Anda di halaman 1dari 35

Prinsip-prinsip Absorpsi Obat

Visi STFI

Visi STFI adalah Menjadi Acuan Perguruan


Tinggi Farmasi Swasta di Jawa Barat pada
tahun 2020.
Misi STFI

 Melaksanakan program pendidikan secara profesional untuk menghasilkan


lulusan yang mampu mengaplikasikan dan mengembangkan ilmunya
dengan berorientasi pada kebutuhan pengguna, berlandaskan pada etika
profesi, serta kepentingan kemanusiaan.
 Melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan yang dapat
memberikan kontribusi bermanfaat bagi dunia kesehatan, khususnyadalam
lingkup ilmu kefarmasian
 Melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat di bidang
kesehatan, khususnya bidang ilmu kefarmasian
 Memperkuat jejaring kerjasama dengan Perguruan Tinggi lain, lembaga
pemerintah ataupun swasta di dalam maupun luar negeri
 Revitalisasi prasarana dan sarana penyelenggaraan program pendidikan
Absorpsi Obat: suatu penetrasi obat
melewati membran tempat pemberian
(“Site of Application”) dan obat berada
dalam bentuk yang tidak mengalami
perubahan.

4
 Pemberian obat secara peroral, absorpsi obat
terjadi pada saluran cerna.
 Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan:
 Hilangnya obat dari saluran cerna menandakan
adanya absorpsi, hal ini jika diikuti munculnya obat
dalam darah,
 Adakalanya hilangnya obat dari saluran cerna karena
degradasi Obat yang terjadi dlm cairan saluran cerna
atau pada dinding usus.

5
 Membran saluran cerna merupakan sejumlah membran
uniselular paralel satu sama lainnya
 Obat yang berdifusi untuk sampai ke sirkulasi darah perlu
melewati suatu:
 mukosa dan “brush border” yang melapisi saluran cerna,
 permukaan sel apikal,
 cairan dalam “absortive cell”,
 membran basalis,
 lamina propia,
 membran kapiler eksternal,
 sitoplasma sel kapiler
 dan akhirnya sampai pada bagian dalam sel kapiler.
 4 proses pemberian obat per oral untuk
mencapai sirkulasi umum dikatakan berhasil:
1. Pergerakan obat melalui saluran cerna.
2. Pengantaran obat pada tempat absorpsinya
3. Keberadaan obat dalam bentuk larutan.
4. Pergerakan obat dari tempat absorpsi ke
dalam sirkulasi umum.

7
 Absorpsi sistemik (laju dan tempat absorpsi)
obat dari tempat ekstravaskular dipengaruhi
oleh:
1. Sifat2 anatomik dan fisiologik tempat absorpsi
a. Sawar membran saluran cerna.
b. pH saluran cerna.
2. Sifat-sifat fisikokimia suatu obat.
a. Ketidakstabilan obat dalam saluran cerna.
b. Interaksi obat dan kompleksasi.

8
 Obat berdifusi dari cairan saluran cerna ke permukaan
membran sehingga obat dapat kontak dengan membran
saluran cerna
 Obat2 yang kelarutan dlm air kecil, laju disolusi seringkali
merupakan tahap penentu kecepatan terhadap
ketersediaan hayati obat tersebut.

9
Pemberian obat secara peroral akan diabsorpsi secara
cepat dan lengkap ke dalam darah untuk menghasilkan 4
hal:
1. semakin besar konsentrasi obat, maka responnya
semakin besar pula.
2. semakin cepat obat diabsorpsi, konsentrasi terapetik
tercapai, maka respon farmakologi meningkat.
3. semakin cepat dan lengkap absorpsi, maka semakin
cepat pula menimbulkan respon farmakologi.
4. Semakin cepat obat diabsorpsi, maka degradasi obat
dan interaksi dengan material2 yang ada dalam saluran
cerna semakin sedikit.

10
STRUKTUR MEMBRAN SEL

 Pengetahuan tentang ultrastruktur


membran biologis sangat berkembang dgn
kemajuan instrumentasi.
 Dua model yang dikenal yaitu :
1. Konsep “Stein dan Danielli”
2. Model “mosaik Cair”

11
Konsep “Stein dan Danielli”

 Stein dan Danielli (1956 )


mengemukakan suatu
lembaran lipida protein
sebagai model membran.
 Membran terdiri dari:
 2 basal lipida monomolekular
 kutub hidrofob menghadap
ke bagian dalam
 basal protein  kutub hidrofil
berada di fasa berair
 Tebal susunan molekular
tersebut adalah 75 Angstrom
(75 x 10-8 cm).

12
Model “Mosaik Cair”

 matrik membran terdiri atas 2


lapisan lipida protein glabular
yang tidak berkesinambungan
dan saling menyesuaikan
menurut susunan yg teratur atau
tidak teratur.
 gugus polarnya terletak pada
permukaan membran yang
kontak dengan cairan intra atau
ekstraseluler
 gugus nonpolar menghadap ke
arah dalam.
 Tebalnya pori 85 Angstrom.

