PENDAHULUAN
Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat diubah atau
dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan bersamaan. Interaksi obat terjadi jika suatu
obat mengubah efek obat lainnya.Kerja obat yang diubah dapat menjadi lebih atau
kurang aktif.Menurut Piscitelli dan Rodvold (2005), Sebuah interaksi obat terjadi ketika
farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah oleh kehadiran satu
atau lebih zat yang berinteraksi.Obat yang diberikan dapat bersaing satu dengan yang
lainnya, atau apa yang terjadi ketika obat hadir bersama satu dengan yang lainnya
sehingga interaksi obat menjadi penting untuk dipertimbangkan (Stockley 2008).
Interaksi obat dapat terjadi pada manusia maupun pada hewan yang mengonsumsi obat.
Beberapa studi menyebutkan proporsi interaksi obat dengan obat lain (antar
obat) berkisar antara 2,2% sampai 30% terjadi pada pasien rawat-inap dan 9,2% sampai
70,3% terjadi pada pasien-pasien rawat jalan, walaupun kadang-kadang evaluasi
interaksi obat tersebut memasukkan pula interaksi secara teoritik selain interaksi obat
sesungguhnya yang ditemukan dan terdokumentasi.Di Amerika Serikat, insidensi
interaksi obat yang mengakibatkan reaksi efek samping sebanyak 7,3% terjadi di
rumah sakit lebih dari 88% terjadi pada pasien geriatrik di rumah sakit. Orang
mengalami resiko efek samping karena interaksi obat, dan seberapa jauh risiko efek
samping dapat dikurangi diperlukan jika akan mengganti obat yang berinteraksi dengan
obat alternatif. Dengan mengetahui bagaimanamekanisme interaksi antar obat, dapat
1
diperkirakan kemungkinan efek samping yang akan terjadi dan melakukan
antisipasi. Makalah ini bermaksud menguraikan beberapa mekanismeinteraksi antar
obat yang terjadi karena interaksitersebut (Gitawati 2008)
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sesuai dengan rumusan masalah di
atas adalah sebagai berikut:
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Interaksi obat yang terjadi di dalam tubuh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
interaksi farmakodinamik dan interaksi farmakokinetik. Interaksi farmakodinamik
adalah interaksi antar obat (yang diberikan berasamaan) yang bekerja pada reseptor yang
sama sehingga menimbulkan efek sinergis, antagonis ataupun potensiasi.
Sedangkan interaksi farmakokinetik terjadi pada proses-proses peredaran obat di dalam
tubuh.
Efek obat sinergisme adalah interaksi antara 2 atau lebih bahan yang menghasilkan
suatu peningkatan kuantitatif dari efeknya dibandingkan bila diberikan bahan secara
sendiri (Tatro 2006).Efek obat sinergis dapat bermanfaat tapi dapat pula merugikan bagi
tubuh. Efek sinergis bermanfaat, jika penggunaan obat tunggal tidak memberikan efek
terapi yang memadai, perlu penggunaan kombinasi obat yang memiliki efek terapi yang
sinergis sehingga efek terapi lebih kuat dan memberikan efek bagi penderita sedangkan
efek sinergis yang merugikan dimana penggunaan dua obat atau lebih dengan efek yang
sama dapat menimbulkan efek yang berlebihan sehingga membahayakan bagi pasien.
3
Contoh kombinasi obat yang memiliki efek sinergis diantaranya: amoxicillin-
erytromisin, sulfonamide-trimetroprim, aminoglikosida-metronidazol, beta blocker-
procainamide, beta blocker dengan anti - angina, dan lain-lain (Lacy et all 2006)
Kadang-kadang efek sinergis suatu obat terhadap obat yang lain lebih besar dari
pada efek gabungan dua obat dari golongan yang sama (Kee dan Hayes 1996). Kerja
sama saling memperkuat yang secara matematis terjadi efek melebihi jumlah a + b
disebut potensiasi atau peningkatan potensi (Tjay dan Rahardja 2007). Jika obat a dan b
dikombinasi misalnya, maka obat a yang dibutuhkan akan menjadi lebih sedikit dengan
kekuatan akhir yang sama (Kee dan Hayes 1996).
