenalilah sebanyak mungkin kemungkinan Interaksi yang timbul pada obat-obat


yang sering diberikan bersamaan dalam praktek polifarmasi.

Evaluasi efek sesudah pemberian obat-obat secara bersamaan untuk menilai ada
tidaknya efek samping / toksik dari salah satu atau kedua obat.

Ikutilah sedini mungkin pemakaian obat secara bersamaan bila ternyata ada efek
samping atau efek toksik yang timbul

BAB IV
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Interaksi obat adalah kejadian di mana suatu zat mempengaruhi aktivitas obat. Efekefeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau menghasilkan efek baru yang
tidak dimiliki sebelumnya. Interaksi bisa saja terjadi antara obat dengan makanan, obat
dengan herbal, obat dengan mikronutrien, dan obat injeksi dengan kandungan infus
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas
atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi. Mekanisme interaksi obat diantaranya
yaitu inkompatibilitas ini terjadi diluar tubuh (sebelum obat diberikan) antar obat yang tidak
tercampurkan (inkompatibel). Pencampuran obat demikian menyebabkan terjadinya
menyebebkan terjadinya interaksi langsung secara fisik atau kimiawi, yang hasilnya mungkin
terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna, terjadi kelembapan bahan obat dan
lain lain, atau mungkin juga tidak terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat inaktivasi obat.

III.2 Saran
Karena kebanyakan interaksi obat memiliki efek yang tak dikehendaki, umumnya
interaksi obat dihindari karena kemungkinan mempengaruhi prognosis. Namun, ada juga
interaksi yang sengaja dibuat, sebaiknya dalam penggunaan obat yang akan dikombinasikan
dokter harus lebih memahami reaksi kimia atau inkompatibilitas dari pada obat yang akan
diberikan, terutama untuk obat injeksi dan infus.

DAFTAR PUSTAKA
1. Center for Drug Evaluation and Research (CDER). In Vivo Drug Metabolism/Drug
Interaction Studies - Study Design, Data Analysis, and Recommendations for Dosing
and Labeling. 1999
2. Brazier NC, Levine MA. Drug-herb interaction among commonly used conventional

medicines: a compendium for health care professionalsAmerican Journal of


Therapeutics 2003; 10(3): 163-169
3. Soo An Choi. The role of pharmacist in NST. Proceedings of 11th PENSA Congress.
pp256-258.
4. Kowaluk EA, Roberts MS, Blackburn HD, Polack AE. Interactions between drugs and
polyvinyl chloride infusion bags. Am J Hosp Pharm.1981;38(9):1308-14
5. Larry K. Fry and Lewis D. Stegink Formation of Maillard Reaction Products in
Parenteral Alimentation Solutions J. Nutr. 1982 112: 1631-1637
6. Stadler RH, Blank I, Varga N, Robert F, Hau J, Guy PA, Robert MC, Riediker S.
Acrylamide from Maillard reaction products. Nature. 2002 Oct 3;419(6906):449-50.
7. Fakultas Kedoteran UI.1995 Farmakologi dan Terapi Ed-4 hal 545-559. UI-Press.
Jakarta
8. http://www.untukku.com/artikel-untukku/interaksi-obat-apa-yang-patut-anda-ketahuiuntukku.html
9. http://www.drugs.com/drug_interaction.html
10. http://www.drugs.com/drug_information.html

Anda mungkin juga menyukai