13
MEKANISME LINTAS
MEMBRAN
 Mekanisme lintas membran berkaitan dengan
peristiwa absorpsi, meliputi mekanisme pasif dan
aktif.
1. Filtrasi
2. Difusi pasif
3. Transpor aktif
4. Difusi sederhana
5. Pinositosis
6. Transpor oleh pasangan ion

14
FILTRASI ATAU KONVEKTIF

 Filtrasi / “difusi secara


konvensi” / “flux
liquiden”: mekanisme
penembusan pasif
melalui pori-pori suatu
membran karena
adanya perbedaan
tekanan hidrostatik
atau osmotik.

15
Contoh:
 membran seluler epitel usus halus mempunyai
ukuran kecil 4-7 Å, dan hanya dapat dilalui oleh
molekul bobot molekul <150 utk senyawa bulat,
atau < 400 jika molekulnya terdiri atas rantai
panjang.
 Sel-sel endotelium vaskular mempunyai pori-pori
dgn ukuran > 40 Å, sehingga dapat melewatkan
cairan yang mengandung molekul-molekul lebih
tinggi menuju ruang antar sel (filtrasi glomerulus)

16
DIFUSI PASIF
“pH partisi hipotesis”
 Difusi pasif menyangkut senyawa yang larut
dalam komponen penyusun membran.
 Penembusan terjadi karena adanya perbedaan
konsentrasi atau elektrokimia tanpa
memerlukan energi sehingga mencapai
keseimbangan di kedua sisi membran.
 Waktu yang diperlukan untuk mencapai
keseimbangan tersebut mengikuti “hukum difusi
FICK”

17
 V = P ( Ce – Ci )
P adalah tetapan permeabilitas
Ce dan Ci adalah konsentrasi pada kedua
kompartemen.
 Jadi Konsentrasi (C) senyawa di kedua sisi
membran berpengaruh pada proses
penembusan, tetapi hanya fraksi bebas dari
zat aktif yang diperhitungkan dalam perbedaan
konsentrasi.
 Kombinasi zat aktif protein yang terbentuk tidak
dapat berdifusi karena bobot molekulnya.

18
 Tetapan Permeabilitas P tergantung pada membran dan
molekul obat
 Jadi persamaan difusi transmembran:
V = P (Ce – Ci) menjadi: DAK (C e  Ci )
V
X
D, adalah koefisien difusi molekul
K, adalah koefisien partisi
A, adalah luas permukaan
ΔX, adalah tebal permukaan molekul.
 Molekul yang berukuran kecil akan berdifusi lebih cepat
dibandingkan dengan yang berukuran besar.

19
 Koefisien partisi merupakan hal yang penting
dlm tetapan permeabilitas.
 Koefisien partisi : konsentrasi dlm fase lemak
dibagi Konsentrasi fase air.
Konsentras i dlm fase Lemak
K
Konsentras i dlm fase Air
 Molekul yg kelarutan dlm lemak besar 
koefisien partisinya besar, difusi transmembran
terjadi lebih mudah.

20
Gambar 4
PENERAPAN PERSAMAAN HANDERSON - HASSELBACH

21
TRANSPOR AKTIF

 Cara perlintasan yg memerlukan adanya pembawa.


 Pembawa ini merupakan suatu bagian dari membran,
berupa enzim atau senyawa protein dengan molekul
yang membentuk kompleks pada permukaan membran.
 Transpor selalu terjadi dlm arah tertentu, pada bagian
usus terjadi dari mukosa menuju serosa.
 Transpor aktif memerlukan energi, yang diperoleh dari
hidrolisa adenosin trifosfat (ATP) di bawah pengaruh
suatu ATP-ase.
 Jadi semua senyawa yg menghambat reaksi pelepasan
energi, seperti ion CN-, akan mempengaruhi transpor
aktif.
22
 Kompleks tsb melintasi membran  molekul dibebaskan
pada permukaan lainnya  pembawa kembali menuju
ke permukaan asalnya.

23
DIFUSI SEDERHANA
(Dipermudah=Fasilitas)
 Perlintasan membran yang memerlukan suatu
pembawa dengan karakteristik tertentu
(kejenuhan, spesifik, dan kompetitif)
 Pembawa bertanggung jawab thdp transpor aktif,
perlintasan terjadi akibat gradien konsentrasi dan
tanpa pembebasan energi.
 Difusi sederhana: penetrasi glukosa ke bagian
dalam sel darah

24
PINOSITOSIS
 Proses perlintasan membran
oleh molekul-molekul besar
terutama oleh molekul yang
tidak larut.
 Perlintasan tejadi dgn
pembentukan vesikula (bintil)
yg melewati membran.
 Mekanisme ini mirip dgn
fagositosis bakteri oleh
leukosit.
 Vitamin A, D, E, dan K
melalui proses ini

25
TRANSFOR OLEH
PASANGAN ION
 Transfor oleh pasangan ion : cara perlintasan membran dari
senyawa yg sangat mudah terionkan pada pH fisiologik
(ammonim kuarterner).
 Perlintasan terjadi dgn pembentukan kompleks yg netral
(pasangan ion) dgn senyawa endogen seperti musin 
terjadinya difusi pasif kompleks tersebut melalui membran.