Interaksi farmakokinetik adalah interaksi antar 2 atau lebih obat yang diberikan
bersamaan dan saling mempengaruhi dalam proses ADME (absorpsi, distribusi,
metabolisme, dan eliminasi) sehingga dapat meningkatkan atau menurunkan salah satu
kadar obat dalam darah. Interaksi dalam proses farmakokinetik yaitu absorpsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi (ADME) dapat meningkatkan ataupun menurunkan
kadar plasma obat (May 1997). Interaksi obat secara farmakokinetik yang terjadi pada
suatu obat tidak dapat diekstrapolasikan untuk obat lainnya meskipun cakupannya
masih dalam satu kelas terapi. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan sifat
fisikokimia yang menghasilkan sifat farmakokinetik yang berbeda.Contohnya adalah
interaksi farmakokinetik yang terjadi pada simetidin tidak dimiliki oleh H2 blocker
lainnya. Selain itu interaksi oleh terfenadin yang tidak dimiliki oleh antihistamin non-
sedatif lainnya (Retno 2008)
4
b) Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena kurva dosis-respon
curam (sehingga perubahan sedikit saja konsentrasi plasma akan
menyebabkan perubahan efek secara substansial).
c) Untuk kebanyakan obat, kondisi ini tidak ditemui, peningkatan yang
sedikit besar konsentrasi plasma obat-obat yang relatif tidak toksik
seperti penisilin hampir tidak menyebabkan peningkatan masalah klinis
karena batas keamanannya lebar.
d) Sejumlah obat memiliki hubungan dosis-respon yang curam dan batas
terapi yang sempit, interaksi obat dapat menyebabkan masalah utama,
sebagai contohnya obat antitrombotik, antidisritmik, antiepilepsi, litium,
sejumlah antineoplastik dan obat-obat imunosupresan.
Menurut jenisnya, interaksi obat dapat dibedakan menjadi :
6
(A)
Tablet Besi Antasida pH lambung absorpsi obat
(A)
Tablet Besi Vitamin C pH lambung absorpsi obat
(A)
Arang aktif (C) bertindak sebagai agen penyerap di dalam usus untuk
pengobatan over dosis obat atau untuk menghilangkan bahan beracun lainnya, tetapi
dapat mempengaruhi penyerapan obat yang diberikan dalam dosis
terapeutik. Antasida juga dapat menyerap sejumlah besar obat-obatan.
1) Tetrasiklin (Cetacycline) dengan ion logam divalen dan trivalen (Ca, Bi, Al
dan Fe).
Mekanisme interaksi: Antibiotik ini akan membentuk kelasi dengan
ion logam tersebut. Hal ini terjadi karena dengan ikatan ion
7
tersebut akan membentuk ikatan ion kompleks yang kurang
diserap serta berkurangnya efek bioavailabilitas karena
besarnya struktur molekul dari ikatan ion logam beserta obat
tersebut.
2) Fluorokuinolon (ciprofloxasin) dengan ion-ion bivalen dan trivalen (Ca,
Mg, dal Al)
Mekanisme interaksi: Ikatan terserbut dapat menurunkan
absorbsi, bioavailabilitas dan efek terapetik obat. Ikatan tersebut
akan membentuk ion kompleks yang kurang diserap serta efek
antibakterinya berkurang. (Stockley 2008).
Usus halus (intestin) adalah tempat absorpsi utama dari semua obat. Absorpsi
di intestin berlangsung jauh lebih cepat daripada absorpsi di lambung, semakin cepat
8
obat sampai di intestin, maka laju absorpsi makin cepat demikian juga jumlah obat
yang diabsorpsi makin meningkat.
Dari lambung, obat akan masuk ke intestin dan transit di sana untuk waktu
tertentu. Waktu transit intestinal adalah lama waktu yang dibutuhkan oleh obat/zat
untuk berada (singgah) di intestin, yang biasanya tidak mempengaruhi absorpsi obat
di intestin, kecuali untuk:
Berikut adalah contoh interaksi obat yang dipengaruhi oleh perubahan waktu
pengosongan lambung dan waktu transit usus.
Tabel 3. Beberapa Contoh Interaksi Obat yang dipengaruhi oleh perubahan waktu
pengosongan lambung dan transit usus
9
Metoklopramid levodopa Obat (A) mempercepat waktu
pengosongan lambung
bioavailabilitas obat (B)
Umumnya obat diabsorpsi di dalam usus, dimana absorpsi di usus jauh lebih
cepat dibandinkan di lambung. Oleh karena itu makin cepat obat sampai ke usus
maka makin cepat juga diabsorpsi. Obat-obat yang memperpendek waktu
pengosongan lambung akan mempercepat absorpsi obat lain yang diberikan secara
bersamaan dan begitu juga sebaliknya obat yang memperpanjang waktu
pengosongan lambung akan memperlambat absorpsi obat lain.
10
d. Induksi dan inhibisi protein transport obat
Ketersediaan hayati beberapa obat dibatasi oleh aksi protein transporter obat.
Saat ini, transporter obat yang terkarakteristik paling baik adalah P- glikoprotein.
Digoksin adalah substrat P-glikoprotein, dan obat-obatan yang menginduksi protein
ini, seperti rifampisin, dapat mengurangi ketersediaan hayati digoksin (Stockley,
2008).
Mekanisme kerja rifampisin : Membentuk kompleks yang stabil dengan DNA
dependent RNA polymerase menyebabkan penghambatan pembentukan
rantai pada sintesis RNA.
Mekanisme kerja digoksin : penghambatan Na+ K+ ATPase dan peningkatan
arus masuk ion kalsium ke intra sel.
Mekanisme interaksi : Digoxin sudah di absorbsi dalam plasma kemudian
dengan adanya Rifampicin yang bekerja mengaktifkan enzim P-glikoprotein
sebagai substrat digoxin menarik kembali digoxin dari plasma kembali ke
usus menyebabkan penurunan kadar digoxin dalam plasma sehingga efek
terapi digoxin yang di inginkan tidak tercapai.
Transporter di saluran cerna protein yang berperan dalam transpor aktif (up-
take dan efflux) zat/obat dari saluran cerna melalui membran mukosa saluran cerna
Protein Efflux transporter (terdapat di usus, hati, ginjal, sel endotel) adalah:
P-glikoprotein (P-gp)
Adanya hambatan pada transporter OATP, OCT oleh suatu zat/obat
berakibat terjadinya penurunan atau peningkatan kadar
plasma/biovailabilitas obat yang merupakan substrat transporter
tersebut, contoh:
- jus buah grapefruit adalah inhibitor OATP; obat-obat
betabloker, fexofenadin (= substrat OATP) jika diberikan
11
bersama jus grapefruit, maka kadar plasma/bioavailitas obat-
obat tersebut akan menurun.
Distribusi obat menuju ke otak, dan beberapa organ reproduksi seperti testis,
dibatasi aksi protein transporttasi obat seperti P-glikoprotein. Protein ini secara aktif
membawa obat keluar dari sel-sel ketika obat berdifusi secara pasif.Obat
yang termasuk inhibitor transporter dapat meningkatkan penyerapan substrat obat ke
dalam otak, yang dapat meningkatkan efek samping CNS (Stockley, 2008).
1) Asam valproate (Amicain)dan Fenitoin (Kutoin)
Mekanisme interaksi: Asam valproat dapat menggeser fenitoin dari
ikatannya dengan protein dan menghambat metabolisme fenitoin.
Apabila pasien mengkonsumsi kedua obat ini, kadar fenitoin tak
terikat akan meningkat secara signifikan, menyebabkan efek samping
yang lebih besar. Sebaliknya, fenitoin dapat menurunkan kadar plasma
asam valproat. Terapi kombinasi kedua obat ini harus diawasi
dengan ketat dan dilakukan penyesuaian dosis secara bertahap.
12
sindrom malabsorpsi dan dapat mengganggu penyerapan sejumlah obat-obatan
termasuk digoksin dan metotreksat (Stockley, 2008).
Penggunaan neomisin bersamaan dengan digoksin dapat menyebabkan efek
digoksin berkurang. Akibatnya kondisi jantung yang ditangani dengan digoksin tidak
dapat dikendalikan dengan baik (Harkness, 1989)
13
DAFTAR PUSTAKA
Darmansjah I et al. 2000. Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI). CV. Sagung Seto:
Jakarta.
May RJ. 1997. In: pharmacotherapy a pathophysiologic approach. Adverse drug reactions
and interactions.101-116.
Piscitelli SC, Rodvold KA. 2005. Drug Interaction in Infection Disease. Edisi kedua. New
Jersey (US): Humana Press.
Rahmawati Min et al. 2013. Diktat Kuliah Farmakologi Veteriner II. Fakultas
Kedokteran Hewan IPB: Bogor
Stockley Ivan and B. Pharm. 1974. Drug Interactions and their mechanisms.
Phannaceutical Journal.
Stockley IH. 2008. Stockleys Drug Interaction. Edisi kedelapan. Great Britain (UK):
Pharmaceutical Press.
14
Tatro D.S. 2006. Drug Interaction Facts.Fifth Edition.Factor and Comparisons.
Colifornia: a Walter Klower Company.
Tjay Tan Hoan, Rahardja Kirana. 2007. Obat-obat Penting: Kasiat, Penggunaan dan Efek-efek
Sampingnya. Jakarta : Elex Media Komputindo.
Walsky RL dan Obach RS. 2004. Validated assays for human Cytochrome P450 activities.
Drug Metab Dispos.32:647-660
15