26
Absorpsi dan Jalur Utama
Pemberian Obat
 Absorpsi pada pemberian obat enteral
1. Pemberian obat peroral
a) Rongga mulut
b) Lambung
c) Usus halus
2. Pemberian obat per rektal/vaginal
 Absorpsi pada pemberian obat parenteral
1. Pemberian intravena dan intra-arteri
2. Pemberian intramuskuler dan subkutan
3. Pemberian per inhalasi

27
Pemberian obat peroral

Rongga mulut
 Kondisi rongga mulut : epitel berbentuk feriseluler tipis,
pH agak asam dan kaya vaskularisasi sehingga
memungkinkan penembusan yang cepat menuju
pembuluh darah  konsentrasi zat aktif yang mencapai
darah lebih tinggi
 Zat aktif yang diserap di mulut terhindar dari:
1. pH yang berbeda pada daerah saluran cerna,
2. pengaruh enzim dan flora bakteri
3. pembentukan kompleks yang dapat mengubah
aktivitas dan/atau mengubah konsentrasi obat
Lambung
 penyerapan di lambung hanya terjadi dalam jumlah
sedikit dibandingkan dengan penyerapan di usus
karena tergantung pada keadaan lambung yang penuh
atau kosong, yaitu:
1. Saat saluran cerna istirahat, spincter pylorus agak
membuka dan ZA dapat melintasi celah tersebut dan
akan diserap di usus
2. lambung yang kosong  penyerapan secara
filtrasi/difusi pasif terjadi lebih cepat
3. lambung berisi makanan  ZA di lambung berdifusi
lebih lambat
Usus halus
 Karakteristik anatomi dan fisiologis usus lebih
menguntungkan untuk penyerapan obat karena:
1. adanya anyaman kapiler darah dan getah bening pada tiap
lipatan memungkinkan terjadinya penyerapan yang kuat
2. Gerakan usus dan gerakan villi (bulu-bulu halus) usus di
sepanjang saluran cerna akan mendorong terjadinya
penembusan menuju pembuluh darah
 Keadaan pH serta tebal dinding yang beragam di bagian
usus menyebabkan perbedaan penembusan yang cukup
besar pada molekul zat aktif terutama molekul asam
yang penyerapannya dipengaruhi oleh pH lambung
Pemberian obat per rektal

 Per rektal dapat mengurangi pengaruh pH


lambung atau enzim-enzim lambung yang dapat
merusak zat aktif
 Cara ini juga mencegah inaktivasi zat aktif yang
sudah diserap ke peredaran darah oleh hati
 Cara pemberian rektal dapat dilakukan bila
pemberian peroral tidak memungkinkan, baik
karena sifat obat itu sendiri, atau karena
keadaan penderita
Absorpsi pada pemberian
obat parenteral
Pemberian intravena dan intra arteri
 Menghilangkan semua masalah penyerapan karena zat
aktif langsung masuk ke dalam peredaran darah
Pemberian intramuskular dan subkutan
 Mekanisme perlintasan membran pada intramuskular dan subkutan
terjadi secara difusi pasif atau sederhana yang disebabkan oleh
adanya gradien konsentrasi
 Absorpsi ZA lebih cepat jika obat disuntikkan secara intramuskular
dibanding subkutan karena:
1. obat harus berdifusi ke dalam senyawa penyusun jaringan
penghubung (jaringan penghubung subkutan lebih kaya
dibandingkan jaringan muskuler)
2. Dalam jaringan muskuler terdapat permukaan penyerap yang
potensial hingga penyerapannya jauh lebih cepat
 Faktor penentu lainnnya yang mempengaruhi laju penyerapan
adalah perfusi jaringan
Pemberian per inhalasi
 Bertujuan untuk mendapatkan efek sistemik khususnya
yang bertujuan untuk pembiusan karena besarnya
kemampuan penyerapan dari epitel paru yang
mencapai 90 m2
 Intensitas vaskularisasi paru menyebabkan peningkatan
fungsi permukaan membran kapiler alveolus  sangat
berperan dalam fenomena difusi pasif
Daftar pustaka

 Aiache,JM.,1993,Farmasetika 2-
BIOFARMASI:edisi kedua.,Airlangga University
Press

Anda mungkin juga menyukai